Iskemia Plasenta dan Pembentukan Oksidan Radikal Bebas Peroksida Lemak Sebagai Oksidan Pada Hipertensi dalam Kehamilan Homosistein pada Kehamilan Normal

2.1.3. Patofisiologi

Penyebab penyakit ini hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, tetapi tidak ada satupun teori tersebut yang dianggap benar mutlak. Teori – teori yang sekarang banyak dianut adalah : 1. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel. 2. Teori kelainan Vaskularisasi plasenta 3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin 4. Teori defisiensi gizi 5. Teori inflammasi 19,20

2.1.3.1. Teori Iskemia Plasenta, Radikal Bebas, dan Disfungsi Endotel

a. Iskemia Plasenta dan Pembentukan Oksidan Radikal Bebas

Terjadi kegagalan remodelling arteri spiralis yang akibatnya plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan. Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima elektron atau atommolekul yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah. Radikal hidroksil akan merusak membran sel yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membran sel akan merusak nukleus, dan sel endotel. 20,21,23 Universitas Sumatera Utara

b.Peroksida Lemak Sebagai Oksidan Pada Hipertensi dalam Kehamilan

Telah terbukti bahwa kadar oksidan khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan anti oksidan pada hipertensi dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi dominasi kadar oksidan peroksida lemak yang relatif tinggi. Membran sel endotel akan lebih mudah mengalami kerusakan karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh.

c.Disfungsi Sel Endotel

21,23 Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan ini di sebut “disfungsi endotel”. Pada saat terjadi disfungsi sel endotel, maka akan terjadi :  Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endotel adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin PGE2 suatu vasodilatator kuat.  Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit ini untuk menutup tempat-tempat lapisan endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi ini akan memproduksi tromboksan TXA2 suatu vasokontriktor kuat. Pada preeklampsia kadar tromboksan lebih tinggi dari kadar prostasiklin sehingga terjadi vasokontriksi, dengan terjadi kenaikan tekanan darah.  Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus. Universitas Sumatera Utara  Peningkatan permeabilitas kapilar  Peningkatan produksi bahan-bahan vasopressor yaitu endotelin vasokontriktor meningkat kadar NO vasodilator menurun.  Peningkatan faktor koagulasi. 20,21,23 2.1.3.2.Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari cabang arteri uterina dan arteri ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut menembus cabang miometrium berupa arteri arkuata dan arteri arkuata memberi cabang arteria radialis. Arteria radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang arteria spiralis. Pada hamil normal dengan sebab yang belum jelas terjadi invasi trofoblas kedalam lapisan otot arteria spiralis yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri apiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada daerah utero plasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan “Remodeling arteri spiralis”. Pada hamil yang abnormal tidak terjadi invasi sel- sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri Universitas Sumatera Utara spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya arteri spiralis mengalami vasokontriksi, dan terjadi kegagalan “remodelling arteri spiralis” sehingga dapat menyebabkan aliran darah uteroplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak dari iskemia ini akan menimbulkan perubahan yang dapat menjelaskan patogenesis selanjutnya. 20,21,23 Gambar 1. Perbedaan kehamilan normal dan kehamilan PE 16

2.1.3.3 Teori Intoleransi Imunologik Antara Ibu dan Janin.

Pada perempuan hamil normal respon imun tidak menolak adanya hasil konsepsi yang bersifat asing. Ini disebabkan adanya HLA-G leukocyte antigen protein G yang berperan penting dalam modulasi respon imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi plasenta. Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis sel Natural Killer NK ibu. Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah Universitas Sumatera Utara invasi sel trofoblas kedalam jaringan desidua ibu. Jadi HLA-G merupakan prakondisi untuk terjadinya invasi trofoblas kedalam jaringan desidua ibu disamping untuk menghadapi sel Natural Killer. Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan terjadi penurunan ekspresi HLA-G sehingga menghambat invasi trofoblas kedalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan desidua menjadi lunak, dan gembur sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis. HLA-G juga merangsang produksi sitikon, sehingga memudahkan terjadinya reaksi imflammasi. Kemungkinan terjadi Imun maladaptasi pada preeklampsia. Pada awal trimester kedua kehamilan perempuan yang mempunyai kecenderungan terjadi preeklampsia, ternyata mempunyai proporsi helper sel yang lebih rendah dibanding pada yang normotensif. 20,21,23

