prinsip hormat Budaya politik dalam etnis Jawa Kabupaten Langkat pada tahun 2013 - Repository UIN Sumatera Utara

lxxxv memeriksa prinsip itu dengan lebih teliti. Inti perinsip kerukunan ialah tuntutan untuk mencegah segala sesuatu yang bisa menimbulkan segala konflik terbuka. Tujuan kelakuan rukun ialah keselarasan sosial, keadaaan yang rukun. Suatu keadaaan disebut rukun apabila semua pihak dalam kelompok berdamai satu sama lain. Motivasi untuk bersikap rukun bersifat ganda: di satu pihak individu di bawah tekanan berat dari pihak lingkunganya yang mengharapkan daripadanya sikap rukun dan memberi sanksi terhadap kelakuan yang tidak sesuai. Di lain pihak individu- individu membatinkan tuntutan kerukunan sehingga ia merasa bersalah dan malu apabila kelakuanya menggangu kerukunan.

2. prinsip hormat

Kaidah kedua yang memainkan peranan besar dalam mengatur pola interaksi dalam masyarakat jawa ialah prinsip hormat. Prinsip itu mengatakan bahwa setiap orang dalam cara bicara dan membawa diri harus selalu menunjukkan sikap hormat terhadap orang lain, sesuai dengan derajat dan kedudukanya. Apabila dua orang bertemu, terutama dua orang jawa, bahasa pembawaan dan sikap mereka mesti mengungkapkan suatu pengakuan terhadap kedudukan mereka masing-masing dalam suatu tatanan sosial yang tersusun dengan terperinci dan cita rasa. Mengikuti aturan- aturan tatakrama yang sesuai dengan menganmbil sikap hormat atau kebapaan yang tepat amatlah penting. Prinsip hormat berdasarkan pendapat, bahwa semua hubungan dalam masyarakat teratur secara hirarkis, bahwa keteraturan hirarkis itu bernilai pada dirinya sendiri dan oleh karena itu orang wajib untuk mempertahankanya dan untuk membawa diri sesuai denganya. 48 Pandangan itu sendiri berdasarkan cita-cita tentang suatu masyarakat yang baik, dimana setiap orang mengenal tempat dan tugasnya dan dengan demikian ikut menjaga agar seluruh masyarakat merupakan satu kesatuan yang selaras. Kesatuan itu hendaknya diakui oleh semua dengan membawa diri sesuai dengan tuntutan-tuntutan tatakrama sosial. Mereka yang berkedudukan lebih tinggi harus diberi hormat. Sedangkan sikap yang tepat terhadap mereka yang 48 Hildreed Geertz, The Javanese Familly. A Study Of Kinship And Socialization......h.147 lxxxvi berkedudukan lebih rendah adalah sikap kebapaan atau patrimonial dengan rasa tanggung jawab. Kalau setiap orang menerima kedudukanya itu maka tatanan sosial terjamin. Oleh karena itu orang jangan mengembangkan ambisi-ambisi, jangan mau bersaing satu sama lain, melainkan hendaknya setiap orang puas dengan kedudukan yang telah diperolehnya dan berusaha untuk menjalankan tugasnya masing-masing dengan sebaik- baiknya. “Ambisi, persaingan, kelakuan kurang sopan, dan keinginan untuk mencapai keuntungan material pribadi dan kekuasaan merupakan sumber dari segala perpecahan, ketidak selarasan dan kontradiksi. Yang seharusnya dicegah dan ditindas.” Terminologi patrimonial adalah konsep antropologi yang secara nominatif berasal kata dari patir dan secara genetif berasal ari kata patris yang berarti Bapak. Konsep yang dikembangkan dari kata tersebut kemudian diterjemahkan secara lebih luas yakni menjadi warisan dari bapak atau nenek moyang. Kata sifat dari konsep tersebut adalah patrimonial yang berarti sistem pewarisan menurut garis bapak. perkembangan lebih lanjut, konsep tersebut mengandung pengertian yakni sistem pewarisan nenek moyang yang mementingkan laki-laki atau perempuan dengan perbandingan yang dua lawan satu. Disamping birokrasi rasional yang dipelopori oleh Max Weber. Ia juga membedakan jenis birokrasi menjadi birokrasi modern dengan patrimonial. Jika pada birokrasi rasional lebih menitik beratkan pada unsur prestasi, maka pada birokrasi patrimonial justru sebaliknya, yakni menekankan pada ikatan-ikatan patrimonial patrimonial ties yang menganggap serta menggunakan administrasi sebagai urusan pribadi dan kelompok. Secara lebih tegas, menegaskan bahwa dalam birokrasi patrimonial, individu-individu dan golongan penguasa berupaya mengontrol kekuasaan dan otoritas jabatan untuk kepentingan kekuasaanya. Selain itu, ciri daripada birokrasi patrimonial disebutkan bahwa: 1. Pejabat-pejabat disaring atas dasar kriteria pribadi dan politik, 2. jabatan dipandang sebagai sumber kekayaan atau keuntungan, 3. pejabat-pejabat mengontrol, baik fungsi politik maupun administratif karena tidak ada pemisahan antara sarana-sarana produksi dan administrasi, lxxxvii 4. setiap tindakan diarahkan oleh hubungan pribadi dan politik. Tujuan-tujuan pribadi penguasa merupakan hal yang pokok dalam sepak terjang pemerintahan kendatipun mereka dibatasi oleh fungsi-fungsi sebagai seorang pemimpim.

3. Penerapanya dalam kehidupan sehari-hari