Tindakan Republik Rakyat Tiongkok Dalam Mereklamasi Laut China

57 Gambar VII : Peta nine dash line Sumber : http:en.wikipedia.orgwikiNine-dash_line Jadi dapat disimpulkan bahwa reklamasi yang dilakukan oleh RRT di wilayah Laut China Selatan didasarkan pada alasan sejarah yang menurut RRT wilayah Laut China Selatan telah dikuasai oleh Dinasti Han sejak dulu, dan juga didasarkan pada peta eleven dash line tahun 1947 yang kemudian diubah menjadi nine dash line tahun 1953 dan diubah lagi menjadi ten dash line pada tahun 2013.

C. Tindakan Republik Rakyat Tiongkok Dalam Mereklamasi Laut China

Selatan Menurut Hukum Laut Internasional Reklamasi yang dilakukan oleh Republik Rakyat Tiongkok RRT di wilayah Laut China Selatan menimbulkan pertentangan dari negara-negara lain baik negara-negara di sekitar wilayah Laut China Selatan maupun negara-negara yang tidak berbatasan langsung dengan Laut China Selatan. Berbagai alasan yang mendasari negara-negara tersebut dalam menentang reklamasi di Laut China Selatan. Ada negara yang menentang karena alasan politik yang berseberangan 58 dengan RRT, ada negara yang menentang dengan alasan bahwa negara tersebut lebih berhak menguasai Laut China Selatan dibanding RRT, ada juga negara yang menentang reklamasi tersebut dengan alasan bahwa RRT memang tidak berhak menguasai atau mereklamasi Laut China Selatan menurut hukum laut internasional. Oleh karena itu untuk mengetahui benar atau tidak reklamasi yang dilakukan oleh RRT di wilayah Laut China Selatan haruslah dikaji menurut hukum laut internasional yang berlaku. Adapun hukum laut internasional yang dimaksud adalah Konvensi PBB tentang Hukum Laut tahun 1982 atau yang lebih dikenal dengan UNCLOS 1982. Selain UNCLOS 1982, masalah reklamasi ini juga perlu dikaitkan dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam Declaration On The Conduct Of Parties In The South China Sea DOC tahun 2002. Hal ini dikarenakan DOC 2002 merupakan suatu pedoman berperilaku bagi negara-negara ASEAN dan RRT di wilayah Laut China Selatan. Berdasarkan kedua sumber hukum tersebutlah akan dikaji benar atau tidak reklamasi yang dilakukan oleh RRT di wilayah Laut China Selatan tersebut. UNCLOS 1982 merupakan himpunan aturan-aturan di bidang kelautan yang disetujui bersama oleh negara-negara dalam Konferensi PBB tentang Hukum Laut pada tahun 1982. UNCLOS 1982 menjadi pedoman dan patokan negara-negara di dunia dalam menguasai wilayah laut. Saat ini UNCLOS telah diratifikasi oleh 167 anggota, yang terdiri dari 166 negara anggota PBB dan negara-negara Uni Eropa. RRT juga termasuk di antara negara-negara yang telah meratifikasi UNCLOS 1982 70 . Sebagai negara yang meratifikasi UNCLOS 1982 70 https:en.wikipedia.orgwikiList_of_parties_to_the_United_Nations_Convention_on_t he_Law_of_the_Sea, diakses pada tanggal 10 Desember 2015 59 sudah seharusnya RRT mematuhi dan mentaati aturan yang terdapat di didalam UNCLOS 1982. