3. Dinamika Sosial Kota Medan

41

II. 3. Dinamika Sosial Kota Medan

Kota Medan adalah ibu kota provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota ini merupakan kota terbesar di Pulau Sumatera. Kota Medan merupakan pintu gerbang wilayah Indonesia bagian barat dan juga sebagai pintu gerbang bagi para wisatawan untuk menuju objek wisata Brastagi di daerah dataran tinggi Karo, objek wisata Orangutan di Bukit Lawang, Danau Toba. Medan didirikan oleh Guru Patimpus Sembiring Pelawi pada tahun 1590. John Anderson, orang Eropa pertama yang mengunjungi Deli pada tahun 1833 menemukan sebuah kampung yang bernama Medan. Kampung ini berpenduduk 200 orang dan seorang pemimpin bernama Tuanku Pulau Berayan sudah sejak beberapa tahun bermukim disana untuk menarik pajak dari sampan-sampan pengangkut lada yang menuruni sungai. Pada tahun 1886, Medan secara resmi memperoleh status sebagai kota, dan tahun berikutnya residen Pesisir Timur serta Sultan Deli pindah ke Medan. Tahun 1909, Medan menjadi kota yang penting di luar Jawa, terutama setelah pemerintah kolonial membuka perusahaan perkebunan secara besar-besaran. Dewan kota yang pertama terdiri dari 12 anggota orang Eropa, dua orang bumiputra, dan seorang Tionghoa. Di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 terdapat dua gelombang migrasi besar ke Medan. Gelombang pertama berupa kedatangan orang Tionghoa dan Jawa sebagai kuli kontrak perkebunan. Tetapi setelah tahun 1880 perusahaan perkebunan berhenti mendatangkan orang Tionghoa, karena sebagian besar dari mereka lari meninggalkan kebun dan sering melakukan kerusuhan. Perusahaan kemudian sepenuhnya mendatangkan orang Jawa sebagai kuli perkebunan. Orang-orang Tionghoa bekas buruh perkebunan kemudian didorong untuk mengembangkan sektor perdagangan. Gelombang kedua ialah kedatangan orang Minangkabau, Mandailing dan Aceh. Mereka datang ke Medan bukan untuk bekerja sebagai buruh perkebunan, tetapi untuk berdagang, menjadi guru dan ulama. 36 36 http:id.wikipedia.orgwikiKota_Medan. Diambil tanggal 12 Maret 2012 Sejak tahun 1950, Medan telah beberapa kali melakukan perluasan areal, dari 1.853 ha menjadi 26.510 ha di tahun 1974. Dengan demikian dalam tempo 25 tahun setelah penyerahan kedaulatan, kota Medan telah bertambah luas hampir delapan belas kali lipat. Universitas Sumatera Utara 42 Kota Medan dipimpin oleh seorang walikota. Dalam sejarahnya, Kota Medan sudah dipimpin oleh 15 orang Hal tersebut belum termasuk 5 orang yang memimpin Kota Medan pada masa kolonial Belanda dan Jepang, dan tiga orang yg menjabat sebagai pejabat sementara walikota Medan. Walikota Medan pertama yang memimpin kota Medan pada masa kolonial Belanda adalah Daniel Mackay, yang memerintah dari tahun 1918 hingga tahun 1931. Kemudian Daniel Mackay digantikan oleh J.M. Wesselink, yang memerintah dari tahun 1931 hingga tahun 1935. Kemudian J.M. Wesselink digantikan oleh G. Pitlo, yang memerintah dari tahun 1935 hingga tahun 1938. Kemudian G. Pitlo digantikan oleh C.E.E. Kuntze, yang memerintah dari tahun 1938 hingga tahun 1942 ketika pemerintah kolonial Jepang memasuki kota Medan. Lalu, orang Jepang yang memimpin kota Medan menggantikan walikota sebelumnya dari kolonial Belanda, C.E.E. Kuntze, adalah