Metode Pelayanan Sosial Korban Narkoba Di Panti Rehabilitasi Sibolangit Centre

(1)

METODE PELAYANAN SOSIAL KORBAN NARKOBA

DI PANTI REHABILITASI SIBOLANGIT CENTRE

SKRIPSI

Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara Oleh:

DORISMAWATI SIHOMBING. 020902030

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh: NAMA : Dorismawati Sihombing

NIM : 020902030

DEPARTEMEN : Ilmu Kesejahteraan Sosial

JUDUL : Metode Pelayanan Sosial Korban Narkoba di Panti Rehabilitasi Sibolangit Centre

Medan, Nopember 2007 Dosen Pembimbing

(Pdt. DR. Risnawati Sinulingga) NIP: 131 837 033

Ketua Departemen

(Drs. Matias Siagian, M.Si) NIP: 132 054 339

Dekan FISIP USU

(Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA) NIP: 131 251 010


(3)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah diuji dan dipertahankan dihadapan tim penguji skripsi Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Hari/Tanggal : Senin, 3 Desember 2007 Waktu : 09.00 – 10.30 WIB

Tempat : Ruang Sidang FISIP USU

Tim Penguji:

Ketua Penguji : Drs. Matias Siagian, M.Si ( ) Reader/Penguji I : Drs. Sudirman, M. Sp ( ) Penguji II : Pdt. DR. Risnawati Sinulingga ( )


(4)

Universitas Sumatera Utara

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial

ABSTRAK Dorismawati Sihombing

020902030

“Metode Pelayanan Sosial Korban Narkoba di Panti Rehabilitasi Sibolangit Centre” Masalah narkoba semakin hari semakin meningkat, baik dalam peredaran maupun penyalahgunaannya dan ini bisa menyerang siapa saja tanpa pandang bulu, dari yang remaja sampai yang tua, dari yang kaya sampai yang miskin. Salah satu upaya yang dilakukan dalam mengatasi masalah narkoba ini adalah dengan mendirikan panti rehabilitasi untuk para korban narkoba.

Banyaknya panti rehabilitasi korban narkoba yang didirikan di Indonesia secara umum dan di Sumatera Utara secara khusus baik itu milik pemerintah maupun swasta tentunya dapat menolong menangani orang-orang yang menjadi korban narkoba. Setiap panti rehabilitasi yang berdiri menangani kliennya dengan metode pelayanan sosial yang ada di panti tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran metode pelayanan sosial yang diberikan panti rehabilitasi Sibolangit Centre terhadap residennya. Panti rehabilitasi Sibolangit Centre terletak di Jl. Medan Berastagi Km.45 desa Suka Makmur Kecamatan Sibolangit, Deli Serdang dan merupakan panti rehabilitasi terbesar di Sumatera Utara yang dkelola oleh pihak swasta dan berada di bawah naungan GAN Indonesia serta bertujuan untuk penanggulangan korban narkoba.

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu membuat gambaran tentang keadaan atau fenomena secara sistematis dan akurat mengenai fakta tentang metode pelayanan sosial korban narkoba di panti rehabilitasi Sibolangit Centre. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi kepustakaan dan studi lapangan. Dalam mencari fakta dengan studi lapangan maka penelitian ini dilakukan dengan cara observasi lapangan, wawancara langsung dengan membagikan kuesioner kepada responden yaitu petugas panti dan juga dengan melakukan wawancara mendalam kepada 3 orang petugas panti dan 3 orang residen yang ada di panti.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode pelayanan sosial korban narkoba yang dilakukan di panti rehabilitasi Sibolangit Centre bersifat sangat sederhana yaitu dengan cara memberikan pengobatan tradisional melalui minuman jamu-jamu tradisional yang diracik sendiri tanpa pengobatan medis. Pengobatan juga berfokus pada pembinaan spiritual/keagamaan yang sangat intens dilakukan oleh seluruh residen di panti. Keterampilan yang diberikan kepada residen juga bersifat sederhana yaitu keterampilan berkebun/pertanian sehingga residen kurang dapat mengembangkan kreativitasnya dan kurang memiliki keahlian. Bimbingan sosial yang diberikan adalah ceramah, terapi kelompok, konseling, dan diskusi. Para petugas yang ada di panti kurang sesuai dengan kebutuhan residen, kurang professional dan prosedur kerja masih bersifat kekeluargaan.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus yang telah memberikan anugerah hidup kekal, kasih, dan berkat-Nya kepada penulis dan yang menjadi kekuatan setiap hari bagi penulis dalam menjalani hari-hari yang diijinkan-Nya untuk penulis rasakan dan nikmati, bahkan yang menjadi pengharapan penulis sehingga pada akhirnya skripsi ini pun dapat selesai dikerjakan.

Skripsi ini berjudu l : Metode Pelayanan Sosial Korban Narkoba di Panti Rehabilitasi Sibolangit Centre penulis sadari masih kurang baik, namun inilah yang bisa penulis berikan dalam skripsi ini. Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini juga oleh karena bantuan, bimbingan, dorongan, motivasi serta doa-doa dari berbagai pihak yang sangat menolong penulis. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis yaitu:

1. Ibu Risnawati Sinulingga selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan, saran, yang sangat bermanfaat bagi penulis sehingga sangat menolong dalam proses penyelesaian skripsi ini.

2. Bapak Drs. Matias Siagian, M.Si selaku ketua departemen ilmu kesejahteraan sosial yang memberi motivasi dan nasihat-nasihat untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA.

4. Staf administrasi FISIP USU yang telah membantu dalam urusan administrasi. 5. Ibu Mastauli Siregar yang telah membantu penulis dengan meminjamkan

buku-buku yang sangat penulis butuhkan.

6. Bapak T.Safawi, SE.,selaku site manager dan bang Anto selaku konselor di panti rehabilitasi SC beserta seluruh petugas panti yang telah banyak


(6)

membantu penulis dan juga para residen yang turut membantu dalam proses wawancara.

7. Special thank’s for my parents yang sangat mengasihiku, masih mau mengerti dan terus bersabar menanti hingga akhirnya aku menyelesaikan skripsi ini, makasih ya ma, pa, untuk doa-doa, dukungan, kasih sayang yang selama ini kalian berikan. Terima kasih telah menjadi orangtua terbaik di dunia ini dalam hidupku. Aku sangat mengasihi kalian.

8. Untuk abangku Freddy Sihombing dan Eda Dina br. Napitupulu yang telah mendukungku dalam doa dan motivasi.

9. Untuk adik-adikku : Jerry, Lely Meinora, Veronika, Gunawan, Lidya yang terus memberiku semangat dalam mengerjakan skripsi ini. (semangat ya dalam mengahadapi apaun karena hidup ini adalah proses perjuangan dan pembelajaran, jadi jangan pernah berhenti belajar sampai akhirnya kematian menjemput hidupmu, I love you all).

10. Terima kasih untuk amangboru dan namboru Asima yang sudah banyak

membantuku dan terus mengingatkanku untuk menyelesaikan skripsi ini.

11. Untuk KTB Laodykia (B’Nando, Aro, Risa, Yoan, Martha) orang-orang

istimewa yang Tuhan tempatkan disisiku, tempat berbagi dan bercanda, terus memotivasi, membentuk karakterku dan telah mendukung dalam doa dan dana, kalian telah menjadi bagian dalam hidupku dan berharga, I love You All…KTB terus ya…meskipun tidak lengkap lagi.

12.Adik-adik KK ABIGAIL (Rohani, Rusmawati, Julia, Meilasrina) yang selalu memberi semangat, pengertian, dorongan dan motivasi, banyak bercanda (teruslah semangat ya adik-adikku, rajinlah belajar dan tekunlah mengerjakan


(7)

apa yang menjadi bagianmu sebagai anak-anak terang, terkhusus di kampus kita).

13.Adik-adik KK EDELWEYS (Rossi, Mona, Selfi, Alfian), terima kasih sudah terus mengingatkan kakak untuk semangat mengerjakan skripsi, thank’s juga untuk doa-doanya (tetap semangat untuk kelompok kecil ya...)

14.TPP UKM KMK USU UP PEMA FISIP Periode 2006/2007 (Tim 8), aku sangat bersyukur diberi kesempatan oleh Allah untuk bekerjasama dengan kalian dalan satu tim, aku banyak belajar dari kalian semua. (Thank’s ya Cay – yang pelupa– semangat terus mengerjakan pelayananmu, Nellina –yang selalu berjuang untuk keluarga tapi masih bisa ribut dan selalu lebih maju– teruslah maju dalam segala hal yang membangun orang lain dan membawa Kemuliaan bagi Allah, Cisna –sikecil yang manis– berjuang terus ya, Rita –yang selalu berjuang– semangat ya, jangan pernah menyerah, Diana –sikecil yang imut– yang terus berjuang dalam kehidupannya, semangat ya dek, Stevan…yang selalu becanda kalau sms dan suka aneh-aneh, Aro…yang selalu tertawa, thank’s ya selalu membuatku tertawa (semangat semua, hiduplah bagi Kristus demi Kemuliaan Allah, aku sangat mengasihi kalian).

15.Terima kasih kepada seluruh komponen pelayanan FISIP USU (Decky, Yenti, Maria, Icha, Corry, Riama, Uun, B’Monang, Dili, Julasni, Anna, B’Anto, B’Abed, B’Teddy, K’Serepina, Juniaty, Frida, Rida, Santi, Jumpa, Reni, Beni, Titin, Robby, Kristin, Merry, dan yang lainnya) thank’s for everything, I love you all. Tetaplah semangat dalam mengerjakan pelayanan yang telah Allah percayakan kepada kalian.

16.Thank’s for rekan-rekan sekerja Koodinator dan Wakil Koordinator se-UKM KMK USU periode 2006/2007 beserta seluruh koordinasi UKM KMK USU


(8)

(Juni, Ellyda, Ida, Renata, Renta, Roma, Flo, Mala, Timbul, Ika, Edu(FH), Evan, Dinar, Prisne, Ricky, Edu (FP) dan yang lainnya) yang telah banyak membantu, mendoakan, dan mendukungku (aku bersyukur pernah bekerja sama dengan kalian, terima kasih untuk persekutuan kita selama ini).

17.Terima kasih kepada Permaikrisma USU – asrama putra dan asrama putri - (Frans, Bona, Boy, Ronden, Ermi, Agus, Vera, Yanti, Siska, Yoshie, Lisbeth, Intan, Nike, Efi, dan yang lain serta alumni PK: B’Natal, B’Reinhat, K’Tati, K’Elva, dan yang lainnya yang telah banyak membantu penulis berupa dukungan dana, semangat, doa, meminjamkan print, dan semuanya (PK…Semangat oi..jalan-jalan lagi yuk…)

18.Special thank’s for bang Saurlin Siagian, S.Sos (bang King) yang telah banyak memotivasi, mengajariku tentang banyak hal, mengingatkanku agar tidak pernah berhenti belajar dan agar aku tetap semangat, yang telah bersedia memberikan waktu untuk berkomunikasi denganku, makasih ya bang untuk nasihat, motivasi, dan semuanya...tetaplah setia pada-Nya.

19.Untuk teman kos di kamar 2C Asrama Putri USU (Mega Sihombing dan Nurmala Simanjuntak ) terima kasih untuk kebersamaan yang selama ini kita nikmati. Thank’s for everything,, Kado love you forever.

20.Terima kasih juga untuk teman-teman di departemen ilmu kesejahteraan sosial (Edwin, Erlangga, Roy, Neta, Tere, Gomgom, Juni, Aida, dan yang lainnya).

