Konsep Akta Notaris Landasan Teoritis

19 uang, akta wasiat, surat kuasa dan lain-lain. Dalam akta partai ini dicantumkan keterangan-keterangan dari orang-orang yang bertindak sebagai pihak-pihak dalam akta itu. Akta partai berisikan cerita dari hal-hal yang terjadi karena perbuatan yang dilakukan oleh pihak lain dihadapan Notaris, artinya yang diterangkan atau diceritakan oleh pihak lain kepada Notaris dalam menjalankan jabatannya dan untuk keperluan itu, pihak yang bersaangkutan sengaja datang menghadap Notaris dan memberikan keterangan itu atau melakukan perbuatan hukum itu dihadapan Notaris, agar keterangan atau perbuatan itu dinyatakan oleh Notaris dalam suatu akta otentik. Dalam hubungannya dengan hal yang diuraikan diatas, maka yang pasti secara otentik pada akta partij terhadap pihak lain adalah: a. Tanggal dari akta itu; b. Tanda tangan-tanda tangan yang ada dalam akta itu; c. Identitas dari orang-orang yang hadir; d. Bahwa hal-hal yang tercantum dalam akti itu adalah sesuai dengan keadaan pada saat diterangkan oleh para penghadap kepada Notaris, agar dicantumkan dalam akta itu, sedangkan kebenaran dari keterangan- keterangan itu sendiri, hanya pasti antara pihak-pihak yang bersangkutan sendiri. Membuat akta partai acte partij inisiatif tidak berasal dari pejabat, melainkan dari pihak-pihak yang berkepentingan memberikan keterangan, sedangkan untuk akta pejabat acte ambtelijk, maka pejabatlah yang aktif membuat akta tersebut atas permintaan dari para pihak yang berkepentingan. Oleh 20 karena itu, akta pejabat berisikan keterangan yang dilihat dan didengar sendiri serta ditulis oleh pejabat yang bersangkutan. Sedangkan akta partai berisikan keterangan para pihak sendiri yang diformulasikan serta disampaikan kepada pejabat, agar pejabat merampungkan maksud dan keterangannya dalam suata akta otentik. Ketentuan Pasal 1870 KUHPer menyebutkan bahwa akta otentik memberikan bukti yang paling sempurna bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya serta sekaligus orang yang mendapat hak daripadanya, tentang segala hal yang tersurat di dalamnya; Akta otentik merupakan bukti yang cukup, atau juga disebut bukti yang sempurna,artinya isi dari akta tersebut oleh hakim harus dianggap benar, selama ketidak-benarannya tidak terbukti. Namun kekuatan bukti yang sempurna masih dapat digugurkan bila ada bukti lawan yang kuat dengan menuduh bahwa akta itu palsu, dan ternyata benar dalam akta Notaris yang minutanya disimpan oleh Notaris itu mengandung kepalsuan, misalnya ada pihak yang membubuhi tanda tangan palsu dan perihal kepalsuan tanda tangan tersebut dapat dibuktikan, sehingga gugurlah kekuatan bukti otentik dari akta Notaris tersebut. Adapun syarat otentisitas dari akta Notaris adalah sebagai berikut: a. Para penghadap menghadap Notaris; b. Para penghadap mengutarakan maksudnya; c. Notaris mengkonstantir maksud dari para pengahadap dalam sebuat akta; d. Notaris membacakan susunan kata dalam bentuk akta kepada para penghada; 21 e. Para penghadap membubuhkan tandatangannya, yang berarti membenarkan hal-hal yang termuat dalam akta tersebut, dan penandatanganan tersebut harus dilakukan pada saat itu juga. f. Dihadiri oleh paling sedikit 2 dua orang saksi, kecuali ditentukan lain oleh UU. Akta yang bersangkutan apabila tidak memenuhi syarat otentisitas tersebut dimuka, maka akta tersebut hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan. Surat yang ditandan tangai oleh pihak-pihak secara di bawah tangan itu, sekalipun merupakan salah satu bukti surat tertulis, namun kekuatan bukti hukumnya agak