Shinichi Hayasaki, yang memerintah dari tahun 1942 hingga tahun 1945, ketika Jepang pada saat itu menyerah kalah dari tentara sekutu pada Perang Dunia II 1939 – 1945 dan Indonesia memproklamirkan kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945. Walikota Medan yang pertama setelah Indonesia merdeka adalah Luat Siregar, yang memerintah dari tanggal 3 Oktober 1945 hingga tanggal 10 November 1945, hanya sebulan lebih memerintah karena situasi saat itu adalah perang melawan tentara NICA Belanda dalam rangka mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Kemudian Luat Siregar digantikan oleh M. Yusuf, yang memerintah dari tanggal 10 November 1945 hingga bulan Agustus 1947, masih dalam situasi perang melawan tentara NICA Belanda. Kemudian M. Yusuf digantikan oleh Djaidin Purba, yang memerintah dari tanggal 1 November 1947 hingga tanggal 12 Juli 1952. Kemudian Djaidin Purba digantikan oleh A.M. Jalaluddin, yang memerintah dari tanggal 12 Juli 1952 hingga tanggal 1 Desember 1954. Kemudian A.M. Jalaluddin digantikan oleh Hadji Muda Siregar, yang memerintah dari tanggal 6 Desember 1954 hingga tanggal 14 Juni 1958. Kemudian Hadji Muda Siregar digantikan oleh Madja Purba, yang memerintah dari tanggal 3 Juli 1958 hingga tanggal 28 Februari 1961. Kemudian Madja Purba Universitas Sumatera Utara 43 digantikan oleh Basyrah Lubis, yang memerintah dari tanggal 28 Februari 1961 hingga tanggal 30 Oktober 1964. Kemudian Basyrah Lubis digantikan oleh P.R. Telaumbanua, yang memerintah dari tanggal 10 Oktober 1964 hingga tanggal 28 Februari 1965, hanya berjalan empat bulan. Kemudian P.R. Telaumbanua digantikan oleh Aminurrasyid, yang memerintah dari tanggal 28 Agustus 1965 hingga tanggal 26 September 1966, hanya berjalan sebelas bulan karena situasi saat itu adalah pasca peristiwa Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia G30S PKI, yang akhirnya mengakhiri pemerintahan Orde Lama pimpinan Presiden Indonesia saat itu, Ir. Soekarno, dan digantikan oleh Presiden Soeharto. Kemudian Aminurrasyid digantikan oleh Sjoerkani, yang memerintah dari tanggal 26 September 1966 hingga tanggal 3 Juli 1974. Kemudian Sjoerkani digantikan oleh M. Saleh Arifin, yang memerintah dari tanggal 3 Juli 1974 hingga tanggal 31 Maret 1980. Kemudian M. Saleh Arifin digantikan oleh Agus Salim Rangkuti, yang memerintah dari tanggal 1 April 1980 hingga tanggal 31 Maret 1990. Kemudian Agus Salim Rangkuti digantikan oleh Bachtiar Djafar, yang memerintah dari tanggal 1 April 1990 hingga tanggal 31 Maret 2000. Perlu diperhatikan, bahwa Agus Salim Rangkuti adalah Bachtiar Djafar adalah walikota Medan yang paling lama menjabat 10 tahun dikarenakan keberhasilan mereka dalam pembangunan kota Medan. Kemudian Bachtiar Djafar digantikan oleh Abdillah, yang memerintah dari tanggal 1 April 2000 hingga tanggal 20 Agustus 2008, ketika Abdillah dan wakilnya, Ramli, terpaksa diturunkan dari jabatannya karena tersangkut kasus korupsi, sehingga saat itu Abdillah dan Ramli digantikan oleh Afifuddin Lubis, berstatus sebagai pejabat walikota Medan. Afifuddin Lubis memerintah dari tanggal 20 Agustus 2008 hingga tanggal 22 Juli 2009, hanya berjalan sebelas bulan. Kemudian Afifuddin Lubis digantikan oleh Rahudman