57
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Faktor – faktor, secara serempak pendapatan keluarga, tingkat pendidikan
ibu, jumlah anggota keluarga, dan umur perkawinan mempengaruhi pengeluaran pangan untuk konsumsi pangan rumah tangga. Secara parsial
memiliki pengaruh yang nyata terhadap pengeluaran rumah tangga adalah : pendapatan rumah tangga dan jumlah anggota rumah tangga, sedangkan yang
tidak memiliki pengaruh yang nyata signifikan terhadap pengeluaran rumah tangga adalah tingkat pendidikan ibu rumah tangga dan lamanya berumah
tangga umur perkawinan. 2.
Rumah tangga yang ada di Desa Karang Gading, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat termasuk rumah tangga tidak tahan pangan karena
sebanyak 65 sampel rumah tangga memiliki besar pangsa atau persentase pengeluaran pangan yang tinggi.
6.2 Saran Saran untuk Pemerintah
Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagai setiap individu oleh kerena itu, perhatian yang intensif sangat perlu dilaksanakan terkhusus bagi
rumah tangga miskin. Dalam hal ini Pemerintah diharapkan dapat memberikan stimulus bagi rumah
tangga miskin dalam pencapaian katahanan pangan melalui pengendali jumlah
Universitas Sumatera Utara
anggota keluarga melalui penggalakan program KB, pendataan yang dilakukan minimal satu tahun sekali untuk melihat kondisi masyarakat, sehingga pembagian
beras raskin dapat lebih adil dan merata
Saran untuk Peneliti
Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk dapat meneliti lebih lanjut tentang faktor – faktor untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah
penelitian.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan dan minuman
bagi konsumsi manusia termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau
pembuatan makanan dan minuman. Menurut BKP 2010 Pangan dikelompokkan menjadi sembilan kelompok yakni :
1. Padi - padian, terdiri dari beras, jagung, terigu.
2. Makanan berpati adalah bahan makanan yang berasal dari akar atau umbi-
umbian, terdiri dari atas kentang, ubi kayu, ubi jalar, sagu, talas dan umbi- umbian lain.
3. Pangan hewani, terdiri dari ikan, daging, susu, telur.
4. Minyak dan lemak, terdiri dari minyak kelapa, minyak jagung, minyak kelapa
sawit dan margarin. 5.
Buah dan biji berminyak, yang terdiri dari kelapa, kemiri, kenari, mete, dan coklat.
6. Kacang - kacangan, terdiri kedelai, kacang tanah, kacang hijau, dan kacang
lainnya. 7.
Gula, terdiri dari gula pasir, gula merah gula mangkok, gula lempengan, gula semut dan gula lainnya.
8. Sayur dan buah, adalah seluruh jenis sayur dan buah yang biasa dikonsumsi.
9. Lain- lain, terdiri dari teh, kopi, bumbu makanan dan minuman beralkoho.
Universitas Sumatera Utara
Secara garis besar kebutuhan rumah tangga dapat dikelompokkan dalam 2 kategori besar, yaitu kebutuhan pangan dan non pangan. Dengan demikian pada
tingkat pendapatan tertentu, rumah tangga akan mengalokasikan pendapatannya untuk memenuhi kedua kebutuhan tersebut. Secara alamiah kuantitas pangan yang
dibutuhkan seseorang akan mencapai titik maksimum sementara kebutuhan non pangan, tidak akan ada batasnya. Dengan demikian, besaran pendapatan yang
dibelanjakan untuk pangan dari suatu rumah tangga dapat digunakan sebagai petunjuk tingkat kesejahteraan rumah tangga tersebut. Dengan kata lain, semakin
tinggi pengeluaran untuk pangan, berarti semakin kurang sejahtera rumah tangga yang bersangkutan. Sebaliknya, semakin kecil pangsa pengeluaran pangan maka
rumah tangga tersebut semakin sejahtera Mulyanto, 2005.
Pengeluaran Rumah Tangga
Pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran keadaan kesejahteraan penduduk. Tingkat pengeluaran
terdiri atas dua kelompok, yaitu pengeluaran untuk makanan dan bukan makanan. Tingkat kebutuhan permintaan demand terhadap kedua kelompok tersebut pada
dasarnya berbeda- beda. Dalam kondisi pendapatan terbatas, kebutuhan makanan didahulukan, sehingga pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah akan
terlihat bahwa sebagian besar pendapatannya digunakan untuk membeli makanan. Seiring dengan peningkatan pendapatan, maka lambat laun akan terjadi
pergeseran pola pengeluaran, yaitu penurunan porsi pendapatan yang dibelanjakan untuk makanan dan peningkatan porsi pendapatan yang dibelanjakan untuk bukan
makanan BKP, 2010.