2.1.3.4. Teori Defisiensi Gizi

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan defesiensi gizi berperan dalam terjadinya preeklampsia dan eklampsia. Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, dapat mengurangi resiko preeklampsia. Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah vasokontriksi pembuluh darah. Beberapa peneliti telah mencoba uji klinik untuk memakai konsumsi minyak ikan atau bahan yang mengandung asam lemak tak jenuh dalam mencegah preeklampsia. Hasil sementara menunjukkan bahwa penelitian 19,20 Universitas Sumatera Utara ini berhasil baik dan mungkin dapat dipakai sebagai alternatif pemberian. 19,20

2.1.3.5 Teori Stimulus Inflamasi

Lepasnya debris trofoblas didalam sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada preeklampsia terjadi peningkatan stres oksidatif sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat. Makin banyak sel trofoblas plasenta, maka reaksi stres oksidatif akan sangat meningkat sehingga jumlah sisa debris trofoblas juga makin meningkat. Keadaan ini akan menimbulkan reaksi Imflammasi dalam darah ibu. Respon imflammasi ini akan mengaktivasi sel endotel dan sel-sel makrofag granulosit yang lebih besar sehingga terjadi reaksi sistemik imflammasi yang menimbulkan gejala- gejala preeklamsia. Disfungsi endotel pada preeklampsia akibat produksi debris trofoblas plasenta berlebihan tersebut diatas, mengakibatkan aktivasi leukosit yang sangat tinggi pada sirkulasi ibu. 19,20

2.1.4. Insidens dan Faktor Resiko Preeklampsia

Insidens preeklampsia dan eklampsia berkisar antara 3–8 pada wanita hamil. Kematian ibu meningkat karena komplikasi yang dapat mengenai berbagai sistem tubuh. Penyebab kematian terbanyak ibu adalah perdarahan intraserebral dan oedem paru. Kematian perinatal berkisar antara 10-28. Penyebab terbanyak kematian perinatal disebabkan karena prematuritas, pertumbuhan janin terhambat dan Universitas Sumatera Utara meningkat karena solutio plasenta. Sekitar kurang lebih 75 eklampsi terjadi antepartum dan 25 terjadi pada postpartum. Hampir semua kasus 95 eklampsi antepartum terjadi pada trimester ketiga. 20,22 Pencegahan sangat penting dalam mengantisipasi kejadian preeklampsia, hal ini termasuk mengetahui wanita hamil yang mempunyai faktor resiko tinggi untuk timbulnya preeklampsia. Faktor – faktor resiko preeklampsia adalah: 1. Primigravida 19,20 2. Umur yang ekstrim terlalu muda atau terlalu tua. 3. Kehamilan ganda 4. Obesitas 5. Riwayat pernah preeklampsia – eklampsia 6. Hipertensi kronik 7. Diabetes mellitus gestasional 8. Adanya trombofilia 9. Penyakit ginjal 10. Molahidatidosa, Inseminasi donor dan donor oocyte

