33
d. Lalu 60 menit kemudian, masing-masing telapak kaki tikus disuntik secara subplantar dengan 0,05 ml larutan karagenan 1.
e. Setelah 30 menit, dilakukan pengukuran dengan cara mencelupkan kaki kiri tikus ke dalam pletismometer sampai cairan tersebut naik sampai garis batas
pada kaki kiri tikus. f. Dicatat angka pada skala pletismometer. Perubahan volume cairan yang terjadi
dicatat sebagai volume telapak kaki tikus pada waktu tertentu Vt. Pengukuran dilakukan setiap 30 menit selama 360 menit. Volume radang adalah
selisih volume telapak kaki tikus setelah dan sebelum disuntikkan karagenan. Pada waktu pengukuran, volume cairan harus sama setiap kali pengukuran, tanda
batas pada kaki tikus harus jelas, kaki tikus harus tercelup sampai batas yang dibuat.
3.10 Penghitungan Persen Radang
Persen radang dapat dihitung dengan rumus di bawah ini Mansjoer, 1997: Persen radang =
Di mana: Vt = Volume radang setelah waktu t
Vo = Volume awal kaki tikus Persen inhibisi radang dihitung dengan rumus di bawah ini:
Persen inhibisi radang = Di mana:
a = Persen radang rata-rata kelompok kontrol b = Persen radang rata-rata kelompok perlakuan bahan uji atau obat pembanding
Vt- Vo x 100 Vo
a - b x 100 a
34
Kemudian data persen radang pada masing-masing tikus pada tiap kelompok perlakuan dianalisis secara statistik dengan uji Kruskal-Wallis untuk
melihat ada atau tidaknya perbedaan antara kelompok perlakuan. Lalu dilakukan uji Mann-Whitney untuk melihat perbedaan nyata dari setiap perlakuan pada tiap
kelompok. Bila hasil uji statistik Kruskal Wallis terdapat
α 0,05 menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antar kelompok perlakuan. Hal ini berarti
semua kelompok perlakuan memiliki perbedaan yang signifikan terhadap radang pada telapak kaki tikus yang diinduksi karagenan.
Untuk melihat perbedaan yang nyata antar kelompok, dilakukan uji statistik Mann Whitney dari menit ke-30 sampai menit ke-360. Apabila
signifikansi 0,05 menunjukkan bahwa antar perlakuan tidak ada perbedaan yang bermakna dan sebaliknya apabila signifikansi 0,05 menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan yang bermakna antar kelompok perlakuan tersebut.
35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan
Hasil identifikasi tanaman dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi-LIPI, menyebutkan bahwa tanaman yang
digunakan adalah tanaman rotan Daemonorops draco Willd. Blume. Hasil identifikasi tanaman dapat dilihat pada Lampiran 2 halaman 49.
4.2 Hasil karakterisasi Bahan Tumbuhan dan Serbuk Simplisia 4.2.1 Pemeriksaan makroskopik
Hasil pemeriksaan makroskopik dari tumbuhan yaitu kulit buah rotan berwarna coklat kemerahan dan permukaan kulit bersisik, bentuk kulit bulat
memanjang, panjang 2 - 3 cm, lebarnya 3 cm, dan ujung kulit meruncing.
4.2.2 Pemeriksaan mikroskopik
Hasil pemeriksaan mikroskopik dari serbuk simplisia kulit buah rotan dijumpai adanya parenkim, sklerenkim, berkas pengangkut dengan penebalan
spiral dan sklereid. Pengamatan serbuk simplisia kulit buah rotan menggunakan mikroskop dapat dilihat pada Lampiran 4 halaman 52.
4.2.3 Pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia
Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia kulit buah rotan diperoleh kadar air sebesar 5,66, kadar sari yang larut dalam air sebesar 5,14, kadar sari
yang larut dalam etanol sebesar 3,62, kadar abu total sebesar 5,70 dan kadar abu yang tidak larut dalam asam sebesar 2,45. Hasil pemeriksaan karakteristik
simplisia kulit buah rotan dapat dilihat pada Tabel 4.1.