Analisis Sikap dan Kepuasan Petani terhadap Benih Padi Hibrida di Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor

(1)

1 I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Sebagai negara agraris, Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam. Hingga kini mayoritas penduduk Indonesia telah memanfaatkan sumberdaya alam untuk menunjang kebutuhan hidupnya, dan salah satunya ialah dengan menggantungkan hidup pada sektor pertanian. Adanya hal tersebut sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting, karena sebagai penghasil pangan bagi penduduk yang jumlah tiap tahunnya selalu terus bertambah. Pangan ialah kebutuhan pokok yang mendasar bagi kelangsungan hidup manusia. Jenis tanaman pangan yang utama bagi penduduk Indonesia adalah padi yang selanjutnya dikonsumsi dalam bentuk beras. Menurut Nurmalina (2007), beras merupakan makanan pokok yang dikonsumsi oleh hampir 98 persen masyarakat Indonesia.

Menurut Nainggolan (2007), tingkat konsumsi beras penduduk Indonesia adalah 139,15 kg/kapita/tahun. Tingkat konsumsi tersebut sangat tinggi untuk ukuran internasional. Tingkat konsumsi beras di Indonesia melebihi rata-rata tingkat konsumsi dunia yang hanya sebesar 56,9 kg/kapita/tahun. Jika melihat situasi ke depan hingga tahun 2030, laju pertumbuhan penduduk Indonesia pada tahun 2005 hingga 2010 adalah sebesar 1,3 persen, untuk tahun 2011 hingga 2015 sebesar 1,18 persen dan pada tahun 2025 hingga 2030 sebesar 0,92 persen. Jika konsumsi beras tetap pada tingkat 139,15 kg/kapita/tahun, maka diperkirakan kebutuhan konsumsi tahun 2030 sebesar 59 juta ton (Tabel 1). Apabila tingkat konsumsi beras tersebut tidak menurun dan tanpa diimbangi oleh perluasan lahan yang memadai maka dipastikan akan mengancam ketahanan pangan bagi negara Indonesia.

Pemerintah Indonesia telah melakukan beberapa upaya untuk meningkatkan produktivitas padi dengan tujuan menanggulangi masalah ketersediaan pangan. Program yang dilakukan pemerintah untuk menigkatkan produksi beras ialah program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN). Menurut Apriyantono (2009), P2BN merupakan program nasional melalui upaya untuk peningkatan produksi beras pada tahun 2007 dan meningkatkan lima persen per tahun sampai pada tahun 2009. Dalam merealisasikan hal tersebut diperlukan


(2)

2 upaya-upaya dan terobosan teknologi baru melalui pendekatan pengembangan secara optimal dengan menerapkan dan mengembangkan inovasi teknologi benih padi yang lebih produktif dan berwawasan lingkungan.

Tabel 1. Perkiraan Kebutuhan Konsumsi Beras hingga Tahun 2030

Tahun Pertumbuhan Penduduk (%)

Jumlah Penduduk (Juta)

Konsumsi (Kg/kap/thn)

Kebutuhan Beras( Juta/ton) 2005 1,30 218,87 139,15 30,46 2006 1,30 222,19 139,15 30,92 2010 1,30 233,48 139,15 32,49 2015 1,18 247,57 139,15 34,45 2020 1,06 261,01 139,15 36,32 2025 0,92 273,22 139,15 38,02 2026 0,92 298,36 139,15 41,52 2027 0,92 325,80 139,15 45,34 2028 0,92 355,78 139,15 49,51 2029 0,92 388,51 139,15 54,06 2030 0,92 424,25 139,15 59,03 Sumber : Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian (2006) diacu dalam Nainggolan (2007)

Sejalan dengan hal itu, salah satu terobosan teknologi baru yang telah dilakukan yaitu dengan cara pendekatan melalui pengembangan dan penerapan Varietas Hibrida. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Badan Litbang Pertanian Departemen Pertanian (2007), padi hibrida diproduksi pertama kali di Cina pada tahun 1974 dan digunakan secara komersial sejak tahun 1976, dengan melepas varietas padi hibrida yang diberi nama Nam You 2 dan Nam You 3. Di Indonesia penelitian padi hibrida telah dilakukan sejak tahun 1983 yang diawali dengan pengujian keragaan GMJ (Galur Mandul Jantan atau CMS atau Galur A). Kemudian sejak tahun 1998, penelitian pemuliaan padi hibrida di Indonesia lebih diintensifkan dengan pembentukan galur-galur tetua padi hibrida yang adaptif di lingkungan Indonesia. Padi hibrida adalah suatu jenis padi yang merupakan turunan pertama (F1) dari suatu persilangan tiga galur padi yang berbeda, yaitu

galur mandul jantan atau CMS (cytoplasmic-genetic male sterility), galur pelestari atau maintainer, dan galur pemulih kesuburan atau restorer. Pemanfaatan


(3)

3 penggunaan benih F1 dalam pertanaman produksi padi dilandasi oleh adanya

fenomena heterosis, yaitu suatu persilangan cenderung memberikan produktivitas yang lebih besar daripada varietas-varietas tetuanya (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jawa Barat, 2006).

Sejak tahun 2007 Kementerian Pertanian telah mengembangkan padi hibrida melalui bantuan benih padi hibrida untuk areal seluas 160.000 hektar. Pada tahun 2008, luas tanam telah mencapai 300.000 hektar, sedangkan pada tahun 2009, menargetkan luas tanam padi hibrida mencapai 500.000 hektar di 20 provinsi seluruh Indonesia, dengan produktivitas 8-10 ton per hektar atau 20 persen di atas varietas biasa atau padi Inbrida, yaitu rata-rata nasional 5-6 ton per hektar1. Menurut Menteri Pertanian Suswono untuk mencapai target produksi komoditas pangan utama tahun 2011, Kementerian Pertanian akan memberikan bantuan langsung benih unggul melalui Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) diantaranya adalah bantuan benih padi hibrida seluas 86.000 hektar2

Jawa barat merupakan wilayah yang sangat potensial untuk pengembangan benih padi hibrida karena memiliki 44 persen dari luas lahan pengembangan benih padi hibrida di pulau Jawa yang sebesar 1.475.307 ha dari total luas areal 3.256.753,5 ha. Sejak tahun 2006 Jawa Barat telah menargetkan pengembangan padi hibrida di 16 kabupaten dan Kabupaten Bogor adalah wilayah yang menjadi salah satu target pengembangan. Kabupaten Bogor terpilih karena dinilai telah sesuai dengan kriteria wilayah yang memiliki potensi untuk pengembangan padi . Adapun kriteria wilayah yang potensial untuk dikembangkan benih padi hibrida, antara lain: drainase baik, tekstur tanah sedang hingga ringan, pada daerah yang bergelombang atau berbukit hindari daerah cekungan yang biasanya selalu tergenang, bahan organik sedang sampai tinggi, bukan daerah endemik hama (terutama pada musim hujan dengan kelembaban yang tinggi), petani responsif terhadap penerapan teknologi baru, dan produktivitas rendah sampai sedang serta masih berpeluang untuk ditingkatkan (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jawa Barat, 2006).

1

Luas Tanam Padi Hibrida 500.000 Hektar.

2

Target Produksi Padi 2011.


(4)

4 hibrida dan juga memiliki luas 12 persen dari wilayah pertanian di Jawa Barat atau seluas 176.015 ha (Balitbang Pertanian, 2007b). Hal tersebut, akan membantu peningkatan ketersedian beras di Jawa Barat khususnya di daerah Kabupaten Bogor, karena jika dilihat dari segi produksi dan produktivitas padi sawah di Kabupaten Bogor tahun demi tahun peningkatannya relatif lambat serta tidak begitu besar.

Adapun produksi pada tahun 2007 hingga 2008 peningkatannya sebesar 456,11 ton padi sedangkan peningkatan produktivitasnya ialah sebesar 1,72 ku/ha. Pada tahun 2008 hingga 2009 peningkatan produksi padi sawah hanya sebesar 25,76 ton dan produktivitasnya sebesar 2,39 ku/ha. Disamping itu luas tanam dan luas panen mengalami penurunan dari tahun 2007 hingga 2009, untuk tahun 2007 hingga 2008 luas tanam mengalami penurunan sebesar 28.103 ha dan luas panen sebesar 2.365 ha. Sedangkan Pada tahun 2008 hingga 2009 luas tanam mengalami penurunan sebesar 3.135 ha dan luas panen mengalami hanya sedikit peningkatan sebesar 1.029 ha. Penurunan tersebut diakibatkan oleh adanya pembangunan fasilitas umum dan perumahan (Tabel 2).

Tabel 2. Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Tanaman Padi Sawah di Kabupaten Bogor pada Tahun 2007- 2009

Tahun Luas Tanam (Ha)

Luas Panen (Ha)

Produktivitas (Ku/Ha)

Produksi (Ton) 2007 115.184 83.661 57,35 479.754,89 2008 87.081 81.296 59,07 480.211 2009 83.946 82.325 61,46 505.978 Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2009

Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor telah melakukan pengembangan padi hibrida dengan memberikan Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) di tahun 2008 seluas 1.710 ha (25.650 kg benih). Kemudian pada tahun 2009 dikembangkan seluas 1.000 ha (15.000 kg benih), sedangkan di tahun 2010 pengembangan dilaksanakan di dalam areal persawahan seluas 500 ha (7500 kg benih) dan pada tahun 2011 kabupaten Bogor sedang mengembangkan penanaman padi hibrida seluas 500 ha dengan benih sebanyak 7650 kg. Berdasarkan program bantuan tersebut terdapat beberapa kecamatan yang telah


(5)

5 dijadikan target pengembangan dan bantuan benih padi Hibrida, salah satu kecamatan yang telah menjadi target ialah Kecamatan Cigombong. Kecamatan Cigombong terpilih karena merupakan daerah yang potensial untuk pengembangan benih padi Hibrida dan termasuk wilayah di Kabupaten Bogor yang areal persawahannya bukan daerah endemik hama penyakit serta memiliki pengairan yang cukup baik dibanding dengan lokasi lainnya. Kecamatan ini telah mendapatkan benih bantuan padi hibrida pada tahun 2010 yang telah tersebar di tiga desa yaitu Desa Ciburuy, Desa Pasirjaya, dan Desa Srogol (Dinas Petanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2010). Varietas benih padi hibrida yang diperbantukan pada saat itu ialah benih padi hibrida varietas Intani 2.

Jika dilihat pada kondisi nyata, bahwa penerapan dan penerimaan petani terhadap teknologi baru seperti benih padi hibrida terbilang sulit karena para petani sudah terbiasa menggunakan benih padi konvensional atau benih padi inbrida seperti varietas Ciherang. Menurut Apriyantono (2009), varietas yang paling banyak diminati dan ditanam oleh para petani di daerah ialah varietas Ciherang. Sehingga dengan adanya kondisi seperti itu, berbagai macam kegiatan sosialisasi mengenai benih padi hibrida dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Bogor khususnya Dinas Pertanian dan Kehutanan dengan tujuan agar para petani dapat dan mau menggunakan benih padi hibrida. Pada akhirnya para produsen benih padi dan pemerintah harus bekerjasama dalam peningkatan kualitas dan kuantitas benih padi hibrida. Karena hal tersebut akan mempengaruhi sikap petani dalam pemilihan benih padi yang akan digunakan. Sehingga sangat penting bagi pemerintah selaku pembuat kebijakan dan para produsen benih untuk mengetahui bagaimana sikap para petani terhadap benih padi hibrida, khususnya benih padi hibrida varietas Intani 2.

Disamping itu, pemerintah dan produsen benih harus mengetahui seberapa besar tingkat kepuasan terhadap hasil yang telah dicapai oleh benih padi hibrida yang digunakan oleh para petani. Karena dengan mengukur dan mengetahui tingkat kepuasan akan dapat membantu untuk meningkatkan kinerja atribut benih padi hibrida kedepannya. Sebab, kepuasan petani yang diperoleh dari penggunaan padi hibrida sangat tergantung pada atribut-atribut yang dimiliki oleh benih padi tersebut. Kondisi ini tentunya akan berhubungan dengan sikap petani di dalam


(6)

6 penggunaan benih padi hibrida dan pada akhirnya para petani akan mampu untuk mengevaluasi benih padi mana yang lebih disukai. Karena itu hasil dari penelitian ini dapat menjadi suatu bahan pertimbangan untuk program yang dibuat oleh pemerintah Kabupaten Bogor maupun pihak produsen benih padi untuk sekarang maupun kedepannya.

