FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SIKAP PETANI TERHADAP PENGGUNAAN BENIH PADI HIBRIDA PADA PROGRAM BANTUAN LANGSUNG BENIH UNGGUL PADI HIBRIDA DI KECAMATAN KARANGANYAR KABUPATEN KARANGANYAR

(1)

commit to user

i

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

SIKAP PETANI TERHADAP PENGGUNAAN BENIH PADI HIBRIDA PADA PROGRAM BANTUAN LANGSUNG BENIH UNGGUL (BLBU)

PADI HIBRIDA DI KECAMATAN KARANGANYAR KABUPATEN KARANGANYAR

SKRIPSI

Oleh: RETNO WURI W

H0407062

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(2)

commit to user

ii

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

SIKAP PETANI TERHADAP PENGGUNAAN BENIH PADI HIBRIDA PADA PROGRAM BANTUAN LANGSUNG BENIH UNGGUL (BLBU)

PADI HIBRIDA DI KECAMATAN KARANGANYAR KABUPATEN KARANGANYAR

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana Pertanian

di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta Jurusan/ Program Studi Penyuluhan Dan Komunikasi Pertanian

Disusun Oleh : RETNO WURI W

H 0407062

Dosen Pembimbing:

1. Dr. Sapja Anantanyu, SP, MSi

2. Bekti Wahyu Utami, SP, MSi

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(3)

commit to user

iii

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Sikap Petani Terhadap Penggunaan Benih Padi Hibrida Pada Program Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) Padi Hibrida Di Kecamatan Karanganyar

Kabupaten Karanganyar yang dipersiapkan dan disusun oleh Retno Wuri W

H 0407062

telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal :

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Tim Penguji

Surakarta, Mengetahui

Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS NIP. 19560225 198601 1001 Ketua

Dr. Sapja Anantanyu, SP, MSi NIP. 19681227 199403 1002

Anggota I

Bekti Wahyu Utami, SP, MSi NIP. 19780715 200112 2001

Anggota II

Agung Wibowo, SP, MSi 19760226 200501 1003


(4)

commit to user

iv

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat, Hidayah, dan Nikmat kesehatan yang diberikan sehingga penulis dapat

melaksanakan dan menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul ”Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Sikap Petani Terhadap

Penggunaan Benih Padi Hibrida Pada Program Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) Padi Hibrida Di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar”. Terselesaikannya penulisan skripsi ini juga tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS, selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Dwiningtyas Padmaningrum, SP, MSi selaku Ketua Jurusan Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Fakultas Pertanian Sebelas Maret Surakarta.

3. Dwiningtyas Padmaningrum, SP, MSi selaku Ketua Komisi Sarjana Jurusan Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta

4. Dr. Sapja Anantanyu, SP, MSi selaku pembimbing utama yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skipsi ini.

5. Bekti Wahyu Utami, SP, MSi selaku pembimbing pendamping sekaligus Pembimbing Akademik yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi.

6. Agung Wibowo, SP, MSi selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan masukan, saran, dan kritikan yang membangun sehingga penyu0sunan skripsi menjadi lebih baik.

7. Seluruh karyawan Jurusan Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta atas kemudahan dalam menyelesaikan administrasi penulisan skripsi.

8. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Karanganyar yang telah memberikan bantuannya dalam pengumpulan data.


(5)

commit to user

v

9. Kepala BPP dan Penyuluh Pertanian Lapang (PPL) Kecamatan Karanganyar yang telah memberikan bantuan dan informasi dalam pengumpulan data. 10. Ketua Gapoktan Kecamatan Karanganyar (Alm. Sutarno Yudoko) yang telah

memberikan informasi kepada penulis.

11. Kelompok Tani Makarti Tani IV, Rukun Tani IV, Makaryo Tani, Tani Makmur I, Subur Makmur IV dan Ngudi Mulyo III, yang telah memberikan informasi kepada penulis.

12. Keluarga tercinta, terima kasih atas kasih sayang, perhatian, nasehat, dukungan dan doanya.

13. Rahadian Yasin, terima kasih atas dukungan, motivasi, semangat dan bantuannya.

14. Dina, Febri, Dewi, Ida, Nurul, Sofa, Arum, Alda, Ratih, Oktin, Pasol, Susi, Mba Fitri yang telah bersedia membantu dan memberi dukungan kepada penulis.

15. Teman-teman PKP 2007 terima kasih atas bantuan, motivasi dan dukungan kepada penulis.

16. Kakak-kakak tingkat PKP 2006 terima kasih atas bantuan dan dukungan kepada penulis.

17. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan menambah pengetahuan baru bagi yang memerlukan.

Surakarta, Juli 2011


(6)

commit to user

vi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

RINGKASAN ... xii

SUMMARY ... xiii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Kegunaan Penelitian ... 6

II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 7

B. Kerangka Berfikir ... 34

C. Hipotesis Penelitian ... 34

D. Pembatasan Masalah ... 34

E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 35

III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian ... 41

B. Metode Penentuan Lokasi ... 41

C. Jenis dan Sumber Data ... 44

D. Teknik Pengumpulan Data ... 45

E. Metode Analisis Data ... 45

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Geografis ... 48

B. Keadaan Penduduk ... 49

C. Keadaan Pertanian ... 53

D. Keadaan Sarana Perekonomian ... 54

E. Penggunaan Benih Padi Hibrida Pada Program BLBU Padi Hibrida Di Kecamatan Karanganyar ... 56

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Program BLBU Padi Hibrida ... 57

B. Identitas Responden ... 58

C. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Sikap ... 61


(7)

commit to user

vii

E. Hubungan Antara Variabel-Variabel Penelitian Dengan Sikap Petani Terhadap Penggunaan Benih Padi Hibrida Pada Program BLBU Padi Hibrida ... 73

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 84 B. Saran ... 86 DAFTAR PUSTAKA


(8)

commit to user

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Variabel Yang Berhubungan Dengan Sikap ... 38 Tabel 2.2 Sikap Petani Terhadap Penggunaan Benih Padi Hibrida ... 40 Tabel 3.1 Data Kelompok Tani Kecamatan Karanganyar Pada Program

BLBU Padi Hibrida ... 42 Tabel 3.2 Data Jumlah Sampel Sasaran Kelompok Tani Kecamatan

Karanganyar ... 44 Tabel 4.1 Penggunaan Lahan Di Kecamatan Karanganyar ... 49 Tabel 4.2 Keadaan Penduduk Kecamatan Karanganyar Menurut Kelompok

Umur Tahun 2010 ... 49 Tabel 4.3 Keadaan Penduduk Kecamatan Karanganyar Menurut Tingkat

Pendidikan Tahun 2010 ... 51 Tabel 4.4 Keadaan Penduduk Kecamatan Karanganyar Menurut Mata

Pencaharian Tahun 2010 ... 52 Tabel 4.5 Luas Panen dan Produksi Tanaman Pangan Kecamatan

Karanganyar Tahun 2010 ... 54 Tabel 4.6 Keadaan Lembaga Perekonomian Kecamatan Karanganyar Tahun

2010 ... 55 Tabel 5.1 Perbedaan Varietas Bernas, Arize dan Intani 2 ... 58 Tabel 5.2 Identitas Responden ... 60 Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengalaman

Berusahatani Kecamatan Karanganyar ... 63 Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengaruh Orang Lain

Kecamatan Karanganyar ... 65 Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Formal

Kecamatan Karanganyar ... 67 Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Non Formal

Kecamatan Karanganyar ... 68 Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Penggunaan Media


(9)

commit to user

ix

Tabel 5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengaruh Kepercayaan Kecamatan Karanganyar ... 71 Tabel 5.9 Distribusi Petani Berdasarkan Tingkat Sikap Petani Terhadap

Penggunaan Benih Padi Hibrida Kecamatan Karanganyar ... 72 Tabel5.10 Hubungan Antar Variabel Penelitian Tingkat Pengalaman

Berusahatani, Tingkat Pengaruh Orang Lain, Tingkat Pendidikan Formal, Tingkat Pendidikan Non Formal, Tingkat Penggunaan Media Massa dan Tingkat Pengaruh Kepercayaan Dengan Sikap Petani Terhadap Penggunaan Benih Padi Hibrida Pada Program BLBU Padi Hibrida ... 76


(10)

commit to user

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir Variabel-Variabel Yang Berhubungan Dengan Sikap Petani Terhadap Penggunaan Benih Padi Hibrida Pada Program BLBU Padi Hibrida di Kecamatan Karanganyar .. 34 Gambar 5.1 Mekanisme Penetapan Kelompok Tani Penerimaan BLBU ... 59


(11)

commit to user

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kuisioner Penelitian ... 94

Lampiran 2 : Identitas Responden ... 104

Lampiran 3 : Variabel X ... 107

Lampiran 4 : Variabel Y ... 109

Lampiran 5 : Correlations ... 111

Lampiran 6 : Frequency ... 113

Lampiran 7 : Foto-Foto Kegiatan Penelitian ... 114

Lampiran 8 : Peta Daerah Penelitian ... 115


(12)

commit to user

xii RINGKASAN

Retno Wuri W, H 0407062 ”FAKTOR-FAKTOR YANG

BERHUBUNGAN DENGAN SIKAP PETANI TERHADAP

PENGGUNAAN BENIH PADI HIBRIDA PADA PROGRAM BANTUAN

LANGSUNG BENIH UNGGUL (BLBU) PADI HIBRIDA DI

KECAMATANKARANGANYAR KABUPATEN KARANGANYAR”.

Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dibawah bimbingan Dr. Sapja Anantanyu, SP, MSi dan Bekti Wahyu Utami, SP. MSi

Penyediaan pangan yang cukup harus didukung oleh produk hasil tanaman pangan yang cukup pula. Salah satu tantangan paling besar di sektor pertanian saat ini adalah upaya memenuhi kebutuhan konsumsi beras nasional dari produksi dalam negeri. Untuk mendukung upaya peningkatan produktivitas padi serta meringankan beban petani dalam rangka peningkatan benih varietas unggul bermutu dan mendukung peningkatan produktivitas padi, maka pemerintah memberikan bantuan benih varietas unggul bermutu melalui program Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) padi hibrida. Program BLBU padi hibrida dilaksanakan di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar sejak tahun 2008, dengan harapan agar hasil produksi tanaman padi di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar meningkat serta menigkatkan kesadaran petani menggunakan benih unggul.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji (1) Mengkaji sikap petani terhadap penggunaan benih padi hibrida pada program BLBU padi hibrida, (2) Mengkaji faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap petani terhadap penggunaan benih padi hibrida pada program BLBU padi hibrida, (3) Mengkaji hubungan antara faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap, dengan sikap petani terhadap penggunaan benih padi hibrida pada program BLBU padi hibrida. Metode dasar penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan teknik survei. Penelitian berlokasi di Kecamatan Karanganyar dengan responden sebanyak 50 orang yang diambil menggunakan teknik area sampling. Untuk mengetahui hubungan antara variabel penelitian digunakan analisis korelasi Rank Spearman (rs).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap petani terhadap tujuan penggunaan benih padi hibrida pada program BLBU padi hibrida termasuk dalam kategori tinggi yaitu sebanyak 34 orang atau 68 persen, sikap petani terhadap hasil penggunaan benih padi hibrida pada program BLBU padi hibrida tergolong netral yaitu sebanyak 34 orang atau 68 persen dan sikap petani terhadap kualitas penggunaan benih padi hibrida pada program BLBU padi hibrida tergolong tinggi yaitu sebanyak 38 orang atau 76 persen. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengalaman berusahatani, tingkat pengaruh orang lain, tingkat pendidikan formal, dan tingkat pengaruh kepercayaan dengan sikap petani terhadap penggunaan benih padi hibrida pada program BLBU padi hibrida, sedangakan hubungan yang signifikan terdapat antara tingkat pendidikan non formal dan tingkat penggunaan media massa dengan sikap petani terhadap penggunaan benih padi hibrida pd program BLBU padi hibrida.


(13)

commit to user

xiii SUMMARY

Retno Wuri W, H 0407062 "RELATED FACTORS OF FARMER’S ATTITUDE TOWARD HYBRIDA RICE SEED ULITILIZING ON BANTUAN LANGSUNG BENIH UNGGUL (BLBU) IN KARANGANYAR

SUBDISTRICT OF KARANGANYAR REGENCY”. Agriculture Faculty of

Sebelas Maret University. Under guidance of Dr. Sapja Anantanyu, SP, MSi and Bekti Wahyu Utami, SP, MSi.

Adequate supplying of food should be supported by the adequate food production too. The hard defiance in agriculture sector on this time is the effort of fulfiil national rice consumption from domestic’s production. To support this effort of rice productivity improvement and demulcent farmer’s burfen in superior quality of variety seed improvement pregame and support rice productivity improvement, the goverment give superior quality hybrid rice seed trough Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) hybrid rice program. BLBU hybrid rice program seed held in Karanganyar sub district of Karanganyar regency since 2008, it hope to echancing the product of rice and the farmer awareness of using superior seed in Karanganyar sub district of Karanganyar regency.

The purpose of the research are (1) to investigate farmer attitude toward hybrid rice seed utilizing in BLBU hybrid rice program, (2) to investigate the related factors of farmer attitude toward hybrid rice seed utilizing in BLBU hybrid rice program, (3) to investigate the relationship between the hybrid rice utilizing with farmer attitude toward hybrid rice seed utilizing in BLBU hybrid rice program. The base method of the research is quantitave research by using survey technique. The research located in Karanganyar sub district of Karanganyar regency with respondents 50 people taken by area sampling technique. This research using Rank Spearman (rs) correlation, it uses to know the relationship between research variables.

The result of the research show that farmer attitude toward the purpose of hybrid rice seed utilizing on BLBU hybrid rice program belonging to high category, it is 34 people or 68 %, farmer attitude toward the result of hybrid rice seed on BLBU hybrid rice program appertain to netral, it is 34 people or 68 % and farmer attitude toward hybrid rice seed utilizing in BLBU hybrid rice program appertain to high, it is 38 people or 76 %. There is no significant relationship between farming experience, other influence level, formal education level and farmer’s belief with farmer’s attitude toward hybrid rice seed utulizing in BLBU hybrid rice program, whereas the significant relationship contained between non formal education and mass media utilizing with farmer’s attitude toward hybrid rice seed utilizing in BLBU hybrid rice program.


(14)

commit to user

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup atau bekerja pada sektor pertanian. Sebagai negara yang penduduknya banyak maka stabilitas dalam penyediaan tanaman pangan menjadi hal yang penting. Penyediaan pangan yang cukup harus didukung oleh produk hasil tanaman pangan yang cukup pula.

Salah satu tantangan paling besar di sektor pertanian saat ini adalah upaya memenuhi kebutuhan konsumsi beras nasional dari produksi dalam negeri. Konsumsi beras akan terus meningkat seiring dengan laju pertumbuhan penduduk, karena sampai saat ini upaya diversifikasi pangan pokok (sumber karbohidrat) belum membuahkan hasil sebagaimana yang diharapkan. Disisi lain luas lahan tanaman padi semakin sedikit karena pergeseran industrialisasi. Luas pertanaman padi di Indonesia diperkirakan mencapai 11-12 juta ha, yang tersebar di berbagai tipologi lahan seperti sawah (5,10 juta ha), lahan tadah hujan (2,10 juta ha), ladang (1,20 juta ha), dan lahan pasang surut. Lebih dari 90% produksi beras nasional dihasilkan dari lahan sawah dan lebih dari 80% total area pertanaman padi sawah telah ditanami varietas unggul.

Berbagai upaya diprogramkan pemerintah untuk meningkatkan produksi padi secara nasional, yaitu melalui peningkatan mutu intensifikasi yang ditempuh melalui penggunaan benih unggul, khususnya padi hibrida dan padi varietas unggul. Daerah-daerah yang biasa menanam varietas lokal akan terus diusahakan beralih menanam varietas unggul dan pada akhirnya menanam varietas hibrida. Dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan, kendala yang dihadapi antara lain masih rendahnya produktivitas tanaman karena sebagian petani belum menggunakan varietas unggul bermutu dalam budidayanya. Rendahnya produktivitas padi juga dapat disebabkan beberapa faktor di antaranya : daya dukung lahan, infrastruktur, kelangkaan pupuk akibat pola distribusi yang belum optimal, belum menggunakan benih unggul yang


(15)

commit to user

bersertifikat, faktor iklim (curah hujan) yang tinggi, pengendalian OPT (organisme pengganggu tanaman) belum optimal, dan permodalan petani.

Padi inbrida dan padi hibrida mempunyai beberapa perbedaan, yaitu padi inbrida berasal dari galur murni yang melakukan penyerbukan sendiri, turunan benih dapat ditanam kembali, tanaman padi kurang seragam, produksinya rata-rata dan harga lebih murah. Padi hibrida merupakan perkawinan dari dua genotip yang berbeda sifatnya, turunan keduanya tidak busa dibenihkan kembali sehingga harus membeli benih yang baru, tanaman lebih tegak dan seragam, hasil lebih tinggi 20-30% dari padi inbrida serta harga benih lebih mahal karena proses produksinya yang rumit. Berdasarkan penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa kondisi genetik padi inbrida dan hibrida berbeda. Selain itu, teknologi produksi benihnya juga berbeda. Produksi benih padi hibrida lebih jauh rumit daripada produksi padi inbrida, sehingga wajar jika harganya pun lebih mahal.

Kontribusi penggunaan benih varietas unggul bermutu dalam meningkatkan produktivitas, produksi bahkan mutu hasil telah terbukti secara signifikan, antara lain dengan keberhasilan peningkatan produksi komoditas tanaman pangan yang terjadi selama ini. Hasil penelitian lapangan Fakultas Pertanian UGM menunjukan bahwa hasil panen padi hibrida meningkat sekitar 14 persen dibandingkan hasil panen padi IR 64, produksi panen padi hibrida menghasilkan 6,5-7,0 ton per hektar. Sedangakan panen padi IR64 menghasilkan 5,9 ton per hektar (UGM, 2007).

Penyebab rendahnya adopsi benih varietas unggul bermutu salah satunya adalah daya beli dan tingkat kesadaran serta keyakinan petani terhadap manfaat penggunaan benih varietas unggul bermutu masih relative rendah. Untuk mendukung upaya peningkatan produktivitas padi serta meringankan beban petani dalam rangka peningkatan benih varietas unggul bermutu dan mendukung peningkatan produktivitas padi, maka pemerintah memberikan bantuan benih varietas unggul bermutu melalui program Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) padi hibrida. BLBU padi hibrida merupakan program


(16)

commit to user

dari Kementerian Pertanian Republik Indonesia, yang diberikan kepada petani yang tergabung dalam kelompok tani.

Program BLBU padi hibrida dilaksanakan di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar sejak tahun 2008, dengan harapan agar hasil panen padi di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar meningkat serta menigkatkan kesadaran petani menggunakan benih unggul. Akan tetapi kesadaran petani untuk menggunakan benih padi hibrida masih rendah dikarenakan mahalnya harga benih padi. Melalui program BLBU padi hibrida diharapkan petani di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar mau beralih menggunakan benih padi hibrida sehingga dapat meningkatkan hasil panen padi yang berkualitas secara berkelanjutan. Upaya program BLBU padi hibrida dilakukan melalui pemberian benih padi hibrida secara gratis dari pemerintah kemudian langsung disalurkan ke kelompok tani.

Usaha untuk mencapai keberhasilan penggunaan benih hibrida ini sangat diperlukan sikap atau respon yang baik dari petani. Ketika diketahui sikap petani maka pemerintah dapat mempertimbangkan kebijakan apa yang cocok untuk pengembangan penggunaan benih hibrida. Sikap petani yang positif akan membantu keberlangsungan dan kemajuan penggunaan benih padi hibrida, akan tetapi ketika sikap petani negatif maka penggunaan benih padi hibrida akan mengalami hambatan.

Dalam penelitian ini akan mengkaji faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap petani terhadap penggunaan benih padi hibrida pada program Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) padi hibrida di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar. Melalui program BLBU padi hibrida diharapkan ke depan petani di Kecamatan Karanganyar mau beralih menggunakan benih padi hibrida sehingga dapat meningkatkan hasil produksi yang berkualitas secara berkelanjutan. Upaya program BLBU padi hibrida dilakukan melalui pemberian benih padi hibrida secara gratis dari pemerintah kemudian langsung disalurkan ke kelompok tani.


(17)

commit to user

B.Perumusan Masalah

Padi merupakan salah satu tanaman pangan yang memilki peranan penting sebagai bahan pangan, pakan dan industri dalam negeri. Kebutuhan padi setiap tahunnnya cenderung meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan berkembangnya industri pangan dan pakan.

