Implementasi Kurikulum Cambridge di MI Mumtaza Pondok Cabe Pamulang Tangerang Selatan

(1)

IMPLEMENTASI KURIKULUM CAMBRIDGE

DI MADRASAH IBTIDAIYAH MUMTAZA

PONDOK CABE PAMULANG TANGERANG SELATAN

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar sarjana pendidikan (S.Pd)

Oleh : ASQOLANI

NIM : 1112018200031

JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2016


(2)

-IMPLEMENTASI KURIKULUM CAMBRIDGE DI MI MUMTAZA

PONDOK CABE PAMULANG TANGERANG SELATAN

Skripsi

Diajukan kepacla Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk N4erlcnuiii Persl.aratar Menrperoich Gelar Sarlana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh Asqolani 1 I 12018200031

JUII Ll SAltl hiAN,\JEN{EN PBNDIDIIiAN

F-AKUI-]AS

ILIiU

TAII.BIYAH DAN KIGUITTJAJ\i UNI\'ERSIl'A S TStr-AN1 N ECERI SYARIF I{IDAYATTIi-i-."'' IJ

JAKARTA

20161Vt./1438 rr" I

Ili

lran'ah Birnbingan

scn Pembirnbing

Mu'arif SAM, M.Pd. NrP 196s0717 199403

I

005


(3)

L rr- xi giAI{ }'liN{itiSr\t{A}i SKITIPS E

Skripsi beqiudul Implement**si Kurikulum Cambridge

di

&II

&{umtaza Pondok Cabe Pamulang Tangerang Selatan disusun oleh Asqolani,

NIM.

il120i82t)0031. "lurusatr Manqiemen Penclidikan. Fai-.riltas lhnu Tarbi,vah dan Keguruan. Universitas Islam Negeri S,varif t{ida,vatullalr Jakarta t,:i;h melalui proses binrbirigan dan dinl'aial"an sah set'agai kar,v-a itmiah yang berhali untuli diiir:l.ari paila sidans nlunaqasah sesuiii kelentLian 1':rrt;: iiiietapiian clei.r lakultas.

Jakarta. f)esenri:er 2U l6

Yang menge:;ahk:rn. n Pernbimbing

F'Tu'ani{ SAh!, iltr. l{tr}} i9f'5$7!7199J*}


(4)

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI

Skripsi berjudul Implementasi Kurikulum Cambridge

di

Madrasah Ibtidaiyah Mumtaza

Pondok Cabe Pamulang Tangerang Selatan clisusun oleh Asqotani,

NIM

111201820003f. diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan,telah dinyatakan LULUS dalam Ujian Munaqosah pada tanggal 27 Desember 2016 di hadapan dewan penguji. Oleh karena itu, penulis berhak memperoleh gelar S.Pd dalam bidang Manajernen Pendidikan.

Jakar-ta. [.]6 Januari 2i117

Ketua Panitia (Ketua Jurusan)

Panitia Ujian Munaqosah

Tanggal '['rinda -fangan

,,4-\

Dr. Hasyim Asy'ari. M.Pd NIP. 19661009 1992021 004

Penguji I

Siti Khadijah. MA

NrP.19700727 199703 2 004

Penguji

II

Rusydy Zakaria M.Ed. M"Phil NIP.19560503 198503 1 002

$Ar

r?,7

o6-or

t7

/

,

/:,h1y

'arif Ilida \


(5)

Yang bertandatangan cl

Nama }{IN{

Ilrogl'an: Studi Fakulias

.luCul Skripsi

LEMBAR

PERNYATAJ{\I

KARYA

SENDIRI

iharr ah ini:

Ascrolani

r r r:0 r 82.0003 I l,{a: r,i ] e:n:n F'cirriidikan

lirr' :'l'arbil ah diiir Keguruan

Ii:ri '.:lrre ;iiar;i I'iLrrii,irlum Caii.:bridgle rli

\{l

lv'it-tiilt::-,ta Iri.,'lrlliii;

Lab':' Parr:r:la:ig -l'angerang Selatan

Dengan ini saya menyatakan:

l.