1.2Perumusan Masalah

Teknologi budidaya padi tipe baru dan padi hibrida merupakan salah satu strategi dalam meningkatkan produksi dan pendapatan petani secara berkelanjutan (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jawa Barat, 2006). Hal tersebut ditunjang karena varietas padi hibrida memiliki keunggulan produktivitas atau potensi hasil sekitar 10-25 persen lebih tinggi dari padi inbrida atau padi yang pada umumnya ditanam oleh para petani, seperti padi inbrida varietas Ciherang (Satoto & Suprihatno, 2008). Sejak tahun 2001 hingga tahun 2008 pemerintah Indonesia telah melepas 35 varietas benih padi hibrida (Lampiran 4), enam di antaranya hasil penelitian Balai Besar Padi dan 29 lainnya hasil dari penelitian perusahaan benih swasta (Satoto et al., 2009).

Setelah dicanangkannya padi hibrida oleh pemerintah ternyata hingga saat ini luas areal tanam benih padi hibrida di Indonesia pada tahun 2010 hanya sebesar 650.000 ha dari total areal padi per tahun yaitu 12.602.000 ha3, sedangkan target penanaman yang diharapkan ialah 1-2 juta ha per tahun4

Benih padi hibrida yang dijadikan perbantuan di Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor pada tahun 2010 ialah benih padi hibrida varietas Intani 2. . Disamping itu, sama halnya dengan kabupaten Bogor, meskipun merupakan salah satu wilayah yang potensial dan wilayah pengembangan serta batuan benih padi hibrida di Jawa Barat. Pada kenyataannya areal penanaman benih padi hibrida di Kabupaten Bogor mengalami pengurangan, yaitu pada awalnya sebesar 1710 ha di tahun 2008 menjadi 500 ha pada tahun 2010 dan selain itu sebagian besar petani yang menggunakan benih padi hibrida ialah berasal dari benih bantuan pemerintah.

3

Pedoman Pelaksanaan SL-PTT Padi, Jagung, dan Kedelai Tahun 2010.

4

Peta Jalan Perakitan dan Pengembangan Varietas Unggul Hibrida Tipe Baru Menuju Sistem

Produksi Padi Berkelanjutan.


(7)

7 Varietas ini merupakan benih padi hibrida yang berkualitas, akan tetapi dalam bantuan benih di musim tanam tersebut banyak petani yang enggan untuk menanam. Kondisi ini juga terjadi di wilayah lain, menurut Sumarno et al. (2008) produktivitas yang dihasilkan oleh benih padi hibrida varietas Intani 2 berada jauh dibawah harapan petani dan mengakibatkan petani kecewa. Beberapa lokasi tersebut ialah Karawang (Jawa Barat), pada tahun 2007 di Karawang produktivitas yang dihasilkan varietas Intani 2 tidak lebih tinggi dibanding dengan varietas Ciherang yaitu hanya 6,2 ton/ha sedangkan Ciherang menghasilkan 7,5 ton/ha. Lokasi kedua ialah Ngawi (Jawa Timur), produktivitas Intani 2 hanya sebesar 4,4 ton/ha sehingga lebih rendah dari varietas Ciherang yang mencapai 6,6 ton/ha. Lokasi terakhir ialah Jombang (Jawa Timur), produktivitas yang dihasilkan oleh varietas Intani 2 lebih rendah dari varietas Ciherang yaitu hanya 5,1 ton/ha dan varietas Ciherang sebesar 6,4 ton/ha.

Keadaan seperti itu menjadi suatu permasalahan yang sangat menarik mengapa benih padi hibrida yang dapat meningkatkan produktivitas dan memiliki potensi hasil sekitar 10-25 persen lebih tinggi dari padi Inbrida tetapi luas areal penanamannya tidak berkembang dengan pesat di kalangan petani. Ternyata keunggulan yang dimiliki oleh benih padi hibrida mempunyai kendala bagi petani. Menurut Sumarno et al. (2008), kendala tersebut yaitu Pertama, pada harga benih padi hibrida yang lebih mahal dari pada benih padi inbrida sekitar Rp 50.000/kg. Kedua, hasil panen dari benih padi hibrida tidak bisa digunakan kembali untuk di tanam pada musim tanam berikutnya, sehingga harus menggunakan F1 didalam penanaman benih padi. Ketiga, padi hibrida memerlukan unsur hara yang lebih tinggi dibanding padi inbrida. Adanya hal-hal itu akan menjadi suatu kendala bagi para petani di dalam menggunakan benih padi hibrida, karena para petani memiliki pemahaman teknis budidaya padi yang susah untuk diubah. Seperti halnya apabila para petani memperoleh bantuan benih padi dari pemerintah maka para petani memiliki kebiasaan untuk menggunakan benih dari hasil panen pertama untuk penanaman di musim berikutnya, sehingga para petani tidak perlu untuk membeli benih kembali. Hal inilah yang menyebabkan respon petani terhadap benih padi hibrida kurang baik.


(8)

8 Oleh karena itu, pemerintah khususnya Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor serta para produsen benih padi (Lampiran 4) harus memiliki pengetahuan mengenai perilaku dari para petani. Hal pertama yang perlu diketahui ialah karakteristik para petani, karena karakterisitk petani di Indonesia pada umumnya masih terbilang sederhana dan dapat dikatakan bahwa merubah paradigma petani dari kebiasaan lama ke hal yang baru masih terbilang sulit. Karakteristik tersebut yang mengakibatkan tidak semua petani di Kecamatan Cigombong belum dapat menerima benih padi hibrida. Sehingga perlu dilakukan analisis karakteristik petani yang mau dan dapat menyerap teknologi benih padi hibrida. Hal kedua yang perlu diketahui ialah bagaimana motivasi para petani yang telah menanam padi hibrida varietas Intani 2 terhadap penggunaan benih padi hibrida ke depannya, apakah akan tetap menggunakan benih padi hibrida atau tidak sama sekali.

Pemberian bantuan benih padi hibrida varietas Intani 2 tentunya akan mempengaruhi sikap petani di dalam melakukan pemilihan benih padi yang akan digunakan, karena selama ini benih yang paling banyak ditanam oleh petani ialah benih padi inbrida varietas Ciherang. Menurut Fagi et al. (2003) di Jawa Barat, luas areal tanam varietas Ciherang di 23 kabupaten termasuk Kabupaten Bogor menempati urutan kedua setelah varietas IR64 yaitu sebesar 18%. Namun, pada saat ini varietas IR64 sudah tidak ditanam lagi di tingkat petani. Sehingga benih padi inbrida varietas Ciherang terpilih untuk digunakan sebagai benih pembanding didalam menganalisis sikap para petani terhadap benih padi hibrida varietas Intani 2. Disamping itu, menganalisis kepuasan petani terhadap benih padi hibrida juga perlu dilakukan agar dapat mengetahui kinerja dari benih padi hibrida varietas Intani 2 apakah sudah sesuai dengan harapan petani atau tidak. Tentunya sikap dan kepuasan itu berdasarkan atas atribut-atribut padi yang terdapat pada benih padi hibrida. Maka sebaiknya perlu untuk melakukan identifikasi atribut-atribut benih padi yang paling dianggap penting oleh para petani di Kecamatan Cigombong.

Penelitian tentang sikap dan kepuasan petani terhadap benih padi hibrida memang merupakan sesuatu hal yang sangat penting dilakukan terutama di Kecamatan Cogombong, dimana perilaku petani akan memberikan dampak yang


(9)

9 besar bagi Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor didalam melaksanakan program upaya peningkatan produksi beras dan ketahanan pangan. Karena aspek psikologis petani perlu diperhatikan sebelum program hibridisasi padi ini berjalan lebih jauh dan mencari tahu apa sebenarnya yang diinginkan petani. Sehingga keputusan atau strategi kebijakan yang dibuat oleh pemerintah serta para produsen benih padi hibrida (Lampiran 4) akan sesuai dan tidak bertolak belakang dengan harapan petani sebagai konsumen. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian terhadap sikap dan kepuasan petani dalam penggunaan benih padi hibrida di Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan, yaitu :

1. Bagaimana karakteristik petani di Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor?

2. Bagaimana motivasi dan sikap petani terhadap benih padi hibrida varietas Intani 2 di Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor?

3. Bagaimana kepuasan petani terhadap benih padi hibrida varietas Intani 2 di Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor?

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Menganalisis karakteristik petani di Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor.

2. Menganalisis motivasi dan sikap petani terhadap benih padi hibrida varietas Intani 2 di Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor.

3. Menganalisis kepuasan petani terhadap benih padi hibrida varietas Intani 2 di Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor.

1.4Manfaat Penelitian

Penelitian sikap dan kepuasan petani terhadap Atribut Benih Padi Hibrida yang dilaksanakan akan bermanfaat dan memberi masukan serta informasi bagi : 1. Produsen benih padi hibrida (Lampiran 4) sebagai dasar dalam penyusunan


(10)

10 2. Pemerintah melalui instansi terkait, sebagai dasar pertimbangan dalam

peningkatan produksi dan produktivitas padi.

3. Lembaga ilmu pengetahuan dan lembaga penelitian untuk mengembangkan berbagai varietas unggul padi sesuai dengan preferensi petani berdasarkan atribut-atribut yang diinginkan.


(11)

11 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Benih Padi Hibrida

Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Badan Litbang Pertanian Departemen Pertanian (2007), benih padi hibrida secara definitif merupakan turunan pertama (F1) dari persilangan antara dua varietas yang berbeda. Varietas

hibrida mempunyai kemampuan berproduksi lebih tinggi dibandingkan varietas inbrida, karena adanya pengaruh heterosis yaitu kecenderungan F1 lebih unggul

dibandingkan tetuanya. Fenomena heterosis sudah lama dikenal dan diketahui kurang lebih 200 tahun yang lalu yaitu pada tahun 1763 oleh seorang peneliti yang bernama J.G Koelruetur. Peneliti tersebut melihat pertumbuhan yang lebih subur pada tanaman hasil persilangan dua varietas yang berbeda (Satoto et.al., 2009).

Di Indonesia penelitian mengenai padi hibrida telah dilakukan sejak tahun 1983 yang diawali dengan pengujian keragaan Galur Mandul Jantan atau CMS atau Galur A. Namun, penelitian yang lebih intensif baru dimulai pada tahun 1998, yaitu dengan menguji persilangan galur-galur tetua hibrida (Nainggolan, 2007). Varietas unggul padi hibrida yang dilepas di Indonesia diproduksi dengan sistem tiga galur, dengan sistem ini padi hibrida yang tahan terhadap hama penyakit utama dapat disilangkan jika tetua-tetua yang memiliki gen ketahanan telah tersedia. Tiga galur padi yang berbeda tersebut, ialah galur mandul jantan atau CMS (cytoplasmic-genetic male sterility), galur pelestari atau maintainer, dan galur pemulih kesuburan atau restorer.

CMS (cytoplasmic male sterile) atau diartikan jantan mandul, merupakan galur padi yang tidak dapat memproduksi serbuk sari yang berfungsi (viable) disebabkan adanya interaksi antara gen-gen sitoplasma dan gen-gen inti, CMS digunakan sebagai tetua betina dalam produksi benih pada hibrida dan disebut sebagai galur A. Galur pelestari (maintainer line) ialah galur yang mirip dengan galur-galur mandul jantan, hanya saja mempunyai serbuk sari yang hidup (mempunyai viabilitas) dan mempunyai biji yang normal. Galur pelestari tersebut digunakan sebagai pollinator (penyerbuk) untuk melestarikan galur CMS, galur pelestari disebut galur B. Sedangkan galur pemulih kesuburan (restorer line) ialah kultivar padi yang bila disilangkan dengan galur CMS dapat memulihkan kesuburan tepungsari pada F1, restorer disebut juga tetua penghasil tepungsari,


(12)

12 tetua jantan, atau galur R dan galur ini digunakan sebagai pollinator untuk tetua CMS dalam produksi benih (Hidajat, 2006).