lemah, karena bila ada pihak yang meragukannya, maka surat di bawah tangan ini tidak dapat menjamin tentanggal tanggal yang pasti pembuatan suratnya; surat di bawah tangan itu tidakmempunyai kekuatan eksekusi dan bila suratdibawah tangan itu hilang, baik asli maupun salinannya, maka sukar sekali pihak-pihak yang telah menanda tangani surat itu untuk membuktikan, bahwa antara mereka telah ada suatu ikatan perjanjian atau ada suatu perbuatan hukum yang saling mengikat. Akta otentik yang dibuat oleh Notaris mempunyai 3 tiga macam kekuatan pembuktian, yakni: a. Kekuatan pembuktian lahiriah Akta yang dibuat dihadapan Pejabat Umum yang memenuhi ketentuan undang-undang itu membuktikan dirinya sebagai akta otentik. Hal ini sesuai dengan ketentuan dari Pasal 1875 KUHPer., yang antara lain mengatakan bahwa surat dibawah tangan itu tidak dapat membuktikan dirinya itu demikian adanya, seperti hal-hal yang disebutkan dalam surat dibawah tangan itu; akta yang dibuat dibawah tangan baru berlaku atau 22 dianggap sah, apabila yang menanda tanganinya mengakui kebenaran dari tanda tangannya, yang dengan sendirinya juga mengaku isi yang dimuat dalam surat dibawah tangan itu. Sedangkan akta otentik membuktikan sediri mengenai keabsahannya. Akta itu terhadap setiap orang dianggap sebagai akta otentik, sampai dapat dibuktikan bahwa akta itu adalah tidak otentik. b. Kekuatan pembuktian formal. Membuktikan bahwa Pejabat Umum yang bersangkutan telah menyatakan dalam tulisan sebagaimana yang tercantum dalam akta dan yang dilakukan serta disaksikannya dalam menjalankan jabatannya. Dalam arti formal, sepanjang mengenai akta pejabat ambtelijke akte, akta itu membuktikan kebenaran dari hal-hal yang disaksikan, yakni dilihat, didengar dan juga 8 dilakukan sendiri oleh Notaris sebagai Pejabat Umum dalam menjalankan jabatannya. c. Kekuatan pembuktian material. Membuktikan antara pihak, bahwa benar-benar peristiwa yang tersebut dalam akta itu telah terjadi, dengan pengertian: 1 Bahwa akta itu apabila dipergunakan dimuka pengadilan, adalah cukup dan hakim tidak diperkenankan untuk meminta tanda pembuktian lainnyadisamping itu; 2 Bahwa pembuktian sebaliknya diperkenankan dengan alat-alat pembuktian biasa, yang diperbolehkan untuk itu menurut undang- undang. 11 11 G.H.S. Lumban Tobing, Op.Cit, hal.47. 23

1.5.1.2. Teori Fungsi

Teori fungsi digunakan dalam penelitian ini untuk memecahkan rumusan masalah pertama mengingat tesis ini membahas mengenai fungsi Majelis Kehormatan Notaris dalam hal pemberian persetujuan bagi notaris terhadap akta yang dibuatnya tersangkut dengan hukum pidana. Menurut The Liang Gie fungsi merupakan sekelompok aktivitas yang tergolong pada jenis yang sama berdasarkan sifatnya, pelaksanaan ataupun pertimbangan lainnya. 12 Definisi tersebut memiliki persepsi yang sama dengan definisi fungsi menurut Sutarto, yaitu fungsi adalah rincian tugas yang sejenis atau erat hubungannya satu sama lain untuk dilakukan oleh seorang pegawai tertentu yang masing-masing berdasarkan sekelompok aktivitas sejenis menurut sifat atau pelaksanaannya. 13 Sedangkan pengertian singkat dari definisi fungsi menurut Moekijat, yaitu fungsi adalah sebagai suatu aspek khusus dari suatu tugas tertentu. 14 Fungsi dan peran memiliki pengertian yang berbeda. Dalam pemikiran Wrenn, peran dengan fungsi itu berbeda. Peran, dikonseptualisasikan ke dalam suatu tujuan, sedangkan fungsi berarti proses. Konsep peran lebih ditekankan pada suatu bagian akhir yang dituju; sedangkan fungsi, menegaskan kegiatan atau aktivitas dalam rangka pencapaian tujuan. 