2.1.5. Manifestasi Klinis

Pembagian preeklampsia menjadi berat dan ringan tidaklah berarti adanya dua penyakit yang jelas berbeda, sebab seringkali ditemukan penderita dengan preeklampsia ringan dapat mendadak mengalami kejang dan jatuh dalam koma. Universitas Sumatera Utara Gambaran klinik preeklampsia bervariasi luas dan sangat individual. Kadang – kadang sukar untuk menentukan gejala preeklampsia mana yang timbul lebih dahulu. Secara teoritik urutan-urutan yang timbul pada preeklampsia ialah hipertensi dan proteinuria, edema tungkai tidak dapat dipakai lagi kecuali edema anasarka. a.Tekanan darah 19,20,21,22 Kelainan dasar pada preeklampsia adalah vasospasme arteriol, sehingga tidak mengherankan bila tanda peringatan awal yang paling bisa diandalkan adalah peningkatan tekanan darah. Tekanan diastolik mungkin merupakan tanda prognostik yang lebih handal dibandingkan tekanan sistolik, dan tekanan diastolik sebesar 90 mmHg atau lebih menetap menunjukan keadaan abnormal. b.Kenaikan Berat badan 19,20,22 Peningkatan berat badan yang terjadi tiba-tiba dapat mendahului serangan preeklampsia, dan bahkan kenaikan berat badan yang berlebihan merupakan tanda pertama preeklampsia pada wanita. Peningkatan berat badan yang mendadak serta berlebihan terutama disebabkan oleh retensi cairan dan selalu dapat ditemukan sebelum timbul gejala edem non dependen yang terlihat jelas, seperti kelopak mata yang membengkak, kedua tangan atau kaki yang membesar. c.Proteinuria 20 Derajat proteinuria sangat bervariasi menunjukan adanya suatu penyebab fungsional vasospasme dan bukannya organik. Pada preeklampsia awal, proteinuria mungkin hanya minimal atau tidak Universitas Sumatera Utara ditemukan sama sekali. Pada kasus yang paling berat, proteinuria biasanya dapat ditemukan dan mencapai 10 grlt. Proteinuria hampir selalu timbul kemudian dibandingkan dengan hipertensi dan biasanya lebih belakangan daripada kenaikan berat badan yang berlebihan. d.Nyeri kepala 19,20 Jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi akan semakin sering terjadi pada kasus-kasus yang lebih berat. Nyeri kepala sering terasa pada daerah frontalis dan oksipitalis, dan tidak sembuh dengan pemberian analgesik biasa. Pada wanita hamil yang mengalami serangan eklampsia, nyeri kepala hebat hampir dipastikan mendahului serangan kejang pertama. e.Nyeri epigastrium 19,20,22 Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas merupakan keluhan yang sering ditemukan preeklampsi berat dan dapat menunjukan serangan kejang yang akan terjadi. Keluhan ini mungkin disebabkan oleh regangan kapsula hepar akibat oedem atau perdarahan. f. Gangguan penglihatan 19,25 Seperti pandangan yang sedikit kabur, skotoma hingga kebutaan sebagian atau total. Disebabkan oleh vasospasme, iskemia dan perdarahan ptekie pada korteks oksipital. 19,22,23,25 Universitas Sumatera Utara