Untuk menghasilkan turunan pertama (F1), keturunan dari persilangan CMS dan ‘maintainer’ disilangkan lagi dengan galur ‘restorer’ atau dapat dituliskan dengan formula persilangan (A x B) x R. Keturunan dari persilangan inilah yang dikenal sebagai padi hibrida. Keunggulan teknologi baru yang dimiliki padi hibrida memang menjanjikan, namun memiliki kendala bagi petani yaitu pada harga benih padi hibrida yang lebih mahal dari pada benih padi inbrida, hasil panen dari benih padi hibrida tidak bisa digunakan kembali untuk di tanam pada musim tanam berikutnya, hal ini tentunya akan sangat memberatkan bagi para petani karena akan menjadi suatu ketergantungan yang tinggi pada para produsen benih padi. Selain itu, didalam budidaya padi hibrida memerlukan penanganan yang lebih spesifik, seperti dibutuhkannya sarana produksi dan infrastruktur pendukung yang memadai serta membutuhkan pestisida yang lebih tinggi.

Perbedaan benih padi hibrida dan inbrida yaitu, benih padi inbrida merupakan tanaman yang menyerbuk sendiri sehingga secara alami kondisinya adalah homozygot-homogen dan cara perbanyakannya dengan benih keturunan, sedangkan kondisi benih padi hibrida adalah heterozygot-homogen, atau dalam individu tanaman yang sama konstruksi gen bersifat heterozigot, namun antara individu tanaman dalam populasi yang sama bersifat homogen dan cara perbanyakannya melalui silangan baru (Satoto & Suprihatno, 2008). Menurut Satoto et al. (2009), varietas murni dapat juga diartikan sebagai varietas inbrida yang perbanyakan benihnya dilakukan melalui pernyerbukan sendiri. Perbedaan antara varietas murni dengan hibrida dapat dilihat pada (Tabel 3). Hal tersebut yang menjadikan terdapatnya perbedaan antara padi hibrida dengan padi inbrida atau padi yang sering digunakan para petani di Indonesia pada umumnya.


(13)

13 Tabel 3. Perbedaan Varietas Padi Inbrida dengan Padi Hibrida

No Varietas Hibrida Varietas Inbrida 1 Komposisi genetik heterozigot

homogen

Komposisi genetik homozigot homogen

2 Produksi benih dihasilkan dari persilangan tiga galur yang berbeda

Produksi benih dihasilkan penyerbukan sendiri 3 Benih yang digunakan untuk

pertanaman konsumsi berupa benih F1

Benih yang digunakan berupa benih turunan generasi selanjutnya (>F12) 4 Ada keunggulan fenomena heterosis Tidak terdapat fenomena heterosis

5 Tanaman lebih seragam (homogenus) Ketidakseragaman lebih mungkin terjadi (akibat produksi benih yang kurang baik)

Sumber : Satoto et al. (2009) 2.2 Atribut Produk

Menurut Nazir (2005) atribut diartikan sebagai variabel-variebel yang tidak bisa dimanipulasikan ataupun sukar dimanipulasikan. Sedangkan menurut Sumarwan (2002), seorang konsumen akan melihat suatu produk berdasarkan karakteristik atau ciri atau atribut dari produk tersebut. Atribut tersebut dibedakan menjadi dua, yaitu atribut fisik (menggambarkan ciri-ciri fisik dari suatu produk), dan yang kedua ialah atribut abstrak (menggambarkan karakteristik subjektif dari suatu produk berdasarkan persepsi konsumen). Menurut Engel, et al. (1994) mengemukakan bahwa atribut produk adalah karakteristik suatu produk yang berfungsi sebagai atribut evaluatif selama pengambilan keputusan. Para konsumen dapat memberikan penilaian dengan melakukan evaluasi terhadap atribut produk dan pemberian kekuatan kepercayaan konsumen terhadap atribut yang dimiliki oleh suatu produk.

Atribut produk terdiri dari tiga tipe, yaitu ciri-ciri atau rupa (feature), fungsi (function) dan manfaat (benefit). Ciri-ciri dapat berupa suatu ukuran, estetis, karakteristik, komponen atau bagian-bagiannya, bahan dasar, maupun merek dan lain-lain. Adapun untuk manfaat dapat berupa kegunaan, kesenangan yang berhubungan dengan panca indera, manfaat juga dapat berupa manfaat


(14)

14 langsung dan manfaat tidak langsung. Sementara atribut fungsi jarang digunakan sebagai ciri-ciri atau manfaat.

Sehingga kekuatan kepercayaan para konsumen terhadap suatu produk ditunjukkan oleh pengetahuan konsumen pada atribut suatu produk dan manfaat yang diberikan oleh produk tersebut. Oleh karena itu, perlu memahami atribut apa saja yang ada dalam produk dan atribut mana yang dianggap paling penting oleh konsumen dari suatu produk.

2.3 Sikap Petani terhadap Benih Padi

Terdapat beberapa peneliti yang membahas tentang sikap para petani terhadap benih padi di beberapa daerah di Indonesia. Dua penelitian memiliki hal yang sama yaitu sikap petani terhadap benih padi hibrida. Penelitian itu dilakukan oleh Manulu dan Chanifah. Penelitian yang dilakukan oleh Manalu (2010) dilakukan di Kecamatan Baros, Kota Sukabumi, Jawa Barat dengan menggunakan analisis Multiatribut Fisbhein. Berdasarkan analisis Fishbein dapat disimpulkan bahwa petani di Kecamatan Baros lebih menyukai padi inbrida varietas Ciherang dibanding dengan padi hibrida varietas Bernas Prima, karena dianggap lebih mampu memenuhi harapan dan kebutuhan petani. Sedangkan untuk penelitian Chanifah (2009) dilakukan di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Alat analisis yang digunakan untuk menganalisis sikap menggunakan model Fishbein. Berdasarkan hasil analisis sikap menggunakan Fishbein menunjukkan bahwa petani pengguna benih padi hibrida varietas Bernas Super kurang menyukai atas kinerja atribut-atributnya dibanding dengan padi inbrida varietas Ciherang, dan Situ Bagendit. Kesimpulan yang dapat diambil dari dua penelitian di atas ialah benih padi inbrida lebih disukai dibanding dengan benih padi hibrida.

Penelitian selanjutnya ialah dilakukan oleh Fahmi dan Irawati. Kedua peneliti tersebut memiliki kesamaan juga dalam hal produk yaitu benih padi varietas unggul. Fahmi (2008) melakukan penelitian tentang sikap di Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Alat analisis yang digunakan untuk mengukur sikap petani yaitu menggunakan analisis Fishbein. Berdasarkan analisis Fishbein disimpulkan bahwa petani di Kabupaten Kediri lebih menyukai dan menanam varietas Membramo karena memiliki produktivitas tinggi, rasa nasi enak serta pemasaran


(15)

15 yang mudah dibanding dengan varietas IR64 dan Ciherang. Sedangkan untuk penelitian yang dilakukan Irawati (2009) ialah meneliti tentang analisis sikap petani di Kota Solok, Sumatera Barat. Alat analisis yang digunakan untuk mengetahui sikap petani yaitu menggunakan alat analisis Fishbein. Berdasarkan hasil alat analisis Fishbein menunjukkan bahwa sikap dari para petani lebih banyak menyukai serta menanam varietas Cisokan dan Anak Daro karena varietas tersebut mempunyai keunggulan yaitu rasa nasi yang enak dan harga jual yang lebih tinggi. Namun kedua varietas tersebut tetap menjadi pilihan petani padi di Kota Solok.

Berdasarkan empat peneliti diatas dapat diambil kesimpulan bahwa didalam menganalisis sikap petani alat analisis yang selalu digunakan ialah alat analisis Multiatribut Fisbhein. Sehingga dari beberapa penelitian terdahulu terdapat persamaan dengan penelitian ini, yaitu alat analisis yang digunakan Fishbein dan membahas komoditi padi. Akan tetapi, khusus untuk dua peneliti seperti Manalu dan Chanifah memiliki kesamaan dalam hal komoditi padi hibrida, namun yang membedakan dengan penelitian ini ialah varietasnya. Varietas yang dijadikan penelitian ialah benih padi hibrida varietas Intani 2, sedangkan pada Manalu dan Chanifah ialah benih padi hibrida varietas Bernas.

2.4 Kepuasan Petani terhadap Benih Padi

Terdapat beberapa peneliti yang membahas tentang kepuasan para petani terhadap benih padi di beberapa daerah di Indonesia yaitu Manalu, Chanifah, Fahmi, Irawati dan Saheda. Dari kelima peneliti tersebut hanya dua peneliti yang membahas benih padi hibrida, yaitu penelitian Manalu dan Chanifah. Penelitian yang dilakukan oleh Manalu (2010) yaitu mengenai kepuasan petani terhadap benih padi hibrida di Kecamatan Baros, Kota Sukabumi, Jawa Barat. Consumer Satisfaction Index digunakan untuk mengukur tingkat kepuasan petani terhadap benih padi hibrida varietas Bernas Prima. Kepuasan yang dihasilkan berada pada indeks puas 66 persen dan nilai ketidakpuasan sebesar 34 persen. Sedangkan, Chanifah (2009) menganalisis kepuasan petani terhadap atribut benih padi hibrida di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Analisis kepuasan petani menggunakan Consumer Satisfaction Index (CSI). Hasil analisis dari CSI menjelaskan bahwa tingkat kepuasan petani paling tinggi ialah pada benih padi


(16)

16 varietas unggul baru seperti varietas Ciherang dan Situ Bagendit dibandingkan dengan padi hibrida varietas Bernas Super. Dari kedua peneliti di atas dapat dikatakan bahwa para petani di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor merasa kurang puas terhadap benih padi hibrida. Namun, berbeda dengan para petani di Sukabumi, mereka merasa puas dengan benih padi hibrida. Oleh karena itu perbedaan tempat dan karakterisitik petani sangat berpengaruh terhadap suatu kepuasan petani pada benih padi hibrida.

Penelitian tentang kepuasan yang selanjutnya dilakukan oleh tiga peneliti yaitu Fahmi, Irawati dan Saheda. Mereka pun memiliki kesamaan yaitu selain benih padi terdapat juga persamaan dalam hal alat analisis. Alat analisis yang digunakan ditambahkan dengan Importance Performance Analysis (IPA). Seperti halnya Fahmi (2008) melakukan penelitian tentang kepuasan petani terhadap benih padi Varietas unggul di Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Alat analisis yang digunakan untuk menganalisis kepuasan menggunakan Importance Performance Analysis (IPA) dan Consumer Satisfaction Index (CSI). Berdasarkan analisis IPA, atribut yang mempunyai kinerja rendah ialah harga GKP, umur tanaman, tahan hama penyakit dan tahan rebah maka atribut tersebut perlu diperbaiki. Jika melihat hasil dari alat analisis CSI, para petani puas terhadap kinerja atribut-atribut varietas unggul dengan nilai sebesar 73,32 persen.

Adapun penelitian yang dilakukan oleh Irawati (2009) ialah meneliti tentang analisis kepuasan petani terhadap benih padi (oryza sativa) varietas unggul di Kota Solok, Sumatera Barat. Hasil tingkat kepuasan yang telah diukur oleh IPA dan CSI menunjukkan semua varietas berada dalam kategori puas. Sedangkan untuk Saheda (2008) alat analisis yang digunakan diantaranya adalah Importance Performance Analysis (IPA) dan Consumer Satisfaction Index (CSI). Jumlah responden pada penelitian ini sebanyak 60 orang yaitu 30 orang petani yang menggunakan benih bersertifikat dan 30 orang petani yang menggunakan benih yang dihasilkan sendiri. Berdasarkan CSI, petani yang menggunakan benih bersertifikat dan yang tidak bersertifikat secara keseluruhan merasa sangat puas terhadap benih varietas lokal pandan wangi dengan nilai CSI sebesar 81,39 persen. Sedangkan jika melihat dari hasil analisis IPA memperlihatkan bahwa atribut yang perlu diperbaiki yaitu umur tanaman, harga jual gabah dan hasil


(17)

17 produksi, atribut ini terdapat pada kuadran I. Atribut yang berada didalam kuadran I ini menjadi prioritas utama untuk diperbaiki.

Sehingga kesimpulan yang diperoleh dari kelima penelitian di atas ialah didalam menganalisis suatu kepuasan petani pada umumnya menggunakan Importance Performance Analysis (IPA) dan Consumer Satisfaction Index (CSI). Alat analisis yang digunakan pada penelitian ini memiliki kesamaan yaitu penggunaan alat analisis Consumer Satisfaction Index (CSI) dan yang membedakan dengan penelitian sebelumnya ialah dari segi waktu, komoditi, atribut padi serta tempat lokasi. Komoditi yang dijadikan penelitian ialah benih padi hibrida varietas Intani 2, sedangkan lokasi penelitian dilakukan di Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor.