Skripsi

ini

merupakan mumi hasii karya saya sendiri yang diaiukan untuk memenuhi salah satu pers.varatan memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) "Ji

Universitas lslam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah lakafta.

2.

Stimber-sumber 1,ang saya gunakan dalam penuiisan skripsi

ini

telah saya. cantumkan sesuai d*ngan ketentiran yang berlaku di Universitas lsiam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.

Jika di kemudian hari terbukti bah*'a ini bukan murni hasil karya sa.ya atau

merupakan plagiasi dari hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang trerlaku

di

Universitas lslani Negeri (UtN) Syarif Flidayaiuilah

Jakarta.

Jakarta. Desernber 20 1 6 Yang fulenyatakan

ill


(6)

t

UJI

REFERENSI

Seluruh relbrensi yang digunakan dalam penulisan skripsi dengan judul "Implementasi Kurikulum Cambridge

di MI

Mumtaza Pondok Catre Pamulang Tangerang Selatan"

)'ang

disusun

oleh

Asqolani NIM

I I 12018200031. Jurusan l,{ena.iemen Pendidikan Fakultas Ilmu J'arbiy,ah dan Keguruan Llniversita; [slanr Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, telah diuji

kebenarannya oleh dosen pernhimbing skripsi pada tan-egal 06 Desembe r 2016.

iv

Jakarta. Desember 2016

Pembimbing

Mu'anif SAI\{, NIP 1965{i7r7 I


(7)

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji serta syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis dalam bentuk skripsi ini. Shalawat serta salam senentiasa tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW berserta seluruh keluarga dan para sahabatnya.

Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Manajemen Pendidikan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam proses penulisan skripsi yang berjudul “Implementasi Kurikulum Cambridge di MI Mumtaza Pondok Cabe Pamulang Tangerang Selatan”, penulis mendapat banyak bantuan, dukungan, ide dan bimbingan dari berbagai pihak. Maka dari itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan banyak rasa terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Hasyim Asy’ari, M.Pd, Ketua Jurusan Manajemen Pendidikan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Muarif SAM, M.Pd, Dosen pembimbing skripsi sekaligus Pembimbing

Akademik yang telah memberikan bimbingan, dukungan dan semangat selama penyusunan skripsi, mulai dari awal sampai selesai.

5. Bapak Khalimi, S.Pd, Kepala Sekolah MI Mumtaza Pondok Cabe yang telah mengizinkan dan membantu penulis dalam penelitian ini.

6. Ibu Kuni Afifah Hasan, M.HI Wakasek Bidang Kurikulum MI Mumtaza dan Ibu Aan Fadia Annur, S.Pd Wakasek Bidang Human Resources Development (HRD) MI Mumtaza, serta Ibu Ardita Yulia Safitri, Ibu Gayatri Chitrasari, S.Pd, guru-guru MI Mumtaza yang telah membantu penelitian skripsi ini.


(8)

vi

7. Seluruh dosen dan staff Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan khususnya Jurusan Manajemen Pendidikan yang telah memberikan ilmu, bimbingan dan pengalamannya kepada penulis.

8. Teristimewa untuk Ayah Ahmad Tarmizi M dan Ibu Siti Aisyah yang senantiasa mendo’akan dan motivasi penulis untuk terus belajar dan berjuang selama menempuh pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 9. Nenekku Nursimah serta paman dan bibi ku, Hasbullah, M Syukri, Mohd

Khalid, Hj. Fatmawati, Rini Lestari, Marfu’ah, Sapiah serta kakakku Murtado dan Hapnidar. Mereka yang selalu mendo’akan dan memberi dukungan penuh kepada penulis untuk menyelesaikan studi.