Universitas Sumatera Utara
Pergeseran komposisi dan pola pengeluaran tersebut terjadi karena elastisitas permintaan terhadap makanan secara umum rendah, sedangkan elastisitas
terhadap kebutuhan bukan makanan relatif tinggi. Keadaan ini jelas terlihat pada kelompok penduduk yang tingkat konsumsi makanannya sudah mencapai titik
jenuh, sehingga peningkatan pendapatan digunakan untuk memenuhi kebutuhan barang bukan makanan, sedangkan sisa pendapatan dapat disimpan sebagai
tabungan saving atau diinvestasikan BKP, 2010. Uraian di atas dapat menjelaskan bahwa pola pengeluaran merupakan salah satu
variabel yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan ekonomi penduduk, sedangkan pergeseran komposisi pengeluaran dapat mengindikasikan
perubahan tingkat kesejahteraan penduduk BKP, 2010.
Pangsa atau Persentase Pengeluaran Pangan
Pangsa atau persentase pengeluaran pangan pada tingkat rumah tangga adalah rasio pengeluaran pangan terhadap total pengeluaran rumah tangga. Menurut
Sinaga dan Nyak Ilham 2002 perhitungan pangsa atau persentase pengeluaran pangan pada tingkat rumah tangga menggunakan formula sebagai berikut ini :
PF = x 100
Dimana : PF = Pangsa atau persentase pengeluaran pangan
PP = Pengeluaran untuk pangan rumah tangga RpBulan TP = Total pengeluaran rumah tangga RpBulan.
Universitas Sumatera Utara
Tingkat ketahanan pangan rumah tangga diukur dengan indikator klasifikasi silang antara pangsa pengeluaran pangan dan kecukupan energi. Pangsa
pengeluaran pangan mengukur ketahanan pangan dari aspek ekonomi, sedangkan pemenuhan kecukupan konsumsi pangan dalam satuan energi mengukur
ketahanan pangan dari aspek gizi Purwaningsih, 2010. Apabila menggunakan indikator ekonomi, dengan kriteria apabila pangsa atau
persentase pengeluaran pangan rendah ≤ 60 pengeluaran total maka kelompok
rumah tangga tersebut merupakan rumah tangga tahan pangan. Sementara itu apabila pangsa atau pengeluaran pangan tinggi 60 pengeluaran total maka
kelompok rumah tangga tersebut merupakan rumah tangga tidak tahan pangan Purwantini, 1999.
Rumah tangga tahan pangan adalah rumah tangga yang mempunyai pangsa pengeluaran rendah dan cukup mengkonsumsi energi. Pangsa pengeluaran pangan
rendah berarti kurang dari 60 bagian pendapatan dibelanjakan untuk pangan. Dan ini mengindikasikan bahwa rumah tangga tahan pangan memiliki
kemampuan untuk mencukupi konsumsi energi karena mempunyai akses yang tinggi secara ekonomi juga memiliki akses yang tinggi secara fisik. Rumah tangga
tidak tahan pangan adalah rumah tangga yang mempunyai pangsa pengeluaran tinggi dan kurang mengkonsumsi energi. Pangsa pengeluaran pangan tinggi
berarti lebih dari 60 bagian pendapatan dibelanjakan untuk pangan. Ini mengindikasikan rendahnya pendapatan yang diterima oleh kelompok rumah
tangga tersebut. Dengan rendahnya pendapatan yang dimiliki, rumah tangga rawan pangan dalam mengalokasikan pengeluaran pangannya tidak dapat
memenuhi kecukupan energi Purwaningsih, 2010.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa faktor yang mempengaruhi pengeluaran pangan rumah tangga antara lain: pendapatan rumah tangga, tingkat pendidikan ibu rumah tangga, jumlah
anggota rumah tangga, dan lamanya berumah tangga.