(18)

18 III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Konsumen dan Perilaku Konsumen

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, mendefinisikan bahwa konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan5

Konsumen akan memberikan masukan yang berharga bagi pemasar agar mereka dapat menyusun dan merancang strategi pemasaran produk dan jasa dengan lebih baik (Sumarwan 2002). Dengan demikian apabila mempelajari dan mengerti apa yang menjadi harapan konsumen dan perilaku konsumen terhadap suatu produk merupakan sesuatu hal yang sangat penting dan berguna bagi perusahaan ataupun pihak lain yang terkait. Menurut Schiffman dan Kanuk (2007), perilaku konsumen ialah cara perilaku individu mengambil keputusan untuk memanfaatkan sumber daya (waktu, uang, dan usaha) guna membeli barang

. Sumarwan (2002) memberikan pengertian yang lebih luas lagi tentang konsumen. Konsumen sering diartikan sebagai dua jenis konsumen yaitu konsumen individu dan konsumen organisasi. Konsumen individu adalah konsumen yang membeli barang dan jasa untuk digunakan sendiri. Sedangkan konsumen organisasi adalah konsumen yang membeli barang atau jasa untuk seluruh kegiatan-kegiatan organisasi. Konsumen organisasi meliputi organisasi bisnis, yayasan, lembaga sosial, kantor pemerintah, dan lembaga lainnya.

Konsumen dapat diartikan sebagai pengguna barang serta jasa dengan maksud untuk memenuhi segala keinginan dan kebutuhannya. Petani dalam hal ini tidak hanya sebagai konsumen pengguna, namun dikategorikan juga sebagai pembeli bisnis karena petani melakukan penjualan gabah padi untuk memperoleh keuntungan. Menurut Kotler (2000), para pembeli bisnis membeli barang untuk utilitasnya sehingga memampukan mereka untuk membuat atau menjual kembali suatu produk ke pembeli lain dan pembeli bisnis membeli produk untuk mendapatkan laba.

5

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN. [ 7 April 2011]


(19)

19 –barang yang berhubungan dengan konsumsi. Hal tersebut mencakup apa yang dibeli, mengapa membeli, seberapa sering membeli, dan seberapa sering menggunakannya. Jika melihat pengertian menurut Engel, et al., (1994) perilaku konsumen diartikan sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam pendapatan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini.

Mempelajari tentang perilaku konsumen berarti mempelajari bagaimana konsumen membuat keputusan untuk memanfaatkan sumberdaya yang dimilikinya agar memperoleh apa yang mereka inginkan tentang produk maupun jasa. Suatu hal yang wajib bagi para pemasar untuk memahami berbagai macam karakter konsumen atau perilaku konsumen agar mereka mampu memasarkan produk ataupun jasa dengan baik. Selain itu, pemasar yang dapat mengerti perilaku konsumen akan memiliki kemampuan memperkirakan bagaimana penerimaan konsumen didalam bereaksi terhadap informasi yang diterimanya.Hal yang penting dari perilaku konsumen adalah mengerti dan mengadaptasi perilaku konsumen bukanlah pilihan tapi kebutuhan mutlak untuk keberlangsungan yang kompetitif (Engel et al., 1994).

Menurut Engel et al., (1994) perilaku konsumen didasari atas empat prinsip, yaitu :

1. Konsumen adalah raja

Konsumen menjadi sasaran utama bagi pemasar. Konsumen memiliki kekuasaaan dalam menerima atau menolak produk dan jasa yang ditawarkan oleh pemasar berdasarkan sejauh mana keduanya dipandang relevan dengan kebutuhan dan gaya hidupnya. Pemasar berhasil apabila produk atau jasanya dipandang menawarkan manfaat riil.

2. Motivasi dan perilaku konsumen dapat dimengerti melalui penelitian

Perilaku konsumen merupakan suatu tahapan yang dipengaruhi oleh banyak hal. Perilaku konsumen dapat dimengerti walaupun secara tidak sempurna melalui penelitian. Perkiraan yang sempurna tidak pernah mungkin dilakukan, akan tetapi usaha yang dibuat dan digunakan dengan tepat dapat meminimalkan risiko kegagalan pemasaran.


(20)

20 3. Perilaku konsumen dapat dipengaruhi

Konsumen memiliki kekuasaan yang besar dalam melakukan keputusan pembelian, akan tetapi jika pemasar memiliki kemampuan pemasaran yang terampil dan baik maka akan dapat mempengaruhi konsumen. Hal itu dapat dilihat dari produk yang ditawarkan dan didesain sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Sehingga perlu tawaran pemasaran yang tepat.

4. Pengaruh konsumen sah secara sosial

Pemasar harus dapat mengerti dan mengetahui manfaat yang akan diterima oleh konsumen dari produk yang akan di tawarkan. Karena kebutuhan konsumen adalah riil dan ada manfaat yang tidak dapat disangkal dari kegunaan murni suatu produk. Kunci dari legitimasi sosial ialah jaminan bahwa konsumen tetap memiliki lengkap dan tanpa rintangan sepanjang prosesnya. Apabila konsumen menerima pengaruh yang tidak tepat dari suatu manfaat maka akan menimbulkan pelanggaran yang serius terhadap etika sehingga mengharuskan adanya pembuatan undang-undang dan perlindungan terhadap konsumen.

3.1.2 Motivasi

Menurut pendapat Schiffman dan Kanuk (2007) motivasi ialah sebagai tenaga pendorong dalam diri individu yang memaksa mereka untuk bertindak. Tenaga pendorong tersebut dihasilkan oleh keadaan tertekan, yang timbul sebagai akibat kebutuhan yang tidak terpenuhi. Sedangkan menurut (Engel et al., 1994) perilaku yang termotivasi disebabkan oleh pengaktifan kebutuhan. Kebutuhan atau motif diaktifkan ketika ada ketidakcocokan yang memadai antara keadaan aktual dan keadaan yang diinginkan. Hasil dari mengaktifkan kebutuhan menyebabkan suatu dorongan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Penjelasan motivasi menurut Sumarwan (2002) hampir sama dengan kedua pakar di atas, bahwa motivasi muncul karena adanya kebutuhan yang dirasakan oleh konsumen. Dari hasil ketiga pakar tersebut maka dapat dikemukakan bahwa kebutuhan yang ada didalam diri ialah variabel utama dalam motivasi. Karena hal tersebut yang akan mengakibatkan seseorang terdorong melakukan suatu tindakan untuk memenuhi kebutuhannya, misalnya apabila seorang petani padi membutuhkan benih padi yang dapat memberikan produktivitas tinggi, maka petani akan


(21)

21 mencari benih padi yang dapat meningkatkan produktivitas padi. Apabila benih padi itu dapat memenuhi kebutuhannya dan tidak mengecewakan, maka penanaman selanjutnya para petani akan termotivasi untuk tetap menggunakan benih padi tersebut.

Adapun teori-teori kebutuhan yang menjadi dasar untuk suatu motivasi, diantaranya:

a. Teori Hierarki Kebutuhan Maslow

Teori ini merupakan teori yang banyak dianut orang. Teori ini beranggapan bahwa tindakan manusia pada hakekatnya adalah untuk memenuhi kebutuhannya. Adapun hierarki kebutuhan menurut Maslow adalah sebagai berikut (Sumarwan 2002) :

1. Kebutuhan Fisiologis (Physiological Needs)

Kebutuhan Fisiologis adalah kebutuhan dasar manusia, yaitu kebutuhan tubuh manusia untuk mempertahankan hidup. Kebutuhan itu meliputi makanan, udara, rumah, pakaian, dan seks. Selama kebutuhan ini belum terpenuhi maka manusia tidak akan tenang dan dia akan berusaha untuk memenuhinya.

2. Kebutuhan Rasa Aman (Safety Needs)

Kebutuhan Rasa Aman adalah kebutuhan tingkat kedua setelah kebutuhan dasar. Ini merupakan kebutuhan perlindungan bagi fisik manusia. Manusia membutuhkan perlindungan dari gangguan kriminalitas, sehingga dapat hidup dengan aman dan nyaman ketika di dalam rumah maupun berpergian.

3. Kebutuhan Sosial (Social Needs or Belonginess Needs)

Kebutuhan Sosial yaitu kebutuhan tingkat ketiga dari teori Maslow. Setelah kebutuhan dasar dan rasa aman terpenuhi, maka manusia membutuhkan rasa cinta dari orang lain, rasa memiliki dan dimiliki serta diterima oleh sekelilingnya serta dihormati.

4. Kebutuhan Ego (Egoistic or Esteem Needs)

Kebutuhan Ego merupakan kebutuhan tingkat keempat yaitu kebutuhan untuk berprestasi sehingga mencapai derajat yang lebih tinggi dari yang


(22)

22 lainnya. Kemudian akan memperoleh penghargaan diri atau penghargaan prestise dari orang lain.

5. Kebutuhan Aktualisasi Diri (Need for Self-Actualization)

Kebutuhan Aktualisasi Diri yaitu derajat tertinggi atau kelima dari kebutuhan. Kebutuhan ini adalah keinginan dari seseorang individu untuk menjadikan dirinya sebagai orang yang terbaik sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimilikinya. Untuk pemenuhan kebutuhan ini biasanya seorang bertindak bukan atas dorongan orang lain, tetapi atas kesadaran dan keinginan diri sendiri.

b. Teori Motivasi McClelland

Teori ini menyatakan bahwa terdapat tiga kebutuhan dasar yang memotivasi seorang individu untuk berprilaku, yaitu :

1. Kebutuhan Sukses

Kebutuhan sukses adalah keinginan manusia untuk mencapai prestasi, reputasi, dan karier yang baik. Sehingga akan selalu bekerja keras, tekun dan tabah untuk mencapai cita-cita yang diinginkan.

2. Kebutuhan Afiliasi

Kebutuhan afiliasi adalah keinginan manusia untuk membina hubungan dengan sesama, mencari teman yang dapat menerima, ingin memiliki dan dimiliki oleh orang-orang disekelilingnya.

3. Kebutuhan Kekuasaan

Kebutuhan kekuasaan adalah keinginan seseorang untuk bisa mengontrol lingkungannya, termasuk mempengaruhi orang-orang disekelilingnya.

3.13 Sikap

Menurut (Engel et al., 1994) sikap merupakan evaluasi meyeluruh yang memiliki sifat penting, yaitu kekuatan, dukungan, kepercayaan dan dinamis (banyak sikap akan berubah bersama waktu). Namun, sifat terpenting dari sikap adalah kepercayaan dalam memegang sikap tersebut. Tingkat kepercayaan menjadi penting karena akan mempengaruhi kekuatan hubungan diantara sikap dan perilaku serta sikap terhadap perubahan.


(23)

23 Sikap menurut Sumarwan (2002), mengatakan bahwa sikap itu memiliki beberapa karakteristik, yaitu (1) Sikap memiliki objek, dalam konteks pemasaran sikap konsumen harus terkait dengan objek. Objek tersebut dapat terkait dengan berbagai konsep konsumsi dan pemasaran seperti produk, merek, iklan, harga, kemasan, penggunaan, dan media. (2) Konsistensi sikap, sikap adalah gambaran perasaan dari seseorang konsumen, dan perasaan tersebut akan ditujukkan oleh perilakunya. Perilaku seorang konsumen merupakan gambaran dari sikapnya. (3) Sikap positif, negatif, dan netral, seorang konsumen dapat menyukai suatu produk maka dikatakan positif, jika tidak menyukai maka dikatakan sikap negatif, dan jika tidak memiliki sikap terhadap produk disebut sikap netral. (4) Intensitas sikap, sikap seseorang konsumen terhadap suatu merek produk akan bervariasi tingkatannya, ada yang sangat menyukai atau bahkan ada yang begitu sangat tidak menyukai. (5) Resistensi Sikap, ialah seberapa besar sikap seseorang konsumen dapat berubah. (6) Persistensi Sikap, ialah karakteristik sikap yang menggambarkan bahwa sikap berubah karena berlalunya waktu. (7) Keyakinan sikap, ialah kepercayaan konsumen mengenai kebenaran sikap yang dimilikinya. (8) Sikap dan situasi, sikap seseorang terhadap suatu objek seringkali muncul dalam konteks situasi. Situasi akan mempengaruhi sikap konsumen terhadap suatu objek.