10. Adik-adikku tersayang, Mufidah, Bahrul Ilmi, Darul Qirom, Imelul Hasanah dan Adibul Mukhtar serta anak-anakku Fajrul Islam, Zauja dan Najwa yang selalu mendo’akan penulis dan membuat penulis selalu terseyum.

11. Rizky Kurnia Sari yang selalu memberi semangat kepada penulis dalam menyelesaikan studi dan skripsi ini dan telah menjadi tempat berkeluh kesah selama di perantauan.

12. Sahabat-sahabatku Abang Shalihin Mudjiono, Abang Fauzi Ibrahim, Ahmad Kamaludin, Ucin, Lela, Ichsan, Faizul, Fikri, Ade dan teman-teman kosan Laskar Bu Ita yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan banyak dukungan dan inspirasi.

13. Teman-teman MP angkatan 2012 Power Rangers, sahabat/i PMII Rayon Manajemen Pendidikan, serta PMII KOMFAKTAR yang selalu memberikan semangat dan dukungan dari awal perkuliahan hingga sekarang.

14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah memberikan dukungan dan doa dalam proses penyelesaian penulisan skripsi ini.

Dengan harapan semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas semua bantuan dan doanya. Penulis menyadari skripsi ini jauh dari kata


(9)

vii

sempurna, namun demikian semoga bermanfaat bagi semua pihak khususnya bagi penulis dan bagi para pembaca pada umumnya.

Jakarta, 06 Desember 2016. Penulis


(10)

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING...i

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI...ii

LEMBAR PERNYATAAN KARYA ILMIAH...iii

UJI REFERENSI...iv

KATA PENGANTAR...v

DAFTAR ISI...viii

DAFTAR TABEL...x

ABSTRAK...xi

BAB I PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang ...1

B. Fokus Kajian dan Pertanyaan Penelitian ...6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian...7

BAB II KAJIAN TEORI...8

A. Kurikulum...8

1. Pengertian Kurikulum ...8

2. Prinsip Kurikulum ...11

3. Fungsi Kurikulum...14

4. Komponen Kurikulum...16

5. Implementasi Kurikulum...21

6. Pengertian ...21

7. Prinsip Implementasi ...22

8. Tahapan Implementasi...23

a) Implementasi Tingkat Nasional ...23

b) Implementasi Tingkat Satuan Pendidikan...25

B. Kurikulum Cambridge...31

C. Perbandingan Kurikulum Cambridge dan Kurikulum Nasional ...34

1. Kurikulum Nasional...34


(11)

ix

D. Hasil Penelitian Yang Relevan ...39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN...40

A. Tempat dan Waktu Penelitian ...40

B. Metode Penelitian ...40

C. Sumber Data ...41

D. Teknik Pengumpulan Data ...41

E. Teknik Analisa Data ...46

F. Instrumen Penelitian ...47

BAB IV HASIL PENELITIAN...52

A. Gambaran Umum Objek Penelitian...52

1. Sejarah Singkat MI Mumtaza ...52

2. Visi Misi Sekolah ...53

3. Keadaan Tenaga Pendidik ...54

4. Keadaan Peserta Didik ...56

5. Sarana Prasarana...57

6. Struktur Organisasi ...57

B. Implementasi Kurikulum Cambridge ...59

1. Gambaran Implementasi Kurikulum Cambridge pada Lembaga Pendidikan di Indonesia ...59

2. Implementasi Kurikulum Cambridge di MI Mumtaza ...62

C. Perbedaan Kurikulum Nasional dan Cambridge ...59

BAB V PENUTUP...80

A. Kesimpulan...80

B. Saran ...81

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 : Perbandingan Kurikulum Nasional dan Cambridge ...36

