Padi Hibirida Tinjauan Pustaka

commit to user 29 Menurut Van den Ban dan Hawkins 1999, mereka yang cepat mengadopsi inovasi dapat dicirikan sebagai berikut : 1 Banyak melakukan kontak dengan penyuluh dan orang lain di luar kelompok sosialnya. 2 Berpartisipasi aktif dalam organisasi. 3 Memanfaatkan secara intensif informasi dari media massa terutama yang menyangkut informasi dari para ahli. 4 Memiliki pendapatan dan taraf hidup yang relatif tinggi. 5 Memiliki sikap yang positif terhadap perubahan. 6 Memiliki aspirasi yang tinggi bagi dirinya sendiri. Suhardiyono 1992 mengemukakan, dalam proses penerimaan inovasi oleh seseorang terdapat perbedaan kemampuan untuk menyerap inovasi tersebut, tergantung indera mana yang berperan dalam menyerap inovasi tersebut, antara lain: 1 Indera mata atau dengan melihat 83. 2 Indera pendengaran atau dengan mendengar 11. 3 Indera penciuman atau dengan mencium 3,5. 4 Indera perasa atau dengan meraba 1,5. 5 Indera pengecap atau dengan mengecap 1.

5. Padi Hibirida

Teknologi hibrida adalah upaya manusia untuk merekonstruksi seluruh pasangan gen pada tanaman menjadi heterozigot, dengan jalan membuat benih berasal dari persilangan. Dampak dari seluruh pasangan gen-gen yang heterozigot tersebut adalah timbulnya gejala heterosis, yaitu produktivitas tanaman hibrida melebihi produktivitas varietas non-hibrida. Tanaman padi yang secara alamiah memiliki konstruksi gen-gen homozigot nampaknya telah melakukan adaptasi, bahwa tanaman homozigot produktivitasnya cukup tinggi, dan konstruksi heterozigot kurang dapat memacu timbulnya gejala heterosis yang terlalu tinggi, seperti pada tanaman jagung. Hal ini bermakna, bahwa hibrida padi perbedaan hasilnya tidak lebih banyak secara menyolok dibandingkan hasil non-hibrida Sumarno, 2007. Mengingat cukup besarnya kebutuhan beras tersebut dan makin menyempitnya lahan pertanian, khususnya lahan sawah, maka diperlukan teknologi yang mampu memecahkan permasalahan tersebut. Salah satu commit to user 30 alternatif yang dapat dipakai dalam usaha untuk meningkatkan produksi beras adalah melalui penggunaan benih padi hibrida. Keunggulan benih padi hibrida ini merupakan ungkapan gejala heterosis yang terdapat pada hasil dan komponen hasil, pertumbuhan vegetatif, sistem perakaran, aktivitas akar, kemampuan beradaptasi serta umur panen. Selain itu padi hibrida mempunyai beberapa keunggulan-keunggulan yang biasanya tidak dimiliki oleh padi konvensional yaitu kualitas gabah dan umur yang hampir sama dengan IR 64 berumur antara 115 - 120 hari dengan kadar amilosa 25 - 27 , toleran terhadap serangan hama dan penyakit utama seperti wereng coklat dan BLB dan mempunyai berat 1000 biji sekitar 25 gram Anonim, 2010. Menurut Virmani 1994 dalam Sukirman 2005, produksi padi dapat ditingkatkan dengan menggunakan varietas hibrida dengan memanfaatkan gejala heterosis yang mampu meningkatkan potensi hasil 15-20 lebih tinggi daripada varietas inbrida. Cina adalah negara pertama di dunia yang menggunakan padi hibrida secara komersial pada tahun 1976. Di negara tersebut, luas areal pertanaman padi hibrida mencapai 17 juta ha dengan rata-rata hasil 6-7tonha. Sebagai dampaknya produksi padi di Cina meningkat dari 136,9 juta ton pada tahun 1978 menjadi 169,1 juta ton pada tahun 1988. Padi adalah tanaman menyerbuk sendiri sehingga secara alami kondisinya adalah homozygot-homogen, sedangkan kondisi tanaman hibrida adalah heterozygot-homogen, atau dalam individu tanaman yang sama konstruksi gen bersofat heterozygot, sedangkan antar individu tanaman dalam populasi yang sama bersifat homogen. Hal ini membedakan antara padi hibrida dengan padi inbrida. Pada padi inbrida, kondisi tanaman bersifat homozygot-homogen yang memang merupakan sifat alami padi pada umumnya. Empat landasan utama dalam mengambil keputusan untuk membentuk varietas