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa Laut China Selatan merupakan laut setengah tertutup, yaitu laut yang dikelilingi oleh zee dua atau lebih negara. Di dalam UNCLOS 1982 dijelaskan bahwa bagi negara-negara yang berbatasan dengan laut setengah tertutup hendaknya bekerjasama satu sama lain dalam melaksanakan hak dan kewajibannya. Hal-hal yang harus dilakukan oleh negara-negara tersebut antara lain adalah 71 : a. mengkoordinasikan pengelolaan, konservasi, eksplorasi, dan eksploitasi sumber kekayaan hayati laut b. mengkoordinasikan pelaksanaan hak dan kewajiban yang berhubungan dengan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan laut c. mengkoordinasikan kebijaksanaan riset ilmiah dimana perlu mengadakan program bersama riset ilmiah di kawasannya d. mengundang negara lain yang berminat atau organisasi internasional untuk bekerjasama dalam pelaksanaan lebih lanjut. Dalam hubungannya dengan Laut China Selatan, sebenarnya kerjasama antara negara-negara yang berbatasan dengan Laut China Selatan telah sering dilakukan. Salah satu contoh kerjasamanya adalah dengan ditandatanganinya DOC pada tahun 2002. Namun bentuk kerjasama yang tertuang dalam DOC 2002 tersebut tidak berjalan lancar. Reklamasi yang dilakukan RRT di Laut China Selatan melanggar ketentuan UNCLOS 1982 yang mengatur tentang ketentuan ketentuan laut 71 UNCLOS 1982 Pasal 123 60 setengah tertutup. Reklamasi yang dilakukan oleh RRT merupakan reklamasi sepihak bukan sebagai bentuk kerjasama, ditambah dengan pernyataan RRT yang mengklaim berhak atas reklamasi di wilayah Laut China Selatan menunjukkan bahwa sikap RRT bertentangan dengan UNCLOS 1982. UNCLOS 1982 menjelaskan bahwa suatu negara hanya dapat mengklaim wilayah laut sejauh 200 mil. Lebih dari 200 mil negara sudah tidak berhak lagi. Reklamasi yang dilakukan oleh RRT menjadi ilegal karena wilayah reklamasi yang dilakukan RRT sudah melebihi batas 200 mil dan tidak termasuk dalam wilayah zee RRT. Reklamasi yang dilakukan oleh RRT dimungkinkan apabila reklamasi tersebut dilakukan di wilayah zee RRT. Sebagaimana dijelaskan dalam UNCLOS 1982 bahwa negara pantai mempunya hak eksklusif untuk membangun dan mengatur pembangunan pulau buatan 72 . Di dalam UNCLOS 1982 Pasal 21 dijelaskan bahwa zona maritim dapat memperpanjang wilayahnya tidak hanya dari tanah utama wilayah negara pantai, tetapi juga dari setiap pulau yang berada di wilayah kedaulatannya. Sebuah pulau didefinisikan sebagai daratan yang terbentuk secara alami dari tanah, dikelilingi oleh air, yang berada di atas air pada saat pasang. Namun, batu karang yang tidak dapat mendukung tempat tinggal manusia atau kehidupan ekonomi tersendiri adalah berhak hanya untuk 12 mil laut teritorial, bukan zee atau landas kontinen. Ketinggian yang terendam saat pasang tinggi dan pulau buatan tidak menetapkan hak-hak di perairan yang berdekatan 73 . Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa pulau-pulau karang yang terdapat di wilayah Laut China Selatan tidak dapat menjadi dasar bagi RRT untuk mengklaim wilayah Laut China 72 UNCLOS 1982 Pasal 60 73 Ben Dolven et.all., Chinese Land Reclamation in the South China Sea: Implications and Policy Options, Congressional Research Service CRS report, 2015, hlm 6 61 Selatan. Dan pulau buatan yang dibangun RRT di daratan hasil reklamasi Laut China Selatan juga tidak dapat menjadi dasar bagi RRT untuk mengklaim wilayah Laut China Selatan. Alasannya karena pulau buatan yang dibangun RRT tidak berada di wilayah zee RRT, melainkan tumpang tindih dengan zee negara lain. Selain itu juga karena menurut UNCLOS 1982, pulau buatan tidak mempunyai status pulau, dan kehadirannya tidak akan mempengaruhi penetapan batas laut teritorial, zee, atau landas kontinen dari negara yang membangun pulau buatan tersebut 74 . Pembangunan sebuah pulau buatan mungkin