BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan manusia penuh dengan ketidakpastian. Ketidakpastian tersebut berhubungan dengan takdir dan nasib manusia yang ditentukan oleh Tuhan.
2
Hal itu disebabkan meninggal adalah suatu peristiwa yang sudah pasti terjadi yang
merupakan rahasia Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini yang dimaksud dengan peristiwa yang belum pasti terjadi adalah saat kapan meninggalnya orang yang
bersangkutan. Apakah dalam waktu yang pendek relatif sebelum asuransi ditutup ataukah dalam waktu yang lama relatif setelah asuransi ditutup adalah
peristiwa yang belum pasti terjadi secara objektif.
3
Ketidakpastian yang menimbulkan akibat yang merugikan dikenal dengan istilah risiko risk.
4
Resiko adalah ketidak tentuan atau uncertainnty yang mungkin melahirkan kerugian loss. Resiko dapat diklasifikasi sebagai berikut:
1. Specvulative risk yaitu resiko yang bersifat spekulatif yang bisa
mendatangkan rugi atau laba. Misalnya sesorang pedagang bisa untung atau rugi dalam usahanya.
2. Pure risk yaitu resiko yang selalu menyebabkan kerugian. Perusahaan
asuransi beroperasi dalam bidang pure riks kematian, kebakaran, kapal tenggelam.
2
Tuti Rastuti, Aspek Hukum Perjanjian Asuransi, PT.Buku Seru, Yogyakarta, 2011, hal 5.
3
Sastrawidjaja, Bunga Rampai Hukum Dagang, PT. ALUMNI, Bandung, 2005, hal 54.
4
https:id.wikipedia.orgwikiManajemen_risiko diakses pada tanggal 24 September 2015.
1
Universitas Sumatera Utara
3. Fundalmental risk risiko fundamental yaitu resiko jenis ini adalah resiko
yang sumbernya dari masyarakat umum dan akibatnya memepengaruhi masyarakat luas. Misalnya adalah risiko karena terbakarnya Kota baru,
banjir besar yang melanda Pekanbaru, gempa bumi, gunung meletus. 4.
Static risk risiko statis yaitu risiko yang tidak berubah walaupun zaman telah berubah. Misalnya adalah risiko yang timbul dari kebakaran, banjir,
gempa,bumi dan sebagainya. 5.
Dinamic risk risiko dinamis yaitu resiko yang mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan zaman dan kemajuan masyarakat dibidang
ekonomi, ilmu pengetahuan, teknologi. Misalnya adalah bahwa zaman dulu, patah kaki dari seseorang pemain sepakbola dan menurunnya
kecantikan itu dianggap sebagai bukan risiko.
5
Seseorang atau keluarga bisa kehilangan pendapatannnya disebabkan : 1.
Kematian death. Artinya menimbulkan kehilangan pendapatan pada seseorang atau keluarga tertentu.
2. Cacat sementara temporary disability. Artinya untuk sementara waktu
tidak bisa mencari nafkah karena sakit. 3.
Cacat permanen permanent disability. Artinya seseorang tidak mampu lagi untuk mencari penghasilan. Misalnya karena sakit, kecelakaan dan
lain sebagainya. 4.
Pengangguran unemployment. Artinya seseorang yang menganggur mengakibatkan kehilangan penghasilan.
Prinsipnya, manusia menghadapi resiko berkurang atau hilang produktivitas ekonomi yang diakibatkan oleh kematian, mengalami cacat, pemutusan hubungan
kerja, dan pengangguran.
6
Dengan adanya asuransi jiwa akan diperoleh: 1.
Dukungan bagi pihak yang selamat dari suatu kecelakaan. 2.
Santunan bagi tertanggung yang meninggal.
5
Salim, Abbas, Asuransi Manajemen Resiko, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007, hal 4.
6
Ibid, hal 6.
Universitas Sumatera Utara
3. Terhindar dari kerugian yang disebabkan oleh meninggalnya orang pencari
nafkah. 4.
Penghimpunan dana untuk persiapan pensiun.
7
Cara untuk pengendalian resiko dilakukan, antara lain berupa: a.
Menerima resiko risk retention b.
Menghindari resiko risk avoidance c.
Mencegah resiko risk prevention d.
Mengalihkan atau membagi resiko risk transfer or distribution
8
Syarat-Syarat resiko yang bisa dipertanggungkan pada asuransi jiwa ada beberapa syarat supaya resiko yang diasuransikan terlaksana, yaitu:
1. Jumlah exposures yang dipertanggungkan harus besar dan homogen
homogeneous. Homogeneous maksudnya ialah bahwa untuk masing-
masing exposures tersebut misalnya jiwa tidak banyak perbedaan sifat- sifatnya satu sama lainnya. Misalnya jiwa yang sama, pekerjaan yang
sama, rumah yang sama. Dalam asuransi jiwa perbedaan terdapat pada waktu pembayaran premi.