Schiffman dan Kanuk (2007) mengemukakan bahwa sikap memiliki empat fungsi yaitu (1) fungsi manfaat merupakan sikap konsumen terhadap suatu produk karena adanya asas manfaat yang diperoleh dari produk tersebut, jika produk itu berguna dan membantu, maka sikap konsumen terhadap produk akan cenderung menyenangkan. (2) Fungsi pembelaan ego merupakan sikap yang berfungsi untuk melindungi citra diri dari perasaan keraguan yang muncul dari dalam diri sendiri dan ingin menggantikan ketidakpastian dengan rasa aman serta keyakinan diri. (3) Fungsi pernyataan nilai merupakan sikap yang berfungsi untuk menyatakan nilai-nilai, gaya hidup dan pandangan umum dari konsumen. (4) Fungsi pengetahuan merupakan suatu kebutuhan yang kuat untuk mengetahui dan memahami orang-orang atau barang-barang yang berhubungan dengan diri. Fungsi sikap ini sangat penting karena pengetahuan yang baik terhadap produk seringkali mendorong seseorang untuk menyukai produk tersebut.


(24)

24 Sikap juga memiliki tiga model komponen di dalamnya, menurut Engel et al. (1995) yaitu diantaranya: persuasi (tingkat penerimaan), afektif (emosi, perasaan), dan kognitif (pikiran). (1) komponen persuasi (tingkat penerimaan) ialah tingkat sejauh mana stimulus mempengaruhi pengetahuan dan atau sikap orang bersangkutan. Fakta sederhana bahwa pemahaman pesan tidak sama dengan penerimaan pesan. (2) Komponen afektif berhubungan dengan perasaan serta emosi konsumen mengenai objek sikap yang diperlihatkan melalui bermacam-macam ekspresi mulai dari rasa sangat tidak suka atau sangat tidak senang hingga sangat suka atau sangat senang. Komponen afektif sangat berguna dalam meramalkan sikap yang terbentuk sesudah iklan diperlihatkan. (3) Komponen kognitif berkenaan dengan pemikiran dan pengetahuan individu atau konsumen untuk melakukan suatu tindakan terhadap objek sikap. Komponen kognitif dibagi menjadi dua, yaitu argumen pendukung (pikiran yang mendukung) dan kontraargumen (pikiran yang menentang).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa sikap konsumen itu merupakan suatu pandangan seseorang atau tingkat kepercayaan terhadap suatu barang ataupun jasa yang telah diperolehnya dan sikap tersebut selalu dipengaruhi beberapa hal baik secara internal diri maupun dari pihak eksternal (luar diri) yang akhirnya dapat menyebabkan keluarnya sikap suka, tidak suka dan bahkan biasa-biasa saja terhadap barang ataupun jasa yang telah digunakannya.

3.1.4 Kepuasan Konsumen

Menurut Peter dan Olson (2000), kepuasan konsumen ialah konsep penting dalam pemasaran dan penelitian konsumen. Jika konsumen merasa puas dengan suatu produk atau merek, konsumen cenderung akan terus membeli dan menggunakannya serta memberitahu orang lain tentang pengalaman yang telah didapat tentang produk tersebut. Sedangkan ketidakpuasan muncul ketika kinerja suatu produk ternyata lebih buruk dari kinerja yang diharapkan maka konsumen akan merasa tidak puas dan cenderung tidak akan melakukan pembelian ulang bahkan dapat mengecam langsung produsen, pengecer, serta menceritakannya pada konsumen lainnya. Menurut Kotler (2000), kepuasan ialah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsinya terhadap kinerja suatu produk dan harapan-harapannya. Sehingga jika kinerja


(25)

25 berada di bawah harapan, pelanggan tidak puas dan sebaliknya apabila kinerja memenuhi harapan, pelanggan puas. Namun, jika kinerja melebihi harapan maka pelanggan amat puas atau senang.

Mowen dan Minor (1998) diacu dalam Sumarwan (2002) telah mengemukakan tentang suatu teori kepuasan atau disebut The Expectancy Disconfirmation Model (Gambar 1) yang menjelaskan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan konsumen merupakan dampak dari perbandingan harapan konsumen (performance expectation) sebelum membeli atau menggunakan dengan yang sesungguhnya diperoleh konsumen (actual performance) dari produk yang digunakan tersebut. Ketika konsumen membeli atau menggunakan suatu produk, maka konsumen tersebut memiliki suatu harapan tentang bagaimana produk tersebut berfungsi. Produk akan berfungsi sebagai berikut :

a. Produk berfungsi lebih baik dari yang diharapkan, kondisi seperti itu disebut sebagai diskonfirmasi positif (positive disconfirmation). Apabila ini terjadi, maka para konsumen akan merasa puas.

b. Produk berfungsi seperti yang diharapkan, kondisi seperti itu disebut sebagai konfirmasi sederhana (simple confirmation). Produk tersebut tidak memberikan rasa puas, dan produk tersebut pun tidak mengecewakan konsumen. Para konsumen akan memiliki perasaan yang netral.

c. Produk berfungsi lebih buruk dari yang diharapkan, hal tersebut yang dikatakan sebagai diskonfirmasi negatif (negative disconfirmation). Produk yang buruk tidak sesuai dengan harapan konsumen akan mengakibatkan kekecewaan, sehingga konsumen merasa tidak puas.

Sehingga dapat dikemukakan bahwa mempelajari ataupun mengetahui tingkat kepuasan konsumen terhadap suatu barang maupun jasa itu sangat penting bagi para pemasar, hal ini dikarenakan agar kebijakan dan strategi pemasaran yang nantinya dilaksanakan akan berhasil sebab telah sesuai dengan apa yang diinginkan serta diharapkan oleh para konsumen sebagai pengguna barang atau jasa tersebut dengan keadaan aktual atau sesungguhnya.


(26)

26 .

Gambar 1. The Expectancy Disconfirmation Model

Sumber : Mowen dan Minor (1998) diacu dalam Sumarwan (2002) 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Tingkat konsumsi beras penduduk Indonesia sangat tinggi untuk ukuran internasional yaitu sebesar 139,15 kg/kapita/tahun. Apabila konsumsi beras tetap seperti itu, maka diperkirakan kebutuhan konsumsi tahun 2030 sebesar 59 juta ton. Selain itu, jika laju pertumbuhan penduduk tiap tahun meningkat dan lahan pertanian semakin berkurang karena alih fungsi lahan. Maka dipastikan akan mengancam ketahanan pangan Indonesia. Untuk menanggulangi kondisi tersebut, pemerintah Indonesia melakukan beberapa upaya untuk meningkatkan produktivitas dengan tujuan menanggulangi masalah ketersediaan pangan.

Program yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan produksi beras ialah program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN). Salah satu program didalamnya ialah penggunaan teknologi benih padi hibrida. Padi hibrida memiliki produktivitas 8-10 ton per hektar atau 15-20 persen di atas benih padi inbrida, yaitu rata-rata nasional 5-6 ton per hektar. Akan tetapi mengapa benih padi hibrida yang dapat meningkatkan produktivitas dan memiliki potensi hasil lebih tinggi

Pengalaman Produk dan Merek

Harapan Mengenai Merek Seharusnya

Berfungsi

Evaluasi Gap Antara Harapan dan yang

Sesungguhnya

Konfirmasi Harapan: Fungsi Merek Tidak

Berbeda dengan Harapan Ketidakpuasan

Emosional : Merek Tidak Memenuhi

Harapan

Evaluasi Mengenai Fungsi Merek yang

Sesungguhnya

Kepuasan Emosional Fungsi Merek Melebihi Harapan


(27)

27 dari padi Inbrida tetapi luas areal penanamannya tidak berkembang dengan pesat di kalangan para petani atau keunggulan yang dimiliki padi hibrida tidak membuat benih padi hibrida mendominasi lahan persawahan di Kabupaten Bogor khususnya di Kecamatan Cigombong. Ternyata keunggulan yang dimiliki oleh benih padi hibrida mempunyai kendala di kalangan petani, seperti harga benih yang mahal, menanam benih harus selalu menggunakan F1 benih padi hibrida, dan memerlukan unsur hara yang lebih tinggi.

Adanya kondisi tersebut akan menjadi suatu kendala bagi para petani di dalam menanam benih padi hibrida, sebab para petani di Indonesia khususnya di Kabupaten Bogor memiliki pemahaman teknis budidaya padi yang susah untuk diubah. Sehingga hal ini yang menyebabkan respon petani terhadap benih padi hibrida kurang baik dan mengakibatkan tingkat penanaman benih padi hibrida relatif kecil di kalangan petani. Oleh karena itu, diperlukan suatu pemahaman dan analisis tentang perilaku petani yaitu sikap dan kepuasan petani terhadap benih padi hibrida. Karakteristik petani tidak terlepas dari kondisi demografi, ekonomi, budaya, keluarga, dan psikologis. Kemudian motivasi petani dalam penggunaan benih padi hibrida dan juga atribut-atribut yang dimiliki oleh benih padi hibrida akan senantiasa mempengaruhi sikap dan kepuasan petani terhadap penggunaan benih padi hibrida. Berdasarkan hal tersebut, pada akhirnya keputusan atau strategi kebijakan yang dibuat oleh pemerintah ataupun para produsen benih padi hibrida (Lampiran 4) akan tepat karena sesuai dengan harapan atau apa yang diinginkan oleh para petani.

Dalam penelitian ini alat analisis yang digunakan untuk menjelaskan karakteristik dan motivasi petani ialah analisis Deskriptif. Lalu untuk melakukan identifikasi atribut-atribut benih padi yang paling dianggap penting oleh para petani ialah menggunakan analisis Cochran, dan untuk mengukur sikap petani padi hibrida terhadap atribut-atribut padi adalah menggunakan model sikap Multiatribut Fishbein. Sedangkan untuk menilai kepuasan petani terhadap masing-masing atribut padi berdasarkan pendapat para petani sebagai responden menggunakan alat analisis Customer Satisfaction Index (CSI). Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan masukan ataupun rekomendasi bagi penelitian selanjutnya. Kerangka operasional dapat dilihat pada Gambar 2.


(28)

28

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional

Program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) Menggunakan Teknologi Padi Hibrida

Tingkat Penanaman Benih Padi Hibrida Tidak Berkembang Pesat di Kalangan Petani

Analisis Sikap dan Kepuasan Petani terhadap Benih Padi Hibrida

Karakteristik dan Motivasi Petani - Analisis Deskriptif

Analisis Sikap - Analisis

Multiatribut

Fishbein

Analisis Kepuasan

- Costumer

Satisfaction Index

Rekomendasi Strategi Kebijakan Atribut Produk Padi Hibrida


(29)

29 IV. METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive). Hal ini di pilih berdasarkan pertimbangan bahwa Kabupaten Bogor adalah wilayah yang menjadi salah satu target pengembangan benih padi hibrida di Jawa Barat, kemudian Kecamatan Cigombong merupakan salah satu kecamatan yang telah menjadi target pengembangan serta bantuan benih padi hibrida di Kabupaten Bogor. Kecamatan ini terpilih karena termasuk pada kategori daerah yang potensial untuk pengembangan benih padi hibrida dan merupakan suatu wilayah yang areal persawahannya bukan daerah endemik hama penyakit serta memiliki pengairan yang cukup baik dibanding dengan lokasi lain. Selain itu, Kecamatan ini telah mendapatkan benih bantuan padi hibrida varietas Intani 2 pada tahun 2010 yang tersebar di tiga desa yaitu Desa Ciburuy, Desa Pasir jaya, dan Desa Srogol. Sehingga penelitian ini dilakukan di tiga desa tersebut dari bulan Juni hingga Agustus 2011.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif, sebagai berikut:

1. Data Primer

Data primer diperoleh melalui pemberian kuisoner, yang dilakukan dengan melakukan wawancarai secara langsung kepada para petani padi hibrida di Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor.

2. Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari studi literatur yang berhubungan dengan topik dan judul penelitian, yang bersumber pada buku-buku (Buku mengenai Benih Padi dan Perilaku Konsumen), hasil penelitian terdahulu (Jurnal, Skripsi, dan Disertasi), website, serta lembaga-lembaga atau instansi pemerintah yang terkait seperti Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, BP4K (Badan Penyuluhan Pertanian Perikanan Peternakan dan Kehutanan) Bogor, BP3K Caringin, UPT (Unit Pelaksana


(30)

30 Teknis) Wilayah Caringin, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, serta Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Balai Penelitian Tanaman Padi Inlipta Muara Bogor.

