Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

16

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahan ajar apresiasi prosa fiksi yang representatif, bersifat apresiatif, dan memberikan kemungkinan untuk peningkatan daya apresiasi siswa kiranya belum ada di khasanah sastra dan khasanah pendidikan di Indonesia hingga saat ini. Yang ada adalah bahan ajar dalam pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia yang di dalamnya hanya memasukkan sangat sedikit materi tentang prosa fiksi. Bahan ajar apresiasi prosa fiksi itu belum mencukupi dari segi keluasan dan kedalaman materi apresiasi, baik secara kognitif, afektif, terlebih-lebih untuk maksud psikomotor berupa pembacaan dan penulisan karya sastra berbentuk prosa fiksi. Karena itu, melalui bahan-bahan ajar apresiasi yang dipakai di SMP saat ini, belum dapat dilaksanakan penghayatan terhadap prosa fiksi khususnya dan sastra pada umumnya. Dengan menggunakan bahan ajar semacam itu, belum terpenuhi persyaratan untuk membentuk “the aducated person” seperti yang dikemukakan oleh Moody 1989. Pengenalan secara memadai tentang bahan ajar apresiasi prosa fiksi belum dapat dipenuhi melalui bahan-bahan ajar tersebut. Bahan ajar apresiasi prosa fiksi hendaknya dapat membantu pencapaian tujuan pembelajaran apresiasi prosa fiksi yang oleh Moody 1989: 59 untuk 1 membantu keterampilan berbahasa; 2 meningkatkan pengetahuan budaya; 3 17 mengembangkan cipta dan rasa; dan 4 menunjang pembentukan watak. Melalui membaca dan mendengarkan cerita pendek, membaca ringkasan novel, menulis sinopsis dari novel yang dibaca, menceritakan kembali isi ringkasan novel yang dibaca dapat ditingkatkan daya apresiasi siswa. Bahan ajar apresiasi prosa fiksi hendaknya memungkinkan siswa tidak hanya mengapresiasi naskah teks cerpen atau novel, namun juga mampu membuat dialog-dialog yang ada dalam prosa fiksi tersebut ke dalam tes naskah drama yang siap untuk diperankan atau dipentaskan di atas panggung. Pembacaan dan penulisan karya sastra berbentuk prosa fiksi dapat dijadikan media aktualisasi diri bagi siswa. Dengan diberlakukannya pendekatan humanistik Maslow dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi termasuk juga KTSP, aktualisasi diri yang dianggap sebagai proses belajar yang cukup penting itu, dapat dilatihkan melalui pembacaan, penulisan, hingga pementasan atau pagelaran drama Sunardi, 2003: 21. Hasil penelitian dari Depdiknas 2004: 27 menyatakan bahwa pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia bagi murid-murid merupakan mata pelajaran yang sukar dan bukan merupakan mata pelajaran yang menyenangkan. Salah satu penyebabnya adalah bahan ajar yang disampaikan oleh guru kurang menarik bagi siswa. Kurikulum 2004 maupun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP SMP menandaskan pengajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah dengan filsafat konstruktivisme yang menggunakan proses belajar sebagai suatu proses aktif dalam mengkonstruksi sesuatu Pannen, dkk., 2005: 3. Di samping itu, konstruktivisme 18 berpandangan bahwa subjek utama dalam pembelajaran di kelas adalah siswa dan bukan guru. Guru adalah fasilitator, dan manajer dalam proses pembelajaran. Konstruktivisme menyatakan bahwa setiap orang membangun sendiri konstruksi pemikirannya, informasi yang diperolehnya, afeksi yang dihayati, dan gerak motorik tingkah laku yang akan dilaksanakan Pannen, dkk., 2005: 5. Lebih lanjut Suparno mengutip Henley 2000: 17 menyatakan bahwa metode atau model yang baik dalam mengajar harus memberikan kesempatan siswa secara bebas dan seluas-luasnya untuk membangun sendiri pengetahuan, sikap, dan tingkah lakunya. Interaksi yang efektif antara siswa dan guru merupakan cara penting bagi keberhasilan