20
3.6.6.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi Kalium
Larutan baku kalium 1000 µgmL dipipet 5 mL, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, dicukupkan dengan akua demineralisata hingga garis tanda
konsentrasi 50 µgmL LIB I. Dipipet 1, 2, 3, 4, dan 5 mL dari LIB I, dimasukkan ke dalam labu ukur 25
mL konsentrasi 2,0; 4,0; 6,0; 8,0; 10,0 µgmL dan dicukupkan dengan akua demineralisata hingga garis tanda. Diukur pada panjang gelombang 766,5 nm
dengan nyala udara asetilen.
3.6.6.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi Kalsium
Larutan baku kalsium 1000 µgmL dipipet 5 mL, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, dicukupkan dengan akua demineralisata hingga garis tanda
konsentrasi 50 µgmL LIB I. Dipipet 1, 2, 3, 4, dan 5 mL dari LIB I dimasukkan ke dalam labu ukur 25
mL konsentrasi 2,0; 4,0; 6,0; 8,0; 10,0 µgmL dan dicukupkan dengan akua demineralisata hingga garis tanda. Diukur pada panjang gelombang 422,7 nm
dengan nyala udara asetilen.
3.6.6.4 Penetapan Kadar Magnesium, Kalium, dan Kalsium dalam Sampel
Larutan sampel hasil destruksi dipipet 0,5 mL dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL dan dicukupkan dengan akua demineralisata hingga garis tanda
faktor pengenceran 100 kali. Lalu diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 285,2 nm untuk
penetapan kadar magnesium. Perlakuan yang sama dilakukan untuk penetapan kadar kalium dan kalsium, dimana untuk kalium diukur pada panjang gelombang
766,5 nm dan untuk kalsium diukur pada panjang gelombang 422,7 nm. Nilai
Universitas Sumatera Utara
21 absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi untuk
masing-masing larutan baku magnesium, kalium, dan kalsium. Konsentrasi magnesium, kalium, dan kalsium dalam sampel ditentukan berdasarkan
persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.
3.6.7 Perhitungan Kadar Magnesium, Kalium, dan Kalsium pada Sampel