4.3 Metode Pengumpulan Data

Pemilihan responden dilakukan dengan metode Sensus, yaitu menggunakan seluruh unsur populasi petani sebagai sumber data. Metode ini dipilih karena berdasarkan informasi yang diperoleh dari ketua Gapoktan, para Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) dan hasil pra survei ke lokasi penelitian. Pada pelaksanaan program benih bantuan, terdapat dua kelompok tani di Desa Ciburuy yang mendapatkan benih bantuan padi hibrida varietas Intani 2 yaitu kelompok Tunas Inti dan kelompok Manunggal Jaya. Kelompok Manunggal Jaya ialah kelompok yang pertama menerima bantuan dan menanam. Kelompok ini diberikan bantuan sebesar 150 kg (15 orang petani) dengan program SLPTT (Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu) yaitu bukan hanya sekedar diberi benih saja tetapi diberi pendampingan dan pengawasan. Akan tetapi banyak petani yang gagal panen dan akhirnya berdampak pada kelompok tani lainnya.

Kelompok Tunas Inti ialah kelompok selanjutnya yang menanam benih. Kelompok ini diberikan bantuan sebesar 450 kg benih dengan program Non SLPTT yang artinya hanya diberi bantuan benih saja tanpa ada proses pendampingan dan pengawasan yang ketat, sehingga para petani membagikannya secara acak dan bebas. Pada pelaksanaannya yang bersedia untuk menanam benih hanya 5 orang petani (±50 kg benih) dan sisanya tidak bersedia untuk menanam karena takut mengalami kerugian akibat dari gagal panen sehingga sebagian benih bantuan dibagikan kepada anggota kelompok tani harapan maju yang berada di Desa Pasir Jaya sebanyak ± 100 kg (8 orang petani) adapun sisanya dibagikan kepada petani-petani di kecamatan lain yang keberadaanya sulit untuk di identifikasi. Selain itu, sisa benih lainnya digiling oleh para petani yang tidak bersedia menanam. Hal ini merupakan ketidaktauan petani dan tingkat keingintauan petani yang minim.

Kelompok terakhir ialah kelompok tani Silih Asuh yang berada di Desa Srogol. Kelompok ini sama dengan kelompok Manunggal Jaya yaitu diberikan bantuan sebesar 150 kg (15 orang petani) dengan program SLPTT. Adanya hal


(31)

31 tersebut, maka jumlah populasi petani yang teridentifikasi di Kecamatan Cigombong yang menggunakan benih bantuan padi hibrida varietas Intani 2 sebesar 43 orang petani yang terdiri dari 5 orang dari kelompok Tunas Inti, 8 orang dari kelompok Harapan Maju, 15 orang dari kelompok Manunggal Jaya, dan 15 dari kelompok silih asuh (Lampiran 6). Responden yang dipilih merupakan para petani padi yang pernah melakukan penanaman benih padi hibrida varietas Intani 2 dan benih padi inbrida varietas Ciherang. Varietas Ciherang digunakan sebagai pembanding karena merupakan varietas yang paling banyak ditanam di Indonesia dan merupakan salah satu varietas yang banyak ditanam di wilayah Kabupaten Bogor khususnya di Kecamatan Cigombong. Menurut Apriyantono (2009), varietas Ciherang yang diproduksi pada tahun 2000 telah berkembang luas dan menduduki posisi tertinggi, karena luas areal tanam varietas ini pada tahun 2008 meningkat menjadi 48,3 persen dari 41,5 persen pada tahun 2007.

4.4 Metode Analisis Data 4.4.1 Analisis Deskriptif

Menurut Nazir (2005), analisis deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Apabila menurut Rangkuti (2008), analisis deskriptif harus dilakukan secara hati-hati dan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu sifat penelitian harus longitudinal (responden yang diteliti tahun lalu harus sama dengan responden yang diteliti tahun ini), penilaian kepuasan pelanggan harus dilakukan pada konsumen yang telah menggunakan produk tersebut, dan jangan memaksakan diri untuk membandingkan tingkat kepuasaan pelanggan untuk merek atau produk yang berbeda. Analisis deskriptif digunakan untuk mengolah suatu informasi dan data yang berasal dari kuisioner. Selanjutnya akan diolah serta ditampilkan dalam bentuk berupa tabel sederhana dan dikelompokkan sesuai dengan jawaban yang sama. Kemudian dipersentasekan menurut jumlah responden. Hasil yang menjadi suatu faktor dominan dari setiap variabel yang dianalisis ialah yang memiliki persentase terbesar.


(32)

32 Analisis dekriptif ini dipergunakan untuk menganalisis karakteristik umum petani dan motivasi petani di dalam penggunaan benih padi hibrida variaetas Intani 2. Pada penelitian ini, aspek-aspek yang digunakan sebagai indikator kebutuhan pada motivasi petani dalam penggunaan benih padi hibrida varietas Intani 2 di adopsi dari literatur terdahulu. Menurut Sumarno et al. (2008), motivasi dan pendorong petani dalam menggunakan benih padi hibrida ialah produktivitas harus lebih tinggi dari padi inbrida, lebih menguntungkan, mendapatkan pengalaman menanam benih padi hibrida, benih padi hibrida harus lebih bagus dari pada benih padi inbrida, harus memiliki kemudahan didalam penggunaannya (benih, pupuk,obat-obatan, teknis budidaya padi hibrida), dan harga terjangkau melalui pemberian subsidi dari pemerintah.

4.4.2 Analisis Cochran Q Test

Salah satu metode untuk menentukan atribut yang dianggap penting adalah metode Cochran Q Test. Menurut Rangkuti (2008), Cochran Q Test merupakan uji variabel dengan bentuk data nominal atau untuk informasi dalam bentuk terpisah dua (dikotomi). Metode ini digunakan untuk mengeluarkan atribut-atribut yang dinilai tidak sah berdasarkan kriteria statistik yang dipakai dan tidak ada unsur subjektivitas peneliti didalamnya. Pada metode ini menggunakan bentuk kuisioner tertutup atau berstruktur dengan pilihan jawaban “Ya” dan Tidak”. Kuisioner pendahuluan diujikan pada 30 orang untuk memenuhi syarat pengujian atribut Cochran yang dilakukan terhadap responden (Umar, 2000).

Daftar atribut benih padi hibrida yang diajukan pada kuisioner pendahuluan ditampilkan pada Tabel 4. Atribut-atribut yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh berdasarkan acuan dari penelitian terdahulu, eksplorasi langsung ke petani di Kecamatan Cigombong, dan Sularjo (Pemulia Tanaman Padi pada Balai Penelitian Tanaman Padi Inlipta Muara Bogor). Menurut Rangkuti (2008), hasil kuisioner pendahuluan diuji menggunakan Cochran Q Test dengan tahapan sebagai berikut:

1. Hipotesis atas atribut yang akan diuji, yaitu :

Ho : Semua atribut yang memberikan hasil yang sama


(33)

33 2. Mencari Q hitung dengan rumus sebagai berikut :

Qhit =

(

)

∑ ∑

−               − − n i n i k k i R k C C k k 2 2 1 1 2 1 1 1 Dimana :

K = Jumlah atribut

C = Jumlah yang menjawab “ya” dari setiap blok

R = Jumlah yang menjawab “ya” dari semua atribut tiap blok

3. Penentuan Q tabel dengan cara Q tabel diukur dengan α = 0,05 derajat kebebasan (dk) = jumlah atribut -1 dan akan diperoleh dari tabel chi-square distribution (khi-kuadrat).

4. Keputusan, yaitu :

- Jika Qhit > Q tabel maka tolak Ho

- Jika Qhit < Q tabel maka terima Ho, dan pengujian dapat dihentikan yang berarti brand image suatu produk terbentuk dari atribut-atribut sisanya yang belum diuji dan atribut yang terakhir diuji.

4.4.2.1 Atribut-Atribut Hasil Perhitungan Analisis Cochran Q Test

Analisis Cochran dilakukan pada penelitian pendahuluan untuk mengidentifikasi dan menentukan atribut-atribut yang melekat pada benih padi hibrida yang ditanam di persawahan Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor. Uji Cochran ini dilakukan pada 15 atribut yaitu produktivitas, umur tanaman, kerontokan gabah, jumlah anakan produktif, jumlah biji padi per malai, tahan rebah tanaman, benih bersertifikat, tekstur nasi (pulen), rasa nasi, ketahanan terhadap hama dan penyakit, tingkat kebutuhan pupuk anorganik, ketersediaan benih, harga benih, harga jual gabah (GKP), dan pemasaran hasil panen (Lampiran 7).

Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 4 jika nilai Q hitung < Q tabel maka terima H0, sehingga menghasilkan 9 atribut yang dianggap penting serta dipertimbangkan oleh para petani. Atribut-atribut tersebut ialah benih bersertifikat, rasa nasi, tahan rebah tanaman, ketersediaan benih, pemasaran hasil


(34)

34 panen, ketahanan terhadap hama dan penyakit, produktivitas, harga benih, dan yang terkahir harga jual gabah (GKP). Sembilan atribut ini akan dipergunakan sebagai atribut-atribut yang dipertanyakan di dalam kuesioner dan dianalisis tingkat kepentingan serta tingkat kinerja pada benih padi tersebut. Sehingga akan mempermudah untuk mengetahui sikap dan kepuasan petani terhadap benih padi hibrida varietas Intani 2.

Tabel 4. Atribut-Atribut pada Analisis Cochran Q Test dan Hasilnya

No Atribut pada Analisis Uji Cochran No Atribut Hasil dari Uji Cochran 1 Produktivitas 1 Produktivitas

2 Umur Tanaman 2 Tahan Rebah Tanaman 3 Kerontokan Gabah 3 Benih Bersertifikat 4 Jumlah Anakan Produktif 4 Rasa Nasi

5 Jumlah Biji Padi Per Malai 5 Ketahanan terhadap Hama dan Penyakit

6 Tahan Rebah Tanaman 6 Ketersediaan Benih 7 Benih Bersertifikat 7 Harga Benih

8 Tekstur Nasi 8 Harga Jual Gabah (GKP) 9 Rasa Nasi 9 Pemasaran Hasil Panen 10 Ketahanan terhadap Hama dan

Penyakit

11 Tingkat Kebutuhan Pupuk Anorganik

12 Ketersediaan Benih 13 Harga Benih

14 Harga Jual Gabah (GKP) 15 Pemasaran Hasil Panen

4.4.3 Analisis Multiatribut Fishbein

Metode yang digunakan untuk mengukur sikap yaitu model sikap multiatribut fishbein. Menurut Sumarwan (2002), model multiatribut sikap dari fishbein menjelaskan bahwa sikap konsumen terhadap suatu objek (produk atau merek) sangat ditentukan oleh sikap konsumen terhadap atribut-atribut yang dievaluasi. Model tersebut menjelaskan secara singkat bahwa sikap seorang konsumen terhadap suatu objek akan ditentukan oleh sikapnya terhadap berbagai atribut yang dimiliki oleh objek tersebut. Model multiatribut menekankan adanya saliance of attributes. Saliance ialah tingkat kepentingan yang diberikan konsumen kepada sebuah atribut. Model ini mampu untuk memberikan suatu informasi mengenai persepsi petani sebagai konsumen terhadap benih padi hibrida varietas Intani 2 yang dibandingkan dengan padi inbrida Varietas Ciherang. Selain


(35)

35 itu, model ini lebih sederhana dalam penggunaan data yang ada, serta adanya kemudahan dalam melakukan pengisian kuisioner ataupun proses analisisnya.