belajar, seperti yag dikemukakan oleh Lozanov 1978: 189. Quantum teaching menciptakan lingkungan yang menyenangkan dan terbuka untuk interaksi guru dan siswa seperti yang dituntut Lozanov tersebut. Menurut De Potter 2003: 4, interaksi antara guru dan siswa dan antara siswa dan siswa merupakan proses yang mengubah energi menjadi cahaya yang menyebabkan proses pengajaran menarik dan menyenangkan bagi siswa. Energi di sini yang dimaksud adalah model, sarana, dan prasarana yang menyebabkan situasi pembelajaran kondusif bagi pengembangan diri siswa. Pendekatan Quantum Teaching oleh De Potter Degeng, 2005 dinyatakan sebagai orkestra yaitu penciptaan suasana menyenangkan seperti orkes yang menumbuhkan motivasi dan pencapaian hasil belajar secara optimal. 19 Karena di masa depan semua mata pelajaran termasuk mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia harus diarahkan kepada kompetensi dalam bidangnya, yang membentuk kemampuan life-skills pada siswa seperti halnya ketentuan dalam kurikulum KBK maupun KTSP, maka pendekatan atau basis yang digunakan dalam penyusunan bahan ajar haruslah berlandaskan pada basis kompetensi Mulyasa, 2002: 71. Basis kompetensi mengarahkan siswa untuk dapat memiliki life skills. Pembentukan kemampuan life skills dalam pengajaran apresiasi prosa fiksi berarti memungkinkan siswa mampu mencari nafkah melalui antara lain: menulis cerpen, menulis novel, membuat sinopsis ringkasan novel terkenal, menulis resensi novel, berakting, mendramasasikan cerita dalam cerpen atau novel, dan jika dikembangkan lebih lanjut dapat memungkinkan siswa kelak menjadi penulis naskah cerpen dan novel yang andal. Cerita pendek cerpen, novel adalah karya sastra dan karya seni Bakdi Sumanto, 2001. Sebagai karya sastra, naskah cerpen atau novel dalam sastra Indonesia sangat digemari untuk dibaca oleh siswa. Dalam penelitiannya di daerah Jawa Barat, Yus Rusyana 1989 mendapatkan hasil bahwa perbandingan pembacaanapresiasi prosa : puisi : drama adalah 6 : 3 : 1. Hal ini menunjukkan bahwa keterlibatan siswa dalam prosa termasuk prosa fiksi sangat sering. Terlebih lagi jika dikaitkan dengan cerpen atau novel yang dimuat di koran. Berdasarkan pandangan di atas, pendekatan quantum learning dalam pengembangan bahan ajar prosa fiksi kiranya merupakan pendekatan yang dapat membantu meningkatkan daya tarik, minat, dan sikap positif siswa kepada seni 20 sastra, khususnya prosa fiksi. Dalam penelitian ini, pendekatan quantum learning dijadikan pendekatan di dalam memberikan variasi pemilihan bahan ajar prosa fiksi di SMP, khususnya SMP Negeri 4 Sukoharjo. Melalui pendekatan tersebut, bahan ajar prosa fiksi yang berebntuk cerpen maupun novel dapat disajikan secara lebih menarik, dan memotivasi siswa karena bahan-bahan ajar tersebut disajikan dengan iringan musik. Penelitian ini bermaksud menghasilkan bahan ajar apresiasi prosa fiksi yang dikemas dengan pendekatan quantum learning, yang khususnya digunakan untuk bahan ajar apresiasi prosa fiksi di SMP Negeri 4 Sukoharjo. Penelitian dilaksanakan melalui tahapan atau prosedur: 1 studi pendahuluan atau eksplorasi untuk mengetahui kebutuhan para siswa maupun guru bahasa Indonesia di SMP Negeri 4 Sukoharjo akan bahan ajar apresiasi prosa fiksi yang perlu diajarkan; 2 pengembangan produk awal prototype bahan ajar apresiasi prosa fiksi yang sesuai dengan kebutuhan siswa maupun guru atau stakeholders; 3 penyujian model bahan ajar apresiasi prosa fiksi melalui uji coba terbatas dan luas untuk mengetahui tingkat efektivitas bahan ajar apresiasi prosa fiksi yang dihasilkan; 4 mengetahui tanggapan para siswa atau guru maupun stakeholders yang lain tentang kelayakan bahan ajar apresiasi prosa fiksi yang sudah diuji efektivitasnya.

B. Rumusan Masalah