Medan, Desember 2007 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

Daftar isi Halaman

Lembar Persetujuan Lembar Pengesahan

Abstrak ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ...vi

Daftar Tabel ...ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Metode ... 10

B. Pelayanan Sosial ... 11

C. Kesejahteraan Sosial ... 15

D. Narkoba ... 18

E. Metode Pelayanan Sosial Korban Narkoba ... 27

F. Kerangka Pemikiran ... 32

G. Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional ... 35

BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian ... 37

B. Lokasi Penelitian ... 37

C. Populasi dan Sampel ... 38

D. Teknik Pengumpulan Data ... 39


(10)

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian ... 41

B. Sejarah Berdirinya Panti Rehabilitasi SC ... 41

C. Gambaran Umum Panti ... 49

D. Sumber Dana Panti ... 53

BAB V ANALISA DATA A. Pelaksanaan Penelitian di Lapangan ... 55

B. Metode Pelayanan Sosial ... 56

B.1. Proses Penerimaan Residen di Panti ... 56

B.2. Kegiatan dan Kondisi Residen ... 59

B.3. Prosedur dan Konpetensi kerja Petugas Panti ... 62

B.4. Hubungan dan Pengenalan Petugas Panti dengan Residen ... 66

B.5. Pengobatan Terhadap Residen ... 71

B.6. Bimbingan sosial ... 76

B.7. Pembinaan Rohani/Terapi Psikoreligius ... 78

B.8. Rehabilitasi Medik ... 81

B.9. Pelatihan Keterampilan ... 84

B.10. Kunjungan dan Konsultasi Keluarga Residen ... 89

B.11. Terminasi (Pemutusan Hubungan) ...91

B.12. Keberhasilan Pogram Pelayanan Sosial Panti ...93

BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan ... 96

B. Saran ... 98

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

TABEL Halaman

Tabel 1. Data Jumlah Residen Panti Setiap Tahun ...53

Tabel 2. Jawaban Petugas Mengenai Proses Penerimaan Residen ...57

Tabel 3. Daftar Nama Residen yang Ada di Panti Tahun 2007 ...61

Tabel 4. Daftar Petugas Panti Rehabilitasi SC ...66

Tabel 5. Jawaban Petugas Tentang Hubungannya Dengan Residen ...67

Tabel 6. Jawaban Petugas Tentang Residen yang Berkelahi Dengan Petugas ...68

Tabel 7. Jawaban Petugas Mengenai Pengenalannya Terhadap Seluruh Residen ..69

Tabel 8. Jawaban Petugas Tentang Hubungannya Residen Dengan Temannya ...70

Tabel 9. Jawaban Petugas Tentang Residen yang Berkelahi Dengan Temannya ...70

Tabel 10. Jawaban Petugas Tentang Pengobatan Pertama Kepada Residen ...72

Tabel 11. Jawaban Petugas Mengenai Pengobatan Detoksifikasi ...73

Tabel 12. Jawaban Petugas Tentang Pengobatan Secara Keseluruhan ...75

Tabel 13. Jawaban Petugas Tentang Bimbingan Sosial ...76

Tabel 14. Jawaban Petugas Tentang Bentuk Bimbingan Sosial ...76

Tabel 15. Jawaban Petugas Tentang Bimbingan Rohani ...78

Tabel 16. Jawaban Petugas Tentang Frekuensi Bimbingan Rohani ...79

Tabel 17. Jawaban Petugas Tentang Bentuk Bimbingan Rohani ...79

Tabel 18. Jawaban Petugas Tentang Gizi Makanan ...81

Tabel 19. Jawaban Petugas Tentang Rekreasi ...82

Tabel 20. Jawaban Petugas Tentang Pendampingan Saat Rekreasi ...83

Tabel 21. Jawaban Petugas Tentang Pelatihan Keterampilan ...84

Tabel 22. Jawaban Petugas Tentang Frekuensi Pelatihan Keterampilan ...84

Tabel 23. Jawaban Petugas Tentang Jenis Pelatihan Keterampilan ...85

Tabel 24. Tanggapan Petugas Tentang Pelatihan Keterampilan yang Diberikan ....88

Tabel 25. Jawaban Petugas Tentang Frekuensi Kunjungan Keluarga ...89

Tabel 26. Jawaban Petugas Tentang Pengadaan Konsultasi Keluarga Residen ...90

Tabel 27. Jawaban Petugas Tentang Frekuensi Konsultasi Keluarga Residen ...91

Tabel 28. Jawaban Petugas Tentang Eks Residen yang benar-benar pulih ...93

Tabel 29. Jawaban Petugas Tentang Eks Residen yang Relapse ...94


(12)

Universitas Sumatera Utara

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial

ABSTRAK Dorismawati Sihombing

020902030

“Metode Pelayanan Sosial Korban Narkoba di Panti Rehabilitasi Sibolangit Centre” Masalah narkoba semakin hari semakin meningkat, baik dalam peredaran maupun penyalahgunaannya dan ini bisa menyerang siapa saja tanpa pandang bulu, dari yang remaja sampai yang tua, dari yang kaya sampai yang miskin. Salah satu upaya yang dilakukan dalam mengatasi masalah narkoba ini adalah dengan mendirikan panti rehabilitasi untuk para korban narkoba.

Banyaknya panti rehabilitasi korban narkoba yang didirikan di Indonesia secara umum dan di Sumatera Utara secara khusus baik itu milik pemerintah maupun swasta tentunya dapat menolong menangani orang-orang yang menjadi korban narkoba. Setiap panti rehabilitasi yang berdiri menangani kliennya dengan metode pelayanan sosial yang ada di panti tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran metode pelayanan sosial yang diberikan panti rehabilitasi Sibolangit Centre terhadap residennya. Panti rehabilitasi Sibolangit Centre terletak di Jl. Medan Berastagi Km.45 desa Suka Makmur Kecamatan Sibolangit, Deli Serdang dan merupakan panti rehabilitasi terbesar di Sumatera Utara yang dkelola oleh pihak swasta dan berada di bawah naungan GAN Indonesia serta bertujuan untuk penanggulangan korban narkoba.

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu membuat gambaran tentang keadaan atau fenomena secara sistematis dan akurat mengenai fakta tentang metode pelayanan sosial korban narkoba di panti rehabilitasi Sibolangit Centre. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi kepustakaan dan studi lapangan. Dalam mencari fakta dengan studi lapangan maka penelitian ini dilakukan dengan cara observasi lapangan, wawancara langsung dengan membagikan kuesioner kepada responden yaitu petugas panti dan juga dengan melakukan wawancara mendalam kepada 3 orang petugas panti dan 3 orang residen yang ada di panti.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode pelayanan sosial korban narkoba yang dilakukan di panti rehabilitasi Sibolangit Centre bersifat sangat sederhana yaitu dengan cara memberikan pengobatan tradisional melalui minuman jamu-jamu tradisional yang diracik sendiri tanpa pengobatan medis. Pengobatan juga berfokus pada pembinaan spiritual/keagamaan yang sangat intens dilakukan oleh seluruh residen di panti. Keterampilan yang diberikan kepada residen juga bersifat sederhana yaitu keterampilan berkebun/pertanian sehingga residen kurang dapat mengembangkan kreativitasnya dan kurang memiliki keahlian. Bimbingan sosial yang diberikan adalah ceramah, terapi kelompok, konseling, dan diskusi. Para petugas yang ada di panti kurang sesuai dengan kebutuhan residen, kurang professional dan prosedur kerja masih bersifat kekeluargaan.


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan yang pesat dalam bidang tekhnologi, komunikasi dan sistem informasi di dunia ini sesungguhnya membawa dua dampak yang sangat besar yaitu dampak positif yang membawa pada kesejahteraan bagi manusia dan dampak negatif yang membawa kesengsaraan bagi manusia. Dampak negatif tersebut dapat kita lihat pada pola kehidupan masyarakat yang semakin hari semakin jauh dari norma-norma yang berlaku (seseorang menjadi individualistis, apatis, hura-hura, termasuk meningkatnya tindakan kriminal). Kemerosotan nilai moralitas disebabkan oleh beberapa hal antara lain pengaruh minum-minuman keras, mengkonsumsi narkoba, menonton VCD porno, dan semakin maraknya prostitusi dikalangan remaja (www.google.com).

Dampak negatif tersebut muncul karena penyalahgunaan yang dilakukan oleh manusia terhadap tekhnologi dan produk tekhnologi tersebut, dan salah satu produk tekhnologi itu adalah narkoba. Pada dasarnya narkoba (narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya) digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan, namun sekarang banyak orang yang telah menyalahgunakannya.

Berdasarkan UU No.22 tahun 1997 tentang narkotika dan UU No.5 tahun 1997 tentang psikotropika bahwa narkoba tidak diperbolehkan untuk diedarkan secara gelap dan disalahgunakan. Itu berarti bahwa narkoba boleh digunakan namun dalam dunia pengobatan dan pengembangan ilmu pengetahuan (tidak secara gelap) karena narkoba adalah zat-zat yang digunakan untuk kepentingan


(14)

pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu kesehatan dan penggunaannya harus sepengetahuan dokter atau pihak yang berwenang sebab efek setelah mengkonsumsinya dapat menimbulkan ketagihan .

Namun sekarang ini banyak jenis obat-obatan dan zat yang tergolong narkoba yang tidak dikenal dalam dunia pengobatan dan dunia ilmu pengetahuan yang diedarkan secara gelap dan disalahgunakan sehingga menimbulkan banyak dampak yang merugikan seperti gangguan kesehatan bagi sipemakai, bahkan lebih fatal lagi sampai kepada kematian, meningkatnya tindak kriminal (ketidakstabilan pertahanan dan keamanan negara), serta tidak stabilnya pertumbuhan tatanan kehidupan sosial di masyarakat.

Dengan semakin majunya sarana transportasi dan komunikasi, peredaran narkoba antar negara dan antar daerah semakin cepat dan luas sehingga mempermudah penyalahgunaannya oleh sebagian anggota masyarakat, khususnya generasi muda yang sangat rentan terhadap pengaruh lingkungan.

Sasaran peredaran gelap dan penyalahgunaan narkoba tidak pandang bulu, baik usia muda, remaja, ataupun tua, status ekonomi, religius atau bukan, keluarga harmonis atau tidak, tetap saja semua berpotensi melakukan penyalahgunaan narkoba (Willy, 2005:51). Sebagai contoh : pada bulan Mei 2007 kepolisian daerah Jawa Timur menangkap seorang karyawan pemerintah kota Surabaya yang sedang melakukan transaksi shabu-shabu bersama seorang mahasiswa dari salah satu perguruan tinggi di Surabaya. Tersangka yang menjabat sebagai kepala seksi Tramtib kecamatan Benowo, Surabaya yang terlibat pengedaran shabu-shabu di kota Surabaya itu merupakan salah satu lulusan terbaik IPDN (www.anti-narkoba.web.id).


(15)

Dari laporan tim data puslitbang dan info dari BNN menyatakan bahwa menurut jenis kelamin, yang paling banyak menggunakan narkoba dan melakukan tindak pidana kasus narkoba adalah laki-laki yaitu sebanyak 29.423 orang sedangkan perempuan sebanyak 2.212 orang di tahun 2006. Berdasarkan usia, maka yang paling banyak menyalahgunakan narkoba adalah yang berusia 29 tahun keatas dan kemudian usia 20-24 tahun menempati urutan kedua. Sedangkan berdasarkan jenis narkoba yang dipakai ataupun yang sering ditemukan, maka ganja berada pada posisi teratas yang selanjutnya disusul oleh heroin lalu kokain (www.bnn.go.id).