Sejauh ini pengalaman menunjukkan bahwa tingkat produksi tahunan lebih ditentukan oleh areal tanam dari pada tingkat produktivitas. Namun demikian upaya peningkatan produksi melalui peningkatan produktifitas masih terbuka lebar. Untuk mengatasi permasalahan penurunan produktivitas padi, pemerintah melakukan terobosan dalam memproduksi padi dengan inovasi penggunaan benih padi hibrida yang hasil produksinya sangat menjanjikan.

Adapun keuntungan menggunakan benih padi hibrida antara lain tanaman kokoh dan tahan roboh, toleran terhadap hama dan penyakit, kebutuhan benih cukup 15kg/ha, cukup satu bibit per lubang, rasa nasi pulen dan wangi, tinggi tanaman sedang 100-118 cm sehingga tidak mudah rebah, umur panen 115-120 hari setelah semai serta potensi hasil dapat mencapai 12,4 ton (Bayer, 2007). Kendala yang dihadapi petani di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar yaitu mahalnya harga benih padi hibrida, sehingga petani cenderung memilih benih padi lokal dengan alasan harga benih padi terjangkau. Selain itu, petani harus membeli benih baru setiap tanam, karena benih hasil panen sebelumnya tidak dapat dipakai untuk pertanaman berikutnya.

Dari kendala di atas dapat dilihat bahwa sikap petani terhadap penggunaan benih padi hibrida kurang diminati petani. Untuk dapat meningkatkan hasil yang maksimal dan meningkatkan minat petani dalam penggunaan benih padi hibrida maka pemerintah Karanganyar mencanangkan program Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) padi hibrida. Melalui program ini, diharapkan para petani mau beralih menggunakan benih padi hibrida yang diberikan gratis oleh pemerintah. Selain itu, diharapkan setelah program selesai petani mau beralih menggunakan benih padi hibrida tanpa tergantung pemerintah, sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan


(18)

commit to user

mensejahterakan para petani. Demi terwujudnya program ini diperlukan kesadaran petani terhadap penggunaan benih padi hibrida dibandingkan benih padi lokal.

Sikap merupakan proses aktif penggunaan pikiran sehingga menimbulkan tanggapan bahkan dapat membentuk sikap seseorang terhadap suatu rangsangan. Sikap yang terbentuk dalam diri petani akan mempengaruhi cara pandangnya terhadap BLBU padi hibrida dan mempengaruhi tingkat keberhasilan petani dalam penggunaan benih padi hibrida. Ketika petani mempunyai sikap yang positif terhadap penggunaan benih padi hibrida maka akan membantu keberhasilan program BLBU padi hibrida, akan tetapi apabila petani mempunyai sikap yang negatif maka kemungkinan akan menghambat keberlangsungan program BLBU padi hibrida. Sikap petani merupakan salah satu ukuran keberhasilan dari suatu program, agar program dapat berjalan sesuai tujuan maka perlu diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap petani dalam penggunaan benih padi hibrida.

Dari uraian di atas maka timbul beberapa permasalahan yang nantinya akan dikaji dalam penelitian ini, antara lain :

1. Bagaimana sikap petani terhadap penggunaan benih padi hibrida di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar pada program Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) padi hibrida ?

2. Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan sikap petani terhadap penggunaan benih padi hibrida pada program Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) padi hibrida di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar ?

3. Bagaimana hubungan antara faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap, dengan sikap petani terhadap penggunaan benih padi hibrida di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar pada program Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) padi hibrida ?


(19)

commit to user

C.Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengkaji sikap petani terhadap penggunaan benih padi hibrida di Kecamatan Karanganyar pada program Bantuan Langsung Benih Unggul

(BLBU) padi hibrida.

2. Mengkaji faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan sikap petani terhadap penggunaan benih padi hibrida pada program Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) padi hibrida di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar.

3. Mengkaji hubungan antara faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap, dengan sikap petani terhadap penggunaan benih padi hibrida di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar pada program Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) padi hibrida.

D.Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berkut :

1. Bagi peneliti, hasil penelitian ini sangat bermanfaat untuk menambah wawasan dan merupakan salah satu syarat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.

2. Bagi pemerintah dan instansi terkait, diharapkan dapat menjadi bahan informasi dan landasan untuk menentukan kebijakan yang terkait dengan pengembangan program Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) padi hibrida.

3. Bagi peneliti lain, dapat dipergunakan sebagai referensi dalam penelitian sejenis selanjutnya.

4. Bagi petani di Kecamatan Karanganyar, dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengembangkan budidaya padi hibrida.


(20)

commit to user

7

II. LANDASAN TEORI

A.Tinjauan Pustaka

1. Pembangunan Pertanian

Pembangunan merupakan usaha yang dilakukan oleh masyarakat dalam rangka untuk meningkatkan taraf hidup melalui modernisasi, industrialisasi untuk memajukan keadaan sosial termasuk keadilan yang lebih besar, kebebasan dan kualitas terhadap lingkungannya. Pembangunan berarti membangkitkan masyarakat di negara-negara sedang berkembang dari keadaan kemiskinan, pengangguran, dan ketidakpastian sosial (Nasution, 2004).

Tiga kebiasaan mental yang sangat penting bagi pembangunan pertanian. Pertama adalah kebiasaan melakukan pengukuran, berpikir dan menghitung jumlah (kuantitatif). Kebiasaan ini membuat seseorang dalam menilai suatu hasil panen misalnya, tidak merasa puas dengan hanya menyebutkannya panen yang ”baik”, tetapi masih terus bertanya seberapa baikkah panen itu jika dinyatakan dalam jumlah kilogram, bau atau patok. Kedua adalah selalu bertanya mengapa, mengapa tanah ini tidak sesubur tanah itu? Ketiga adalah kebiasaan untuk terus mencari alternatif lain, mencari cara lain untuk melakukan sesuatu yang harus dilakukan. Selalu mencari alternatif lain dapat dipupuk menjadi suatu kebiasaan, sama hal nya dengan kebiasaan untuk melakukan sesuatu dengan cara yang tetap sama (Mosher, 1978).

Kemajuan keadaan sosial akan terwujud dengan adanya pembangunan pertanian mencakup banyak kegiatan yang beraneka ragam yang semuanya itu dimaksudkan untuk meningkatkan taraf hidup petani. Perwujudannya dapat beraneka ragam seperti misalnya pelayanan-pelayanan penyuluhan, bantuan teknis, sampai dengan proyek-proyek yang dimaksudkan untuk meningkatkan taraf hidup petani. Selain itu perlu adanya proses-proses dimana usaha-usaha dari orang-orang itu sendiri disatukan dengan usaha pemerintah untuk memperbaiki keadaan sosial ekonomi, dan kultur


(21)

commit to user

masyarakat, menyatukan masyarakat itu menyumbangkan secara penuh bagi kemajuan nasional (Slamet, 1993).

Dewangga (1995) berpendapat bahwa pembangunan pertanian bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat tani yang merupakan sebagian besar penduduk Indonesia dan tinggal di pedesaan. Meningkatkan taraf hidup petani dan masyarakat petani dan masyarakat pedesaan dapat dicapai dengan meningkatkan produktivitas usahatani. Untuk dapat mengelola usahataninya secara efisien diperlukan adanya perubahan perilaku petani untuk mampu bertani dengan baik dan berusahatani lebih menguntungkan.

Pembangunan akan memberikan harapan dengan hasil yang optimal, jika penyuluhan pertanian dilakukan secara baik. Karena penyuluhan pertanian merupakan ujung tombak pembangunan pertanian. Pelaksanaan penyuluhan yang baik dengan disertai dengan sistem pelayanan yang teratur akan menjadi jaminan yang efektif untuk tercapainya tujuan pembangunan itu sendiri. Inti kegiatan penyuluhan pertanian adalah komunikasi gagasan yang inovatif maupun produk teknologi yang inovatif yang dapat memberikan nilai ekonomis yang lebih baik kapada petani dan keluarganya (Levis, 1996).

2. Sikap

a. Pengertian Sikap

Sikap dapat didefinisikan sebagai perasaan, pikiran dan kecenderungan seseorang yang kurang lebih bersifat permanen mengenai aspek-aspek tertentu dalam lingkungannya. Komponen-komponen sikap adalah pengetahuan, perasaan-perasaan dan kecenderungan untuk bertindak. Lebih mudahnya, sikap adalah kecondongan evaluasi terhadap suatu objek atau subjek yang memiliki konsekuensi yakni bagaimana

seseorang berhadap-hadapan dengan objek sikap (Van den Ban dan Hawkins, 2007).

Sikap dapat diungkapkan melalui reaksi baik perkataan maupun perbuatan, reaksi tersebut dapat meliputi rasa suka dan tidak suka,


(22)

commit to user

mendekati atau menghindari situasi, benda, orang, kelompok dan aspek lingkungan yang dapat dikenal lainnya, termasuk gagasan abstrak dan kebijakan sosial. Sikap sangat terkait dengan kognisi khususnya dengan keyakinan tentang sifat benda lebih lanjut. Sikap juga terkait dengan

tindakan yang kita ambil berkaitan dengan benda tersebut (Alkinson et all, 1991).

Attitude is a mental and neural state of readiness, organized through experience, exerting a directive or dynamic influence upon the individuals response to all object and situations with which it is related.

Menurut G. W. Allport (1935) dalam Taylor (1997), sikap adalah suatu mental dan status kesiapsiagaan, yang diorganisir melalui pengalaman, menggunakan suatu pengaruh yang dinamik ketika individu menjawab semua obyek dan situasi yang terkait.

Sikap ditunjukkan oleh luasnya rasa suka atau tidak suka terhadap sesuatu. Sesuatu tersebut adalah obyek sikap. Mengukur sikap seseorang adalah mencoba untuk menempatkan posisinya pada suatu kontinum afektif berkisar dari sangat positif hingga sangat negatif terhadap suatu obyek sikap. Dalam penskalaan likert kuantifikasi dilakukan dengan mencatat penguatan respon dan untuk pernyataan kepercayaan positif dan negatif tentang obyek sikap (Mueller, 1996).

Attitude are relatively lasting organizations of beliefes which made you tend to respond to things in particular ways. Attitudes are never seem directly, you infer their existence from what people do. Attitude include positive or negative evaluations, emotional feelings and certain positive or negative tendencies in relation to objects, people and events. Attitude are human responses and can be examined along three dimensions, their directon, their intensity and their sabence.