2.2. Homosistein

Senyawa homosistein Hcy pertama kali ditemukan tahun 1932 dan diberi nama oleh du Vigneaud. Homosistein 2 amino 4 mercaptobutanoic acid merupakan non protein sulfhydryl amino acid, yang metabolismenya terletak pada persimpangan antara jalur transulfurasi dan remetilasi biosintesis metionin. 26,27 Gambar 2. Dua jalur metabolisme homosistein Hcy merupakan senyawa antara yang dihasilkan pada metabolisme metionin suatu asam amino esensial yang terdapat dalam beberapa bentuk di plasma. Sulfhidril atau bentuk tereduksi dinamakan homosistein, dan disulfida atau bentuk teroksidasi dinamakan homosistin. Bentuk disulfida juga terdapat bersama-sama dengan sistein dan protein yang mengandung residu sistein reaktif homosistein yang terikat protein, bentuk ini dinamakan disulfida campuran. Bentuk teroksidasi merupakan bagian terbesar 98-99 dalam plasma sedangkan bentuk tereduksi hanya 1 dari total homosistein dalam plasma. 28 26 Universitas Sumatera Utara Kadar Hcy yang terlalu tinggi terakumulasi dalam sel akan menghambat seluruh reaksi metilasi. 27 Gangguan pada siklus Hcy tersebut mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pertumbuhan, diferensiasi, serta fungsi seluler, serta berdampak pada berbagai keadaan seperti penuaan sel-sel otak yang dibarengi dengan penurunan proses neurokimiawi, penyakit-penyakit kejiwaan, penyakit susunan syaraf, penyakit kardiovaskular, serta dalam proses pertumbuhan janin dan bayi. Berbagai mekanisme untuk terjadinya kerusakan vaskuler salah satunya disebabkan karena kelainan metabolisme metionin sehingga menimbulkan peningkatan konsentrasi Hcy darah yang berefek toksik pada endotel vaskuler. Peningkatan total Hcy merupakan faktor resiko penyakit vaskuler baik koroner, serebral maupun perifer. 27 Hubungan peningkatan Hcy dengan penyakit vaskuler pertama kali dikemukakan oleh Mc Cully pada tahun 1969. 26 28 Ia melaporkan adanya aterosklerosis disertai disertai trombosis arteri pada otopsi dua orang anak yang mempunyai kadar homosistein darah dan urin yang tinggi. Berdasarkan observasi tersebut Mc Cully membuat hipotesis bahwa hiperhomosisteinemia dapat menyebabkan penyakit vaskuler. Berbagai penelitian epidemiologi telah dilakukan sebagai konfirmasi terhadap hipotesis Mc Cully tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hiperhomosisteinemia merupakan faktor risiko bebas untuk terjadinya aterosklerosis dan aterotrombosis. 29 Universitas Sumatera Utara Secara global saat ini kadar normal Hcy dianggap 5- 15 μmolL dimana hiperhomosisteinemia digolongkan sebagai berikut : ringan 16 - 30μmolL, sedang 31-100 μmolL dan berat 100 μmolL. 29 Peningkatan Hcy sebesar 5 μmolL dianggap setara dengan peningkatan kolest erol plasma sebesar 0.5 μmolL atau 20 mgdL dalam peningkatan risiko penyakit kardiovaskular sebesar 60 pada pria dan 80 pada wanita. Hiperhomosisteinemia berat merupakan kejadian yang jarang tetapi hiperhomosisteinemia sedang terjadi pada kira-kira 5-10 dari populasi. Pasien dengan hiperhomosisteinemia sedang tidak menunjukkan gejala klinis sampai dekade ketiga atau keempat kehidupan seperti terjadinya penyakit koroner yang prematur, trombosis arteri dan vena yang berulang. Walaupun mekanisme molekuler hiperhomosisteinemia dapat menyebabkan aterotrombosis belum diketahui tetapi bukti epidemiologi mengenai hubungan antara hiperhomosisteinemia dengan aterotrombosis telah ada. 30 29,31