Banyak tetangga, saudara, teman, anak-anak dan lain-lain yang telah menjadi korban narkoba (dari usia yang paling muda bahkan sampai orang tua). Setiap hari banyak orang yang menjadi sangat bergantung kepada obat-obatan yang sangat berbahaya tersebut. Mereka mengalami kerusakan sel-sel otaknya, ada yang paranoid, ada yang meninggal, ada yang harta orang tuanya dikuras habis karena narkoba, dan sebagainya. Banyak keluarga yang pecah berantakan karena salah satu anggota keluarganya menjadi pecandu narkoba. Banyaknya kasus penyalahgunaan narkoba dikalangan pelajar – mulai dari sekolah dasar, sekolah lanjutan tingkat pertama, dan sekolah menengah umum, bahkan juga mahasiswa – sangat meresahkan dan membuat khawatir para orang tua (www.google.com).

Penelitian Badan Narkotika Nasional yang terbaru menunjukkan bahwa jumlah pecandu narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya di Indonesia berkisar 1,5 persen dari jumlah penduduk. Saat ini ada sekitar 2,9 juta sampai 3,2 juta orang yang terkena narkoba (berdasarkan pernyataan kepala pelaksanan


(16)

harian BNN Komisarias Jenderal Sutanto dalam harian Kompas, Rabu,23/3). Jumlah itu menunjukkan semakin mengkhawatirkannya tingkat penggunaan narkoba di Indonesia (www.pempropsu.go.id/pimansu.indeks).

Dari hasil penelitian BNN juga didapati bahwa ganja merupakan jenis narkoba yang paling banyak dikonsumsi di Indonesia karena mudah ditemui dan harganya murah sehingga mudah dijangkau, sedangkan heroin, kokain, dan yang lain harganya relatif lebih mahal karena harus diimpor dari luar negeri (www.pempropsu.go.id/pimansu.indeks).

Data BNN pada Februari 2006 menyebutkan dalam lima tahun terakhir jumlah kasus tindak pidana narkoba di Indonesia rata-rata naik 51,3 persen atau bertambah 3.100 kasus per tahun. Kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2005 sebanyak 16.252 kasus atau naik 93 persen dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2005 juga tercatat 22 ribu orang tersangka kasus tindak pidana narkoba. Kasus ini naik 101,2 persen dari tahun 2004 sebanyak 11.323 kasus. BNN juga mencatat bahwa peringkat teratas peredaran narkoba di Indonesia berada di propinsi Jawa Timur (www.pempropsu.go.id/pimansu.indeks).

Hasil survey yang dilakukan Gerakan Nasional Peduli Anti Narkoba dan Tawuran (Gapenta) Sumatera Utara menunjukkan 36% usia remaja di Medan telah terkontaminasi dengan narkoba (Analisa, 6 oktober 2006).

Persoalan atau masalah mengenai narkoba semakin lama semakin meningkat, hal ini dapat kita lihat dari semakin banyaknya penyelundupan, perdagangan gelap, penangkapan, penahanan yang berhubungan dengan persoalan narkoba tersebut yang pernah dilakukan baik di Indonesia sendiri maupun di luar negeri, sehingga benarlah bahwa masalah ini merupakan masalah nasional dan


(17)

internasional, karena penyalahgunaannya akan berdampak negatif terhadap kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Narkoba adalah musuh nomor satu yang harus dihadapi oleh setiap orang dalam rangka menekan ataupun menghilangkan supply (penawaran) atau demand (permintaan) terhadap narkoba, apabila kita tidak ingin kehilangan sebuah generasi (Prakoso, 1987:474).

Terhadap masalah narkoba pemerintah tidak pernah tinggal diam ataupun berpangku tangan. Berbagai upaya telah dilakukan untuk memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Dengan membuat undang-undang narkotika dan psikotropika yang dengan jelas juga menguraikan hukum-hukumnya untuk mengurangi peredaran dan pengkonsumsian narkoba, pihak-pihak yang berwajib yang melakukan razia mendadak terhadap berbagai tempat yang dianggap rawan akan barang haram ini juga sering dilakukan dan penangkapan-penangkapan terhadap orang-orang yang dicurigai sebagai bandar atau pengedar dan yang memproduksi narkoba pun telah dilakukan, pemusnahan atau pembakaran terhadap barang-barang haram yang berhasil disita bahkan terhadap ladang ganja yang ditemukan.

Sebagai contoh : pada bulan Januari 2006 dilakukan eradikasi ladang ganja di Sumtera Utara terutama di daerah Aek Nabara Penyabungan Timur, kabupaten Madina dan di desa Lau Baleng kecamatan Mardinding. Dari hasil operasi yang dilakukan dikumpulkan barang bukti 63.000 batang pohon ganja, 403,2 kg biji ganja, dan 7 hektar ladang ganja (www.bnn.go.id). Pada bulan Februari Tim Satgas Narkoba Polda Sumut juga berhasil menangkap pengedar ekstasi di depan rumah sakit Pirngadi Medan. Dari penangkapan ini disita sebanyak 9.600 tablet ekstasi sebagai barang bukti (www.bnn.go.id).


(18)

Kasus yang paling mencengangkan di tahun 2006 adalah yang terjadi pada tanggal 29 Agustus 2006 dimana Tim Satgas Narkoba Polda Metro Jaya berhasil menangkap sindikat narkoba yang membawa 955 kg shabu dalam sebuah mobil Phanter Box. Sindikat ini diduga merupakan sindikat/jaringan internasional meliputi Hongkong, Goang dong, Indonesia (www.bnn.go.id). Untuk memutus rantai maraknya impor narkoba dan mencegah Indonesia dijadikan kawasan transit atau malah sebagai daerah perdagangan narkoba, BNN juga membentuk Satuan Tugas (Satgas) Sea Port Interdiction (www.yahoo.com). Begitu banyak hal yang telah dilakukan bahkan setiap bulan namun ternyata semua ini masih belum mampu untuk memerangi dan memberantas kasus narkoba di Indonesia.

Untuk memberantas narkoba dibutuhkan kerjasama yang baik antara pemerintah, LSM dan organisasi sosial demi menyelamatkan generasi masa depan bangsa. Kepedulian masyarakat dan LSM terhadap kasus ini juga cukup besar, dapat kita lihat dengan semakin banyaknya berdiri panti-panti rehabilitasi ataupun yayasan yang khusus menangani masalah narkoba.

Setiap panti atau yayasan memiliki metode pelayanan dalam melayani kliennya. Bagaimana pemberian dan pelaksanaan metode pelayanan ini dan apa metode yang digunakan sangat berpengaruh terhadap kesembuhan kliennya. Kemungkinan bahwa banyak panti rehabilitasi yang berdiri tanpa memikirkan kualitas pelayanan sosial yang dibeikan kepada kliennya. Metode pelayanan sosial yang baik, efektif, dan bersifat holistik akan sangat dibutuhkan dalam membantu para korban narkoba untuk pulih dari keadaannya.

Salah satu panti atau yayasan yang menangani masalah narkoba adalah panti rehabilitasi narkoba Sibolangit Centre. Panti ini merupakan salah satu


(19)

tempat rehabilitasi terbesar di Sumatera Utara yang menangani masalah narkoba yang pasti memiliki metode pelayanan sendiri dalam melayani kliennya. Panti ini dikelola oleh pihak swasta dan berada di bawah naungan Gerakan Anti Narkoba (GAN) Indonesia sebagai penegak hukum masalah narkoba.

Dengan tujuan yang sangat baik yaitu menyelamatkan generasi Indonesia dari narkoba, maka panti rehabilitasi Sibolangit Centre memberikan pelayanan sosial kepada klien yang ada di panti tersebut. Dengan daya tampung maksimum 50 orang (tidak akan menerima kalau lebih dari 50 orang), mereka mengharapkan agar dapat maksimal memberikan pelayanan kepada kliennya. Lokasi yang sangat baik dan mendukung dalam melakukan pelayanan dan jauh dari pusat kota juga merupakan strategi dalam pengobatan.

Sampai pada saat peneliti melakukan pra survey, ada 35 orang klien di panti rehabilitasi Sibolangit Centre dan semuanya adalah laki-laki dengan berbagai asal daerah dan tingkatan usia yang memakai jenis narkoba yang berbeda-beda. Sebenarnya biaya untuk pengobatan di panti ini ditetapkan cukup tinggi/mahal, tetapi pada umumnya keluarga klien bersedia untuk membayar biaya pengobatan yang mahal tersebut. Menurut penjelasan seorang petugas/pekerja di panti bahwa pada umumnya klien yang ada di panti datang oleh karena paksaan ataupun keinginan keluarganya terutama orang tuanya.

Oleh karena itulah maka peneliti ingin mengetahui bagaimana metode pelayanan sosial yang diberikan oleh panti rehabilitasi narkoba Sibolangit Centre kepada kliennya.


(20)

B. Perumusan Masalah

Meningkatnya peredaran dan penyalahgunaan narkoba di Indonesia tentu saja sangat mengkhawatirkan dan meresahkan masyarakat. Untuk itu sangat diperlukan kerjasama dari berbagai pihak (pemerintah, LSM, msyarakat, dan sebagainya) untuk menangani masalah besar ini. Salah satu wujud kepedulian masyarakat dapat kita lihat dengan adanya panti rehabilitasi untuk menangani masalah penyalahgunaan narkoba. Setiap panti rehabilitasi pasti mempunyai metode pelayanan masing-masing dalam melayani kliennya.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

“Bagaimanakah metode pelayanan sosial bagi korban narkoba di panti rehabilitasi narkoba Sibolangit Centre?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui gambaran yang lebih jelas mengenai metode pelayanan sosial yang digunakan oleh panti rehabilitasi narkoba Sibolangit Centre bagi kliennya.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat yaitu:

1. Secara akademis, dapat menjadi bahan referensi bagi pengembangan ilmu kesejahteraan sosial secara nyata dalam mengembangkan metode-metode pelayanan sosial bagi korban narkoba.


(21)

2. Secara teoritis, melatih diri dan mengembangkan pemahaman dan kemampuan berpikir penulis melalui penelitian dan penulisan karya ilmiah mengenai metode pelayanan sosial bagi korban narkoba di Sibolangit Center dengan menerapkan pengetahuan yang diperoleh selama belajar di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik – Universitas Sumatera Utara.

3. Secara praktis, sebagai bahan masukan, pertimbangan, dan evaluasi bagi panti rehabilitasi narkoba Sibolangit Center secara khusus dan bagi instansi terkait, pemerintah, maupun pihak-pihak luar secara umum guna meningkatkan pelayanan sosial terhadap korban narkoba.

E. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri atas :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini beriskan latar belakang masalah, tujuan, dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan uraian dan teori-teori yang berkaitan dengan masalah dan objek yang akan diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep, dan defenisi operasional.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi, dan sampel penelitian, teknik pengumpulan data, serta teknik analisa data.


(22)

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini menguraikan tentang sejarah singkat dan gambaran umum lokasi penelitian.

BAB V ANALISA DATA

Bab ini berisi tentang uraian data yang diperoleh dalam penelitian beserta analisisnya.

BAB VI PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan saran yang penulis anggap baik untuk diberikan.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Metode

Menurut Kamus Bahasa Indonesia, metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan (Salim, 2002:973).

Drs. H. A. S. Moenir menjelaskan bahwa metode ialah cara yang dilakukan oleh seseorang untuk menyelesaikan suatu tahap dari rangkaian pekerjaan yang paling mudah dan efisien diantara beberapa cara yang ada (Moenir, 1992:108).

Berdasarkan pengertian tersebut di atas maka metode adalah cara teratur yang paling mudah dan efisien yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan guna mencapai suatu tujuan. Tujuan memakai metode adalah supaya setiap kegiatan dapat terlaksana dengan baik, rasional, dan terarah sehingga dapat diperoleh hasil yang maksimal dan optimal.

Dalam melaksanakan usaha untuk mengembalikan fungsi sosial seseorang atau sekelompok orang maka harus ada usaha atau cara tertentu yang disebut metode yang harus diberikan, demikian juga halnya dalam usaha menangani korban narkoba. Setiap lembaga sosial atau panti dan yayasan yang menangani kasus narkoba juga memiliki metode sendiri dalam memberikan pelayanan terhadap kliennya.