Myers (1992) mendefinisikan sikap sebagai bentuk evaluasi yakni sikap merupakan pengorganisasian terakhir secara relatif dari kepercayaan dimana terdapat kecenderungan untuk merespons benda-benda dalam keadaan yang nyata. Sikap tidak pernah dilihat secara langsung, seseorang harus mengambil kesimpulan keberadaan sikap dari


(23)

commit to user

apa yang dilakukan orang lain. Sikap melibatkan evaluasi-evaluasi yang positif dan negatif, perasaan-perasaan emosional, dan kecenderungan positif atau negatif secara pasti yang berhubungan dengan obyek, orang dan kejadian atau peristiwa. Sikap merupakan respons manusia dan dapat diuji melalui tiga dimensi yaitu arahnya, intensitasnya, dan ketenangannya.

Attitudes are pivotal concept in social psychology. They are of special interest because other people attempt to influence our attitudes through persuasion, and attitudes are often reflected in our behavior toward other. Attitude as beliefs that predispose us to act and feel in certain ways. Note that definition has three components : (a) beliefs, such as the beliefe that door ro door salespeople are generally dishonest; (b) feelings, such as a strong dislike for door to door salespeople; (c) dispositions to behave, such as a readiness to be rude to them when they come to the door.

Sikap adalah konsep sangat yang sangat penting dalam psikologi sosial. Sikap merupakan minat khusus yang disebabkan orang lain untuk mencoba mempengaruhi sikap melalui bujukan, dan sikap sering dicerminkan dalam perilaku kita ke arah orang lain. Sikap merupakan kepercayaan yang mempengaruhi kita untuk bertindak dan merasakan sesuatu. Perlu diperhartikan, definisi sikap mempunyai tiga komponen : (a) kepercayaan, seperti rasa percaya kepada orang lain; (b) perasaan, seperti prasangka buruk pada orang lain; (c) kecakapan untuk bertindak, seperti suatu kesiapsiagaan untuk berlaku tidak sopan atau kasar pada orang yang berlaku kasar kepada kita (Lahey,1973)

Menurut Ahmadi (1999), sikap tumbuh dan berkembang dalam basis sosial yang tertentu, misalnya : ekonomi, politik, agama dan sebagainya. Di dalam perkembangannya sikap banyak dipengaruhi oleh lingkungan, norma-norma atau group. Hal ini akan menyebabkan perbedaan sikap antara individu yang satu dengan yang lain karena perbedaan pengaruh atau lingkungan yang diterima. Sikap tidak akan terbentuk tanpa interaksi manusia, terhadap obyek tertentu atau suatu


(24)

commit to user

obyek. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sikap meliputi :

1) Faktor intern, yaitu faktor yang terdapat dalam pribadi manusia itu sendiri. Faktor ini berupa daya pilih seseorang untuk menerima dan mengolah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar. Pilihan terdapat pengaruh dari luar itu biasanya disesuaikan dengan motif dan sikap di dalam diri manusia, terutama yang menjadi minat perhatiannya.

2) Faktor ekstern, yaitu faktor yang terdapat di luar pribadi manusia. Faktor ini berupa interaksi sosial di luar kelompok. Misalnya, interaksi antara manusia dengan hasil kebudayaan manusia yang sampai padanya melalui alat-alat komunikasi (surat kabar, radio, televisi, majalah, dan sebagainya).

b. Ciri-Ciri Sikap

Sikap menentukan jenis atau tabiat tingkah laku dalam hubungannya dengan perangsang yang relevan, orang atau kejadian-kejadian. Dapat dikatakan bahwa sikap merupakan faktor internal, tetapi tidak semua faktor internal adalah sikap. Adapun ciri-ciri sikap sebagai berikut :

1) Sikap itu dipelajari (learnability), sikap merupakan hasil belajar. Beberapa sikap dipelajari tidak sengaja dan tanpa kesadaran sebagian individu. Barangkali yang terjadi adalah mempelajari sikap dengan sengaja bila individu mengerti bahwa hal itu akan membawa lebih baik untuk dirinya, membantu tujuan kelompok, atau memperoleh sesuatu nilai yang sifatnya perseorangan.

2) Memiliki kestabilan (stability), sikap bermula dari dipelajari, kemudian menjadi lebih kuat, tetap dan stabil melalui pengalaman. Misalnya, perasaaan senang dan tidak senang terhadap warna tertentu (spesifik) yang sifatnya berulang-ulang atau memiliki frekuensi yang tinggi.

3) Personal-societal significance, sikap melibatkan hubungan antara seseorang dan orang lain dan juga orang dan barang atau situasi. Jika


(25)

commit to user

seseorang merasa bahwa orang lain menyenangkan, terbuka serta hangat, maka ini akan sangat berarti bagi dirinya.

4) Berisi cognisi dan affeksi, komponen cognisi dari sikap adalah berisi informasi yang faktual, misalnya obyek itu dirasakan menyenangkan atau tidak menyenangkan.

5) Approach-avoidance directionality, bila seseorang memiliki sikap yang favorable terhadap sesuatu obyek, maka mereka akan mendekati dan membantunya. Sebaliknya bila seseorang memiliki sikap yang unfavorable, mereka akan menghindarinya.

Kesimpulanya, sikap seseorang tidak dibawa sejak lahir, tetapi harus dipelajari selama perkembangan hidupnya. Karena itulah sikap selalu berubah-ubah dan dapat dipelajari. Sikap itu tidak semata-mata berdiri sendiri, melainkan selalu berhubungan dengan obyek. Sikap pada umumnya mempunyai segi-segi motivasi dan emosi (Ahmadi, 1999). c. Fungsi Sikap

Ahmadi (1999) mengelompokkan fungsi atau tugas sikap menjadi empat golongan yaitu :

1) Sikap berfungsi sebagai alat untuk menyesuaikan diri, sikap adalah sesuatu yang bersifat communicabel, artinya sesuati yang mudah menjalar, sehingga mudah pula menjadi milik bersama.

1) Sikap berfungsi sebagai pengatur tingkah laku, antara perangsang dan reaksi terdapat sesuatu yang disisipkan, yaitu sesuatu yang berwujud pertimbangan/penilaian terhadap perangsang itu sebenarnya bukan hal yang berdiri sendiri, tetapi sesuatu yang erat hubungannya dengan cita-cita orang, tujuan hidup orang peraturan kesusilaan yang ada dalam masyarakat.

2) Sikap berfungsi sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman, artinya semua pengalaman yang berasal dari dunia luar tidak semuanya dilayani oleh manusia, tetapi manusia memilih mana yang perlu dan mana yang tidak perlu dilayani. Jadi semua pengalaman diberi penilaian, lalu dipilih.


(26)

commit to user

3) Sikap berfungsi sebagai pernyataan pribadi, sikap sering mencerminkan pribadi seseorang. Oleh karena itu dengan melihat sikap pada obyek tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang tersebut.

Katz dalam Azwar (1995) mengatakan bahwa untuk memahami bagaimana sikap menerima dan menolak perubahan haruslah berangkat dari dasar motivasional sikap itu sendiri. Dasar motivasional merupakan fungsi sikap bagi individu yang bersangkutan, fungsi sikap bagi manusia telah dirumuskan menjadi empat macam, yaitu :

1) Fungsi Instrumental, Fungsi Penyesuaian atau Fungsi Manfaat

Fungsi ini menyatakan bahwa individu dengan sikapnya berusaha untuk memaksimalkan hal-hal yang diinginkan dan meminimalkan hal-hal yang tidak diinginkan. Dengan demikian, individu akan membentuk sikap positif terhadap hal-hal yang dirasakanya akan mendatangkan keuntungan dan membentuk sikap negatif terhadap hal-hal yang dirasakanya akan merugikan dirinya. 2) Fungsi Pertahanan Ego

Sewaktu individu mengalami hal yang tidak menyenangkan dan dirasa akan mengancam egonya sewaktu ia mengetahui fakta dan kebenaran yang tidak mengenakan bagi dirinya maka sikapnya dapat

berfungsi sebagai mekanisme pertahanan ego yang akan

melindunginya dari kepahitan kenyataan. Sikap dalam hal ini, merefleksikan problem kepribadian yang tidak terselesaikan.

3) Fungsi Pernyataan Nilai

Seseorang seringkali mengembangkan sikap tertentu untuk memperoleh kepuasan dalam menyatakan nilai yang dianutnya sesuai dengan penilaian pribadi dan konsep dirinya. Sikap digunakan sebagai sarana ekspresi nilai sentral dalam dirinya. Fungsi inilah yang menyebabkan orang sering lupa diri sewaktu berada dalam situasi massa seideologi atau sama nilai.


(27)

commit to user

4) Fungsi Pengetahuan

Manusia mempunyai dorongan dasar untuk ingin tahu, untuk mencari penalaran, dan untuk mengorganisasikan pengalamannya. Adanyya unsur-unsur pengalaman yang semula tidak konsisten dengan apa yang diketahui oleh individu akan disusun, ditata kembali atau diubah sedemikian rupa sehingga tercapai suatu konsistensi. Jadi, sikap berfungsi sebagai suatu skema, yaitu suatu cara strukturisasi agar dunia di sekitar tampak logis dan masuk akal. Sikap digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap fenomena luar yang ada dan mengorganisasikannya.

d. Komponen Sikap

Sikap merupakan produk dari proses sosialisasi dimana seseorang bereaksi sesuai dengan rangsang yang diterimanya. Jika sikap mengarah pada obyek tertentu, berarti bahwa penyesuaian diri terhadap obyek tersebut dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan ketersediaan untuk bereaksi dari orang tersebut terhadap obyek. Komponen sikap ada tiga yaitu, komponen kognisi yang hubungannya dengan belief, ide dan konsep. Komponen afektif yang menyangkut kehidupan emosional seseorang. Komponen konasi yang merupakan kecenderungan bertingkah laku (Mar’at, 1984).

Dijelaskan Walgito (2003) bahwa, struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang, yaitu :

1) Komponen kognitif (komponen perseptual), merupakan komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana orang mempersepsi terhadap objek sikap.

2) Komponen afektif (komponen emosional), merupakan komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap objek sikap. Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang merupakan hal yang negatif. Komponen ini menunjukkan arah sikap, yaitu arah positif dan negatif.


(28)

commit to user

3) Komponen konatif (komponen perilaku), merupakan komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukkan intensitas sikap, yaitu menunjukkan besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap.