2.2.1. Metabolisme Homosistein

Homosistein Hcy bukan merupakan konstituen diet normal. Satu- satunya sumber homosistein adalah metionin yaitu suatu asam amino esensial yang mengandung sulfur yang diperoleh melalui asupan protein. Biosintesis metionin akan menghasilkan produk antara yaitu Hcy. Metabolisme Hcy dipengaruhi oleh asam folat, vitamin B6 dan B12 serta aktivitas berbagai enzim yang berperan pada jalur metabolismenya. 27 Universitas Sumatera Utara Metionin juga diperlukan untuk pembentukan S-adenosyl methionine SAM. SAM dibentuk dengan cara transfer gugus adenosil yang berasal dari ATP kepada atom sulfur yang terdapat pada metionin dengan bantuan magnesium sebagai kofaktor. Saat SAM mendonorkan gugus metilnya maka akan terbentuk S-adenosylhomocysteine SAH. SAH tersebut akan terhidrolisa dengan melepaskan adenosinnya, sehingga terbentuklah homosistein. 32 SAM mengandung gugus metil yang sangat reaktif. Gugus metil tersebut sangat dibutuhkan pada berbagai proses biologis normal dengan cara mentransfer gugus metil ke berbagai akseptor termasuk diantaranya asam deoksiribonukleat DNA, asam ribonukleat RNA, protein, fosfolipid, myelin selubung syaraf, polisakarida, kolin neurotransmitter, katekolamin suatu hormon, neuromodulator yang diperlukan dalam proses fisiologis, aktivitas fisik, serta reaksi pada susunan syaraf simpatis SAM merupakan donor gugus metil yang utama dan terpenting pada organisme, dan merupakan donor gugus metil satu-satunya pada sistem syaraf pusat. Perantara yang kedua S-adenosylhomocysteine SAH. SAH akan dihidrolisa dalam suatu reaksi yang bersifat reversibel, menjadi homosistein yang mana Hcy tersebut dapat didaur ulang kembali menjadi metionin. 32,33 Dalam jalur metabolisme diatas SAM dan SAH, terdapat 3 enzim yang terlibat secara langsung, betaine homocysteine methyltransferase BHMT, methionine synthase MS, dan cysthationine β-synthase CβS. 29 Universitas Sumatera Utara Vitamin B12 adalah kofaktor suatu senyawa kimia non protein yang diperlukan untuk proses transformasi biokimiawi dan aktivitas enzim, seringkali disebut sebagai helper molecul bagi MS, sementara B6 merupakan kofaktor bagi CβS. Methyl tetrahydrofolate MTHF adalah substrat pada reaksi yang diperantarai oleh MS. 34 Sebagian besar jaringan termasuk susunan syaraf pusat secara keseluruhan bergantung kepada gugus metil yang diperoleh dari siklus daur ulang Hcy yang diperantarai oleh MS. Siklus daur ulang tersebut secara tidak langsung diatur oleh aktivitas methylenetetrahydrofolate reductase MTHFR, yang mana enzim ini memperantarai pembentukan MTHF. Karenanya MTHFR berpengaruh kuat secara tidak langsung pada proses remetilasi pemberian gugus metil Hcy. 33 Jalur remetilasi terdiri dari 2 jalur biokimia berujung pada transfer gugus metil CH3 kepada Hcy, baik oleh Methylcobalamin sejatinya menerima gugus metil dari SAM atau dari 5-methyltetrahydrofolate 5- MTHF suatu bentuk aktif dari asam folat. Sementara betaine, yang mempunyai 3 gugus metil akan mendonasikan 1 gugus metilnya kepada Hcy dengan bantuan enzim BHMT yang berujung pada terbentuknya metionin. 27 Betaine yang kehilangan 1 gugus metilnya akan berubah menjadi dimethylglycine DMG yang kemudian dioksidasi menjadi glisin dan 2 molekul formaldehid dengan bantuan enzim yang dependen riboflavin vitamin B12. Molekul formaldehid tersebut dapat bergabung dengan tetrahydrofolate THF untuk membentuk methylenetetrahydrofolate MTHF, suatu bentuk aktif asam folat, yang Universitas Sumatera Utara dapat diubah menjadi 5-MTHF suatu bentuk asam folat lainnya. Pemberian betaine dapat menurunkan kadar Hcy serta menaikkan kadar plasma serin dan sistein. Setelah proses remetilasi, metionin dapat dipergunakan kembali untuk memproduksi SAM sebagai donor metil universal bagi tubuh Jalur transulfurasi Hcy berkondensasi dengan serin untuk membentuk cysthationine dan dikatalisasi oleh enzim cysthationine β sintase CβS dengan bantuan vitamin B6 sebagai kofaktor. Cysthationine kemudian dihidrolisa membentuk glutathione serta dimetabolisasi Iebih lanjut menjadi cysteine dan α-ketobutirat. Kelebihan cysteine akan dioksidasi menjadi taurin dan sulfat inorganik atau diekskresi ke dalam urin. Sistein dan taurin tersebut merupakan zat yang sangat penting untuk kesehatan jantung, detoksifikasi hepatik, ekskresi kolesterol, pembentukan garam empedu, serta produksi glutation yang merupakan protektor terhadap kerusakan oksidatif. 29,33 Pada keadaan kelebihan metionin seperti mengkonsumsi makanan tinggi protein dimanfaatkan jalur transulfurasi dengan meningkatkan regulasi sistasionin β sintase dan mengurangi regulasi jalur remetilasi, sedangkan bila terdapat defisiensi metionin dimanfaatkan jalur remetilasi. 33 27,31 Universitas Sumatera Utara Gambar 3. Jalur remetilasi memerlukan vitamin B12, folate, and 5,10-methylenetetrahydrofolate reductase MTHFR. betaine homocysteine methyltransferase BHMT, dimethylglycine DMG. Jalur transulfurasi memerlukan enzim cystathionine-synthase CBS dan vitamin B6 pyridoxal-5’-phosphate. Ketika bentuk dari cystathionine, cysteine dapat digunakan dalam sintesis protein dan produksi glutathione GSH. 33