Model sikap multiatribut fishbein mengidentifikasi bagaimana konsumen mengkombinasikan kepercayaan diri konsumen mengenai evaluasi atribut produk sehingga akan membentuk sikap terhadap berbagai merek alternatif. Jika sikap konsumen bersifat positif maka produk akan diterima oleh konsumen dan sebaliknya apabila negatif maka konsumen akan menolak. Model sikap ini didasarkan pada sebuah perangkat kepercayaan mengenai atribut objek yang diberi bobot oleh evaluasi terhadap atribut. Menurut Sumarwan (2002), secara simbolis model sikap Fishbein diformulasikan dalam bentuk :

Ao =

=

n

i

i ie

b

1

Dimana :

Ao : Sikap terhadap objek

bi : Kekuatan kepercayaan bahwa objek tersebut memilki atribut –i

ei : Evaluasi mengenai atribut –i

n : Jumlah atribut yang dimiliki objek

Model tersebut menggambarkan bahwa sikap konsumen terhadap suatu produk atau merek sebuah produk ditentukan oleh dua hal yaitu (1) kepercayaan terhadap atribut yang dimiliki produk atau merek (komponen bi), dan (2) evaluasi

pentingnya atribut dari produk tersebut (komponen ei). Komponen ei atau

evaluasi adalah evaluasi baik atau buruknya suatu atribut atau menggambarkan pentingnya suatu atribut bagi konsumen. Menggambarkan evaluasi atribut, diukur pada sebuah 5 angka skala yang berjajar mulai dari sangat tidak penting (-2) hingga sangat penting (+2). Contoh komponen ei pada atribut produktivitas padi:

Produktivitas Padi

Sangat tidak penting -2 -1 0 +1 +2 Sangat penting

Komponen bi menggambarkan seberapa kuat petani padi percaya bahwa

padi hibrida varietas Intani 2 dan padi inbrida varietas Ciherang memiliki atribut yang diberikan. Kepercayaan akan diukur pada sebuah 5 angka skala, hasil


(36)

36 pelaksanaan atribut yang berjajar dari negatif 2 hingga positif 2. Contoh komponen bi pada aribut produktivitas padi :

Produktivitas Padi

Sangat rendah -2 -1 0 +1 +2 Sangat tinggi

Estimasi sikap pada setiap objek menggunakan indeks ∑ b i ei dengan cara

mengalikan setiap skor kepercayaan dengan skor evaluasi yang sesuai. Penilaian akhir dari semua atribut pada setiap varietas akan berupa suka atau tidak suka, tahan atau tidak tahan, setuju atau tidak setuju dan sebagainya.

4.4.4 Customer Satisfaction Index

Indeks kepuasan pelanggan atau Customers Satisfaction Index merupakan salah satu alat ukur yang dapat digunakan untuk mendukung peneliti agar mengetahui tingkat kepuasan petani secara menyeluruh dengan melihat tingkat kepentingan dari seluruh atribut benih padi hibrida. Tahapan pengukuran CSI terdiri dari empat tahapan perhitungan (Starford 2004, diacu dalam Chanifah 2009) antara lain :

1. Weight Factors (WF), ialah suatu fungsi dari Mean Importance Score (MISi) masing-masing indikator atau atribut dalam bentuk persentase yang berasal dari total Mean Importance Score (MIS-t) dari semua atribut yang diuji.

Weight Factors (WF) = MISt MISi

Dimana i = atribut ke-i

2. Weight Score (WS), ialah fungsi dari Mean Satisfaction Score (MSS) yang dikalikan dengan Weighting Factors (WF)

WS = MSS x WF

3. Weight Average Total (WAT), ialah fungsi dari total Weight Score (WS) dari semua atribut.

WAT = WS1 + WS2 + …..+ WS ke-i

4. Costumers Satisfaction Index (CSI), ialah fungsi dari Waighted Average (WA) dibagi Highest Scale (HS).


(37)

37 CSI = HS ×100%

WA

Indeks kepuasan konsumen mempergunakan suatu rentang skala untuk menunjukan kriteria tingkat kepuasan konsumen terhadap sebuah produk. Rentang skala kepuasan berkisar antara 0% hingga 100%. Menurut Simamora (2002), untuk membuat skala linier numerik dimulai dengan mencari Rentang Skala (RS) dengan rumus sebagai berikut :

RS =

b

n

m

Dimana :

m : Skor tertinggi n : Skor terendah

b : Jumlah kelas atau kategori yang akan disusun

Pada penelitian ini akan menggunakan rentang skala sebagai berikut :

RS = 5 20%

%) 0 % 100 (

= −

Berdasarkan skala rentang di atas maka kriteria kepuasan yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut :

0% <CSI ≤ 20% = sangat tidak puas 20% <CSI ≤ 40% = tidak puas 40% <CSI ≤ 60% = biasa 60% <CSI ≤ 80% = puas

80% <CSI ≤ 100% = sangat puas 4.5 Definisi Operasional

1. Sikap ialah evaluasi secara keseluruhan terhadap suatu produk yang akan dibeli untuk memuaskan kebutuhan.

2. Responden ialah para petani yang menggunakan benih padi hibrida varietas Intani 2 dan Ciherang.


(38)

38 4. Produktivitas ialah suatu rata-rata hasil dari panen aktual gabah kering giling

per hektar.

5. Umur tanaman ialah lamanya atau jumlah hari suatu tanaman mulai tumbuh dari sebar sampai panen.

6. Kerontokan gabah ialah kerontokan yang terjadi pada saat dipukul-pukul.

7. Jumlah anakan produktif ialah banyaknya anakan yang mampu tumbuh dan mampu berproduksi menghasilkan bunga dan gabah yang bernas.

8. Tahan rebah tanaman ialah kekuatan ketegakan yang dimiliki oleh suatu tanaman pada saat masuk dalam fase masak biji serta kekuatan dari hembusan angin yang diukur dengan cara melihat posisi ketegakan tanaman pada semua plot.

9. Benih bersertifikat adalah benih yang sudah memperoleh sertifikasi dari pemerintah

10.Tekstur nasi (pulen) ialah tingkat kepulenan atau keperaan nasi yang dihasilkan oleh varietas.

11.Rasa nasi adalah rasa nasi dari varietas padi dan lebih tergantung pada selera konsumen.

12.Ketahanan hama dan penyakit ialah suatu kemampuan genetik yang dimiliki oleh setiap varietas padi dalam mempertahankan diri dari berbagai serangan organisme pengganggu tanaman baik hama ataupun penyakit.

13.Tingkat kebutuhan pupuk Anorganik ialah jumlah optimal dari suatu kebutuhan pupuk anorganik yang dibutuhkan oleh suatu varietas padi.

14.Ketersediaan benih ialah ada atau tidaknya dan mudah atau sulitnya petani dalam memperoleh benih yang diinginkan pada saat masa tanam.

15.Harga benih ialah harga yang dikeluarkan oleh para petani untuk membeli benih sebagai bahan input produksi.


(39)

39 16.Harga jual gabah (GKP) ialah harga yang telah diterima oleh petani pada saat

menjual gabah kering panen atau sesaat setelah panen dilaksanakan.

17.Pemasaran hasil panen adalah mudah atau tidaknya hasil panen untuk dijual ke tengkulak maupun ke tempat penggilingan padi.


(40)

40 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1 Kondisi Geografis Kecamatan Cigombong

Kecamatan Cigombong adalah salah satu daerah di wilayah Kabupaten Bogor yang berjarak 30 km dari Ibu Kota Kabupaten, 120 km dari Ibu Kota Provinsi, dan 60 km dari Ibu Kota Negara serta terletak di sebelah selatan Kabupaten Bogor dengan diapit oleh dua gunung yaitu Gunung Pangrango dan Gunung Salak. Kecamatan Cigombong memiliki kondisi bentangan lahan daratan dan berbukit, terletak pada ketinggian 536 meter dpl dengan curah hujan rata-rata 2.150 – 2.650 mm per tahun dan suhu antara 24○ C – 31○ C. Batas wilayah Kecamatan Cigombong, yaitu :

- Sebelah utara : Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor - Sebelah selatan : Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi - Sebelah barat : Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor - Sebelah Timur : Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor

Kecamatan Cigombong disebut sebagai suatu wilayah pengembangan pertanian, dimana padi ialah tanaman pangan yang telah memberikan dampak yang positif yaitu pemasukan cukup besar bagi Kecamatan Cigombong dengan rata-rata 3.229,6 ton per hektar. Selain padi, produksi pertanian tanaman pangan lainnya yang menonjol adalah palawija seperti jagung, ubi kayu, kacang tanah, kacang panjang, ubi jalar, dan mentimun. Sedangkan untuk produksi buah-buahan yang menonjol ialah pepaya, mangga, belimbing, alpukat, dan jeruk.

Kecamatan Cigombong memiliki 9 desa (Desa Cigombong, Desa Watesjaya, Desa Tugujaya, Desa Ciburuy, Desa Srogol, Desa Cisalada, Desa Ciadeg, Desa Ciburayut, dan Desa Pasirjaya ), 80 RW, 287 RT, dan 21.562 Kepala Keluarga. Selain itu, Kecamatan Cigombong memiliki luas wilayah meliputi 4.402,519 hektar yang terdiri dari 2 hektar sawah dengan sistem irigasi teknis; 210,8 hektar sawah dengan sistem pengairan setengah teknis; 276,662 hektar sawah dengan sistem irigasi sederhana; 50 hektar sawah tadah hujan; 312,5 hektar tegalan atau kebun; 51,5 ladang atau huma; 95 hektar perkebunan; 19,3 hektar perikanan darat atau air tawar; dan sisa lahan lainnya digunakan untuk


(41)

41 fasilitas umum, pemakaman serta pemukiman (Monografi Kecamatan Cigombong, 2011).

5.2 Keadaan Sosial dan Ekonomi Penduduk Kecamatan Cigombong Kecamatan Cigombong memiliki penduduk yang cukup banyak dimana jumlah penduduk pada akhir desember 2010 adalah sebesar 82.042 jiwa, terdiri dari laki-laki sebanyak 41.848 jiwa dan perempuan sebanyak 40.194 jiwa. Sedangkan untuk angkatan kerja penduduk terdiri dari 50.519 jiwa termasuk dalam usia produktif dan 16.580 jiwa termasuk dalam usia tidak produktif dengan rata-rata kepadatan penduduk sebesar 1.270,76 Jiwa/Km2 serta rata-rata penyebaran penduduk sebesar 580 jiwa/km2.

Peningkatan kesejahteraan masyarakat pada suatu wilayah sangat tergantung pada keagamaan, kesehatan dan pendidikan. Kegiatan keagamaan di Kecamatan Cigombong berjalan dengan baik dengan penganut agama yang beragam dan sarana ibadah yang tersebar cukup banyak. Sedangkan untuk kesehatan, perilaku hidup bersih dan sehat di sebagian wilayah masih belum membudaya, seperti 45 persen tenaga kesehatan masih ditangani oleh dukun paraji serta masih tingginya penyakit endemis (demam berdarah, hepatitis, dan diare). Hal penting lainnya dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat ialah pendidikan. Sebagian besar penduduk di Kecamatan Cigombong memiliki tingkat pendidikan tamat SD atau sederajat sebesar 24.250 jiwa, sebanyak 13.375 jiwa merupakan lulusan SMP atau sederajat, sebanyak 9.698 jiwa merupakan lulusan SMA atau sederajat, sebanyak 1.045 jiwa merupakan lulusan D1, sebanyak 1.457 jiwa merupakan lulusan D2, sebanyak 289 jiwa merupakan lulusan D3, sebanyak 8 jiwa merupakan lulusan D4, sebanyak 107 jiwa merupakan lulusan S1, dan sebanyak 18 jiwa merupakan lulusan S2.