Menurut Ahmadi (1999), tiap-tiap sikap memiliki tiga aspek : 1) Aspek Kognitif yaitu yang berhubungan dengan gejala mengenal

pikiran.

2) Aspek Afektif berwujud proses yang menyangkut perasaan-perasaan tertentu yang ditujukan kepada obyek-obyek tertentu.

3) Aspek Konatif berwujud proses tendensi/kecenderungan untuk berbuat sesuatu obyek.

Pyschologists often describe attitude as having three components, what we think or believe about something

(the cognitive component), how we feel about it (the emotional component) and how we act toward it

(the behavioral component). Sometimes these three

components are consistent with another.

Psikologi pada umumnya menggambarkan bahwa sikap

mempunyai tiga komponen antara lain komponen kognitif, yaitu apa yang kita pikirkan atau percaya tentang suatu hal. Komponen emosional, yaitu bagaimana kita merasakan tentang hal tersebut dan komponen perilak, yaitu bagaimana kita bereaksi terhadap hal itu. (Wortman, 1999). c. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Sikap

Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Dalam berinteraksi sosial, individu beraksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Diantara faktor yang berhubungan dengan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, pendidikan formal dan pendidikan informal (Azwar, 1998).


(29)

commit to user

1) Pengalaman Pribadi

Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat mempunyai tanggapan dan penghayatan, seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan obyek psikologis. Apakah penghayatan itu kemudian aan membentuk sikap positif ataukah sikap negatif, akan tergantung pada berbagai faktor lain. Pembentukan kesan atau tanggapan terhadap obyek merupakan proses kompleks dalam diri individu yang melibatkan individu yang bersangkutan, situasi dimana tanggapan itu terbentuk, dan atribut atau ciri-ciri obyektif yang memilki stimulus (Azwar, 1995).

Pengalaman bertani merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi petani dalam menerima suatu inovasi. Pengalaman berusahatani terjadi karena pengaruh waktu yang telah dialami oleh para petani, petani yang berpengalaman dalam menghadapi hambatan-hambatan usahataninya akan tahu cara mengatasinya. Semakin banyak pengalaman yang diperoleh petani, diharapkan produktivitas petani akan semakin tinggi, sehingga dalam mengusahan usahataninya akan semakin baik (Hasan, 2000).

Mardikanto (1996), menyatakan bahwa pengalaman yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi semangatnya untuk belajar. Contohnya petani yang pernah gagal dalam mengadopsi inovasi, akan sulit untuk mengadopsi inovasi yang lain. Hal ini disebabkan, karena pengalaman masa lalu yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi kecenderungannya untuk merasa memerlukan dan siap menerima pengetahuan baru.

2) Pengaruh Orang Lain Yang Dianggap Penting

Seseorang yang dianggap penting akan banyak mempengaruhi pembentukan sikap. Diantara orang yang biasanya dianggap penting bagi individu adalah orang tua, orang yang berstatus sosial lebih


(30)

commit to user

tinggi, teman sebaya, teman dekat, guru, teman kerja, istri atau suami. Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut. Mardikanto (1996) menyatakan bahwa tokoh-tokoh informal (tokoh keagamaan, tokoh adat, politikus dan guru) merupakan tokoh yang dianggap berpengaruh karena memiliki katau wibawa untuk menumbuhkan opini publik dan/atau yang dijadikan panutan oleh masyarakat setempat.

Sebagaimana kita ketahui bahwa lingkungan masyarakat yang tradisional masih tertanam penghormatan yang besar terhadap pemimpin masyarakat. Sesungguhnya demi untuk suksesnya pembangunan dan tercapainya kemakmuran dalam masyarakat sendiri, maka sikap hidup tradisional itu perlu diubah dan disesuaikan dengan cara yang tepat. Disinilah pentingnya peranan daripada faktor kepemimpinan sebagai perluasan komunikasi massa, penyuluhan, dan pendidikan masyarakat (Kamaluddin, 1998).

Orang akan mempunyai kecenderungan untuk menerima suatu pandangan, pendapat, atau norma-norma dan sebagainya, apabila norma-norma itu mendapatkan dukungan orang banyak atau mayoritet, dimana sebagian besar dari kelompok atau golongan itu memberikan sokongan atas pendapat, pandangan-pandangan tersebut. Orang akan merasa terasing apabila ia menolak pendapat, pandangan atau norma-norma dan sebagainya yang telah mendapatkan dukungan dari mayoritet itu (Ahmadi, 1999).

3) Pengaruh Kebudayaan

Kehidupan di masyarakat dapat diamati dari sikap masyarakat dengan kebudayaan yang ada di daerahnya. Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap. Tanpa kita sadari, kebudayaan telah menanamkan


(31)

commit to user

garis pengarah sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaan pulalah yang memberi corak pengalaman individu-individu yang menjadi anggota masyarakat asuhannya. Hanya kepribadian individu yang telah mapan dan kuatlah yang dapat memudarkan domonasi kebudayaan dalam pembentukan sikap individual (Azwar, 1995).

Tradisi bukanlah sesuatu yang dapat diubah, tradisi justru dipadukan dengan aneka ragam perbuatan manusia dan diangkat dalam keseluruhannya. Manusialah yang membuat sesuatu dengan tradisi itu: ia menerima, menolaknya, atau merubahnya. Itulah sebabnya mengapa kebudayaan merupakan cerita tentang perubahan-perubahan: riwayat manusia yang selalu memberi wujud baru kepada pola-pola kebudayaan yang sudah ada (Peursen, 1988).

Kebudayaan (culture) berarti keseluruhan dari hasil manusia hidup bermasyarakat berisi aksi-aksi terhadap dan oleh sesama manusia sebagai anggota masyarakat yang merupakan kepandaian, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat kebiasaan, dan lain-lain kepandaian. Kata culture (budi-daya) dalam arti sempit berarti mengerjakan, mengolah, menanam seperti cultivate, the lands are cultured/cultivated, tanah-tanah itu sudah diolah/ditanam. A cultured man adalah seseorang yang banyak belajar/membaca tentang kebudayaan, sastra, music atau pandai bermain musik klasik. (Shadily,1999)

Kebudayaan merupakan suatu sistem menyeluruh yang terdiri dari cara-cara dan aspek-aspek pemberian arti pada laku ujaran, laku ritual dan berbagai jenis laku atau tindakan lain dari sejumlah manusia yang mengadakan tindakan antar satu dengan lain. Kebudayaan yang dianggap sebagai suatu sistem, sistem budaya berhubungan erat dengan masyarakat yang ditanggapi sebagai suatu sistem sosial yang dibentuk oleh tindakan antar sejumlah manusia biasanya berjumlah besar. Sistem sosial yang lebih terbatas, seperti birokrasi pemerintah,


(32)

commit to user

berhubungan erat dengan sistem budaya yang juga lebih terbatas (Alfian, 1985).

Selamatan adalah suatu upacara makan bersama makanan yang telah diberi doa sebelum dibagi-bagikan. Selamatan itu tidak terpisahkan dari pandangan alam pikiran dan erat hubungannya dengan kepercayaan pada unsur-unsur kekuatan sakti. Upacara selamatan dapat digolongkan ke dalam empat macam sesuai dengan peristiwa atau kejadian dalam kehidupan manusia sehari-hari, yaitu (a) Selamatan dalam rangka lingkaran hidup seseorang, seperti hamil tujuh bulan, kelahiran, upacara potong rambut pertama, sunat, kematian. (b) Selamatan yang bertalian dengan bersih desa, penggarapan tanah pertanian dan setelah panen padi. (c) Selamatan berhubung dengan hari-hari serta bulan-bulan besar Islam. (d) Selamatan pada saat-saat tidak tertentu, berkenaan dengan kejadian-kejadian, seperti menempati rumah baru, menolak bahaya (ngruwat) (Koentjaraningrat, 1993).

4) Pendidikan Formal

Lembaga pendidikan formal dalam hal ini sekolah memiliki tugas untuk membina dan mengembangkan sikap anak didiknya menuju sikap yang kita harapkan. Pada hakekatnya tujuan pendidikan adalah merubah sikap anak didik kearah tujuan pendidikan. Peranan sekolah itu jauh lebih luas, didalamnya berlangsung beberapa bentuk-bentuk dasar dari pada kelangsungan pendidikan pada umumnya ialah pembentukan sikap-sikap dan kebiasaan yang wajar (Azwar,1995).

Menurut Soekartawi (1988), pendidikan formal merupakan sarana belajar, dimana selanjutnya diperkirakan akan menanamkan pengertian sikap yang menguntungkan menuju penggunaan praktek pertanian yang lebih modern.


(33)

commit to user

5) Pendidikan Non Formal

Pendidikan non formal diartikan sebagai penyelenggaraan pendidikan yang terorganisir yang berada diluar system pendidikan sekolah, isi pendidikan terprogram, proses pendidikan yang berlangsung berada dalam situasi interaksi belajar mengajar yang terkontrol (Mardikanto dan Sutarni, 1982).

Menurut Azwar (1995), mengemukakan bahwa pendidikan non formal merupakan pendidikan yang didapat diluar bangku sekolah. Penyuluh pertanian dan pelatihan merupakan pendidikan non formal. Penyuluhan pertanian merupakan sistem pendidikan non formal yang tidak sekedar memberikan penerangan atau menjelaskan tetapi berupaya untuk mengubah perilaku sasarannya agar memiliki pengetahuan pertanian dan berusaha tani yang luas, memiliki sikap progresif untuk melakukan perubahan dan inovatif terhadap inovasi sesuatu (informasi) baru, serta terampil melaksanakan kegiatan.

Menurut Sastraatmadja (1993), ciri-ciri pendidikan non formal diantaranya :

a) Pendidikan non formal tidak mengenal batas umur bagi petani yang akan mengikuti pendidikan penyuluhan.

b) Pendidikan non formal tidak mengenal kurikulum tertentu yang harus diselesaikan, pokoknya tidak ditentukan kapan selesainya batas waktu pendidikan.

c) Pendidikan non formal tidak mengenal uang sekolah, apakah itu yang dinamakan uang pendaftaran, uang sekolah per bulan, dan lain-lain.

d) Pendidikan non formal tidak mengenal ruangan tertentu artiinya setiap pendidikan pertanian tidak harus menggunakan ruangan beton, tembok, atau kelas.