2. Cost atau biaya-biaya guna menanggung resiko tidak boleh terlalu tinggi.
3. Pembayaran premi yang rendah, sehingga orang berpendapat bahwa ia
lebih baik mengasuransikan dari pada menyimpan saving uangnya di bank.
4. Kerugian-kerugian loss yang timbul tidak boleh mengandung unsur
disengaja, oleh karena itu bertentangan dengan law of indemnity moral hazard.
7
Irwan, Bagus, Aspek-Aspek Hukum Kepalitan Perusahaan dan Asuransi, PT. ALUMNI, Bandung, 2007, hal 115.
8
Salim, Abbas, 2007, Op.Cit., hal 203.
Universitas Sumatera Utara
Keempat syarat tersebut diatas menjadi bahan pertimbangan bagi perusahaan, untuk melihat resiko-resiko yang dipertanggungkan kepadanya.
9
Pada asuransi jiwa untuk mengetahui besar resiko yaitu teori probabilitas probability
theory . Dalam asuransi jiwa resiko adalah kematian. Jadi faktor resiko
mengandung unsur uncertanity ketidakpastian atau ketidaktentuan. Besarnya degree of riks
tingkat resiko tergantung dari besar kecilnya penyimpangan deviasi antara yang diperkirakan dengan kejadian sesungguhnya. Makin
bertambah umur seseorang makin tinggi tingkat resiko, demikian pula sebaliknya.
10
Menurut Dahlan Siamat mengartikan resiko itu tersebut harus memenuhi
yang disingkat dengan lurch, yaitu:
1.
Loss resiko yang dapat diasuransikan harus berkaitan dengan
Kemungkinan terjadinya kerugian loss; 2.
Unexpected tidak dapat diperkirakan kepastian resiko tersebut benar –
benar terjadi, seperti habis atau rusak karena dipakai; 3.
Reasonable resiko yang dapat dipertanggungkan adalah benda yang
memiliki nilai, baik dari pihak penanggung maupun pihak yang tertanggung;
4. Catastrophic Supaya resiko dapat digolongkan sebagai insurable, resiko
tersebut haruslah menimbulkan suatu kemungkinan rugi yang besar atau sangatbesar;
5.
Homogeneous sama atau serupa dalam bentuk atau sifat. Hal ini juga
berkaitan dengan prinsip the law of large numbers. Seandainya kita ingin mengetahui besarnya kemungkinan kerugian suatu benda, kita
harus memiliki jenis pertanggungan yang serupa sebagai bahan perbandingan untuk memperkirakan kerugian yang mungkin terjadi
tersebut.
11
Menurut para ahli hukum mengartikan risiko itu sebagai berikut : 1.
Soebekti menjelaaskan bahwa kewajiban untuk memikul kerugian jika ada suatu kejadian di luar kesalahan salah satu pihak yan g menimpa benda
yang dimaksudkan dalam kontrak. Disini berarti beban untuk memikul
9
Salim, Abbas,Op. Cit., hal 38
10
Ibid, hal 56
11
Dahlan Siamat,
Manajemen Lembaga
Keuangan 2005,
dalam http:www.kompasiana.com diakses pada tanggal 24 September 2015
Universitas Sumatera Utara
tanggungjawab dari resiko itu hanyalah kepada salah satu pihak saja, menurut penulis alangkah baiknya dalam setiap kontrak itu resiko
diletakkan dan menjadi tanggung jawab kedua belah pihak.
12
2. H.M.N Purwosutjipto menjelaskan bahwa resiko merupakan kewajiban
untuk memikul kerugian yang di akibatkan karena suatu sebab atau kejadian di luar kejadian di luar kesalahan sendiri.
3. Radiks Purba menjelaskan bahwa risiko merupakan kemungkinan
kerugian yang akan dialami yang di akibatkan oleh bahaya yang mungkin terjadi, tetapi tidak diketahui lebih dahulu, apakah akan terjadi dan kapan
akan terjadi.
4. Sri Rejeki Hartono menjelaskan bahwa resiko merupakan kertidakpastian
tentang terjadi atau tidak terjadi suatu peristiwa yang menciptakan kerugian.
5. C.S.T Kansil menjelaskan bahwa resiko merupakan suatu ketidaktentuan
yang bearti kemungkinan terjadinya suatu kerugian di masa yang akan datang, sehingga asuransi menjadi suatu ketidakpastian menjadi suatu
kepastian apabila terjadi kerugian yang akan mendapatkan ganti rugi.
6. Menurut Emmaett J.Vaughan dan Elliot 1978:3 mengartikan resiko itu
sebagai berikut :
13
a. Kesempatan timbulnya kerugian the chance of loss
b. Kemungkinaan timbulnya kerugian the possibility of loss
c. Ketidak pastian uncertainty
d. Penyebaran dari hasil yang diperkirakan the dispersion of actual from
expeccted result, e.
Kemungkinan sesuatu hasil akhir berbeda dengan yang diharapkan the probability of any outcome different from the expected one.