(24)

Sebagai contoh, Prof. Dadang Hawari (1997) dalam penelitiannya telah menemukan metode terapi dan rehabilitasi bagi pasien penyalahguna dan ketergantungan narkoba dengan pendekatan holistik yaitu pengobatan jasmani (fisik), segi kejiwaan, sosial, dan keimanan yang dikenal sebagai Metode Prof. Dadang Hawari (Hawari, 2000:104).

B. Pelayanan Sosial

B.1. Pengertian Pelayanan Sosial dan komponennya.

Pada hakekatnya manusia tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, ia pasti membutuhkan orang lain dan lingkungannya, sebab pada awalnya manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang harus hidup berdampingan dengan orang lain. Seiring dengan perkembangan tekhnologi maka banyak yang menjadi tuntutan kebutuhan hidup manusia. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tersebut manusia mempunyai keterbatasan, oleh karena itu manusia membutuhkan pelayanan sosial, baik yang diberikan oleh perorangan, masyarakat, ataupun lembaga tertentu. H. A. S. Moenir (1992:17) menyatakan bahwa pelayanan sosial adalah proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain.

Pelayanan sosial adalah aktivitas yang terorganisasi bertujuan membantu para anggota masyarakat untuk saling menyesuaikan diri dengan sesamanya dan dengan lingkungan sosialnya. (Kamus Istilah Kesejahteraan Sosial, 1983:93).

Alfred J. Khan ( dalam Sumarnugroho 1987:35) memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai pengertian pelayanan sosial sebagai berikut:

“Pelayanan sosial terdiri dari program-program yang diadakan tanpa mempertimbangkan kriteria pasar untuk menjamin suatu tingkatan dasar dalam penyediaan fasilitas pemenuhan kebutuhan, akan kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan untuk meningkatkan kehidupan


(25)

bermasyarakat serta kemampuan perorangan untuk memperlancar kemampuan menjangkau dan menggunakan pelayanan-pelayanan serta lembaga-lembaga yang telah ada, dan membantu warga masyarakat yang mengalami kesulitan dan keterlantaran”.

Defenisi di atas menjelaskan adanya kewajiban dan keyakinan masyarakat akan perlunya penyediaan fasilitas pemenuhan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan kemampuan setiap warga negara untuk menjangkau dan menggunakan setiap pelayanan yang sudah menjadi haknya. Disamping itu pelayanan sosial hanya diberikan kepada sekelompok orang atau masyarakat yang memang secara sosial tidak dapat atau terhambat dalam menjalankan fungsinya.

Pelaksanaan pelayanan sosial mencakup adanya perbuatan yang aktif antara pemberi dan penerima. Bahwa untuk mencapai sasaran sebaik mungkin maka pelaksanaan pelayanan sosial mempergunakan sumber-sumber tersedia sehingga benar-benar efisien dan tepat guna.

Luasnya konsepsi mengenai pelayanan-pelayanan sosial sebagaimana yang dikemukakan Romanyshyn (dalam Nurdin 1990:50) bahwa pelayanan sosial bukan hanya sebagai usaha memulihkan, memelihara, dan meningkatkan kemampuan berfungsi sosial individu dan keluarga, melainkan juga sebagai usaha untuk menjamin berfungsinya kolektivitas seperti kelompok-kelompok sosial, organisasi serta masyarakat.

Pelayanan sosial meliputi kegiatan-kegiatan atau intervensi-intervensi kasus yang dilaksanakan secara diindividualisasikan langsung dan terorganisasi, yang bertujuan membantu individu atau kelompok dan lingkungan sosial dalam upaya saling penyesuaian. Disebut pelayanan dalam arti bahwa program ini memberikan jasa kepada orang-orang dan membantu mewujudkan tujuan-tujuan mereka, bukan untuk kepentingan atau keuntungan sendiri (Nurdin, 1990:50).


(26)

Dalam sistem pelayanan sosial terdapat komponen-komponen yang saling berhubungan satu sama lain, yang merupakan satu kesatuan untuh dimana komponen disusun dan diatur untuk mencapai pelayanan sosial dan merupakan standar yang harus dipenuhi guna peningkatan kualitas pelayanan sosial.

Komponen-komponen tersebut meliputi :

1. Saranan dan prasarana dengan fasilitas yang memadai.

2. Pekerjaan sosial yang profesional dengan tenaga administratif.

3. Tata laksanan kesejahteraan sosial (anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, laporan keuangan, anggaran belanja dan statistik).

4. Dana yang memadai.

5. Pembuatan perencanaan program dan pelaksanaan.

B.2. Fungsi Pelayanan Sosial

PBB mengemukakan bahwa fungsi pelayanan sosial adalah: 1. Perbaikan secara progresif daripada kondisi kehidupan orang. 2. Pengembangan sumber-sumber daya manusia.

3. Berorientasi orang terhadap perubahan sosial dan penyesuaian diri.

4. Penggerakan dan penciptaan sumber-sumber komunitas untuk tujuan-tujuan pembangunan.

5. Penyediaan struktur-struktur institusional untuk pelayanan-pelayanan yang terorganisasi lainnya (Sumarnogroho, 1987:42).


(27)

Fungsi pelayanan sosial ditinjau dari persfektif masyarakat menurut Richard M. Titmuss (dalam Muhidin, 1992:43) adalah sebagai berikut:

1. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan untuk lebih meningkatkan kesejahteraan individu, kelompok, dan masyarakat, untuk saat ini dan masa yang akan datang.

2. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan sebagai suatu investasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan sosial.

3. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang untuk melindungi masyarakat.

4. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan sebagai program kompensasi bagi orang-orang yang tidak mendapatkan pelayanan sosial.

Alfred J. Khan (Nurdin, 1990;50-51) mengatakan bahwa bentuk-bentuk pelayanan sosial sesuai dengan fungsi-fungsinya adalah:

1. Pelayanan akses, mencakup pelayanan informasi, pemberian nasihat dan partisipasi. Tujuannya untuk membantu orang agar dapat mencapai atau menggunakan fasilitas pelayanan yang tersedia.

2. Pelayanan terapi, mencakup pertolongan terapi dan rehabilitasi, termasuk didalamnya perlindungan dan perawatan. Misalnya pelayanan yang diberikan oleh badan-badan yang menyediakan konseling, pelayanan kesejahteraan anak, pelayanan kesejahteraan sosial medis dan sekolah, serta perawatan bagi orang-orang jompo (lanjut usia).


(28)

3. Pelayanan sosial dan pengembangan, misalnya taman penitipan bayi dan anak, keluarga berencana, pendidikan keluarga, pelayanan rekreasi bagi pemuda, dan kegiatan masyarakat yang dipusatkan (community centre). Dari ketiga bentuk pelayanan sosial tersebut, maka pelayanan terapi adalah bentuk pelayanan yang dilihat lebih sesuai/cocok digunakan untuk penanganan korban narkoba.

C. Kesejahteraan Sosial

C.1. Pengertian Kesejahteraan Sosial

Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa pelayanan sosial diberikan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat. Menurut kamus istilah kesejahteraan sosial, defenisi kesejahteraan sosial adalah keadaan sejahtera pada umumnya yang meliputi keadaan jasmaniah, rohaniah, dan sosial dan bukan hanya perbaikan dan pemberantasan keburukan sosial tertentu saja, jadi merupakan suatu keadaan dan kegiatan (Suparlan, 1983:58).

Walter. A. Friedlander (dalam Nurdin, 1989:29) menerangkan bahwa kesejahteraan sosial merupakan sistem yang terorganisir dari pelayanan-pelayanan sosial dan lembaga-lembaga yang bertujuan untuk membantu individu dan kelompok agar dapat mencapai standar hidup dan kesehatan yang memuaskan dan relasi-relasi pribadi dan sosial yang memungkinkan mereka untuk mengembangkan kemampuannya sepenuh mungkin dan meningkatkan kesejahteraannya selaras dengan kebutuhan keluarga dan masyarakat.

Undang-undang No. 6 tahun 1974 menegaskan bahwa kesejahteraan sosial ialah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial material maupun spiritual yang


(29)

diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketenteraman lahir batin yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila (Nurdin, 1989:30).

Sedangkan Arthur Dunham mengemukakan kesejahteraan sosial sebagai suatu bidang usaha manusia dimana di dalamnya terdapat berbagai macam badan dan usaha sosial yang tujuannya meningkatkan kesejahteraan dari segi sosial pada bidang-bidang kehidupan keluarga dan anak, kesehatan, penyesuaian sosial, waktu senggang, standar-standar kehidupan dan hubungan-hubungan sosial. Pelayanan kesejahteraan sosial memberikan perhatian utama terhadap individu-individu, kelompok-kelompok, komunitas-komunitas, dan kesatuan-kesatuan penduduk yang lebih luas; pelayanan ini mencakup pemeliharaan atau perawatan, penyembuhan dan pencegahan (Sumarnugroho, 1987:28-29).

Melihat konsepsi kesejahteraan sosial ternyata masalah-masalah sosial dirasakan begitu berat dan mengganggu perkembangan masyarakat sehingga diperlukan sistem pelayanan sosial yang lebih teratur. Dengan kata lain bahwa pelayanan sosial diberikan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemampuan berfungsi sosial individu, kelompok ataupun masyarakat. Maka pelayanan kesejahteraan sosial adalah pelayanan yang memungkinkan untuk memberi kesempatan kepada orang-orang dari golongan yang tidak dapat memanfaatkan adanya pelayanan sosial seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, dan sebagainya (Nurdin, 1989:28).


(30)

Kesejahteraan sosial didalam berbagai bentuk kegiatannya meliputi semua bentuk intervensi sosial, terutama ditujukan untuk meningkatkan kebahagiaan atau kesejahteraan individu, kelompok maupun masyarakat sebagai keseluruhan. Dapat pula mencakup upaya dan kegiatan-kegiatan yang secara langsung ditujukan untuk penyembuhan, pencegahan masalah-masalah sosial misalnya kemiskinan, penyakit, disorganisasi sosial, serta pengembangan sumber-sumber manusia (Nurdin, 1989:27).

C.2. Tujuan dan Fungsi Kesejahteraan Sosial

Kesejahteraan sosial sebagai sistem mempunyai tujuan dan fungsi-fungsi (Nurdin,1989:32). Yang menjadi tujuannya adalah :

a. Untuk mencapai kehidupan yang sejahtera dalam arti tercapainya standar kehidupan pokok; sandang, perumahan, pangan, kesehatan, dan relasi-relasi sosial yang baik dengan lingkungannya.

b. Untuk mencapai penyesuaian diri yang baik, apakah itu kepada masyarakat di lingkungannya, misalnya menggali sumber-sumber daya, meningkatkan dan mengembangkan taraf hidup yang memuaskan.