menimbulkan pertanyaan hukum jika itu terjadi dalam ZEE negara lain. Sebaliknya, reklamasi yang dilakukan di laut lepas diperbolehkan di bawah UNCLOS 1982. Akibatnya, diperbolehkannya kegiatan reklamasi RRT tergantung pada batas zona antara negara-negara sekitarnya. RRT mengklaim kedaulatan atas Taiwan tanpa mengendalikannya, dan Taiwan menempati Itu Aba, yang merupakan pulau terbesar di Kepulauan Spratly dan secara luas diakui menjadi sebuah pulau alami sesuai dengan definisi UNCLOS 1982. Oleh karena itu, RRT mungkin berusaha untuk mengklaim wilayah reklamasi tersebut melalui Itu Aba. Namun klaim tersebut akan tumpang tindih dengan zee Filipina di Pulau Palawan 75 . RRT juga dapat mendasarkan reklamasi yang dilakukannya di wilayah Laut China Selatan dengan dalih kebebasan laut lepas. Di dalam UNCLOS 1982 dijelaskan bahwa laut lepas terbuka untuk semua negara. Negara pantai atau negara tidak berpantai diberi kebebasan-kebebasan, dan salah satunya adalah 74 UNCLOS 1982 Pasal 60 75 Ben Dolven et.all., Loc.Cit. 62 kebebasan untuk membangun pulau buatan 76 . Namun apabila RRT mendasarkan klaim reklamasinya dengan alasan tersebut, RRT tidak seharusnya menyatakan bahwa mereka berhak atas wilayah Laut China Selatan. Negara-negara memang diberi kebebasan di laut lepas, namun kebebasan tersebut semata-mata diberikan bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk kepentingan bersama negara- negara. Dan UNCLOS 1982 menyatakan bahwa tidak ada suatu negara pun yang dapat secara sah menundukkan kegiatan manapun dari laut lepas pada kedaulatannya 77 . Sedangkan RRT menyatakan berhak untuk mereklamasi Laut China Selatan karena Laut China Selatan merupakan bagian dari wilayahnya. Hal ini tentu bertentangan dengan ketentuan UNCLOS 1982 tentang laut lepas. Maksud dan tujuan reklamasi yang dilakukan RRT di Laut China Selatan juga bukan untuk kepentingan bersama tetapi untuk kepentingan pribadi. Hal ini dibuktikan dengan pembangunan landasan pacu di pulau buatan hasil reklamasi tersebut, dan juga pembangunan fasilitas-fasilitas militer di daerah tersebut. Wilayah Laut China Selatan juga bukan sepenuhnya wilayah laut lepas, karena Laut China Selatan merupakan laut setengah tertutup maka dimungkinkan terdapat wilayah zee negara lain. Oleh karena itu RRT tidak bisa sembarangan melakukan reklamasi di wilayah Laut China Selatan sekalipun reklamasi tersebut didasarkan dengan alasan kebebasan laut lepas, karena terdapat wilayah zee negara lain di Laut China Selatan. Selain itu, RRT juga dapat mendasarkan reklamasi yang dilakukannya dengan dalih pelestarian kelautan lingkungan hidup. UNCLOS 1982 mewajibkan negara-negara untuk mengambil segala tindakan yang perlu untuk menjamin agar 76 UNCLOS 1982 Pasal 87 77 UNCLOS 1982 Pasal 89 63 kegiatan-kegiatan yang berada di bawah yurisdiksi dan pengawasan mereka dilakukan dengan cara sedemikian rupa supaya tindakan-tindakan tersebut tidak mengakibatkan kerusakan yang disebabkan oleh pencemaran kepada negara- negara lain dan lingkungannya 78 . Namun apabila reklamasi tersebut didasarkan dengan alasan ini, seharusnya RRT lebih terbuka terhadap reklamasi yang dilakukannya, dan bekerjasama dengan negara-negara lain yang berbatasan dengan Laut China Selatan. Sedangkan tindakan yang dilakukan RRT selama ini di Laut China Selatan seperti ingin menguasai wilayah Laut China Selatan sendiri. Reklamasi