1. Pendapatan Rumah Tangga
Pendapatan rumah tangga amat besar pengaruhnya terhadap tingkat konsumsi. Biasanya makin baik tingkat pendapatan, tingkat konsumsi makin tinggi. Karena
ketika tingkat pendapatan meningkat, kemampuan rumah tangga untuk membeli aneka kebutuhan konsumsi menjadi semakin besar dan peningkatan kehidupan
juga menjadi berubah Sumardi, 2003. Tingkat pendapatan yang tinggi akan memberi peluang yang lebih besar bagi
keluarga untuk memilih pangan dalam jumlah maupun jenisnya. Keluarga atau masyarakat yang berpenghasilan rendah mempergunakan sebagian besar dari
penghasilannya untuk membeli makanan, dan semakin tinggi penghasilan semakin menurun proporsi yang digunakan untuk membeli makanan. Rumah
tangga yang tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan akan berakibat buruk pada status gizi anggota rumah tangganya. Pendapatan
mempunyai hubungan yang erat dengan perubahan dan perbaikan konsumsi pangan dimana perubahan pendapatan secara langsung dapat mempengaruhi
perubahan konsumsi pangan keluarga. Meningkatnya pendapatan berarti memperbesar peluang untuk membeli pangan dengan kuantitas dan kualitas yang
lebih baik. Sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan penurunan dalam hal kualitas dan kuantitas pangan yang dibeli Hardiansyah, 1985.
Universitas Sumatera Utara
Adanya sifat keterbatasan sumberdaya keluarga atau pendapatan yang tersedia akan mempengaruhi adanya prioritas alokasi pengeluaran keluarga. Keluarga yang
berpenghasilan rendah, sebagian besar pendapatannya digunakan untuk mencukupi kebutuhan pangan, sehingga persentase pengeluaran untuk pangan
akan relatif besar. Akan tetapi karena kebutuhan pangan relatif terbatas, maka mulai pada tingkat pendapatan tertentu pertambahan pendapatan akan
dialokasikan lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan nonpangan, sehingga pada kondisi tersebut persentase pengeluaran untuk pangan akan menurun. Peningkatan
pendapatan menyebabkan timbulnya kebutuhan- kebutuhan lain selain pangan, sementara pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam peningkatannya
tidak sebesar pengeluaran nonpangan Fatimah,1995. Dalam realitanya tingkat pengeluaran akan berbanding lurus dengan tingkat
pendapatan. Semakin besar pendapatan masyarakat maka akan semakin besar tingkat pengeluaran. Asumsi ini menjadi acuan dalam kajian untuk mengukur
distribusi pendapatan masyarakat Rosida, 2007. Untuk komoditas pangan, peningkatan pendapatan tidak diikuti dengan
peningkatan permintaan yang progresif. Hal ini sesuai dengan Hukum Engel, yang menyatakan bahwa semakin rendah pendapatan keluarga, maka semakin besar
proporsi dari pendapatan tersebut yang dibelanjakan untuk makanan. Sinaga dan Nyak Ilham, 2002.
2. Tingkat Pendidikan Ibu
Tingkat pendidikan ibu rumah tangga dapat juga dijadikan cerminan keadaan sosial ekonomi didalam masyarakat. Semakin tinggi pendidikan atau keterampilan
Universitas Sumatera Utara
yang dimiliki seseorang, semakin tinggi investasi yang diperlukan. Dan tingkat pendidikan istri, disamping merupakan modal utama dalam menunjang
perekonomian keluarga, juga berperan dalam penyusunan pola makan keluarga Hidayat, 2005.
Soekirman 2000 mengemukakan bahwa pada bagan penyebab kekurangan gizi oleh UNICEF 1998 tercantum bahwa meski secara tidak langsung namun tingkat
pendidikan merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kekurangan gizi. Dari sudut sosial ekonomi, tingkat pendidikan ibu rumah tangga merupakan salah
satu aspek yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga. Tingkat pendidikan formal seorang ibu seringkali berhubungan
positif dengan peningkatan pola konsumsi makanan rumah tangga. Hal ini termasuk upaya mencapai status gizi yang baik pada anak-anaknya
.
Pendidikan ibu merupakan faktor yang sangat penting. Tinggi rendahnya pendidikan ibu erat kaitannya dengan tingkat perawatan kesehatan, hygiene,
kesadaran terhadap keluarga, disamping berpengaruh pada faktor sosial ekonomi lainnya seperti pendapatan, pekerjaan, makan, dan perumahan. Ibu memegang
peranan penting pada pengelolaan rumah tangga. Tingkat pendidikan ibu rumah tangga terutama dapat menentukan sikap pengetahuan dan keterampilannya dalam
menentukan makanan keluarga Hidayat, 2005.
3. Jumlah Anggota Keluarga
Jumlah Anggota keluarga Ukuran rumah tangga akan mempengaruhi pendapatan perkapita dan pengeluaran untuk komsumsi pangan. Rumah tangga
dengan banyak anak dan jarak kelahiran antar anak yang sangat dekat akan
Universitas Sumatera Utara
menimbulkan lebih banyak masalah. Pangan yang tersedia untuk satu keluarga, mungkin tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota rumah
tangga tersebut tetapi hanya mencukupi sebagian dari anggota rumah tangga itu
Purwantini Ariani 2002. 4.