(34)

commit to user

6) Media Massa

Depari dan Colin (1995), mengemukakan peranan media massa dalam pembangunan nasional adalah sebagai agen pembaru (agent of social change). Letak peranannya adalah dalam hal membantu mempercepat proses pengalihan masyarakat yang tradisional menjadi masyarakat modern. Khususnya peralihan dari kebiasaan-kebiasaan yang menghambat pembangunan ke arah sikap baru yang tanggap terhadap pembaharuan demi pembanguan. Adapun manfaat dari mass media antara lain :

a) Mass media dapat memperluas cakrawala pemikiran. Media mampu memperdekat jarak yang jauh serta memperjelas hal-hal yang kabur, menjembatani peralihan antara masyarakat tradisonal ke arah masyarakat modern.

b) Mass media dapat memusatkan perhatian. Surat kabar, radio dan majalah yang berperan sebagai pengawas dipelbagai tempat, harus memutuskan apa yang tepat untuk disiarkan. Tindakan untuk menentukan siapa yang harus menulis, berperan dalam siaran televisi, peristiwa-peristiwa apa yang dilaporkan, banyak dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan serta apa yang menjadi pokok pembicaraan masyarakat.

c) Mass media mampu menumbuhkan aspirasi, melalui aspirasi-aspirasi pribadi yang ditumbuhkan, seluruh ide dapar diwujudkan karena didukung masyarakat. Suatu kebijaksaan baru akan menuntut persesuaian antara apa yang diinginkan masyarakat dengan apa yang akan mereka peroleh. Tanpa aspirasi yang meningkat, tanpa merangsang masyarakat bekerja untuk hidup yang lebih baik, akan sulit mewujudkan pembangunan.

d) Mass media mampu menciptakan suasana membangun, melalui peranan media menyebarluaskan informasi pada masyarakat Negara sedang berkembang ia dapat memperluas cakrawala pemikiran serta membangun empati ; memusatkan perhatian pada


(35)

commit to user

persoalan serta tujuan pembangunan; menumbuhkan aspirasi pribadi serta bangsa, semuanya dapat dilakukan sendiri oleh media. e) Mass media mampu mengenalkan norma-norma sosial, bagi

masyarakat modern sebagian besar tugas-tugas penyampaian penerangan umumnya dilaksanakan oleh media. Mereka akan memberitahukan hal-hal yang serius yang harus diketahui masyarakat. Jika norma-norma sosial baru tidak diketahui umum sebagaimana halnya di negara sedang berkembang, maka sebagian tugas media adalah memperluas serta mengenalkan norma-norma tersebut. Oleh sebab itu, sangatlah mungkin untuk menumbuhkan norma-norma yang berhubungan dengan pembentukan perilaku pembangunan melalui media.

f) Mass media mampu menumbuhkan selera. Kekuatan utama media terletak pada kemampuan mereka mempercepat proses keintiman antara pelaku dalam media dengan masyarakat, sehingga berpengaruh dalam pembentukan selera.

g) Mass media mampu merubah sikap yang lemah menjadi sikap yang lebih kuat. Media mampu meningkatkan status serta mengenakan norma-norma, memperluas dialog politik serta membentuk selera. Jika sikap masyarakat lemah dalam menghadapi perubahan, maka media mampu merubah sikap tersebut menjadi sikap yang kuat, hanya apabila dibantu oleh pengaruh pribadi para pemuka masyarakat.

h) Mass media sebagai pendidik. Banyak hal yang membuktikan peranan media baik di dalam maupun di luar kelas sebagai alat pendidikan. Di tempat mana sekolah dan guru langka jumlahnya, media membuktikan kemampuannya memikul sebagian besar tugas pendidikan, terutama di bidang pendidikan orang-orang dewasa serta pemberantasan buta huruf.

Shannon dalam Saleh (2004), informasi adalah sesuatu yang membuat pengetahuan kita berubah, yang secara logis mensahkan


(36)

commit to user

perubahan, memperkuat atau menemukan hubungan yang ada pada pengetahuan yang kita miliki. Sedangkan pengertian informasi seperti yang disebutkan dalam Hartono (1989) adalah data yang diolah menjadi bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi yang menerimanya.

Saluran-saluran yang biasa dikenal sebagai media elektronika adalah radio dan televisi. Seperti halnya surat kabar, kami selalu menganggap bahwa media-media elektronika hanya berperan dalam proses perubahan kesadaran dan penumbuhan minat. Hambatan terbesar dalam membujuk masyarakat untuk melakukan perubahan melalui penggunaan media massa adalah sifat siaran yang hanya mampu menumbuhkan komunikasi satu arah. Di lain pihak, dalam diskusi-diskusi, adanya komunikasi dua arah (timbal balik) hampir selalu diperlukan sebelum masyarakat banyak mau mengikuti segala cara menuju perubahan sikap atau cara kerjanya (Lionberger, 1982)

Tingkat kosmopolitan dapat diartikan sebagai keterbukaan maupun hubungan petani dengan dunia luar yang nantinya diharapkan akan memberikan inovasi baru bagi para petani dalam menjalankan usaha taninya. Tingkat kosmopolitan dapat diukur dari perkembangan sumber inovasi baru, antara lain media elektronik (TV, radio, telepon), media cetak (surat kabar, tabloid, majalah) dan bepergiannya petani keluar daerah tempat tinggal mereka atau keluar desa dalam rangka memasarkan hasil usaha tani mereka serta mendapatkan pendidikan dan informasi mengenai inovasi pertanian untuk mengembangkan usahatani mereka (Fauziah, 1999).

Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media komunikasi lainnya, berita yang seharusnya faktual disampaikan secara obyektif cenderung dipengaruhi oleh sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap sikap konsumennya (Wawan, 2010).


(37)

commit to user

3. Petani

Petani sebagai orang yang menjalankan usahatani mempunyai peran yang jamak (multiple roles) yaitu sebagai manajer, sebagai juru tani dan sebagai kepala keluarga. Sebagai kepala keluarga petani dituntut untuk dapat memberikan kehidupan yang layak dan mencukupi kepada semua anggota rumah tangganya. Sebagai manajer dan juru tani yang berkaitan dengan kemampuan mengelola usahatani akan sangat dipengaruhi oleh faktor didalam dan diluar pribadi petani itu sendiri yang sering disebut karakteristik sosial ekonomi (Mosher, 1981).

Petani adalah seseorang yang bergerak di bidang pertanian utamanya dengan cara melakukan pengelolaan tanah dengan tujuan untuk menumbuhkan dan memelihara tanaman (seperti padi, bunga, buah dan lain lain), dengan harapan untuk memperoleh hasil dari tanaman tersebut untuk digunakan sendiri ataupun menjualnya kepada orang lain. Mereka juga dapat menyediakan bahan mentah bagi industri, seperti serealia untuk minuman beralkohol, buah untuk jus dan wol untuk penenunan dan pembuatan-pakaian (Wikipedia, 2010).

Hernanto (1993) menyatakan, petani adalah setiap orang yang melakukan usaha untuk memenuhi sebagian atau seluruh kebutuhan hidupnya di bidang pertanian dalam arti luas yang meliputi usahatani pertanian, peternakan, perikanan dan pemungutan hasil laut. Peranan petani sebagai pengelola usahatani berfungsi mengambil keputusan dalam mengorganisir faktor-faktor produksi yang diketahui. Pengambilan keputusan akan melalui tiga tahapan, yaitu :

a. Menentukan data, keterangan untuk mengambil keputusan (intelegence activity) atau pengkajian.

b. Mengetahui pilihan berbuat dari ragam pilihan yang ada (design activity). c. Memilih diantara alternatif (choice alternative).

Dalam kegiatan usahatani, petani merangkap dua peranan yaitu sebagai penggarap dan manajer. Peranan petani sebagai penggarap adalah memelihara tanaman dan hewannya agar mendapatkan hasil yang


(38)

commit to user

diperlukan. Sedangkan petani berperan sebagai manajer yaitu ketrampilan dalam menjalankan usahanya menyangkut kegiatan otak yang didorong oleh keinginan dalam pengambilan keputusan atau pemilihan alternatif tanaman atau ternak (Soetriono et all, 2006).

Petani menggunakan sumber-sumber yang berbeda untuk

mendapatkan pengetahuan dan informasi yang mereka perlukan untuk mengelola usahatani, dan pengetahuan baru itu dikembangkan tidak hanya oleh lembaga penelitian, tetapi juga oleh banyak pelaku yang berbeda. Untuk mengelola usahatani dengan baik, petani memerlukan pengetahuan dan informasi mengenai berbagai topik seperti : hasil penemuan, pengalaman petani lain, situasi mutakhir dan perkembangan yang mungkin terjadi di pasaran input dan hasil-hasil produksi dan kebijakan pemerintah (Van den ban hawkins, 2007).

The amount of land in farms and ranches has been relatively constant, this means the average farms size has increased considerably. Several factors have contributed to this change. First, labor-saving technology in the form of larger agricultural machinery, automated equipment and specialized livestock buildings has made it possible for fewer farm workers to produce more. Second, employment oppurtunities outside agriculture have become more attractive and plentiful, encouraging labor to move out of agriculture. Third, farms and ranch operators have aspired to earn higher levels of income and to enjoy a standard of living comparable to that of nonfarms families. Fourth, some new technology is available only in a minimum size or scale.

Kay dan William (1999), mengemukakan bahwa peranan bidang pertanian selalu menjadi faktor yang utama dalam kelangsungan hidup manusia. Oleh karena itu terdapat beberapa alasan seseorang (petani) bekerja di bidang pertanian, yaitu antara lain sebagai berikut :

a. Tenaga kerja tidak hanya pada kegiatan di lapang, tetapi dalam sektor pertanian yang luas sangat diperlukan tenaga terampil dalam pembuatan mesin-mesin pertanian, peralatan pertanian, serta staf ahli di bidang peternakan.


(39)

commit to user

b. Bekerja di bidang pertanian menjadi menarik dan diminati banyak orang karena memberi harapan bagi petani akan hasil panen yang nantinya akan diperoleh.

c. Hasil yang diperoleh dari bekerja di bidang pertanian tidak kalah pentingnya (keuntungan) dibanding dengan bekerja di bidang non pertanian.

d. Teknologi yang tersedia hanya dalam ukuran atau skala minimum. Sehingga ini mendorong petani untuk memperluas produksi dengan biaya-biaya tetap menyangkut teknologi secara ekonomis dan efisien.