Harahap masih berstatus penjabat walikota Medan, yang memerintah dari tanggal 23 Juli 2009 hingga tanggal 16 Februari 2010, hanya berjalan tujuh bulan. Bahkan, Syamsul Arifin yang saat itu menjabat sebagai gubernur Sumatera Utara juga sekaligus merangkap jabatan sebagai penjabat walikota Medan menggantikan Rahudman Harahap, dari tanggal 16 Februari 2010 hingga tanggal 25 Juli 2010, Universitas Sumatera Utara 44 ketika masa pemilukada kota Medan tahun 2010 dan Syamsul Arifin saat itu tersangkut kasus korupsi. Saat ini, jabatan walikota Medan dijabat oleh Rahudman Harahap dengan jabatan wakil walikota dijabat oleh Dzulmi Eldin, yang memerintah dari tanggal 26 Juli 2010 hingga sekarang. Seperti pada tabel berikut ini. Tabel II.3. Walikota Medan Dari Masa Ke Masa No Nama Masa jabatan Daniël Mackay 1918 – 1931 J.M. Wesselink 1931 – 1935 G. Pitlo 1935 – 1938 C.E.E. Kuntze 1938 – 1942 Shinichi Hayasaki 1942 – 1945 1 Luat Siregar 3 Oktober 1945- 10 November 1945 2 M. Yusuf 10 November 1945 - Agustus 1947 3 Djaidin Purba 1 November 1947 - 12 Juli 1952 4 A.M. Jalaluddin 12 Juli 1952 - 1 Desember 1954 5 Hadji Muda Siregar 6 Desember 1954 - 14 Juni 1958 6 Madja Purba 3 Juli 1958 - 28 Februari 1961 7 Basyrah Lubis 28 Februari 1961 - 30 Oktober 1964 8 P.R. Telaumbanua 10 Oktober 1964 - 28 Februari 1965 9 Aminurrasyid 28 Agustus 1965 - 26 September 1966 10 Sjoerkani 26 September 1966 - 3 Juli 1974 11 M. Saleh Arifin 3 Juli 1974 - 31 Maret 1980 12 Agus Salim Rangkuti 1 April 1980 - 31 Maret 1990 13 Bachtiar Djafar 1 April 1990 - 31 Maret 2000 14 Abdillah 1 April 2000 - 20 Agustus 2008 Afifuddin Lubis penjabat 20 Agustus 2008 - 22 Juli 2009 Rahudman Harahap penjabat 23 Juli 2009 - 16 Februari 2010 Syamsul Arifin penjabat 16 Februari 2010 - 25 Juli 2010 15 Rahudman Harahap 26 Juli 2010 - sekarang Sumber: http:id.wikipedia.orgwikiKota_Medan. Diambil tanggal 12 Maret 2012 Universitas Sumatera Utara 45 Wilayah Kota Medan hingga saat ini dibagi menjadi 21 kecamatan dan 151 kelurahan. Ke – 21 kecamatan di Kota Medan Tersebut adalah 37 No Medan Tuntungan, Medan Johor, Medan Amplas, Medan Denai, Medan Area, Medan Kota, Medan Maimun, Medan Polonia Medan Baru, Medan Selayang, Medan Sunggal, Medan Helvetia, Medan Petisah, Medan Barat, Medan Timur, Medan Perjuangan, Medan Tembung, Medan Deli, Medan Labuhan, Medan Marelan, Medan Belawan. Pada tahun 2001, jumlah penduduk kota Medan adalah 1.926.052 jiwa. Lalu pada tahun 2002, jumlah penduduk kota Medan bertambah menjadi 1.963.086 jiwa. Tahun 2003, jumlah penduduk kota Medan semakin meningkat menjadi 1.993.060 jiwa. Begitu juga pada tahun 2004 yang mencapai 2.006.014 jiwa, 2005 dengan 2.036.018 jiwa, 2007 dengan 2.083.156 jiwa, 2008 dengan 2.102.105 jiwa, dan 2009 dengan 2.121.053 jiwa. Pertambahan jumlah penduduk di kota Medan dipengaruhi oleh faktor besarnya jumlah kelahiran di kota Medan dan faktor urbanisasi dan transmigrasi yang sangat meningkat. Hanya pada tahun 2010 saja jumlah penduduk kota Medan menurun menjadi 2.109.339 jiwa. Lihat pada tabel di bawah ini. Tabel II. 4. Demografi Penduduk Di Kota Medan Tahun Jumlah Penduduk Jiwa 1 2001 1.926.052 2 2002 1.963.086 3 2003 1.993.060 4 2004 2.006.014 5 2005 2.036.018 6 2007 2.083.156 7 2008 