Mendidik Dengan Metode Pembiasaan

19 Aisyah sendiri telah menyebutkan bahwa akhlak Rasulullah saw, adalah Al- Qur’an. Bagaimana tidak, kepribadian, karakter, perilaku, dan interaksi beliau dengan manusia merupakan pengejawantahan, hakikat Al-Quran. Lebih dari itu, akhlak beliau merupakan perwujudan landasan dan metode pendidikan yang terdapat di dalam Al- Qur’an. Pada dasarnya, manusia sangat cenderung memerlukan sosok teladan dan anutan yang mampu mengarahkan manusia pada jalan kebenaran dan sekaligus menjadikan perumpamaan dinamis yang menjelaskan cara mengamalkan syariat Allah. Pendidikan Islami merupakan konsep yang senantiasa menyeru pada jalan Allah. Dengan demikian, seorang pendidik dituntut untuk menjadi teladan di hadapan anak didiknya, setiap anak didik akan meneladani pendidiknya dan benar-benar puas terhadap ajaran yang diberikan kepadanya sehingga perilaku ideal yang diharapkan dari setiap anak merupakan tuntutan realistis dan dapat diaplikasikan. 32 Dalam proses pendidikan berarti setiap pendidik harus berusaha menjadi teladan peserta didiknya. Teladan dalam semua kebaikan dan bukan sebaliknya. Dengan keteladanan itu dimaksudkan peserta didik senantiasa akan mencontoh segala sesuatu yang baik-baik dalam perkatan dan perbuatan. 33

b. Mendidik Dengan Metode Pembiasaan

Menurut John Locke yang dikutip oleh Ibrahim Amini dalam bukunya Agar Tak Salah Mendidik, mengatakan, “Perbuatan-perbuatan baik saja tidak cukup. Seorang pelajar harus terus menerus melakukan perbuatan baik itu secara berulang-ulang sehingga menjadi wataknya. Kebiasaan membuat segala sesuatu menjadi lebih memudahkan daripada kesadaran yang hanya digunakan dalam kondisi-kondisi tertentu. ” Jadi praktik pembinaan diri itu lebih mudah diciptakan oleh kebiasaan. Dengan pembiasaan kita akan sukses membina seseorang. Dan kalau anak-anak sejak kecil dibiasakan melakukan perbuatan-perbuatan baik, maka ia akan 32 Abdurrahman An Nahlawi, Pendidikan Islam Di Rumah, Sekolah, Dan Masyarakat, Jakarta: Gema Insani Press, 1996, h. 260-262. 33 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2002, hal.287 PDFill PDF Editor with Free Writer and Tools 20 menyukai perbuatan tersebut dan tidak mungkin lagi meninggalkannya. Anak- anak sejak kecil belum terbiasa melakukan perbuatan apapun, tapi kalau dibiasakan melakukan perbuatan baik maka ia akan terbiasa dengan perbuatan baik itu dan begitu pula sebaliknya karena terus menerus melakukan perbuatan buruk maka akan terbiasa dengan perbuatan buruk tersebut. 34 Berkenaan dengan ini Imam al-Ghazali mengatakan bahwa kepribadian manusia itu pada dasarnya dapat menerima segala usaha pembentukan melalui penbiasaan. Jika manusia membiasakan berbuat jahat, maka ia akan menjadi orang jahat. Untuk ini al-Ghazali menganjurkan agar akhlak diajarkan, yaitu dengan cara melatih jiwa kepada pekerjaan atau tingkah laku yang mulia. Jika seseorang menghendaki agar ia menjadi pemurah, maka ia harus dibiasakan dirinya melakukan pekerjaan yang bersifat pemurah, hingga murah hati dan murah tangan itu menjadi tabi’atnya yang mendarah daging. 35 Anak-anak itu bak kertas putih kosong melayang-layang, siapapun bisa menggenggamnya dan menciptakannya menjadi anak-anak baik atau buruk melalui pembiasaan. Potensi yang ada di dalam dirinya akan aktif dengan pembiasaan. Alam anak-anak adalah alam yang masih bisa dibentuk, kebiasaan baik atau buruk itulah yang akan mencetak kepribadiannya. 36 Cara lain yang digunakan oleh al- Qur’an dalam memberikan materi pendidikan adalah melalui kebiasaan yang dilakukan secara bertahap. Dalam hal ini termasuk merubah kebiasaan-kebiasaan yang negarif. Kebiasaan ditempatkan oleh manusia sebagai suatu yang istimewa. Ia menghemat banyak sekali kekuatan manusia, kerena sudah menjadi kebiasaan yang sudah melekat dan spontan, agar kekuatan itu dapat dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan dalam berbagai bidang pekerjaan, berproduksi, dan kreativitas lainnya. Al- Qur’an menjadikan kebiasaan itu sebagai salah satu teknik atau metode pendidikan. Lalu ia mengubah seluruh sifat-sifat baik menjadi kebiasaan, sehingga jiwa dapat menunaikan kebiasaan itu tanpa terlalu payah, tanpa kehilangan banyak tenaga, dan tanpa menemukan banyak kesulitan. 37 34 Ibrahim Amini, op. Cit., h. 300. 35 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003, h. 164. 36 Ibrahim Amini, op. Cit, h. 303. 37 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005, h. 153. PDFill PDF Editor with Free Writer and Tools 21

c. Mendidik dengan Nasihat