Kondisi perekonomian suatu kecamatan harus didukung oleh adanya sarana dan prasarana yang menunjang, karena sarana dan prasarana tersebut merupakan suatu aspek pendukung dalam kemajuan suatu kecamatan, seperti tersedianya jaringan transportasi, irigasi air, jaringan listrik, jaringan telekomunikasi, dan yang terpenting ialah sumberdaya manusia. Mayoritas penduduk di Kecamatan Cigombong bekerja di bidang pertanian yaitu sebanyak 10.680 jiwa yang terdiri dari 4.800 jiwa pemilik tanah, 2.130 petani atau


(1)

82 Lampiran 5. Sebaran Motivasi Petani terhadap Benih Padi Hibrida Varietas

Intani 2 Indikator

Skor Nilai

Modus

1 2 3 4 5

N % N % N % N % N %

Menanam benih padi hibrida

Varietas Intani 2 karena dapat memberikan hasil panen yang lebih tinggi

5 11,63 36 83,72 1 2,32 1 2,32 - - Tidak Setuju

Menanam benih padi hibrida

Varietas Intani 2 karena dapat meningkatkan pemenuhan kebutuhan hidup keluarga

3 6,98 38 88,37 2 4,56 - - - - Tidak Setuju

Menanam benih padi hibrida

Varietas Intani 2 karena dapat memperoleh keuntungan yang lebih tinggi

4 9,30 38 88,37 1 2,32 - - - - Tidak Setuju

Menanam benih padi hibrida

Varietas Intani 2 karena memiliki waktu panen yang lebih cepat

- - 22 51,16 16 37,21 5 11,63 - - Tidak Setuju

Menanam benih padi hibrida

Varietas Intani 2 karena memiliki kualitas padi yang lebih baik

4 9,30 38 88,37 - - 1 2,32 - - Tidak Setuju

Menanam benih padi hibrida


(2)

83 Varietas Intani

2 karena hanya sekedar mengikuti petani lainnya Menanam benih padi hibrida

Varietas Intani 2 karena hanya sekedar untuk mengikuti anjuran dari program pemerintah

- - - - 8 18,60 32 74,42 3 6,98 Setuju

Menanam benih padi hibrida

Varietas Intani 2 karena ingin mendapat pengalaman dari

keunggulan teknologi budidaya padi hibrida

- - - - 13 30,23 27 62,79 3 6,98 Setuju

Menanam benih padi hibrida

Varietas Intani 2 memiliki kemudahan di dalam

penggunaan benih padi hibrida

1 2,32 20 46,51 18 41,86 4 9,30 - - Tidak Setuju

Kesimpulan 1 4,39 197 50,90 69 17,83 97 25,06 7 1,81 Tidak


(3)

84 Lampiran 6. Populasi Petani Padi Hibrida di Kecamatan Cigombong Tahun 2010

No Nama Petani Kelompok Tani Desa

1 H. Zakaria Tunas Inti Desa Ciburuy

2 Jaya Tunas Inti Desa Ciburuy

3 Jumena Tunas Inti Desa Ciburuy

4 Wardi Tunas Inti Desa Ciburuy

5 Katin Tunas Inti Desa Ciburuy

6 Erik Manunggal Jaya Desa Ciburuy 7 Emang Manunggal Jaya Desa Ciburuy 8 Ma’rup Manunggal Jaya Desa Ciburuy 9 Uen Manunggal Jaya Desa Ciburuy 10 Entur Manunggal Jaya Desa Ciburuy 11 Aripin Manunggal Jaya Desa Ciburuy 12 Mulyadi Manunggal Jaya Desa Ciburuy 13 Entong Manunggal Jaya Desa Ciburuy 14 Ayub Manunggal Jaya Desa Ciburuy 15 Jaka Manunggal Jaya Desa Ciburuy 16 Pei Manunggal Jaya Desa Ciburuy 17 Uci Manunggal Jaya Desa Ciburuy 18 Ujang Manunggal Jaya Desa Ciburuy 19 Upay Manunggal Jaya Desa Ciburuy 20 Andri Manunggal Jaya Desa Ciburuy 21 Handi Harapan Maju Desa Pasir Jaya 22 Khoer Harapan Maju Desa Pasir Jaya 23 Enjang Harapan Maju Desa Pasir Jaya 24 Jaya Harapan Maju Desa Pasir Jaya 25 Rahmat Harapan Maju Desa Pasir Jaya 26 Hikorni Harapan Maju Desa Pasir Jaya 27 Mad Harapan Maju Desa Pasir Jaya 28 Maman Harapan Maju Desa Pasir Jaya

29 Dudi Silih Asuh Desa Srogol

30 Puri Silih Asuh Desa Srogol

31 H. Ahmad Silih Asuh Desa Srogol

32 Encin Silih Asuh Desa Srogol

33 H. Taufik Silih Asuh Desa Srogol 34 Saefudin Silih Asuh Desa Srogol

35 Utad Silih Asuh Desa Srogol

36 Bakri Silih Asuh Desa Srogol

37 Murha Silih Asuh Desa Srogol

38 Atang Silih Asuh Desa Srogol

39 Daman Silih Asuh Desa Srogol

40 Nana Silih Asuh Desa Srogol

41 Toto Silih Asuh Desa Srogol

42 H. Anda Silih Asuh Desa Srogol

43 Culi Silih Asuh Desa Srogol


(4)

85 Lampiran 7. Hasil Perhitungan Analisis Cochran Q Test (n=30)

No Atribut

Proporsi jawaban “Ya”

Qhitung Qtabel Keputusan 1 Jumlah Biji Padi per Malai 1 282.06 23.68 Tolak H0 2 Umur Tanaman 3 248.38 22.36 Tolak H0 3 Tekstur Nasi (Pulen) 4 220.39 21.03 Tolak H0 4 Tingkat Kebutuhan Pupuk

Anorganik 4 188.51 19.68 Tolak H0 5 Kerontokan Gabah 7 147.67 18.31 Tolak H0 6 Jumlah Anakan Produktif 9 103.81 16.92 Tolak H0 7 Benih Bersertifikat 26 12.72 15.51 Terima H0 8 Rasa Nasi 26 10.93 14.07 Terima H0 9 Tahan Rebah Tanaman 27 8.09 12.59 Terima H0 10 Ketersediaan Benih 28 5.80 7.81 Terima H0 11 Pemasaran Hasil Panen 28 5.33 9.49 Terima H0 12 Ketahanan terhadap Hama

dan Penyakit 29 3.00 7.81 Terima H0

13 Produktivitas 30 - - Terima H0

14 Harga Benih 30 - - Terima H0

15 Harga Jual Gabah (GKP) 30 - - Terima H0 Keterangan :

n = Jumlah Sampel

-

= The Cochran Test For Produktivitas, Harga Benih, Harga Jual Gabah (GKP) is not performed because all variables are not dichotomous with the same values.

*Jika Qhitung > Qtabel maka Tolak H0

*Jika Qhitung < Qtabel maka Terima H0 (pengujian dihentikan yang berarti brand image suatu produk terbentuk dari atribut-atribut sisanya yang belum diuji dan atribut yang terakhir diuji).


(5)

RINGKASAN

GUNA GUSTANA ABDURACHMAN. Analisis Sikap dan Kepuasan Petani terhadap Benih Padi Hibrida di Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan FEBRIANTINA DEWI).

Pangan ialah kebutuhan pokok yang mendasar bagi kelangsungan hidup manusia. Jenis tanaman pangan yang utama bagi penduduk Indonesia adalah padi yang selanjutnya dikonsumsi dalam bentuk beras. Menurut Nainggolan (2007) tingkat konsumsi beras penduduk Indonesia adalah 139,15 kg/kapita/tahun, hal itu sudah melebihi rata-rata tingkat konsumsi dunia yaitu sebesar 56,9 kg/kapita/tahun dan dapat diperkirakan kebutuhan konsumsi tahun 2030 sebesar 59 juta ton. Apabila tingkat konsumsi beras tersebut tidak menurun serta tanpa diimbangi oleh perluasan lahan maka akan mengancam ketahanan pangan bagi Indonesia. Solusi terhadap ancaman tersebut, pemerintah mengeluarkan program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) melalui pengembangan dan penerapan benih padi hibrida. Benih padi hibrida yang dijadikan perbantuan ialah benih padi hibrida varietas Intani 2.

Varietas ini merupakan benih padi yang berkualitas, akan tetapi banyak petani yang enggan untuk menanam dan akhirnya luas areal penanaman benih tersebut tidak berkembang dengan pesat di kalangan petani. Oleh karena itu, pemerintah serta para produsen benih padi harus memiliki pengetahuan mengenai perilaku dari para petani. Sehingga penelitian tentang sikap dan kepuasan petani terhadap benih padi hibrida merupakan sesuatu hal yang perlu dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah (1) Menganalisis karakteristik petani di Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor, (2) Menganalisis motivasi dan sikap petani terhadap benih padi hibrida varietas Intani 2 di Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor, dan (3) Menganalisis kepuasan petani terhadap benih padi hibrida varietas Intani 2 di Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor.

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor, yang dilaksanakan pada bulan Juni hingga Agustus 2011. Pemilihan responden dilakukan dengan metode Sensus sebanyak 43 petani responden. Dalam menjawab perumusan masalah penelitian digunakan analisis deskriptif, analisis Cochran, analisis Multiatribut Fishbein, dan Costumers Satisfaction Index.

Berdasarkan hasil analisis deskriptif tentang karakteristik responden, paling banyak petani berada pada kelompok usia ≥ 42 tahun, berjenis kelamin laki-laki, menikah, tingkat pendidikan terbanyak adalah sekolah dasar. Usahatani ini merupakan pekerjaan utama, rata-rata pendapatan antara Rp 500.000 hingga Rp 999.999, dengan lama berusahatani padi dari 11 hingga 20 tahun, lahan yang digunakan sebagian besar menyewa dengan rata-rata luas lahan kurang dari 0,5 ha. Budidaya yang dilakukan sebanyak dua kali dalam setahun dengan pola tanam menggunakan padi secara terus menerus, rata-rata hasil Gabah Kering Panen (GKP) dari benih padi inbrida atau benih padi konvensional yang umumnya ditanam oleh para petani ialah sebesar 5,29 ton/ha, rata-rata harga gabah kering panen (GKP) adalah Rp 2.400/kg, dan varietas yang paling sering digunakan ialah Ciherang.


(6)

Berdasarkan hasil penelitian pada motivasi petani terhadap benih padi hibrida varietas Intani 2 sebagian besar petani responden tidak termotivasi untuk menanam kembali benih padi hibrida varietas Intani 2 sebesar 50,90 persen. Hal tersebut berdasarkan penilaian petani yang menyatakan tidak setuju bahwa menanam benih padi hibrida varietas Intani 2 karena dapat memberikan hasil panen yang lebih tinggi, tidak setuju bahwa benih padi hibrida dapat meningkatkan pemenuhan hidup keluarga dan dapat memperoleh keuntungan yang tinggi, tidak setuju apabila benih padi hibrida Varietas Intani 2 memiliki waktu panen yang lebih cepat, tidak setuju jika padi hibrida varietas Intani 2 memiliki kualitas padi yang lebih baik, setuju bahwa para petani menanam benih padi hibrida varietas Intani 2 hanya sekedar mengikuti petani lainnya, dan juga menyatakan setuju bahwa menanam benih padi hibrida varietas Intani 2 hanya sekedar untuk mengikuti anjuran pemerintah, serta menyatakan tidak setuju bahwa menanam benih padi hibrida varietas Intani 2 karena memiliki kemudahan di dalam penggunaan benih padi hibrida.

Hasil analisis Cochran menunjukkan bahwa terdapat sembilan atribut yang dianggap penting dalam memilih benih padi untuk ditanam yaitu benih bersertifikat, rasa nasi, tahan rebah tanaman, ketersediaan benih, pemasaran hasil panen, ketahanan terhadap hama dan penyakit, produktivitas, harga benih, dan yang terkahir harga jual gabah (GKP).

Hasil analisis multiatribut Fishbein menunjukkan total nilai sikap yang diperoleh benih padi hibrida varietas Intani 2 dan benih padi inbrida varietas Ciherang ialah sebesar -7,59 dan 9,88. Semakin besar total skor sikap maka benih tersebut semakin dapat memenuhi harapan dan keinginan petani. Sehingga berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa petani lebih menyukai benih padi inbrida varietas Ciherang dari pada benih padi hibrida varietas Intani 2.

Hasil analisis Costumers Satisfaction Index (CSI) menunjukkan bahwa benih padi hibrida varietas Intani 2 memperoleh skor sebesar 49,59 persen yang dianggap termasuk dalam kategori biasa atau netral. Sedangkan CSI pada benih padi inbrida varietas Ciherang ialah 75,87 persen atau termasuk kedalam kategori puas.

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti memberikan beberapa saran yaitu produsen sebaiknya memperbaiki kinerja pada benih padi hibrida varietas Intani 2, agar kedepannya dapat menghasilkan benih padi hibrida yang lebih unggul dari sebelumnya dan diminati oleh para petani karena pada saat ini benih tersebut memiliki produktivitas yang rendah dan rentan terhadap virus tungro serta hama keong. Selain itu, sebaiknya perusahaan (PT BISI) dapat bersaing dari segi kualitas benih yang sebanding dengan harganya yang sangat mahal yaitu sebesar Rp 50.000/kg, sehingga tidak mengecewakan para petani. Kemudian selaku produsen benih harus mampu mendistribusikan benih padi hibrida varietas Intani 2 di tingkat pasar atau kios-kios pertanian, agar dapat mempermudah petani dalam memperoleh benih padi tersebut. Disamping itu, para peneliti ataupun pemulia tanaman yang berasal dari pihak swasta maupun pemerintah harus memproduksi benih padi hibrida yang memiliki produktivitas tinggi, dan tahan terhadap hama serta penyakit.