Lamanya Berumah Tangga Umur Perkawinan
Alokasi pengeluaran rumah tangga dipengaruhi oleh lamanya berumah tangga umur perkawinan. Setiap tingkatan keluarga baik keluarga yang muda ataupun
keluarga tua memiliki tingkat kebutuhan yang berbeda - beda, baik pangan dan non pangan. Karena kebutuhan berbeda pada setiap tahapan rumah tangga, maka
penggunaan alokasi pendapatan akan berbeda pula Fatimah, 1995.
2.2. Landasan Teori Teori Konsumsi
Keynes dalam bukunya yang berjudul The General Theory of Employment, Interest and Money memberikan perhatian besar terhadap hubungan antara
konsumsi dan pendapatan. Lebih lanjut Keynes mengatakan bahwa ada pengeluaran konsumsi minimum yang harus dilakukan oleh masyarakat
outonomous consumption dan pengeluaran konsumsi akan meningkat dengan
bertambahnya penghasilan Waluyo, D. E., 2002. Teori konsumsi dengan menggunakan hipotesis pendapatan relatif dikemukakan
oleh James Duesenberry dengan bukunya Income, Saving, and the Theory of Consummer Behavior, bermaksud merekonsiliasi hubungan yang tidak
proporsional dan yang proporsional antara konsumsi dengan pendapatan dengan
Universitas Sumatera Utara
maksud agar diperoleh gambaran mengenai alasan sebab-sebab timbulnya perbedaan tersebut.
Di dalam teorinya, Duesenberry menggunakan dua asumsi yang digunakan untuk mengamati faktor- faktor yang dapat berpengaruh terhadap pengeluaran konsumsi
seseorang. a.
Selera rumah tangga atas barang konsumsi adalah Interdependen. Artinya, pengeluaran konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh pengeluaran konsumsi
yang dilakukan oleh masyarakat sekitarnya tetangga. Jadi faktor lingkungan dapat berpengaruh terhadap pengeluaran konsumsi.
b. Pengeluaran konsumsi adalah Irreversible. Artinya, pola pengeluaran pada saat
penghasilan naik berbeda dengan pola pengeluaran pada saat penghasilan mengalami penurunan. Di dalam hal ini dikatakan bahwa pengeluaran
konsumsi seseorang dalam jangka pendek dapat dipengaruhi oleh besarnya pendapatan relatif. Pendapatan relatif disini adalah merupakan pendapatan
tertinggi yang pernah dicapai oleh seseorang. Sebagai misal, apabila pendapatan seseorang mengalami kenaikan maka secara otomatis konsumsi
juga mengalami kenaikan dengan proporsi tertentu, dan sebaliknya bila pendapatan mengalami penurunan maka akan diikuti juga oleh penurunan
konsumsinya. Akan tetapi, proporsi penurunannya lebih kecil dibandingkan proporsi akibat kenaikan pendapatan tadi
Waluyo, D. E., 2002.
Universitas Sumatera Utara
Hukum Engel
Hukum engel, berbunyi : “semakin besar pendapatan, semakin kecil bagian pendapatan yang digunakan untuk komsumsi, dan semakin kecil pendapatan
semakin besar pula bagian pendapatan yang digunakan untuk komsumsi. Untuk komoditas pangan, peningkatan pendapatan tidak diikuti dengan
peningkatan permintaan yang progresif. Berdasarkan hal tersebut dengan asumsi harga pangan yang dibayar rumah tangga adalah sama, maka menurut hukum
Engel pangsa pengeluaran pangan terhadap pengeluaran rumah tangga akan semakin berkurang dengan meningkatnya pendapatan
.
Untuk lebih jelasnya kurva Engel dapat dilihat pada Gambar 1 Berikut ini :
Gambar 1. Kurva Engel Perubahan pendapatan nominal tidak berpengaruh banyak terhadap perubahan
permintaan. Bahkan jika pendapatan terus meningkat, permintaan terhadap barang tersebut perubahannya makin kecil dibanding perubahan pendapatan. Jika
dikaitkan dengan konsep elastisitas, maka elastisitas pendapatan dari barang
Universitas Sumatera Utara
kebutuhan pokok makin kecil bila tingkat pendapatan nominal makin tinggi Deaton dan Muelbauer, 1980
2.3 Peneliti Terdahulu