2.102.105 8 2009 2.121.053 9 2010 2.109.339 37 Ibid Universitas Sumatera Utara 46 Sumber: http:id.wikipedia.orgwikiKota_Medan. Diambil tanggal 12 Maret 2012 Berdasarkan data kependudukan tahun 2005, penduduk Medan diperkirakan telah mencapai 2.036.018 jiwa, dengan jumlah wanita lebih besar dari pria, 1.010.174 jiwa 995.968 jiwa. Jumlah penduduk tersebut diketahui merupakan penduduk tetap, sedangkan penduduk tidak tetap diperkirakan mencapai lebih dari 500.000 jiwa, yang merupakan penduduk komuter. Dengan demikian Medan merupakan salah satu kota dengan jumlah penduduk yang besar. Berdasarkan Sensus Penduduk Indonesia 2010, penduduk Medan berjumlah 2.109.339 jiwa. Penduduk Medan terdiri atas 1.040.680 laki-laki dan 1.068.659 perempuan. Di siang hari, jumlah ini bisa meningkat hingga sekitar 2,5 juta jiwa dengan dihitungnya jumlah penglaju komuter. Sebagian besar penduduk Medan berasal dari kelompok umur 0-19 dan 20-39 tahun masing-masing 41 dan 37,8 dari total penduduk. Dilihat dari struktur umur penduduk, Medan dihuni lebih kurang 1.377.751 jiwa berusia produktif, 15-59 tahun. Selanjutnya dilihat dari tingkat pendidikan, rata-rata lama sekolah penduduk telah mencapai 10,5 tahun. Dengan demikian, secara relatif tersedia tenaga kerja yang cukup, yang dapat bekerja pada berbagai jenis perusahaan, baik jasa, perdagangan, maupun industri manufaktur. Laju pertumbuhan penduduk Medan periode tahun 2000-2004 cenderung mengalami peningkatan—tingkat pertumbuhan penduduk pada tahun 2000 adalah 0,09 dan menjadi 0,63 pada tahun 2004. Sedangkan tingkat kapadatan penduduk mengalami peningkatan dari 7.183 jiwa per km² pada tahun 2004. Jumlah penduduk paling banyak ada di Kecamatan Medan Deli, disusul Medan Helvetia dan Medan Tembung. Jumlah penduduk yang paling sedikit, terdapat di Kecamatan Medan Baru, Medan Maimun, dan Medan Polonia. Tingkat kepadatan Penduduk tertinggi ada di kecamatan Medan Perjuangan, Medan Area, dan Medan Timur. Pada tahun 2004, angka harapan hidup bagi laki-laki adalah 69 tahun sedangkan bagi wanita adalah 71 tahun. 38 Keanekaragaman etnis di Medan terlihat dari jumlah masjid, gereja dan vihara Tionghoa yang banyak tersebar di seluruh kota. Daerah di sekitar Jl. Zainul Mayoritas penduduk kota Medan sekarang ialah Suku Jawa, dan suku- suku dari Tapanuli Batak, Mandailing, Karo. Di Medan banyak pula orang keturunan India dan Tionghoa. Medan adalah salah satu kota di Indonesia yang memiliki populasi orang Tionghoa cukup banyak. 38 Ibid Universitas Sumatera Utara 47 Arifin dikenal sebagai Kampung Keling Sekarang Kampung Madras, yang merupakan daerah pemukiman orang keturunan India. Secara historis, pada tahun 1918 tercatat bahwa Medan dihuni 43.826 jiwa. Dari jumlah tersebut, 409 orang berketurunan Eropa, 35.009 berketurunan Indonesia, 8.269 berketurunan Tionghoa, dan 139 lainnya berasal dari ras Timur lainnya. 