hibrida adalah : a. Mekanisme genetik untuk menangani persilangan buatan dalam skala besar. commit to user 31 b. Teknik perbanyakan yang mudah dan murah c. Teknik perbanyakan produksi benih yang ekonomis d. Produksi hibrida yang dilepas harus mempunyai keunggulan dibanding varietas lainnya Satoto dan Suprihanto, 2008. Menurut Satoto 2007, peneliti padi hibrida pada Balai Besar Penelitian Padi BBP Padi, secara teknis ada lima kunci utama agar pengembangan padi hibrida berhasil. Kelima kunci tersebut adalah varietas yang cocok, benih yang bermutu, teknologi budidaya yang tepat, wilayah yang sesuai dan respon petani. Sebenarnya setiap varietas padi hibrida mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam berproduksi. Varietas yang cocok dikembangkan di wilayah yang satu belum tentu cocok di wilayah yang lain. Dengan kata lain, varietas padi hibrida memiliki sifat spesifik lokasi. Ketahanan terhadap hama penyakit dan memiliki mutu beras padi hibrida juga beragam. Karena itu pengembangan varietas hibrida untuk sekarang ini sebaiknya dilakukan terbatas pada daerah yang tidak termasuk daerah endemik hama dan penyakit. Arah dan sasaran utama perakitan varietas padi hibrida ke depan adalah untuk menghasilkan varietas yang benar-benar adaptif di Indonesia, tahan terhadap berbagai hama dan penyakit utama dengan mutu beras yang lebih baik. Padi hibrida juga berpotensi dikembangkan untuk dapat mengatasi kemandekan produktivitas padi saat ini. Padi hibrida dihasilkan melalui pemanfaatan fenomena heterosis turunan pertama F1 dari hasil persilangan antara dua induk yang berbeda. Fenomena heterosis tersebut menyebabkan tanaman F1 lebih vigor, tumbuh lebih cepat, anakan lebih banyak dan malai lebih lebat sekitar 1tha lebih tinggi daripada varietas unggul biasa inbrida. Namun keunggulan tersebut, tidak diperoleh pada populasi generasi kedua F2 dan berikutnya. Oleh karena itu produksi benih F1 dalam pengembangan padi hibrida memegang peran penting dan strategis Las Irsal et all, 2003. commit to user 32 In crop breeding, the use of hybrid vigour in first-generation seeds or F1 is well known. However, until about 30 years ago, its application in rice was limited because of the self- pollination character of that crop. Then, in 1974, Chinese scientists successfully transferred the male sterility gene from wild rice to create the cytoplasmic genetic male-sterile CMS line and hybrid combination. The first generation of hybrid rice varieties are three-lines hybrids and produce yields that are about 15 to 20 percent greater than those of improved or high-yielding varieties of the same growth duration. Developments in hybrid rice technology have resulted in two- lines hybrids with yield advantages of 5 to 10 percent over those of the equivalent three-lines hybrids. In China, the area under hybrid rice production is now about 15 million ha, and accounted for about 50 percent of the total rice area in 1995. Dalam pemuliaan tanaman, penggunaan vigor hibrida pada benih generasi pertama F1 baik diketahui. Namun, sampai sekitar 30 tahun yang lalu, aplikasi benih ini terbatas karena karakter diri penyerbukan tanaman itu. Kemudian pada tahun 1974, ilmuwan Cina berhasil mentransfer gen sterilitas jantan dari padi liar untuk menciptakan cytoplasmic genetic male- sterile CMS dan kombinasi hibrida. Generasi pertama padi hibrida adalah tiga baris hibrida dan menghasilkan hasil sekitar 15-20 persen lebih besar daripada varietas lain. Perkembangan teknologi padi hibrida telah menghasilkan dua baris hibrida dengan keunggulan hasil 5-10 persen dari produksi sebelumnya. Di Cina, daerah yang menggunakan padi hibrida, produksinya sekarang mencapai 15 juta ha dan menyumbang 50 persen dari total padi di daerah pada tahun 1995 FAO, 2004.

6. Program Bantuan Langsung Benih Unggul BLBU Padi Hibrida