Tabel 3.1 : Waktu Penelitian...40

Tabel 3.2 : Objek Analisis Metode Wawancara ...42

Tabel 3.3 : Data Dokumen ...45

Tabel 3.4 : Kisi Kisi Wawancara ...47

Tabel 3.5 : Lembar Observasi ...49

Tabel 3.6 : Data Ceklis Dokumen...50

Tabel 4.1 : Keadaan Tenaga Pendidik ...54

Tabel 4.2 : Keadaan Peserta Didik...56

Tabel 4.3 : Perbedaan CIE dan CELA ...59

Tabel 4.4 : Mata Pelajaran pada Kurikulum di MI Mumtaza ...63


(13)

i ABSTRAK

ASQOLANI. NIM 1112018200031.Implementasi Kurikulum Cambridge di MI Mumtaza Pondok Cabe Pamulang Tangerang Selatan. Jurusan Manajemen Pendidikan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi kurikulum Cambridge di MI Mumtaza Pondok Cabe Pamulang Tangerang Selatan mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Metode penelitian yang digunakan adalah analisa deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian dengan mendeskripsikan dan menganalisis informasi berdasarkan fakta dan keadaan yang sebenarnya pada saat penelitian dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kurikulum Cambridge di MI Mumtaza Pondok Cabe Pamulang Tangerang Selatan sudah cukup baik. Hal ini dapat diketahui dari beberapa temuan, yaitu Pertama, kegiatan perencanaan implementasi rutin dilaksanakan pada awal tahun ajaran baru dengan melibatkan seluruh majlis guru dan orang tua murid, Kedua, pengawasan kinerja guru oleh kepala sekolah serta pelaksanaan pembelajaran yang kondusif dan guru juga mampu membangun antusiasme dan keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran, serta mereka kritis terhadap penjelasan yang disampaikan oleh guru. Meskipun demikian, masih terdapat beberapa kekurangan, diantaranya pada perencanaan pembelajaran, guru masih kesulitan dalam menyesuaikan learning Object pada kurikulum Cambridge dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pada kurikulum nasional, masih terdapat guru yang belum memanfaatkan media pembelajaran dalam mengajar, serta pelaksanaan evaluasi yang hanya dilakukan oleh internal sekolah. Kata Kunci: Implementasi Kurikulum–Kurikulum Cambridge


(14)

ii ABSTRACT

ASQOLANI. NIM 1112018200031. Implementation of Cambridge Curriculum in MI Mumtaza Pondok Cabe Pamulang South Tangerang. Education Management Department, Tarbiyah and Teaching Science Faculty, Islamic State University Syarif Hidayatullah, Jakarta.

This study is conducted to determine the implementation of Cambridge curriculum in MI Mumtaza Pondok Cabe Pamulang Sout Tangerang from planning, implementation and evaluation. The method used is descriptive analysis with qualitative approach, the research by describing and analyzing information based on actual facts and circumstances at the time of the study. The results showed that the implementation of Cambridge Curriculum in MI Mumtaza Pondok Cabe Pamulang South Tangerang is good enough. It can be seen from some of the findings, namely First, planning activities were routinely conducted at the beginning of the new academic year with the involvement of the entire of teachers council and parents. Second, monitoring on the performance of teachers by principals, the implementation of conducive learning and teachers are also able to build enthusiasm and the involvement of students in learning, and they are critical to the explanation given by the teacher. Nevertheless, there are still some deficiencies, including the lesson plan, teachers are still difficulties in adjusting learning Object on curriculum Cambridge toward Competence Standard and Basic Competence in the national curriculum and some of them do not use instructional media in teaching. the curriculum is only evaluated by internal school.


(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perbaikan kualitas pendidikan di Indonesia sampai saat ini tidak pernah berhenti. Usaha tersebut terus dilakukan untuk penyesuaian dan mengimbangi perkembangan tuntutan dunia industri serta perkembangan iptek yang akselarasinya sangat cepat. Tanpa ada peningkatan kualitas dan penyeimbangan, maka akan muncul keadaan dimana pendidikan justru menjadi beban bagi masyarakat dan negara akibat munculnya pengangguran dari pendidikan yang tidak produktif. Untuk itu, sistem pendidikan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan yang terjadi baik di tingkat lokal, nasional, maupun global.