39 Begitu juga pada tahun 2000, dimana etnis Jawa masih menjadi yang mayoritas di kota Medan dengan persentase sebanyak 33,03, disusul dengan etnis Batak dengan persentase sebanyak 20,93, lalu etnis Tionghoa dengan persentase sebanyak 10,65, etnis Mandailing dengan persentase sebanyak 9,36, etnis Minangkabau dengan persentase sebanyak 8,6, etnis Melayu Pada tahun 1930, etnis yang paling banyak di kota Medan adalah etnis Jawa dengan persentase sebanyak 24,89, disusul dengan etnis Tionghoa dengan persentase sebanyak 35,63, lalu etnis Minangkabau dengan persentase sebanyak 7,29, etnis Melayu dengan persentase sebanyak 7,06, etnis Mandailing dengan persentase sebanyak 6,12, etnis Batak dengan persentase sebanyak 2,93, etnis Sunda dengan persentase sebanyak 1,58, etnis Karo dengan persentase sebanyak 0,19, dan etnis lainnya dengan persentase sebanyak 14,31. Pada tahun 1980, terjadi sedikit perubahan pada komposisi etnis yang menjadi penduduk kota Medan seiring berjalannya waktu. Namun, etnis Jawa tetap menjadi yang mayoritas di kota Medan dengan persentase sebanyak 29,41, disusul dengan etnis Batak dengan persentase sebanyak 14,11, lalu etnis Tionghoa dengan persentase sebanyak 12,8, etnis Mandailing dengan persentase sebanyak 11,91, etnis Minangkabau dengan persentase sebanyak 10,93, etnis Melayu dengan persentase sebanyak 8,57, etnis Karo dengan persentase sebanyak 3,99, etnis Aceh dengan persentase sebanyak 2,19, etnis Sunda dengan persentase sebanyak 1,90, dan etnis lainnya dengan persentase sebanyak 4,13. 39 Ibid Universitas Sumatera Utara 48 dengan persentase sebanyak 6,59, etnis Karo dengan persentase sebanyak 4,10, etnis Aceh dengan persentase sebanyak 2,78, dan dan etnis lainnya dengan persentase sebanyak 3,95. Lihat pada tabel. Tabel II.5. Perbandingan Etnis di Kota Medan pada tahun 1930, 1980, dan 2000 Perbandingan Etnis di Kota Medan Pada Tahun 1930, 1980, dan 2000 No Etnis Tahun 1930 Tahun 1980 Tahun 2000 1 Jawa 24,89 29,41 33,03 2 Batak 2,93 14,11 20,93 3 Tionghoa 35,63 12,8 10,65 4 Mandailing 6,12 11,91 9,36 5 Minangkabau 7,29 10,93 8,6 6 Melayu 7,06 8,57 6,59 7 Karo 0,19 3,99 4,10 8 Aceh -- 2,19 2,78 9 Sunda 1,58 1,90 -- 10 Lain-lain 14,31 4,13 3,95 Sumber: 1930 dan 1980: Usman Pelly, 1983; 2000: BPS Sumut Catatan: Data BPS Sumut tidak menyenaraikan Batak sebagai suku bangsa, total Simalungun 0,69, TapanuliToba 19,21, Pakpak 0,34, dan Nias 0,69 adalah 20,93 Sumber: Data BPS Sumut Tahun 2000 Perlu diketahui bahwa angka harapan hidup penduduk kota Medan pada tahun 2007 adalah 71,4 tahun, sedangkan jumlah penduduk miskin pada tahun 2007 adalah 148.100 jiwa. Sebagai kota terbesar di Pulau Sumatra dan di Selat Malaka, penduduk Medan banyak yang berprofesi di bidang perdagangan. Biasanya pengusaha Medan banyak yang menjadi pedagang komoditas perkebunan. Setelah kemerdekaan, sektor perdagangan secara konsisten didominasi oleh etnis Tionghoa dan Minangkabau. Bidang pemerintahan dan politik, dikuasai oleh orang-orang Mandailing. Sedangkan profesi yang memerlukan keahlian dan Universitas Sumatera Utara 49 pendidikan tinggi, seperti pengacara, dokter, notaris, dan wartawan, mayoritas digeluti oleh orang Minangkabau. Kemudian jika dilihat dari komposisi etnis yang ada di kota Medan, dilihat dari profesi sehari – hari mereka, yang terbanyak berprofesi sebagai pengacara di kota Medan adalah dari etnis Minangkabau dengan persentase sebanyak 36,8, disusul dengan etnis Mandailing dengan persentase sebanyak 23,6, lalu etnis Batak dengan persentase sebanyak 13,2, etnis Jawa, Karo, dan Melayu dengan persentase sebanyak 5,3, dan