Fungsi kesejahteraan sosial sesuai dengan tahapannya adalah sebagai berikut :

a. Fungsi penyembuhan (curative)

Kesejahteraan sosial melaksanakan fungsi ini untuk menghilangkan kondisi-kondisi, ketidakmampuan fisik, emosional dan sosial agar orang yang mengalami masalah tersebut dapat berfungsi secara normal kembali di dalam masyarakat. Contohnya adalah masalah sosial yang diakibatkan


(31)

oleh kegagalan keluarga, kelompok, kesatuan masyarakat untuk berperan memadai, misalnya anak terlantar, keluarga miskin, penderita cacat, atau lanjut usia.

b. Fungsi pencegahan (preventive)

Kesejahteraan sosial yang bersifat pencegahan ditujukan untuk memperkuat keluarga, kelompok-kelompok, dan kesatuan-kesatuan masyarakat agar jangan sampai timbul masalah-masalah sosial yang baru. Dalam arti bahwa fungsi ini memberikan bantuan terhadap munculnya masalah-masalah sosial yang baru dengan melihat gejala-gejala sosial yang sedang terjadi serta pengambilan tindakan untuk menghindarkan masalah tersebut. Misalnya terhadap pemuda-pemudi yang sering berkumpul di gang-gang atau persimpangan jalan. Disamping itu diusahakan juga pencegahan tingkah laku perorangan yang abnormal.

c. Fungsi pengembangan (development)

Kegiatan kesejahteraan sosial yang bersifat pengembangan tujuan-tujuan dan orientasinya untuk memberikan sumbangan langsung bagi proses pembangunan. Dalam hal ini kesejahteraan sosial bertindak sebagai suatu unsur pelaksana perubahan (agent of change) yaitu membantu peningkatan proses perubahan sosial berencana membantu untuk menciptakan kondisi-kondisi yang lebih baik dari sebelumnya.

d. Fungsi penunjang (supportive)

Fungsi ini mencakup kegiatan-kegiatan untuk membantu mencapai tujuan-tujuan sektor lain. Misalnya membantu pencapaian tujuan-tujuan kebijaksanaan pemerintah dalam menunjang program kependudukan dan keluarga


(32)

berencana dengan jalan mempengaruhi sikap-sikap atau memotivasi orang-orang (keluarga, kelompok, masyarakat) untuk ikut serta menyukseskannya.

D. Narkoba

D.1. Pengertian Narkoba

Istilah narkoba sebenarnya muncul untuk mempermudah orang mengingat-ingat bahwa itu adalah hal yang sangat berbahaya. Narkoba adalah akronim dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya (www.yahoo.com).

Sesuai dengan pengertian pasal 1 butir 1 UU No.22 tahun 1997 tentang narkotika, maka narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis ataupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan (Supramono, 2004:159).

Sedangkan yang dimaksud dengan psikotropika sesuai dengan pasal 1 butir ke 1 UU No.5 tahun 1997 tentang psikotropika, maka psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintesis, bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan prilaku (Supramono, 2004:17).

Zat adiktif lainnya juga merupakan bahan yang berbahaya jika dikonsumsi secara berlebihan dan tidak dalam pengawasan karena jika masuk ke dalam tubuh manusia juga dapat mempengaruhi tubuh terutama otak/susunan


(33)

saraf pusat sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosialnya, jadi sangat sama berbahayanya seperti narkotika dan psikotropika.

Menurut Moh. Taufik Makaro dan kawan-kawan dalam bukunya “Tindak Pidana Narkotika” mereka menyimpulkan bahwa narkoba dapat digolongkan menjadi 3 kelompok yaitu:

1. Golongan narkotika (golongan I); seperti opium, morphin, heroin dan lain-lain.

2. Golongan psikotropika (Golongan II); seperti ganja, ekstasi, shabu-shabu, hashis, dan lain-lain.

3. Golongan zat adiktif lain (Golongan III); yaitu minuman yang mengandung alkohol seperti bir, wine, whisky, vodka, dan lain-lain (Makaro, 2005:27).

Pada umumnya jenis-jenis narkoba yang banyak digunakan adalah ganja, heroin, kokain, ekstasi dan berikutnya jenis yang lain (www.google.com).

Ganja adalah semua bagian dari semua tanaman jenis genus canabis atau Delta Tetra Hidrokanabional, termasuk biji dan buahnya. Damar ganja adalah getah keras yang yang diambil dari tanaman ganja, demikian pula hasil pengolahan yang menggunakan getah keras ini sebagai bahan dasar, termasuk kedalam bahan ganja. Sebutan lain dari ganja adalah mariyuana. Penggunaan ganja dilakukan dengan cara menghisap dari gulungan menyerupai rokok atau dapat juga dihisap dengan menggunakan pipa rokok (Prakoso, 1987:486-489).

Heroin berasal dari getah opium yang membeku sendiri dari tanaman Papaver yang dapat hidup di daerah tropis. Heroin berasal dari getah opium yang


(34)

membeku sendiri dari tanaman Papaver yang dapat hidup di daerah sub tropis. Heroin berasal dari wilayah Segitiga Emas (The Golden Triangle) yaitu : Myanmar, Thailand, dan Laos. Heroin bentuknya berupa bubuk putih seperti tepung. Di pasaran sering disebut dengan putaw, bedak putih, etep. Pemakaian heroin dilakukan dengan cara menghirup asapnya setelah bubuk heroin dibakar di atas kertas timah pembungkus rokok, dan atau menyuntikkan langsung pada pembuluh darah setelah bubuk heroin dilarutkan dalam air. Zat ini sangat berbahaya bila dikonsumsi kelebihan dosis, bisa mati seketika (www.gogle.com).

Ekstasi adalah zat psikotropika golongan I, bentuknya dikemas dalam bentuk tablet dan ada juga yang berbentuk kapsul. Bahan baku pembuat ekstasi diimpor dari luar negeri secara illegal. Pemakaian ekstasi dilakukan seperti minum obat (ditelan). Sekitar 40 menit setelah ditelan, obat ini langsung menyerang susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan pada aktivitas mental dan perilaku. Ekstasi membuat pemakai merasa percaya diri, riang, dan merasa gembira. Bila dinikmati sambil mendengarkan musik yang hingar bingar akan membuat pemakai tak henti-hentinya menggoyangkan kepala (triping). Oleh karena itu ekstasi banyak diedarkan di diskotik (Sasangkang, 2003:74-75).

D.2. Penyalahgunaan Narkoba

Penyalahgunaan narkoba artinya memakai narkoba tanpa indikasi medis atau tanpa petunjuk dokter baik karena penyakit atau hal lainnya sehingga dapat menimbulkan kecanduan dan ketergantungan. Tanpa indikasi (kegunaan) yang dianjurkan oleh dokter atau dosis yang tidak tepat akan berbahaya bagi kesehatan manusia dan bahkan dapat menimbulkan kematian tiba-tiba.


(35)

Penyalahgunaan narkoba adalah suatu tindakan yang dilakukan secara sadar untuk menggunakan obat-obatan termasuk narkotika secara tidak tepat. Penyalahgunaan obat adalah pengunaan obat secara tetap yang bukan untuk tujuan pengobatan atau yang digunakan tanpa mengikuti takaran yang seharusnya.

Ketidakmampuan seseorang untuk mengendalikan jumlah asupan obat yang mereka pakai dan ketidaksanggupan mereka untuk mengendalikan tingkah laku mereka pada saat memakai obat merupakan pengertian sederhana untuk penyalahgunaan obat (www.yahoo.com).

Sedangkan menurut WHO yang dimaksud dengan penyalahgunaan zat adalah pemakaian zat yang berlebihan secara terus-menerus atau berkala diluar maksud medis atau pengobatan. Ketika seseorang mulai menyalahgunakan obat-obatan mereka juga mulai menghadapi masalah-masalah yang berhubungan langsung dengan obat-obatan dalam hidup mereka (www.yahoo.com).

Semakin banyak seseorang menyalahgunakan obat-obatan maka semakin banyak masalah yang timbul dalam hidupnya. Semakin banyak masalah yang mereka miliki dalam hidupnya maka mereka akan semakin menyalahgunakan obat-obatan. Biasanya seorang remaja menggunakan narkoba karena beberapa sebab:

1. Untuk membuktikan keberanian dalam melakukan tindakan-tindakan yang berbahaya seperti ngebut, berkelahi, bergaul dengan wanita dan lain-lain. 2. Untuk menunjukkan tindakan menentang terhadap otoritas orang tua atau

guru atau norma-norma sosial.


(36)

4. Untuk melepaskan diri dari kesepian dan memperoleh pengalaman-pengalaman emosional.

5. Untuk mengisi kekosongan dan kesepian/kebosanan.

6. Untuk menghilangkan kegelisahan, frustasi, kepenatan hidup.

7. Mengikuti kemauan teman-teman dalam rangka membina solidaritas. 8. Sekedar iseng-iseng atau didorong oleh rasa ingin tahu (Soedjono,

1973:69-70).

Dikalangan orang dewasa atau yang sudah lanjut usia yang menyalahgunakan narkoba penyebabnya pada umumnya adalah :

1. Menghilangkan rasa sakit dari penyakit chronisnya seperti asma, TBC, dan lain-lain.

2. Menjadi kebiasaan akibat penyembuhan dan menghilangkan rass sakit tersebut.

3. Pelarian dari frustasi

4. Meningkatkan kesanggupan prestasi (biasanya zat perangsang) (Soedjono, 1973:71).

Penyalahgunaan narkoba juga terjadi karena asumsi-asumsi yang salah tentang narkoba dimasyarakat sehingga seseorang menyalahgunakannya yaitu:

a. Iseng-iseng saja, sekali mencoba tidak akan ketagihan. b. Narkoba bisa menolong seseorang untuk menikmati hidup

c. Narkoba bisa membuat penampilan seorang menjadi lebih kuat, segar dan penuh semangat.


(37)

e. Menggunakan narkoba dengan cara menghirup aroma lem atau zat-zat lain yang murah diongkos tidak akan berbahaya.

f. Menggunakan narkoba dengan hirupan atau suntikan lebih trend dan lebih cepat terasa efeknya.

g. Narkoba bisa menolong seseorang untuk melupakan masalah.

Semua asumsi ini sebenarnya salah dan sangat tidak sesuai dengan fakta atau kenyataan yang terjadi. Kalau seseorang yang telah menyalahgunakan narkoba ketagihan dan mengalami ketergantungan (dependence) maka bila saatnya tidak dipenuhi kebutuhannya akan narkoba maka hidupnya akan tersiksa. Dalam keadaan tersiksa itulah ia akan berusaha dengan jalan apa saja untuk memperoleh uang agar bisa membeli narkoba, meskipun harus mencuri, merampas, merampok, bahkan membunuh (www.google.com).

Peraturan perundang-undangan yang telah dikeluarkan pemerintah dalam menangani masalah narkoba ini adalah :

1. UU RI No. 22 tahun 1997 tentang narkotika. 2. UU RI No. 5 tahun 1997 tentang psikotropika.

3. UU RI No. 7 tahun 1997 tentang Pengesahan United Station Convention Againts Illicit Trafict in Narcotic Drugs and Psychotropic Substance, 1998 (Konfensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika).

4. UU RI No. 8 tahun 1996 tentang Pengesahan Convensi On Psychotropic Substance 1971.


(38)

5. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 690/Menkes tahun 1997 tentang peredaran psikotropika.

6. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 785/Menkes/Per/VII/1997/tentang ekspor dan impor psikotropika.

7. Instruksi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Nomor 4/4/1997 tentang lingkungan sekolah bebas asap rokok (Karsono, 2004:15-18). D.3. Bahaya Narkoba

Penyalahgunaan narkoba menimbulkan multidimensi dikalangan masyarakat yang sudah tentu akan menimbulkan kerawanan sosial yang tentunya harus segera diwaspadai keberadaannya. Masalah yang bersifat multidimensi itu antara lain (dalam 3 dimensi yang paling penting) :

Dimensi Kesehatan

a. Penyalahgunaan narkoba dapat merusak atau menghancurkan kesehatan manusia baik secara jasmani maupun mental dan emosional.

b. Penyalahgunaan narkoba dapat merusak susunan saraf pusat di otak, organ-organ lain seperti hati, jantung, ginjal, paru-paru, usus, dan penyakit komplikasi lainnya.

c. Penyalahgunaan narkoba menimbulkan gangguan pada perkembangan normal remaja, daya ingat, perasaan, persepsi, dan kendali diri.

d. Penyalahgunaan narkoba merusak sistem reproduksi, yaitu produksi sperma menurun, penurunan hormon testosteron, kerusakan kromosom, kelainan seks, keguguran, dan lain sebagainya.

e. Infeksi saluran nafas bawah. f. Kematian akibat over dosis.