Di Indonesia, batasan petani kecil telah disepakati pada seminar petani kecil di Jakarta pada tahun 1975. Pada pertemuan tersebut ditetapkan bahwa yang dinamakan petani kecil adalah :

a. Petani yang pendapatannya rendah, yaitu kurang dari setara 240 kg beras per kapita per tahun.

b. Petani yang memiliki lahan sempit, yaitu lebih kecil dari 0,25 hektar lahan sawah di Jawa atau 0,5 hektar di luar Jawa.

c. Petani yang kekurangan modal dan memiliki tabungan yang terbatas d. Petani yang memiliki pengetahuan terbatas dan kurang dinamik

(Soekartawi, et all, 1984). 4. Adopsi dan Inovasi

Adopsi adalah proses sejak pertama kali seseorang mendengar hal yang baru sampai orang tersebut mengadopsi hal baru tersebut. Inovasi dapat berupa sesuatu yang benar-benar baru atau sudah lama tetapi masih dianggap baru oleh petani. Keputusan menerima inovasi ini merupakan proses mental, yang terjadi sejak petani sasaran tersebut mengetahui suatu inovasi sampai menerima atau menolaknya dan kemudian mengukuhkannya (Ibrahim, et all, 2003).

Proses adopsi inovasi merupakan proses mental yang terjadi pada petani pada saat menghadapi suatu inovasi yaitu proses penerapan suatu ide baru sejak diketahui sampai proses penerapan. Pada proses adopsi


(40)

commit to user

akan terjadi perubahan perilaku sasaran dan dipengaruhi oleh banyak faktor serta selalu terkait antara satu dengan yang lainnya (Junaidi, 2007).

The innovation-decision process merupakan proses mental yang mana seseorang atau lembaga melewati dari pengetahuan awal tentang suatu inovasi sampai membentuk sebuah sikap terhadap inovasi tersebut, membuat keputusan apakah menerima atau menolak inovasi tersebut, mengimplementasikan gagasan baru tersebut, dan mengkonfirmasi keputusan ini. Seseorang akan mencari informasi pada berbagai tahap dalam proses keputusan inovasi untuk mengurangi ketidakyakinan tentang akibat atau hasil dari inovasi tersebut (Alam Setiadi, 2009).

Lionberger dalam Mardikanto (1993), mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan seseorang untuk mengadopsi inovasi meliputi : (1) Luas usahatani; (2) Tingkat pendapatan; (3) Keberanian mengambil resiko, individu yang mempunyai keberanian menghadapi resiko biasanya lebih inovatif; (4) Umur, semakin tua (di atas 50 tahun), biasanya semakin lamban mengadopsi inovasi; (5) Tingkat partisipasinya dalam kelompok/organisasi di luar lingkungannya sendiri; (6) Aktivitas mencari informasi dan ide-ide baru. Golongan masyarakat yang aktif mencari informasi dan ide-ide baru biasanya lebih inovatif; (7) Sumber informasi yang dimanfaatkan. Golongan inovatif biasanya banyak memanfaatkan sumber.

Menurut Rogers dalam Mardikanto (1996) proses adopsi melalui tahapan-tahapan sebelum masyarakat mau menerima/menerapkan dengan keyakinannya sendiri. Tahapan-tahapan adopsi itu adalah:

1) Awareness atau kesadaran, yaitu sasaran mulai sadar tentang adanya inovasi yang ditawarkan oleh penyuluh.

2) Interes, atau tumbuhnya minat yang seringkali ditandai oleh keinginannya untuk bertanya atau untuk mengetahui lebih banyak/jauh tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan inovasi yang ditawarkan oleh penyuluh.


(41)

commit to user

3) Evaluation atau penilaian terhadap baik/buruk atau manfaat inovasi yang telah diketahui informasinya secara lebih lengkap. Pada penilaian ini, masyarakat sasaran tidak hanya melakukan penilaian terhadap aspek teknisnya saja, tetapi juga aspek ekonomi, maupun aspek sosial budaya, bahkan juga seringkali ditinjau dari aspek politis atau kesesuainnya dengan kebijakan pembangunan nasional dan regional.

4) Trial atau mencoba dalam skala kecil untuk lebih menyakinkan laiannya, sebelum menerapkan untuk skala yang lebih luas lagi.

5) Adoption atau menerima/menerapkan dengan penuh keyakinan berdasarkan penilaian dan uji coba yang telah dilakukan/diamatinya sendiri.

Rogers dalam Wawan (2010), menyimpulkan bahwa pengadopsian perilaku yang melalui proses seperti diatas dan didasari oleh pengetahuan, kesadaran yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng. Sebaliknya jika perilaku tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran, maka periku tersebut bersifat sementara atau tidak akan berlangsung lama.

Menurut Roggers (1989), salah satu kritik terhadap model proses adopsi ini menyimpulkan bahwa hanya dua tahap saja yang penting, pengenalan dan adopsi. Tahap pengenalan selalu terjadi sebelum adopsi. Selain itu terdapat suatu model proses keputusan inovasi yang terdiri dari empat tahap, yaitu :

1) Pengenalan, dimana seseorang mengetahui adanya inovasi dan memperoleh beberapa pengertian tentang bagaimana inovasi itu berfungsi.

2) Persuasi, dimana seseorang membentuk sikap berkenaan atau tidak berkenaan terhadap inovasi.

3) Keputusan, dimana seseorang terlibat dalam kegiatan yang membawanya pada pemilihan untuk menerima atau menolak inovasi.

4) Konfirmasi, dimana seseorang mencari penguat bagi keputusan inovasi yang telah dibuatnya. Pada tahap ini mungkin terjadi seseorang merubah keputusannya jika ia memperoleh informasi yang bertentangan.


(42)

commit to user

Menurut Van den Ban dan Hawkins (1999), mereka yang cepat mengadopsi inovasi dapat dicirikan sebagai berikut : (1) Banyak melakukan kontak dengan penyuluh dan orang lain di luar kelompok sosialnya. (2) Berpartisipasi aktif dalam organisasi. (3) Memanfaatkan secara intensif informasi dari media massa terutama yang menyangkut informasi dari para ahli. (4) Memiliki pendapatan dan taraf hidup yang relatif tinggi. (5) Memiliki sikap yang positif terhadap perubahan. (6) Memiliki aspirasi yang tinggi bagi dirinya sendiri.

Suhardiyono (1992) mengemukakan, dalam proses penerimaan inovasi oleh seseorang terdapat perbedaan kemampuan untuk menyerap inovasi tersebut, tergantung indera mana yang berperan dalam menyerap inovasi tersebut, antara lain: (1) Indera mata atau dengan melihat 83%. (2) Indera pendengaran atau dengan mendengar 11%. (3) Indera penciuman atau dengan mencium 3,5%. (4) Indera perasa atau dengan meraba 1,5%. (5) Indera pengecap atau dengan mengecap 1%.

5. Padi Hibirida

Teknologi hibrida adalah upaya manusia untuk merekonstruksi seluruh pasangan gen pada tanaman menjadi heterozigot, dengan jalan membuat benih berasal dari persilangan. Dampak dari seluruh pasangan gen-gen yang heterozigot tersebut adalah timbulnya gejala heterosis, yaitu produktivitas tanaman hibrida melebihi produktivitas varietas non-hibrida. Tanaman padi yang secara alamiah memiliki konstruksi gen-gen homozigot nampaknya telah melakukan adaptasi, bahwa tanaman homozigot produktivitasnya cukup tinggi, dan konstruksi heterozigot kurang dapat memacu timbulnya gejala heterosis yang terlalu tinggi, seperti pada tanaman jagung. Hal ini bermakna, bahwa hibrida padi perbedaan hasilnya tidak lebih banyak secara menyolok dibandingkan hasil non-hibrida (Sumarno, 2007).

Mengingat cukup besarnya kebutuhan beras tersebut dan makin menyempitnya lahan pertanian, khususnya lahan sawah, maka diperlukan teknologi yang mampu memecahkan permasalahan tersebut. Salah satu


(43)

commit to user

alternatif yang dapat dipakai dalam usaha untuk meningkatkan produksi beras adalah melalui penggunaan benih padi hibrida. Keunggulan benih padi hibrida ini merupakan ungkapan gejala heterosis yang terdapat pada hasil dan komponen hasil, pertumbuhan vegetatif, sistem perakaran, aktivitas akar, kemampuan beradaptasi serta umur panen. Selain itu padi hibrida mempunyai beberapa keunggulan-keunggulan yang biasanya tidak dimiliki oleh padi konvensional yaitu kualitas gabah dan umur yang hampir sama dengan IR 64 (berumur antara 115 - 120 hari dengan kadar amilosa 25 - 27 %), toleran terhadap serangan hama dan penyakit utama seperti wereng coklat dan BLB dan mempunyai berat 1000 biji sekitar 25 gram (Anonim, 2010).

Menurut Virmani (1994) dalam Sukirman (2005), produksi padi dapat ditingkatkan dengan menggunakan varietas hibrida dengan memanfaatkan gejala heterosis yang mampu meningkatkan potensi hasil 15-20% lebih tinggi daripada varietas inbrida. Cina adalah negara pertama di dunia yang menggunakan padi hibrida secara komersial pada tahun 1976. Di negara tersebut, luas areal pertanaman padi hibrida mencapai 17 juta ha dengan rata-rata hasil 6-7ton/ha. Sebagai dampaknya produksi padi di Cina meningkat dari 136,9 juta ton pada tahun 1978 menjadi 169,1 juta ton pada tahun 1988.

Padi adalah tanaman menyerbuk sendiri sehingga secara alami kondisinya adalah homozygot-homogen, sedangkan kondisi tanaman hibrida adalah heterozygot-homogen, atau dalam individu tanaman yang sama konstruksi gen bersofat heterozygot, sedangkan antar individu tanaman dalam populasi yang sama bersifat homogen. Hal ini membedakan antara padi hibrida dengan padi inbrida. Pada padi inbrida, kondisi tanaman bersifat homozygot-homogen yang memang merupakan sifat alami padi pada umumnya. Empat landasan utama dalam mengambil keputusan untuk membentuk varietas hibrida adalah :

a. Mekanisme genetik untuk menangani persilangan buatan dalam skala besar.


(44)

commit to user

b. Teknik perbanyakan yang mudah dan murah

c. Teknik perbanyakan (produksi) benih yang ekonomis

d. Produksi hibrida yang dilepas harus mempunyai keunggulan dibanding varietas lainnya (Satoto dan Suprihanto, 2008).