yang dilakukan oleh RRT di wilayah Laut China Selatan juga melanggar ketentuan UNCLOS 1982 Pasal 192. Pasal 192 tersebut menyatakan bahwa negara-negara memiliki kewajiban untuk melindungi dan melestarikan lingkungan laut. Sedangkan reklamasi yang dilakukan oleh RRT tersebut tentu akan membuat kerusakan di lingkungan Laut China Selatan, seperti kerusakan terumbu karang. Selain melanggar UNCLOS 1982, reklamasi yang dilakukan oleh RRT di Laut China Selatan juga melanggar ketentuan DOC 2002 yang telah disepakati bersama antara negara-negara anggota ASEAN dengan RRT. Di dalam DOC 2002 dijelaskan bahwa para pihak yaitu negara-negara anggota ASEAN dan RRT berusaha untuk menahan diri dalam melakukan kegiatan yang akan mempersulit atau meningkatkan perselisihan dan mempengaruhi perdamaian dan stabilitas di wilayah Laut China Selatan 79 . Dari ketentuan tersebut, sudah jelas bahwa reklamasi yang dilakukan oleh RRT melanggar semangat kerjasama yang tertuang di dalam DOC 2002 tersebut, karena reklamasi yang dilakukan RRT 78 UNCLOS 1982 Pasal 194 79 Declaration On The Conduct Of Parties In The South China Sea DOC 2002 poin 5 64 menyebabkan perselisihan dan mengganggu perdamaian dan stabilitas di wilayah Laut China Selatan. DOC 2002 memang tidak mengatur lebih dalam mengenai tindakan- tindakan yang tidak boleh dilakukan di Laut China Selatan, seperti reklamasi yang dilakukan oleh RRT tersebut. Namun DOC 2002 telah memberikan gambaran umum tentang hal-hal yang seharusnya dilakukan dan yang seharusnya tidak dilakukan. Di dalam DOC 2002 juga ditegaskan bahwa negara-negara berkomitmen untuk mencari cara untuk membangun kepercayaan dan keyakinan sesuai atas dasar kesetaraan dan saling menghormati 80 . Tindakan yang dilakukan RRT dalam mereklamasi Laut China Selatan tentu akan menghilangkan kepercayaan dan keyakinan antar negara-negara peserta DOC 2002. DOC 2002 sebagai pedoman berperilaku di wilayah Laut China Selatan memang belum sepenuhnya mengikat. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya sanksi yang pasti bagi negara-negara yang melakukan pelanggaran di Laut China Selatan. Di dalam DOC 2002 hanya dijelaskan bahwa negara-negara peserta DOC 2002 berusaha untuk menyelesaikan sengketa teritorial dan yurisdiksi mereka dengan cara damai, tanpa menggunakan ancaman atau penggunaan kekerasan, melalui konsultasi ramah dan negosiasi dengan negara-negara berdaulat secara langsung 81 . Namun meskipun belum memiliki sanksi yang pasti, tidak seharusnya negara-negara tersebut melanggar perjanjian yang mereka buat sendiri dengan cara-cara yang tidak dibenarkan oleh DOC 2002, seperti reklamasi yang dilakukan oleh RRT di Laut China Selatan. 80 DOC 2002 poin 2 81 DOC 2002 poin 4 65 Reklamasi yang dilakukan oleh RRT di wilayah Laut China Selatan membuktikan bahwa DOC 2002 tidak berjalan seperti seharusnya karena masih banyak negara-negara yang melanggarnya. Untuk itu negara-negara di sekitar wilayah Laut China Selatan perlu untuk membuat suatu perjanjian baru yang lebih mengikat. Sebenarnya pembicaraan mengenai pembentukan kode etik Laut China Selatan yang lebih mengikat sudah sering dilakukan oleh kepala-kepala negara yang bersangkutan, namun sampai saat ini belum ada kesepakatan yang pasti. Dengan adanya tindakan reklamasi di Laut China Selatan ini, pembahasan mengenai kode etik yang lebih mengikat tersebut sepertinya harus segera dilaksanakan agar ke depannya tidak ada lagi kejadian-kejadian seperti reklamasi yang dilakukan oleh RRT tersebut. Namun pembahasan mengenai kode etik yang lebih mengikat tersebut mungkin akan sulit untuk dilakukan karena negara-negara harus membangun kepercayaan dan keyakinan bersama untuk berkomitmen menciptakan stabilitas dan perdamaian di wilayah Laut China Selatan. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tindakan reklamasi yang dilakukan oleh RRT di wilayah Laut China Selatan bertentangan dengan hukum laut internasional, yaitu UNCLOS 1982 dan DOC 2002. RRT sebagai salah satu negara yang berbatasan dengan Laut China Selatan memiliki kewajiban dan hak untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang ada di Laut China Selatan, namun pengelolaan dan pemanfaatan tersebut terbatas hanya sampai wilayah zee RRT, tidak boleh lebih 200 mil laut. RRT sebagai negara yang meratifikasi UNCLOS 1982 seharusnya mematuhi ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam UNCLOS 1982. Namun tindakan yang dilakukan oleh RRT dalam mereklamasi Laut China Selatan 66 bertentangan dengan UNCLOS 1982. RRT bisa beranggapan bahwa menurut sejarah wilayah Laut China Selatan sejak dahulu telah dikuasai oleh dinasti- dinasti dari Tiongkok. Namun pada saat sekarang ini RRT tidak bisa beralaskan hal itu. Sejak lahirnya UNCLOS 1982, negara-negara telah sepakat bahwa dalam hal penguasaan di laut, setiap negara harus berpedoman pada UNCLOS 1982 dan harus menyesuaikan wilayah laut nya dengan ketentuan yang terdapat di dalam UNCLOS 1982. Hal ini juga seharusnya berlaku bagi RRT, karena RRT telah mengakui UNCLOS 1982 dengan meratifikasinya. Demikian juga halnya dengan DOC 2002. DOC 2002 yang ditandatangani oleh RRT dengan negara-negara anggota ASEAN semula bertujuan untuk menciptakan stabilitas dan perdamaian di wilayah Laut China Selatan. Dengan adanya DOC 2002, negara-negara peserta berharap bahwa mereka dapat bersama- sama mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang terdapat di wilayah Laut China Selatan. Namun RRT sebagai salah satu negara peserta DOC 2002 melanggar ketentuan DOC 2002 itu sendiri. Reklamasi yang dilakukan RRT di wilayah Laut China Selatan justru menimbulkan pertentangan dari negara-negara lain dan menyebabkan ketegangan di wilayah Laut China Selatan. Hal ini tentu merusak semangat perdamaian yang terkandung di dalam DOC 2002. Sengketa-sengketa atau konflik-konflik yang terjadi di Laut China Selatan pada dasarnya karena ketidaktaatan negara-negara terhadap hukum laut internasional, yaitu UNCLOS 1982 dan DOC 2002. Demikian juga dengan reklamasi yang dilakukan oleh RRT di Laut China Selatan. Reklamasi tersebut terjadi karena ketidaktaatan RRT pada ketentuan-ketentuan UNCLOS 1982 dan ketentuan-ketentuan DOC 2002. Salah satu faktor ketidaktaatan tersebut adalah 67 karena keinginan negara-negara termasuk RRT untuk menguasai wilayah Laut China Selatan. Faktor lainnya adalah kurang mengikatnya ketentuan-ketentuan hukum laut internasional yang berlaku dalam hal ini DOC 2002. Untuk itu perlu dibuat suatu kode etik yang lebih mengikat untuk mencegah terjadinya sengketa atau konflik seperti sengketa atau konflik yang terjadi karena tindakan reklamasi yang dilakukan oleh RRT di wilayah Laut China Selatan. 68

BAB IV UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA DI LAUT CHINA SELATAN