etnis Aceh dengan persentase sebanyak 2,6. Lalu, yang terbanyak berprofesi sebagai dokter di kota Medan adalah juga dari etnis Minangkabau dengan persentase sebanyak 20,6, disusul dengan etnis Batak dan Jawa dengan persentase sebanyak 15,9, lalu etnis Tionghoa dengan persentase sebanyak 14,7, etnis Mandailing dengan persentase sebanyak 14,1, etnis Karo dengan persentase sebanyak 10, etnis Melayu dengan persentase sebanyak 5,9, dan etnis Aceh dengan persentase sebanyak 3,9. Lalu, yang terbanyak berprofesi sebagai notaris di kota Medan adalah juga dari etnis Minangkabau dengan persentase sebanyak 29,7, disusul dengan etnis Batak dengan persentase sebanyak 18,5, lalu etnis Mandailing dengan persentase sebanyak, 14,8, etnis Jawa dengan persentase sebanyak 11,1, etnis Tionghoa dan Karo dengan persentase sebanyak 7,4, dan etnis Melayu dan Sunda dengan persentase sebanyak 3,7. Lalu, yang terbanyak berprofesi sebagai wartawan di kota Medan, etnis Minangkabau pun juga mendominasi dengan persentase sebanyak 37,7, disusul dengan etnis Mandailing dengan persentase sebanyak 18,3, lalu etnis Melayu dengan persentase sebanyak 17,7, etnis Jawa dan Sunda dengan persentase sebanyak 10,4, etnis Batak dengan persentase sebanyak 8,5, etnis Aceh dengan persentase sebanyak 3,7, etnis Tionghoa dengan persentase sebanyak 1,2, dan etnis Karo dengan persentase sebanyak 0,6. Dari hal di atas dapat dilihat bahwa etnis Minangkabau mendominasi seluruh profesi di kota Medan. Lalu, etnis Tionghoa etnis non – pribumi memang tidak mendominasi empat profesi di kota Medan seperti di atas, bahkan Universitas Sumatera Utara 50 cenderung menjadi yang minoritas, meskipun etnis Tionghoa adalah urutan ketiga terbanyak yang menjadi penduduk di kota Medan. Namun, etnis Tionghoa justru mendominasi sektor perekonomian dan perdagangan di kota Medan. Mereka rata – rata berprofesi sebagai pedagang, businessman, dan wiraswasta. Lihat pada tabel berikut ini. Tabel. II. 6. Komposisi Etnis Berdasarkan Okupasi Profesional Komposisi Etnis Berdasarkan Okupasi Profesional No Etnis Pengacara Dokter Notaris Wartawan 1 Aceh 2,6 3,9 -- 3,7 2 Batak 13,2 15,9 18,5 8,5 3 Jawa 5,3 15,9 11,1 10,4 4 Karo 5,3 10 7,4 0,6 5 Mandailing 23,6 14,1 14,8 18,3 6 Minangkabau 36,8 20,6 29,7 37,7 7 Melayu 5,3 5,9 3,7 17,7 8 Sunda -- -- 3,7 10,4 9 Tionghoa -- 14,7 7,4 1,2 Sumber: http:id.wikipedia.orgwikiKota_Medan. Diambil tanggal 12 Maret 2012 Perluasan kota Medan telah mendorong perubahan pola pemukiman kelompok-kelompok etnis. Etnis Melayu yang merupakan penduduk asli kota, banyak yang tinggal di pinggiran kota. Etnis Tionghoa dan Minangkabau yang sebagian besar hidup di bidang perdagangan, 75 dari mereka tinggal di sekitar pusat-pusat perbelanjaan. Pemukiman orang Tionghoa dan Minangkabau sejalan dengan arah pemekaran dan perluasan fasilitas pusat perbelanjaan. Orang Mandailing juga memilih tinggal di pinggiran kota yang lebih nyaman, oleh karena itu terdapat kecenderungan di kalangan masyarakat Mandailing untuk menjual rumah dan tanah mereka di tengah kota, seperti di Kampung Mesjid, Kota Maksum, dan Sungai Mati. 40 40 ibid Universitas Sumatera Utara 51

II. 4. Hasil Perolehan Suara Pada Pemilukada Kota Medan Tahun 2010 Putaran Pertama