(39)

Dimensi Ekonomi

a. Pengeluaran seorang penyalahguna narkoba sangat besar untuk konsumsi narkoba.

b. Pengeluaran yang besar bagi seorang penyalahguna narkoba yang sudah rusak kesehatannya (untuk biaya kesehatan / berobat akibat narkoba). c. Masyarakat menanggung beban dan kerugian akibat menurunnya tingkat

produktivitas sumber daya manusia, biaya pengobatan medis, harta yang dicuri, rusak atau kecelakaan. Para penyalahguna narkoba juga lebih cenderung mengalami kecelakaan kerja di tempat kerjanya.

Dimensi Sosial dan Pendidikan

a. Penyalahguna narkoba mempengaruhi kehidupan di lingkungan masyarakat, misalnya adanya kecemasan masyarakat akan kejahatan yang akan mereka timbulkan.

b. Penyalahgunan narkoba memperburuk kondisi keluarga yang pada umumnya tidak harmonis. Keluarga-keluarga yang penuh masalah akan mempengaruhi kehidupan di lingkungan masyarakat.

c. Banyak penyalahguna narkoba yang mencuri, merampok, menipu, jadi pengedar narkoba, bahkan membunuh untuk mendapatkan uang demi kebutuhan akan barang haram tersebut.

d. Para penyalahguna narkoba menjadi orang yang asosial, antisosial dan menimbulkan gangguan kemanan dan ketertiban pada lingkungannya dan merugikan masyarakat.

e. Kerugian dibidang pendidikan juga terjadi yaitu dengan merosotnya prestasi penyalahguna narkoba di sekolah/kampus ataupun tempat kerja.


(40)

f. Para penyalahguna narkoba biasanya cenderung untuk mengajak atau mempengaruhi teman-temannya untuk terlibat (Karsono, 2004:23-28). Secara umum bahaya atau efek-efek bagi tubuh sipemakai akibat penyalahgunaan narkoba adalah sebagai berikut :

1. Euphoria : perasaan kegembiraan yang ditimbulkan oleh narkotika yang sebenarnya tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. Biasanya efek ini ditimbulkan oleh pemakaian dosis yang tidak terlalu banyak. 2. Delirium : suatu keadaan menurunnya kesadaran disertai kegelisahan yang

agak hebat yang terjadi secara mendadak sehingga dapat menyebabkan gangguan koordinasi gerakan-gerakan motorik. Efek ini timbul dari pemakaian dosis yang lebih tinggi dari euphoria.

3. Halluciation : suatu kesalahan persepsi pancaindera, dimana sipemakai melihat/mendengar sesuatu yang tidak ada pada kenyataannya (khayalan). 4. Weaknes : kelemahan yang dialami fisik atau psikis atau kedua-duanya. 5. Drowsiness : kesadaran yang menurun sehingga seperti setengah tidur

yang diikuti dengan ingatan yang kacau.

6. Coma : keadaan sipemakai narkoba sampai pada puncak kemerosotan yang akhirnya dapat membawa kematian (Makaro, 2005:49).

Kalau seseorang yang menyalahgunakan narkoba telah ketagihan dan tergantung kepada obat-obat tersebut maka bila saatnya tidak dipenuhi kebutuhannya dirinya akan tersiksa. Dalam keadaan tersiksa dia akan berusaha dengan jalan apa saja untuk memperoleh uang agar bisa membeli narkoba untuk memenuhi kebutuhannya, kadang-kadang untuk itu ia harus mencuri, meramapas,


(41)

dan disuruh orang untuk membunuh orang lain dan kemudian diberi upah. Jelaslah bahwa orang-orang yang telah ketagihan dan tergantung pada narkoba tidak saja merusak dirinya, bahkan membawa kerugian bagi masyarakat. (Soedjono, 1973:67).

E. Metode Pelayanan Sosial Korban Narkoba

Pemberian pelayanan sosial terhadap korban penyalahgunaan narkoba adalah untuk mencapai kehidupan sejahtera dalam arti tercapainya standard kesehatan dan penyesuaian diri yang baik dalam masyarakat. Banyak metode yang dapat digunakan dalam memberikan pelayanan sosial terhadap korban narkoba.

Metode yang paling baik adalah yang bersifat holistik. Prof. Dadang Hawari menuliskan ada dua metode yang digunakan dalam mengembalikan fungsi sosial korban penyalahgunaan narkoba yaitu : terapi dan rehabilitasi. Selain dari pada terapi dan rehabilitasi juga perlu diperhatikan sarana dan prasana yang lengkap dalam panti/yayasan rehabilitasi narkoba. Berikut ini akan diberikan penjelasan tentang terapi dan rehabilitasi.

Terapi (pengobatan) terhadap penyalahgunaan dan ketergantungan narkoba haruslah rasional serta dapat dipertanggungjawabkan dari setiap segi (Hawari, 2000:103).

Terapi ini terdiri dari:

1. Terapi medik-psikiatrik (detoksifikasi, psikofarmaka, dan psikoterapi) a. Terapi medik-psikiatrik (detoksifikasi) adalah bentuk terapi untuk


(42)

dan ketergantungan narkoba. Dalam terapi ini digunakan jenis obat-obatan yang tergolong major tranquilizer untuk mengatasi gangguan sistem neuro transmitter (sinyal penghantar syaraf) pada susunan saraf pusat (otak). Selain itu diberikan juga analgetika non opiat (obat anti nyeri yang tidak mengandung opiat atau turunannya), tidak diberikan obat-obatan yang bersifat adiktif, namun diberikan obat anti depresi bila diperlukan. Metode detoksifikasi ini memakai sistem block total, artinya pasien penyalahguna/ketergantungan narkoba tidak boleh lagi menggunakan narkoba atau turunannya, dan juga tidak menggunakan obat-obatan sebagai pengganti atau substitusi. Terapi ini dapat dilakukan di rumah ataupun di rumah sakit.

b. Terapi medik-psikiatrik (psikofarmaka) diberikan untuk mengatasi gangguan mental dan prilaku pasien (proses mental adiktif); artinya rasa ingin (craving) masih belum hilang sehingga kekambuhan dapat terulang lagi. Terapi ini diberikan dengan menggunakan obat-obatan yang berkhasiat memperbaiki gangguan dan memulihkan fungsi neuro transmitter pada susunan saraf pusat (otak), yang dinamakan dengan psikofarmaka golongan major tranqualijer yang tidak menimbulkan adiksi dan depedensi (tidak berakibat ketagihan dan ketergantungan) c. Terapi medik-psikiatrik (psikoterapi) bertujuan untuk memperkuat

struktur kepribadian mantan penyalahguna/ketergantungan narkoba, misalnya meningkatkan citra diri, mematangkan kepribadian, dan sebagainya.


(43)

2. Terapi medik-somatik (komplikasi medik)

Penggunaan obat-obatan yang berkhasiat terhadap kelainan-kelainan fisik baik sebagai akibat dilepaskannya narkoba dari tubuh maupun komplikasi medik berupa kelainan organ tubuh akibat penyalahgunaan narkoba. Bila ditemukan komplikasi medik pada organ tubuh, diberikan terapi medik-somatik yang sesuai dengan kelainan yang ditemukan, misalnya kelainan paru, fungsi lever, hepatitis C, ginjal, dan lain sebagainya. Termasuk terapi medik-somatik ini adalah larangan merokok bagi pasien.

3. Terapi psikososial

Upaya untuk memulihkan kembali kemampuan adaptasi penyalahguna/ ketergantungan narkoba ke dalam kehidupannya sehari-hari. Dengan terapi ini diharapkan perilaku anti sosial dapat berubah menjadi prilaku yang secara sosial dapat diterima.

4. Terapi psikoreligius

Terapi keagamanaan terhadap pasien narkoba ini memegang peranan yang sangat penting, baik dari segi pencegahan, terapi, maupun rehabilitasi. Sesudah pasien penyalahguna dan ketergantungan narkoba menjalani program terapi, maka selanjutnya pasien mengikuti program rehabilitasi (Hawari, 2000:131).

Rehabilitasi adalah upaya memulihkan dan mengembalikan kondisi para mantan penyalahguna/ketergantungan narkoba kembali sehat dalam arti sehat fisik, psikologik, sosial, dan spiritual/agama (keimanan). Dengan kondisi sehat tersebut diharapkan mereka akan mampu kembali berfungsi secara wajar dalam kehidupannya sehari-hari baik di rumah, di sekolah/kampus, di tempat kerja dan


(44)

di lingkungan sosialnya. Program rehabilitasi lamanya tergantung dari metode dan program dari lembaga yang bersangkutan (Hawari, 2000:132).

1. Rehabilitasi medik

Dengan rehabilitasi ini dimaksudkan agar mantan penyalahguna/ ketergantungan narkoba benar-benar sehat secara fisik dalam arti komplikasi medik diobati dan disembuhkan. Termasuk dalam program rehabilitasi medik ini adalah memulihkan kondisi fisik yang lemah, tidak cukup diberikan gizi makanan yang bernilai tinggi, tetapi juga kegiatan olah raga yang teratur disesuaikan dengan kemampuan masing-masing pasien.

2. Rehabilitasi psikiatrik

Dimaksudkan agar peserta rehabilitasi yang semula berprilaku maladaptif berubah menjadi adaptif atau dengan kata lain sikap dan tindakan anti sosial dapat dihilangkan, sehingga mereka dapat bersosialisasi dengan baik dengan sesama rekannya maupun personil yang membimbing dan mengasuhnya. Termasuk rehabilitasi psikiatrik ini adalah psikoterapi/ konsultasi keluarga.

3. Rehabilitasi psikososial

Dimaksudkan agar peserta rehabilitasi dapat kembali bersosialisasi dalam lingkungan sosialnya, yaitu di rumah, di sekolah/kampus, di tempat kerja, dan sebagainya. Program ini merupakan persiapan untuk kembali ke masyarakat.


(45)

4. Rehabilitasi psikoreligius

Didalam program rehabilitasi ini para pasien diutamakan untuk mendapatkan pendidikan spiritual, agar mereka dapat mengenal akan Tuhannya, mengerti akan cinta kasih Allah dan pengampunan dosa sehingga untuk selanjutnya dapat benar-benar bertobat dan dapat dididik lebih lanjut (Hawari, 2000:134-139).

Pusat atau lembaga rehabilitasi yang baik haruslah memenuhi beberapa persyaratan antara lain:

1. Sarana dan prasarana yang memadai, termasuk gedung, akomodasi, kamar mandi/WC yang higienis, makanan dan minuman yang bergizi, ruang kelas, ruang rekreasi, ruang konsultasi individual atau kelompok, ruang konsultasi keluarga, ruang ibadah, ruang olah raga, ruang keterampilan, dan lain sebagainya.

2. Tenaga yang profesional (psikiater, dokter umum, psikolog, pekerja sosial, perawat, agamawan/rohaniawan, dan tenaga ahli lainnya. Tenaga profesional ini untuk menjalankan program yang terkait.

3. Manajemen yang baik.

4. Kurikulum/program rehabilitasi yang memadai sesuai dengan kebutuhan. 5. Peraturan dan tata tertib disiplin yang ketat agar tidak terjadi pelanggaran

ataupun kekerasan.

6. Keamanan (security) yang ketat agar tidak memungkinkan peredaran narkoba di dalam pusat rehabilitasi (Hawari, 2000:132-133).


(46)

F. Kerangka Pemikiran

Semakin meningkatnya kasus narkoba membuat kita harus lebih berhati-hati lagi akan generasi muda sekarang secara khusus. Berbagai upaya yang dilakukan ternyata masih belum mampu untuk memberantas kasus atau masalah narkoba di Indonesia. Banyaknya panti atau yayasan sebagai pusat rehabilitasi korban narkoba pun telah ada, namun ini juga belum bisa mengurangi jumlah korban narkoba yang terus bertambah.