2.2.2. Faktor yang mempengaruhi metabolisme Homosistein

Dalam keadaan normal Hcy dalam darah relatif sangat sedikit, dengan kadar antara 5- 15 µmolL. Kadar Hcy di kompartemen ekstrasel ditentukan oleh beberapa hal yaitu pembentukan di dalam sel, metabolisme dan eksresinya. Bila produksi Hcy intrasel melebihi kapasitas metabolisme maka Hcy akan dilepaskan ke ruang ekstrasel, sebaliknya bila produksi berkurang maka pelepasan dari sel akan berkurang. 27,31 Keadaan ini membantu mempertahankan agar kandungan Hcy intrasel tetap rendah. Keseimbangan ini dapat terganggu pada keadaan gangguan Universitas Sumatera Utara aktivitas enzim atau akibat jumlah kofaktor yang berperan dalam metabolismenya berkurang. 27 Penyebab hiperhomosisteinemia adalah multifaktorial. I. Genetics 31 a. Transulfuration abnormalities : dimished or absent cysthathionine beta synthesa activity chromosome 21 b. Remethylation abnormalities 1. abnormal metyltetrahidrofolate reductase absent or thermolabile variant 2. abnormal methionine synthase II. AgeGender a. Homocystaeine increase with age b. Homocysteine levels men age matched women c. Post menopausal women : homcysteine levels increased III. Renal Function : homocysteine with increased creatinine IV. Nutrition a. Vitamin B6 deficiency b. Vitamin B12 deficiency c. Folate deficiency V. Disease status a. Severe psoariasis, associated with increased homocysteine levels possibility related to lower folate levels b. Cancer,acute lymphoblastic leukemia, elevated levels c. Chronic renal failure, increased homocysteine, lowered with dialysis VI. a. Increased homocysteine 1. Methotrexate 2. Azaribine, vitamine B6 antagonist 3. Nitrous oxide, inactivated vitamin B 4. Phenytoin, interferes with folate metabolism 5. Carbamazepine, interferes with folate metabolism 6. Estrogen-containing oral contraceptive induced vitamin B6 deficiency b. Decrease homocysteine : penicilliamine metabolically stable cysteine analogue. Tabel 1. Faktor yang mempengaruhi kadar homosistein. 31

2.3. Patofisiologi

Penelitian secara klinik dan eksperimen menunjukan bahwa kadar homosistein yang tinggi cenderung memberikan respon aterogenik yang menimbulkan terjadinya trombosis. Mekanisme dari keadaan ini belum sepenuhnya di ketahui namun beberapa mekanisme yang mungkin berperan telah dapat di identifikasi. 35,36 Universitas Sumatera Utara