Akan tetapi belum semua orang menganggap bahwa berasuransi merupakan suatu hal yang penting,
banyak faktor yang menyebabkan masyarakat menjadi minim untuk berasuransi, antara lain:
1. Tingkat kesejahteraan atau pendapatan masyarakat yang rendah Menjadikan asuransi belum sebuah kebutuhan atau gaya hidup life
style. Karena masih banyak kebutuhan lain yang lebih mendesak menyisihkan sebagian pendapatannya untuk keperluan proteksi buat diri sendiri, keluarga
dan harta bendanya. Apalagi, jika sebagai instrumen investasi masih terlalu jauh untuk dipikirkan. Itulah sebabnya, menyisihkan sebagian pengeluaran
12
Saliman, Abdul., Hermansyah, dan Jalis, Ahmad, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan, Kencana, 2005, hal 51-52.
13
Widijowati Dijan, Hukum Dagang, PT Andi Yogyakarta, Purwakarta, 2012, hal 190.
Universitas Sumatera Utara
untuk pembayaran premi yang identik dengan menabung tidak mampu dianggarkan.
2. Faktor budaya Banyak yang berpikir bahwa masa depan urusan nanti, yang terpenting
adalah memenuhi kebutuhan sekarang. Apalagi, banyak orang tua umumnya masih menyandarkan harapannya terhadap anak-anaknya. Anak seolah-olah
dianggap sebagai “asset” sehingga kemandirian hidup hingga usia senja kurang dipersiapkan. Jika kita membayangkan bahwa dirinya kelak menjadi tua dan
anaknya tak bisa merawatnya karena kesibukannya atau perekonomian keluarganya kurang mampu, tentu sejak dini akan terpacu untuk memiliki
asuransi. 3. Sosialisasi tentang asuransi
Padahal, sosialisasi tentang pemahaman dan pengetahuan sangat penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang asuransi. Agar
pengetahuan masyarakat tentang asuransi mampu terdongkrak. Masyarakat Indonesia mungkin sudah mengenal asuransi, tapi belum merasa butuh atau
perlu membeli asuransi. Sikap ini bisa saja dipengaruhi oleh persepsi bahwa asuransi itu a
dalah “bisnis janji”. Kita membeli produk asuransi tetapi manfaatnya baru dirasakan nanti. Bahkan bisa saja klaim asuransi tidak terjadi
jika kita baik-baik saja, atau tidak mengalami musibah yang diproteksi oleh jasa asuransi. Masih sangat sedikit masyarakat yang datang ke kantor asuransi
untuk menyatakan kesediaannya menjadi pemegang polis. Masyarakat mau datang ke kantor asuransi jika ada petugas atau agen asuransi yang memberi
penjelasan kemudian menawarkan jasa proteksinya.
Universitas Sumatera Utara
4. Infrastruktur perasuransian Kita menyadari bahwa kantor-kantor cabang, cabang pembantu atau
unit perbankan sudah masuk sampai wilayah kecamatan yang menyebabkan masyarakat sangat mengenal dunia perbankan. Sedangkan kantor cabang atau
agen perusahaan asuransi masih jarang, bahkan baru menjangkau ibu kota provinsi di seluruh Indonesia. Jika ada yang telah menembus pasar di tingkat
ibu kota kabupaten masih bisa dihitung dengan jari. Hal ini memberikan sinyal bahwa keberadaan perusahaan asuransi masih jauh tertinggal di bandingkan
perusahaan perbankan.
14
Selain faktor-faktor tersebut, karena berbagai hal, seperti banyak orang yang merasa terjebak ketika mengajukan klaim. Nasabah tidak mendapatkan
klaim sebagaimana yang dijanjikan di awal dan tertulis dalam polis perjanjian asuransi, Sering timbul keluhan dari klien perusahaan asuransi jiwa bahwa
pengajuan klaim memakan waktu yang sangat lama dan belum dibayar juga oleh perusahaan asuransi jiwa yang bersangkutan, akan tetapi banyak paradigma
negatif masyarakat terhadap asuransi apabila saat menerima klaim perusahaan asuransi jiwa seolah-olah mengulur waktu dengan dalih prosedur yang memakan
waktu cukup lama, investigasi kasus, dokumen-dokumen yang diperlukan untuk klaim tersebut tidak lengkap dan sebagainya.
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik menulis skripsi ini dengan judul” Tinjauan Hukum tentang Hambatan dalam Pelaksanaa Klaim
Asuransi Jiwa Studi pada PT. AIA Financial Cabang Medan
14
Casmudi, Menggugah
Kesadaran Masyarakat
Untuk Berasuransi
Selengkapnya dalam http:www.kompasiana.comcasmudimenggugah-kesadaran-masyarakat- untuk berasuransi_5535aab66ea834491bda42fb diakses pada tanggal 24 September 2015.
Universitas Sumatera Utara
B. Rumusan Masalah