Untuk menangani masalah narkoba terkhusus untuk orang-orang yang telah mengalami ketergantungan terhadap narkoba diperlukan metode pelayanan sosial yang khusus dan spesifik, tepat, dan sesuai dengan kondisi atau keberadaan para korban narkoba tersebut, dan pada umumnya yang melaksanakan pelayanan sosial ini adalah sebuah lembaga/yayasan baik milik pemerintah ataupun swasta yang khusus untuk menangani kasus narkoba.

Metode pelayanan sosial dengan metode terapi dan rehabilitasi bagi pasien penyalahgunaan dan ketergantungan narkoba dengan pendekatan holistik yaitu mengobati jasmani (fisik), segi kejiwaan, sosial, dan keimanan dirasa baik untuk digunakan untuk pengobatan dalam rangka menyembuhkan pasien dari ketergantungan narkoba. Terapi tersebut yaitu terapi medik-psikiatrik (detoksifikasi, psikofarmaka, dan psikoterapi), terapi medik-somatik (komplikasi medik), terapi psikososial, terapi psikoreligius sedangkan rehabilitasi tersebut yaitu rehabilitasi medik, rehabilitasi psikiatrik, rehabilitasi psikososial, rehabilitasi psikoreligius.


(47)

Metode terapi dan rehabilitasi tersebut dilakukan dalam rangka menyembuhkan dan mengembalikan fungsi sosial para korban narkoba seperti yang menjadi tujuan dari kesejahteraan sosial yaitu :

a. Untuk mencapai kehidupan yang sejahtera dalam arti tercapainya standar kehidupan pokok; sandang, perumahan, pangan, kesehatan, dan relasi-relasi sosial yang baik dengan lingkungannya.

b. Untuk mencapai penyesuaian diri yang baik, apakah itu kepada masyarakat di lingkungannya, misalnya menggali sumber-sumber daya, meningkatkan dan mengembangkan taraf hidup yang memuaskan.

Metode terapi dan rehabilitasi yang holistik tersebut juga harus didukung dengan sarana dan prasarana yang lengkap.

Dari uraian di atas dapat digambarkan bagan kerangka pemikiran sebagai berikut:

Panti rehabilitasi narkoba Sibolangit Centre

Klien/korban narkoba

Metode pelayanan sosial yang diberikan oleh Sibolangit Centre

Keberfungsian sosial korban narkoba


(48)

G. Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional G.1. Defenisi Konsep

Konsep merupakan istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak mengenai kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian (Singarimbun 1989:33) Konsep penelitian diperlukan untuk menghindari salah pengertian tentang arti konsep yang digunakan dalam penelitian. Maka batasan konsep dalam penelitian ini adalah :

1. Metode adalah cara teratur yang paling mudah dan efisien yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Metode pelayanan sosial yang diberikan bagi klien penyalahgunaan/ketergantungan narkoba adalah metode terapi dan rehabilitasi dengan pendekatan holistik yaitu mengobati jasmani (fisik), segi kejiwaan, sosial, dan keimanan.

2. Pelayanan sosial adalah aktivitas yang terorganisasi bertujuan membantu para anggota masyarkat untuk saling menyesuaikan diri dengan sesamanya dan dengan lingkungan sosialnya. Pelayanan sosial diberikan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat. Orang yang menyalahgunakan/ketergantungan pada narkoba merupakan orang yang mengalami disfungsi sosial yang sangat membutuhkan pelayanan sosial. 3. Penyalahgunaan narkoba adalah suatu tindakan yang dilakukan secara

sadar untuk menggunakan obat-obatan termasuk narkotika secara tidak tepat ataupun penggunaan obat secara tetap yang bukan untuk tujuan pengobatan/yang digunakan tanpa mengikuti takaran yang seharusnya.


(49)

G.2. Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah unsur penelitiaan yang memberitahukan bagaimana caranya untuk mengukur suatu variabel atau dengan kata lain semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu variabel (Singarimbun, 1989: 46). Defenisi operasional bertujuan untuk memudahkan peneliti dalam melaksanakan penelitian di lapangan. Variabel yang akan diteliti antara lain:

1. Metode pelayanan sosial Sibolangit Centre yang diukur dengan : Program pelayanan yang diberikan kepada residen :

a. Terapi, yang meliput i fisik, psikologi, sosial, dan spiritual. b. Rehabilitasi, yang meliputi fisik, psikologi, sosial, dan spiritual. 2. Sarana dan prasarana atau fasilitas yang tersedia :

- Gedung dan bangunan-bangunan - Peralatan/perlengkapan panti 3. Karyawan/pekerja dan prosedurnya

- Tenaga kerja profesional yang ada - Pendidikan pekerja

- Lama bekerja di lembaga/yayasan

- Kompetensi pekerja (bagaimana kinerja pekerja dalam melakukan tugas-tugasnya)


(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu suatu prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subjek atau objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya (Nawawi; 1991:63).

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode analisis kualitatif yang bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi atau status fenomena yang secara sistematis dan akurat mengenai fakta tentang metode pelayanan sosial bagi korban narkoba di panti rehabilitasi Sibolangit Centre berdasarkan data/fakta yang didapat dari hasil penelitian.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di panti rehabilitasi narkoba Sibolangit Centre yang berada di Jalan Medan Berastagi Km. 45 Desa Suka Makmur Kecamatan Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara. Penulis memilih lokasi ini karena merupakan salah satu panti rehabilitasi terbesar di sumatera utara yang dikelola oleh pihak swasta yang memberikan pelayanan sosial bagi korban narkoba dengan berbagai macam metode sehingga diharapkan kelak para korban narkoba dapat hidup mandiri dan dapat melaksanakan fungsi sosialnya dengan baik dalam keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.


(51)

C. Populasi dan Sampel C.1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari objek penelitian yang dapat berupa manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, udara, gejala, nilai, peristiwa, sikap hidup, dan sebagainya sehingga objek-objek ini dapat menjadi sumber data penelitian (Bungin; 2001:101).

Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan petugas yang ada di panti rehabilitasi Sibolangit Centre yang ikut terlibat dalam memberikan pelayanan sosial bagi korban narkoba yaitu terdiri dari 23 orang.

C.2. Sampel

Sampel adalah suatu bagian dari populasi yang akan diteliti dan yang dianggap dapat menggambarkan populasinya (Irawan, 2004:57). Suatu sampel dikatakan representatif apabila ciri-ciri sampel yang berkaitan dengan tujuan penelitian sama atau hampir sama dengan ciri-ciri populasinya (hal.58).

Menurut Arikunto, jika jumlah populasi kurang dari 100, maka otomatis populasi tersebut menjadi sampel dengan pertimbangan N=n (Arikunto; 1993:20), maka yang akan menjadi sampel dalam penelitian ini sebanyak 23 orang yaitu seluruh petugas di panti rehabilitasi Sibolangit Centre yang terlibat dalam memberikan pelayanan sosial kepada korban narkoba.

Seluruh petugas di panti dijadikan sebagai sampel karena mereka yang memberikan pelayanan dan dianggap tepat sebagai responden yang dapat memberikan informasi yang akurat yang diinginkan sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian sebab merekalah yang memberikan dan mengerjakan pelayanan sosial tersebut. Namun untuk melengkapi informasi atau data yang akan


(52)

dianalisis maka peneliti juga akan mengadakan wawancara dengan 3 orang klien yang ada di panti yang merupakan orang-orang yang menerima pelayanan sosial yang diberikan oleh panti rehabilitasi Sibolangit Centre.

D. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik sebagai berikut :

1. Studi kepustakaan

Teknik pengumpulan data atau informasi yang menyangkut masalah yang diteliti dengan mempelajari dan menelaah buku, majalah atau surat kabar dan bentuk tulisan lainnya yang ada relevansinya dengan masalah yang diteliti.

2. Studi lapangan

Pengumpulan data yang diperoleh melalui kegiatan penelitian langsung dengan turun ke lokasi penelitian untuk mencari fakta yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

Penelitian ini ditempuh dengan cara :

a. Observasi, mengumpulkan data tentang gejala tertentu yang dilakukan dengan mengamati, mendengar dan mencatat kejadian yang menjadi sasaran penelitian.

b. Wawancara, yaitu mengumpulkan data dengan menggunakan kuisioner yang ditujukan kepada responden dalam hal ini adalah petugas panti rehabilitasi Sibolangit Centre. Selain dengan menggunakan kuesioner,


(53)

peneliti juga melakukan wawancara mendalam dengan petugas panti dan klien yang ada di panti.

E. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang dilakukan pada penelitian ini adalah teknik analisa data dalam bentuk deskriptif kualitatif yaitu dengan cara menjelaskan data yang diperoleh dari penelitian, kemudian dilakukan analisa data dengan menggambarkan, menjelaskan, dan memberikan komentar-komentar.


(54)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Penulis melakukan penelitian di panti rehabilitasi narkoba Sibolangit Centre. Panti ini khusus menangani orang-orang yang mengalami ketergantungan terhadap narkoba. Panti ini juga merupakan panti rehabilitasi narkoba terbesar di Sumatera Utara yang berada dibawah naungan Gerakan Anti Narkoba Indonesia (GAN Indonesia) dan bertempat di Jl. Medan Berastagi Km.45 desa Suka Makmur Kecamatan Sibolangit, Deli Serdang. Letaknya tepat berada di depan jalan besar menuju Berastagi dan di depan panti ini terdapat sebuah mesjid yang juga merupakan bagian dari panti, dan hal ini membuat panti mudah ditemukan dan dilihat oleh masyarakat.

B. Sejarah Berdirinya Panti Rehabilitasi Sibolangit Centre

Untuk mengetahui sejarah berdirinya panti rehabilitasi Sibolangit Centre, maka kita harus memulai dengan memahami munculnya GAN Indonesia (Gerakan Anti Narkoba) dan PIMANSU (Pusat Informasi Masyarakat Anti Narkoba Sumatera Utara) karena orang-orang yang mendirikan panti rehabilitasi Sibolangit Centre adalah orang-orang yang juga mendirikan GAN Indonesia dan PIMANSU. Dalam masalah nakoba dapat dilihat bahwa GAN Indonesia sebagai usaha dalam penegakan hukumnya, PIMANSU sebagai usaha pencegahan terhadap orang-orang yang belum menjadi korban, dan Sibolangit Centre sebagai usaha penanggulangan korban narkoba.


(55)

1. GAN (Gerakan Anti Narkoba) Indonesia

GAN (Gerakan Anti Narkoba) Indonesia berdiri di Indonesia pada bulan Februari tahun 2000 dan bertempat di jalan Airlangga, Medan. GAN Indonesia mempunyai struktur organisasi secara nasional. Berdirinya GAN Indonesia ini mempunyai suatu badan hukum sendiri yang diakui pemerintah dan didalam pelaksanaan kegiatannya sesuai dengan tugas dan fungsinya berkoordinasi dengan aparat hukum serta pemerintah.

GAN Indonesia merupakan suatu aksi kepedulian oleh orang-orang yang merasa turut bertanggungjawab akan usaha peningkatan kualitas manusia Indonesia ysng sehat, berintelektual dan berwawasan kebangsaan sesuai dengan tujuan nasional yang adil dan makmur baik secara materi maupun mental.

GAN Indonesia berpendapat bahwa:

1. Sistem peradilan pidana (Criminal Justice System) yang dijalankan selama ini dari tingkat penyidikan sampai pengadilan dalam kasus narkoba lebih banyak memproses korban narkoba (victim centered) sebagai pelaku kejahatan daripada upaya memproses pelaku kejahatan yang sebenarnya (offender centered).