2.3.1. Efek terhadap endotel

Lapisan endotel membatasi antara dinding pembuluh darah dengan sirkulasi darah. Lapisan ini mengatur keseimbangan antara kontraksi dan relaksasi otot polos vaskular, adhesi dan agregasi trombosit, adhesi leukosit serta koagulasi darah. Endotel menghasilkan nitrit oksida NO, prostaksiklin yang bersifat sebagai vasodilator. Sedangkan vasokontriktor dihasilkan endotel adalah endotelin 1, tromboksan A 2 dan prostaglandin H 2. Adanya stress oksidatif yang menimbulkan kelainan pada endotel maka vasokontriktor yang terbentuk akan lebih dominan. Nitrit oksida NO melindungi endotel dari homosistein dengan membentuk S- nitrosohomosistein sehingga dapat menghambat pembentukan hidrogen peroksida H 2 O 2 yang bersifat oksidatif. Adanya peningkatan konsentrasi homosistein, maka terjadi akumulasi dan terbentuk plaque pada dinding endotel. Pada penelitian invitro, beberapa peneliti telah menguji pengaruh Hcy terhadap pertumbuhan sel endotel pada jaringan yang di kultur. Hasil dari penelitian tersebut membuktikan bahwa Hcy dapat memberikan efek sitotoksis langsung terhadap endotel sehingga terjadi kerusakan dan gangguan terhadap endotel. 37 35 Hidrogen peroksida menyebabkan trauma langsung sel endotel serta mengurangi pelepasan nitrit oksida NO yang merupakan mediator utama vasodilatasi pembuluh darah. Ini menunjukan bahwa hidrogen peroksida bertanggung jawab akan efek toksik terhadap sel endotel. 36 Universitas Sumatera Utara Pada penelitian In vivo yang dilakukan oleh Harker terhadap Baboon dengan menyuntikan L-homosistein selama 5 hari terlihat adanya bercak deskuamasi pada endotel pembuluh darah di sertai berkurangnya masa hidup trombosit. Mereka juga mendukung pendapat bahwa thrombus arteri akibat trauma endotel yang terjadi pada penderita– penderita homosistinuria disebabkan oleh pengaruh Hcy yang terus- menerus sehingga menyebabkan terjadinya aterogenesis dan meningkat konsumsi trombosit. Semakin tinggi kadar homosistein maka kerusakan endotel akan semakin berat. Homosistein juga dapat merangsang proliferasi sel otot polos endotel dan terjadi penurunan sintesis DNA sel endotel. Hiperhomosisteinemia dapat menimbulkan perubahan patologis pada lamina elastika vaskular. 36,37,38,39,40

2.3.2. Pengaruh Terhadap Trombosit

Beberapa peneliti melaporkan bahwa Hcy akan meningkatkan daya lekat dan agregasi trombosit. 31 Peneliti lain yang melakukan observasi terhadap binatang percobaan menemukan gangguan pada masa hidup trombosit. Kelainan ini juga ditemukan pada penderita defisiensi sistasionin β-sintase lama hidup platetet menurun dan terjadi pembentukan trombus arteri. Greaber seperti yang di kutip Mayer menyatakan bahwa homosistein meningkatkan metabolisme asam arakidonat trombosit normal, sehingga terjadi peningkatan tromboksan A 2 TXA 2 yang menginduksi agregasi trombosit. 33 Universitas Sumatera Utara

2.3.3. Pengaruh Terhadap Pembekuan Darah .

Hcy kemungkinan mempengaruhi beberapa faktor – faktor yang terlibat dalam cascade pembekuan darah, seperti menurunkan aktivitas anti trombin. 31,38 Selain itu Hcy juga menghambat aktivitas kofaktor trombodulin dan aktivasi protein C, meningkatkan aktivitas faktor V dan faktor XII, menganggu sekresi anti trombin III dan faktor Von Willebrand oleh endotel dan mengurangi sintesis prostasiklin. 31,35,38 Menurut Mayer, karena prostasiklin merupakan inhibitor yang penting terhadap agregasi trombosit maka dengan berkurangnya sintesis prostasiklin akan menyebabkan terjadinya trombosis, namun hasil ini masih di pertentangkan. 32 Homosistein juga memacu ikatan lipoprotein dengan fibrin, kadar total homosistein plasma berkorelasi dengan kadar fibrinogen. Pernah diteliti pengaruh pemberian homosistein terhadap sistem fibrinolisis pada kultur sel endotel manusia ternyata homosistein dapat merangsang sekresi dan ekspresi plasminogen activator inhibitor 1 PAI-1 dan tidak mempengaruhi sekresi dan ekspresi tissue type plasminogen activator tPA, tumor necrosis factor alpa TNF α dan transforming growth factor beta TGF β sehingga memudahkan terjadinya trombosis. 39