Menurut Satoto (2007), peneliti padi hibrida pada Balai Besar Penelitian Padi (BBP Padi), secara teknis ada lima kunci utama agar pengembangan padi hibrida berhasil. Kelima kunci tersebut adalah varietas yang cocok, benih yang bermutu, teknologi budidaya yang tepat, wilayah yang sesuai dan respon petani. Sebenarnya setiap varietas padi hibrida mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam berproduksi. Varietas yang cocok dikembangkan di wilayah yang satu belum tentu cocok di wilayah yang lain. Dengan kata lain, varietas padi hibrida memiliki sifat spesifik lokasi. Ketahanan terhadap hama penyakit dan memiliki mutu beras padi hibrida juga beragam. Karena itu pengembangan varietas hibrida untuk sekarang ini sebaiknya dilakukan terbatas pada daerah yang tidak termasuk daerah endemik hama dan penyakit. Arah dan sasaran utama perakitan varietas padi hibrida ke depan adalah untuk menghasilkan varietas yang benar-benar adaptif di Indonesia, tahan terhadap berbagai hama dan penyakit utama dengan mutu beras yang lebih baik.

Padi hibrida juga berpotensi dikembangkan untuk dapat mengatasi kemandekan produktivitas padi saat ini. Padi hibrida dihasilkan melalui pemanfaatan fenomena heterosis turunan pertama (F1) dari hasil persilangan antara dua induk yang berbeda. Fenomena heterosis tersebut menyebabkan tanaman F1 lebih vigor, tumbuh lebih cepat, anakan lebih banyak dan malai lebih lebat sekitar 1t/ha lebih tinggi daripada varietas unggul biasa (inbrida). Namun keunggulan tersebut, tidak diperoleh pada populasi generasi kedua (F2) dan berikutnya. Oleh karena itu produksi benih F1 dalam pengembangan padi hibrida memegang peran penting dan strategis (Las Irsal et all, 2003).


(1)

commit to user

penggunaan benih padi hibrida pada program BLBU padi hibrida. Hal ini dapat dilihat dari nilai tHitung (0,521) < tTabel (2,000), pada taraf signifikansi 95 % atau α = 0,05 dengan nilai rs adalah 0,075 dengan arah hubungan positif. tHitung lebih kecil dari tTabel berarti H0 diterima, hal ini berarti tingkat

pengaruh kepercayaan tidak ada hubungannya dengan hasil penggunaan benih padi hibrida pada program BLBU padi hibrida.

Berdasarkan Tabel 5.10 maka dapat diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengaruh kepercayaan dengan kualitas penggunaan benih padi hibrida pada program BLBU padi hibrida. Hal ini dapat dilihat dari nilai tHitung (0,773) < tTabel (2,000), pada taraf signifikansi 95 % atau α = 0,05 dengan nilai rs adalah 0,111 dengan arah hubungan positif. tHitung lebih kecil dari tTabel berarti H0 diterima, hal ini

berarti tingkat pengaruh kepercayaan tidak ada hubungannya dengan kualitas pengguanaan benih padi hibrida pada program BLBU padi hibrida.

Berdasarkan Tabel 5.10 maka dapat diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengaruh kepercayaan dengan sikap petani terhadap penggunaan benih padi hibrida pada program BLBU padi hibrida. Hal ini dapat dilihat dari nilai tHitung (1,079) < tTabel (2,000), pada taraf signifikansi 95 % atau α = 0,05 dengan nilai rs adalah 0,154 dengan arah hubungan positif. tHitung lebih kecil dari tTabel berarti H0 diterima,

hal ini berarti tingkat pengaruh kepercayaan tidak ada hubungannya dengan sikap petani terhadap penggunaan benih padi hibrida pada program BLBU padi hibrida.

Tingkat pengaruh kepercayaan diukur dengan sering tidaknya responden melakukan tradisi, tradisi yang dimaksud antara lain selalu membuat sesaji sebelum menggarap sawah dan sebelum panen, mengadakan rasulan sesudah menanam padi, mengadakan kondangan (tirakat) setelah panen padi, mengadakan bersih desa setelah panen dan menggunakan tanda-tanda alam untuk menentukan musim tanam padi. Tingkat pengaruh kepercayaan dikatakan tidak berhubungan dengan sikap petani terhadap penggunaan benih padi hibrida karena sudah lunturnya (hilang)


(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

86

tradisi-tradisi yang ada. Hanya sebagian petani yang masih melakukan tradisi tersebut, biasanya petani yang melakukan tradisi rata-rata umurnya 50 tahun ke atas. Petani yang masih muda jarang melakukan tradisi kepercayaan, bahkan tidak melakukan tradisi kepercayaan tersebut, karena mereka menganggap jaman sudah semakin modern.


(3)

commit to user

87

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil análisis dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Sikap petani terhadap tujuan penggunaan benih padi hibrida pada program BLBU padi hibrida termasuk dalam kategori netral yaitu sebanyak 52 persen, sebagian petani merasa mengetahui dan memahami tujuan penggunaan benih padi hibrida pada program BLBU padi hibrida. Sikap petani terhadap hasil penggunaan benih padi hibrida pada program BLBU padi hibrida tergolong netral yaitu sebanyak 68 persen, karena petani dalam pemanfaatan benih padi hibrida belum seluruhnya mengalami keberhasilan. Sikap petani terhadap kualitas penggunaan benih padi hibrida pada program BLBU padi hibrida tergolong tinggi yaitu 68 persen, karena petani mengakui keunggulan dari kualitas yang dihasilkan oleh padi hibrida

2. Variabel-variabel yang diduga berhubungan dengan sikap petani terhadap penggunaan benih padi hibrida pada program BLBU padi hibrida di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar dapat diketahui sebagai berikut :

a. Tingkat pengalaman berusahatani termasuk kategori sedang karena, dalam penggunaan benih padi hibrida masih belum lama.

b. Tingkat pengaruh orang lain termasuk kategori sedang karena sejak awal kegiatan BLBU padi hibrida, pada proses perencanaan sampai pelaksanaan kegiatan baik penyuluh, keluarga, petani lain dan aparat desa turut berperan dalam mendukung kegiatan penggunaan benih padi hibrida.

c. Tingkat pendidikan formal termasuk kategori tinggi karena responden sudah mempunyai kesadaran akan pentingnya pendidikan untuk menambah ilmu pengetahuan dan menunjang kelancaran aktivitas penggunaan benih padi hibrida pada program BLBU padi hibrida


(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

88

d. Tingkat pendidikan non formal termasuk kategori rendah dan sangat rendah karena, petani jarang mengikuti dan hanya sedikit petani yang rutin mengikuti pelatihan.

e. Tingkat pengaruh media massa termasuk kategori sedang karena sebagian responden sudah mempunyai minat yang cukup baik dalam memanfaatkan media massa.

f. Tingkat pengaruh kepercayaan termasuk kategori rendah karena sebagian responden sudah banyak meninggalkan kepercayaan yang ada atau pengaruh kepercayaan sudah mulai luntur.

3. Hubungan antara variabel-variabel yang berhubungan dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap petani terhadap penggunaan benih padi hibrida pada program BLBU padi hibrida di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyatr adalah

a. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengalaman berusahatani dengan sikap petani terhadap penggunaan benih padi hibrida pada program BLBU padi hibrida, semakin tinggi atau rendah tingkat pengalaman berusahatani tidak akan ada hubungannya dengan kualitas penggunaan padi hibrida pada program BLBU padi hibrida. b. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengaruh orang

lain dengan sikap petani terhadap penggunaan benih padi hibrida pada program BLBU padi hibrida, semakin tinggi atau rendah tingkat pengaruh orang lain tidak ada hubungannya dengan kualitas penggunaan padi hibrida pada program BLBU padi hibrida.

c. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan formal dengan sikap petani terhadap penggunaan benih padi hibrida pada program BLBU padi hibrida, semakin tinggi atau rendah tingkat pendidikan non formal tidak ada hubungannya dengan kualitas penggunaan padi hibrida pada program BLBU padi hibrida.

d. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan non formal dengan sikap petani terhadap penggunaan benih padi hibrida pada program BLBU padi hibrida, semakin tinggi tingkat pendidikan non


(5)

commit to user

formal yang dimiliki petani tidak ada hubungan dengan sikapnya untuk mengikuti penggunaan benih padi hibrida pada program BLBU padi hibrida.

e. Terdapat hubungan yang sangat signifikan antara tingkat penggunaan media massa dengan sikap petani terhadap penggunaan benih padi hibrida pada program BLBU padi hibrida, semakin tinggi tingkat penggunaan media massa maka sikap petani terhadap penggunaan benih padi hibrida pada program BLBU padi hibrida akan semakin tinggi. f. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengaruh

kepercayaan dengan sikap petani terhadap penggunaan benih padi hibrida pada program BLBU padi hibrida. Semakin tinggi atau rendah tingkat kepercayaan tidak ada hubungannya dengan sikap petani terhadap penggunaan benih padi hibrida pada program BLBU padi hibrida.

B.Saran

Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, maka saran yang dapat diajukan beberapa saran terkait penelitian tersebut antara lain :

1. Tingkat pendidikan non formal dalam sikap petani terhadap penggunaan benih padi hibrida pada program BLBU padi hibrida tergolong sangat rendah karena masih sedikit petani yang mengikuti kegiatan penyuluhan. Dinas terkait (dinas pertanian dan PPL) hendaknya memberikan penyuluhan melalui pendekatan kelompok dengan menggunakan teknik diskusi dan demonstrasi, sehingga petani mengetahui secara langsung bagaimana cara budidaya padi hibrida yang benar dan jika mengalami kesulitan atau masalah terhadap budidaya padi hibrida dapat langsung di pecahkan bersama-sama.

2. Tingkat penggunaan media massa dalam sikap petani terhadap penggunaan benih padi hibrida pada program BLBU padi hibrida tergolong kategori sedang karena informasi yang di muat dalam media massa mengenai bidang pertanian, khususnya tentang penggunaan padi hibrida masih terbatas. Hanya media tertentu yang mengupas mengenai bidang pertanian, sehingga


(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

90

untuk mengakses informasi seputar pertanian masih terbatas. Dinas terkait (dinas pertanian dan PPL) hendaknya memberikan fasilitas media massa kepada petani, seperti majalalah dan surat kabar, sehingga petani lebih mudah untuk mendapatkan informasi seputar pertanian khususnya budidaya padi hibrida. Setelah diberikan fasilitas media massa hendaknya dinas terkait memotivasi petani agar mau menggunakan media massa yang telah disediakan, sehingga dapat menambah pengetahuan petani dalam melakukan usahatani.