2. Korban narkoba merupakan sumber informasi potensial untuk memprjelas dan melengkapi data-data tentang modes operandi serta bagaimana seluk beluk kejahatan narkoba di masyarakat. Hal ini dilakukan dengan cara pendekatan dan survey kepada korban.

3. Korban narkoba di Indonesia tidak bisa digolongkan semata-mata sebagai korban kejahatan konvensional (street crime) melainkan korban kejahatan


(56)

teroganisir (corporate crime) dan korban akibat penyalahgunaan kekuasaan public (abuse of public power).

4. Adanya kesalahan perasepsi yang harus diluruskan di kalangan masyarakat khususnya keluarga korban. Mereka beranggapan bahwa korban narkoba merupakan aib keluarga yang harus ditutup-tutupi. Bahkan opini utama yang berkembang adalah korban narkoba merupakan produk keluarga yang broken home atau kurang mendapat perhatian dari orang tua serta keluarga yang tidak ada pendidikan agama.

5. Di masyarakat label korban narkoba kerap dipersepsikan hanya berasal dari keluarga menengah ke atas. Padahal korban narkoba sudah menjangkiti seluruh lapisan masyarakat dari bawah sampai ke atas. Perbedaannya hanya pada bahan atau jenis narkoba yang digunakan.

6. Terdapat kesalahan persepsi di masyarakat dengan menganggap bahwa korban narkoba dianggap ada setelah korban menjadi gila atau meninggal. Padahal sebenarnya korban narkoba telah muncul sejak seseorang mulai mencoba menyalahgunakan narkoba.

Landasan berdirinya GAN Indonesia adalah untuk merespon dan berpartisipasi terhadap diundangkannya Undang-Undang No.22 tahun 1997 tentang narkotika, Undang-Undang No.5 tahun 1997 tentang psikotropika, Keppres No.116 tahun 1999 tentang pembentukan Badan Koordinasi Narkotika Nasional yang kemudian diganti dengan Keppres No.17 tahun 2002 tentang Badan Narkotika Nasional, dan Inpres No.3 tahun 2002 tentang penanggulanagn penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, prekursor, dan zat adiktif lainnya.


(57)

Visi dan misi GAN Indonesia adalah:

Visi :Terbebasnya masyarakat Indonesia dari penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.

Untuk mencapai visi tersebut, maka GAN Indonesia melakukan misi sebagai berikut :

1. Menggerakkan kepedulian dan partisipasi seluruh elemen masyarakat untuk terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam mengikis bencana yang menimpa bangsa ini disebabkan oleh penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.

2. Membangun opini dan tindakan yang tepat dalam penanganan pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.

3. Melakukan upaya-upaya yang bertujuan mencegah meluasnya peredaran gelap narkoba dan jatuhnya korban-korban baru.

4. Menggali potensi informasi dari korban penyalahgunaan narkoba dan keluarganya tentang modus operandi dan seluk beluk penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.

5. Memberikan perlindungan dan penyelamatan terhadap korban penyalahgunaan narkoba.

6. Melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga baik pemerintah maupun swasta dalam memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.

Untuk merealisasikan visi dan misinya GAN Indonesia mempunyai tujuan: 1. Berusaha keras membebaskan anak bangsa dari bencana penyalahgunaan


(58)

2. Memunculkan kepedulian dan kesadaran seluruh elemen masyarakat untuk ikut berpartisipasi memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.

3. Mengkampanyekan eliminasi opini (menyurutkan pendapat) yang sifatnya menyudutkan korban penyalahgunaan narkoba dan keluarganya semata, dan menyerukan tindakan terhadap pelaku sebenarnya.

4. Berusaha melakukan kontrol terhadap penegakan hukum khususnya bidang peredaran gelap narkoba yang dilakukan oleh Bandar-bandar gelap narkoba sengaja atau tidak sengaja untuk menghancurkan masa depan bangsa.

Dewan pendiri GAN Indonesia adalah: 1. H. M. Kamaluddin Lubis, S. H

2. Zainal Abdin S. H

3. Drs. Zulkarnain Nasution, M.A 4. M. Baron Bahri Lubis

5. Frans Sofian

Sumber: kantor PIMANSU, 2007

Setelah berdiri GAN Indonesia, maka dipikirkan kembali bahwa berkaitan dengan kasus narkoba, tidak cukup hanya dengan penegakan hukum yang dilakukan dalam GAN Indonesia, tetapi perlu memberikan informasi – informasi tentang narkoba (baik itu jenisnya, bentuknya, dampaknya, atau gejala seorang pemakai atau pecandu narkoba, peredarannya, dan sebagainya) kepada masyarakat umum, untuk mencegah semakin banyak orang yang akan terkena


(1)

BAB VI PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di panti rehabilitasi Sibolangit Centre maka dapat diambil kesimpulan bahwa metode pelayanan sosial korban narkoba di panti rehabilitasi Sibolangit Centre ternyata lebih bersifat pembinaan rohani kepada para residennya dan dengan menggunakan pengobatan tradisional, masih sangat kurang dalam hal pengobatan medis (terapi dan rehabilitasi yang dilakukan panti ini masih bersifat sederhana).

Secara umum bahwa residen yang berobat di panti ini hanya mendapatkan pelayanan yang sangat sederhana, pengobatan yang hanya dengan minum jamu-jamu tradisional, program kegiatan pelayanan sosial yang lain juga sangat kurang diberikan, hal ini dapat juga dilihat dari jadwal kegiatan rutin residen setiap hari yang sesungguhnya tampak sangat membosankan. Program-program berupa pelatihan keterampilan pun masih ada yang tidak diaktifkan sehingga keterampilan yang dimiliki para residen sangat terbatas.

Tidak semua orang yang mengalami kecanduan narkoba dapat berobat di panti rehabilitasi Sibolangit Centre karena pihak panti juga menyaring calon residen yang akan masuk jikalau ada yang mengalami gangguan atau kelainan fisik yang cukup parah. Jika calon residen yang datang memiliki penyakit yang


(2)

Fasilitas yang tersedia di panti rehabilitasi sudah cukup memadai dan mendukung dalam hal pengobatan (baik gedung, perlengakapan kebutuhan residen, fasilitas untuk olah raga dan sebagainya). Lokasi/letak panti sangat baik untuk proses penyembuhan residen dengan kesejukan alam yang bisa dinikmati dengan bebas.

Petugas yang ada di panti Sibolangi Centre masih kurang memadai dan kurang mencukupi melihat kenyataan yang ada bahwa petugas yang paling banyak adalah petugas untuk keamanan. Masih sangat banyak dibutuhkan orang-orang yang berpotensi dan profesional untuk bekerja di panti ini, misalnya seorang pekerja sosial, suster/perawat, psikolog, sarjana ilmu komputer, dan sebagainya. Pimpinan panti juga kurang memberikan perhatian terhadap kesejahteraan para petugas panti dan terhadap kondisi panti sendiri. Hal ini dapat dilihat dari gaji para petugas panti yang tergolong rendah dan pimpinan panti yang hanya datang ke panti sekali seminggu saja.

Pengkoordiniran tugas dan tanggung jawab seluruh petugas juga kurang terlaksana dan kurang terorganisir dengan baik. Sering sekali petugas mengerjakan sesuatu yang bukan tanggung jawabnya. Dasar pelaksanaannya hanya saling mengerti dan memahami saja. Pengaturannya kurang jelas dan tegas, dan pimpinan panti kurang memperhatikan hal-hal seperti ini. Kalau diperhatikan dengan lebih dalam maka dapat dikatakan bahwa pengelolaan panti rehabilitasi Sibolangit Centre ini lebih bersifat kekeluargaan saja.


(3)

B. SARAN

1. Mengingat bahwa panti rehabilitasi Sibolangit Centre sangat dibutuhkan di Indonesia secara khusus di Medan, maka sebaiknya panti ini semakin meningkatkan metode pelayanan sosial yang lebih baik lagi dan berkualitas dengan mencakup keseluruhan aspek, misalnya dengan mengerjakan seluruh program yang telah ditetapkan, meningkatkan kedisiplinan seluruh petugas dan residen, dan sebagainya.

2. Sebaiknya dilakukan penambahan jumlah pekerja di panti ini yang lebih berpotensi lagi dibidangnya, misalnya dengan menambah jumlah konselor, pekerja sosial, perawat, orang yang dapat memberikan pelatihan komputer dan sablon, dan sebagainya.

3. Diharapkan agar program-progam yang sudah ada dapat dijalankan seluruhnya dan ditambah lagi dengan program-program yang dapat merangsang cara berfikir dan kreativitas para residen sehingga residen tidak bosan dengan kegiatan setiap harinya.

4. Pemberian pelatihan keterampilan kepada residen yang selama ini kurang diperhatikan agar lebih diperhatikan dan difungsikan kembali agar residen lebih memiliki keahlian tertentu setelah keluar dari panti.

5. Pimpinan panti diharapkan memperhatikan juga kebutuhan para petugas panti dan dapat memberikan gaji yang lebih baik lagi sehingga tidak terjadi lagi petugas yang keluar dari panti oleh karena rendahnya gaji yang diterima.


(4)

7. Pimpinan panti agar lebih memperhatikan kondisi panti dan segala sesuatunya untuk meningkatkan pelayanan sosial yang diberikan panti rehabilitasi Sibolangit Centre kepada seluruh residen sehingga visi panti rehabilitasi Sibolangit Cente benar-benar dapat tercapai.

8. Pengkoordiniran setiap tugas dan tanggung jawab petugas panti harus lebih diperjelas dan dipertegas lagi sehingga lebih teratur dan disiplin.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2002,Prosedur penelitian Rieneka Cipta, Jakarta

Bungin, B. 2001, Metode Penelitian Sosial, Airlangga University Press, Surabaya Hawari, Dadang. 2000, Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAZA, Balai

Penerbit FKUI, Jakarta

Kaligis, O. C. 2002, Narkoba dan Peradilannya di Indonesia, PT. Alumni, Bandung

Lubis, Suwardi. 1997, Metodologi Penelitian Sosial, USU PRESS, Medan

Makarao, Taufik. et all. 2003, Tindak Pidana Narkotika, Ghalia Indonesia, Jakarta

Nasution, Arief. 2001, MetodePenyusunan Proposal Penelitian Ilmu-ilmu Sosial,

Unit Pengembangan Riset FISIP USU dan Monora, Medan

Nurdin, M. Fadhil. 1989, Pengantar Studi Kesejahteraan Sosial, Angkasa, Bandung

Poedarminta, W.J.S. 2005, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan Nasional Balai Pustaka, Jakarta

Prakoso, D. et all. 1987, Kejahatan-kejahatan yang merugikan dan

membahayakan negara, PT. Bina Aksara, Jakarta

Sasangka, Hari. 2003, Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana, CV. Mamdar Maju, Bandung


(6)

Soedjono, D. 1973, Patologi Sosial : Gelandangan, Penyalahgunaan Narkotika.

Bandung.

Soehartono, Irawan. 2004, Metode Penelitian Sosial, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung

Sumarnugroho, T. 1987, Sistem Intervensi Kesejahteraan Sosial, PT. Hanindita Graha Widya, Yogyakarta

Sunarso, Siswanto. 2004, Penegakkan Hukum Psikotropika, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta

Suparlan, T.B. 1990,Kamus Istilah Kesejahteraan Sosial, Kanisius, Jakarta Supramono, Gatot. 2004, Hukum Narkoba di Indonesia, Djambatan, Jakarta Willy, Hariadi. 2005, Berantas Narkoba Tak Cukup Hanya Bicara, Kedaulatan

Rakyat, Yogyakarta

Sumber – sumber lain :

Analisa, 6 oktober 2006 Kompas, 23 maret 2006 http://groups.google.com http://groups.yahoo.com

http://www.pempropsu.go.id/link/pimansu/indeks http://www.bnn.go.id