2.4. Homosistein pada Kehamilan Normal

Kehamilan normal konsentrasi tHcy pada trimester kedua lebih rendah dibandingkan trimester pertama berdasarkan penelitian Kristin dkk 2007. Berkurangnya konsentrasi tHcy pada kehamilan kemungkinan disebabkan hemodilusi, suplementasi asam folat atau penurunan albumin, Universitas Sumatera Utara metabolisme homosistein dan status hormonal, kelainan ginjal belum dapat dijelaskan sepenuhnya. Kortisol dan estrogen menyebabkan peningkatan aktifitas enzim Hcy methyl transferase pada hepar dan sintesa metionin pada ginjal menghasilkan peningkatan remetilasi dari homosistein menjadi metionin sehingga terjadi penurunan kadar homosistein. Penurunan kadar Hcy pada kehamilan juga disebabkan peningkatan kebutuhan metionin dalam sintesa protein pada janin. Murphy dkk 2004, dalam penelitian mengatakan penurunan tHcy berhubungan secara signifikan dengan peningkatan estradiol yang terjadi selama kehamilan. 41 Homosistein dalam darah manusia berikatan hampir 70 dengan albumin, turunnya kadar albumin secara progresif selama kehamilan, mengakibatkan penurunan kadar homosistein pada kehamilan. 42 Suplementasi asam folat selama hamil dapat menurunkan kadar Hcy. Perubahan metabolisme Hcy dapat menjadi patologi karena Hcy berasal dari metionin asam amino esensial dalam metabolismenya membutuhkan B12 dan asam folat. Pemberian suplementasi asam folat pada masa sebelum hamil dapat dilakukan sebagai usaha untuk menurunkan kadar tHcy. 43

2.5. Homosistein dan Preeklampsia

Dokumen yang terkait

Perbedaan Kadar Serum Adiponektin Pada Hamil Preeklampsia Berat Dan Hamil Normal Di RSUP.H.Adam Malik, RSUD.Dr.Pirngadi Dan RS Jejaring FK USU Medan

5 69 82

Perbedaan Kadar Glutation Peroksidase Pada Abortus Imminens Dan Hamil Normal Trimester I DI RSUP.H.Adam Malik, RS Jejaring FK USU Dan RS.Swasta Medan

1 103 105

Hubungan Kadar Hematokrit dengan tingkat Keparahan pada Preeklamsia Berat di RSUP H Adam malik Medan. RSUD dr Pirngadi Medan dan RS jejaring FK USU

4 64 73

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Preeklampsia 2.1.1 Definisi - Perbedaan Kadar Serum Adiponektin Pada Hamil Preeklampsia Berat Dan Hamil Normal Di RSUP.H.Adam Malik, RSUD.Dr.Pirngadi Dan RS Jejaring FK USU Medan

0 0 24

PERBEDAAN KADAR SERUM ADIPONEKTIN PADA HAMIL PREEKLAMPSIA BERAT DAN HAMIL NORMAL DI RSUP.H.ADAM MALIK, RSUD.Dr.PIRNGADI DAN RS JEJARING FK USU MEDAN TESIS

0 2 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Preeklampsia 2.1.1 Definisi - Kadar Homosistein Dengan Keparahan Preeklampsia Di RSUP.H.Adam Malik Dan RS Jejaring FK USU Medan

0 0 30

KADAR HOMOSISTEIN DENGAN KEPARAHAN PREEKLAMPSIA DI RSUP.H.ADAM MALIK DAN RS JEJARING FK USU MEDAN TESIS

0 1 23

PERBEDAAN KADAR GLUTATION PEROKSIDASE PADA ABORTUS IMMINENS DAN HAMIL NORMAL TRIMESTER I DI RSUP.H.ADAM MALIK, RS JEJARING FK USU DAN RS.SWASTA MEDAN

0 0 11

Hubungan Kadar Hematokrit dengan tingkat Keparahan pada Preeklamsia Berat di RSUP H Adam malik Medan. RSUD dr Pirngadi Medan dan RS jejaring FK USU

0 0 15

HUBUNGAN KADAR HEMATOKRIT DENGAN TINGKAT KEPARAHAN PADA PREEKLAMSIA BERAT DI RSUP H ADAM MALIK MEDAN, RSUD DR PIRNGADI MEDAN DAN RS JEJARING FK USU

0 0 13