15 12 The Liang Gie, 2010, Unsur-unsur Administrasi: Suatu kumpulan Karangan, Edisi 2, Penerbit Supersukses, Yogyakarta, hal. 27. 13 Sutarto, 2010, Dasar-dasar Organisasi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, hal. 22. 14 Moekijat, 2012, Peran dan Fungsi Manajemen, Remaja Rosdakarya, hal.95. 15 Wrenn, C.G., 2011, The World of the Contemporary Counselor, Houghton Mifflin, Boston, hal 35. 24 Bagi Wrenn, peran didefinisikan sebagai harapan-harapan expectations dan pengarahan-pengarahan perilaku yang dikaitkan dengan suatu posisi; sedangkan fungsi diartikan sebagai aktivitas yang ditunjukkan untuk suatu peran. Dengan kata lain, peran berkaitan dengan suatu posisi; sementara itu rincian perbuatan dalam menjalankan posisi berarti fungsi. 16 Apabila peran sering kali ditegaskan melalui perilaku individu di dalam penampilan hak dan kewajiban yang berkaitan dengan suatu posisi; maka fungsi merupakan aktivitas spesial atau khusus dari seseorang. Salah satu fungsi Majelis Kehormatan Notaris adalah memberikan persetujuan dalam hal pemanggilan Notaris untuk proses peradilan, penyidikan, penuntut umum atau hakim. Dengan persetujuan tersebut mempunyai arti bahwa dengan tidak adanya persetujuan maka hal tersebut tidak dapat dilakukan Pasal 66 Undang-Undang Jabatan Notaris. Selain itu berdasarkan Pasal 66 A dan Pasal 67 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris disebutkan bahwa fungsi lain dari Majelis Kehormatan Notaris adalah melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap notaris. Sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomer 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris pengawasan Notaris dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri setempat. Setelah berlakunya Undang-Undang Jabatan Notaris tersebut maka pengawas terhadap Notaris di bawah naungan langsung Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, yang selanjutnya dilimpahkan kepada Majelis Kehormatan Notaris. 16 Ibid. 25 Pasal 1 butir 5 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004 tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris menyebutkan pengertian pengawasan adalah kegiatan yang bersifat preventif dan kuratif termasuk kegiatan pembinaan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas terhadap Notaris. 17 Rumusan tersebut yang menjadi tujuan pokok pengawasan adalah agar segala hak dan kewenangan maupun kewajiban yang diberikan kepada Notaris dalam menjalankan tugasnya sebagaimana yang digariskan dalam peraturan dasar yang bersangkutan, senantiasa dilakukan di atas jalur yang telah ditentukan, bukan saja jalur hukum tetapi juga atas dasar moral dan etika profesi demi terjaminnya perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat. Pembentukan Majelis Kehormatan Notaris untuk menyelamatkan kepentingan masyarakat dari kerugian yang diakibatkan oleh Notaris yang tidak bertanggung jawab dan menjaga citra dan kewibawaan lembaga Notariat serta melindungi nama baik kelompok prifesi Notaris dari penilaian yang generaliris. Selain hal tersebut dengan adanya Majelis Kehormatan Notaris, maka mempunyai dampak positif yaitu akan membentuk suatu “Peradilan Profesi Notaris” yang dijalankan di setiap tingkatan secara berjenjang selain yang sudah ada pada organisasi profesi notaris sendiri. Dengan adanya peradilan tersebut, maka akan memberikan perlindungan hukum dan jaminan kepada Notaris dalam menjalankan jabatannya secara profesional. 18 17 Widiatmoko, 2007, Himpunan Peraturan Jabatan Notaris, Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 20. 18 Ibid.