Pada era globalisasi, pendidikan Nasional Indonesia dalam kondisi dilematis. Saat ini bangsa Indonesia sedang menghadapi berbagai tantangan yang berat, terutama dalam konteks pendidikan. Diantara tantangan itu adalah sebagai berikut:

1. Globalisasi di bidang budaya, etika dan moral, sebagai akibat dari kemajuan teknologi di bidang transportasi dan informasi.

2. Rendahnya tingkat social-capital, inti dari social capital adalah trust. Menurut pengamatan ahli, bahwa dalam bidang social capital bangsa Indonesia hampir mencapai titik “zero trust society”.

3. Hasil-hasil survei internasional menunjukkan bahwa mutu pendidikan di Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan negara tetangga.

4. Disparitas kualitas pendidikan antar daerah di indonesia masih tinggi 5. Diberlakukannya globalisasi dan perdagangan bebas, yang berarti

persaingan alumni dalam pekerjaan semakin ketat.

6. Angka pengangguran lulusan sekolah atau madarasah dan perguruan tinggi semakin meningkat.1

Lembaga pendidikan mau tidak mau harus berbenah dan terlibat aktif dalam mengatasi dan menyelesaikan berbagai tantangan tersebut bersama dengan kekuatan-kekuatan pendidikan nasional yang lain. Lembaga

1

Muhaimin,Rekonstruksi Pendidikan Islam, (Jakarta:Raja Grafindo Persada,2009), hal. 15


(16)

2

pendidikan dituntut untuk inovatif dan kreatif dalam menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang menunjang perkembangan peserta didik. Salah satu “senjata” yang dimiliki oleh satuan pendidikan adalah kurikulum.

Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan, sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pendidikan. Kurikulum mencerminkan falsafah hidup bangsa dan menjadi alat untuk membina dan mengembangkan siswa menjadi manusia yang berilmu, bermoral sebagai pedoman hidupnya serta mengamalkan ilmunya. Kurikulum memiliki peran strategis dalam kegiatan pembelajaran di setiap satuan pendidikan. Oleh karena itu, komponen-komponen kurikulum diharapkan berfungsi, baik di dalam perencanaan, implementasi dan evaluasi, sehingga mampu mendukung perkembangan mental dan wawasan peserta didik. Jika tidak, kurikulum hanya akan menjadi“hiasan”administrasi semata.

Kurikulum memang bukan satu-satunya penentu mutu pendidikan, ia juga bukan perangkat tunggal penjabaran visi pendidikan, meskipun demikian, kurikulum menjadi perangkat yang strategis untuk menyemaikan kepentingan dan membentuk konsepsi dan perilaku warga.2Dalam perjalanan sejarah pendidikan Indonesia sejak kemerdekaan, kurikulum nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 1999, 2004, 2006, dan 2013. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat.

Telah bertahun-tahun kurikulum nasional Indonesia dikritik karena sentralistis. Setelah melalui proses perubahan demi perubahan yang panjang, kurikulum tidak terbukti dan tidak terasa mengubah apa-apa yang berarti dan

2

A. Ferry T. Indratno, Kurikulum Yang Mencerdaskan Visi 2030 dan Pendidikan Alternatif, (Jakarta: Kompas, 2007), h. 107


(17)

3

berkelanjutan.3 Bagaikan menjawab kritik tersebut, setelah reformasi dengan agenda politik demokratisasi, satu paket dengan otonomi daerah, sistem pendidikan Indonesia lalu menganut desentralisasi pendidikan. Kebijakan ini berarti terjadi pelimpahan wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam pengambilan keputusan, termasuk pengelolaan pendidikan

Meskipun kebijakan tersebut telah diterbitkan, tidak berarti masalahnya selesai, karena dampaknya cukup beragam. Sebab banyak dari pemerintah daerah yang kemudian menjadikan institusi pendidikan sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).4 Beberapa daerah yang memiliki sumber daya alam (SDA) yang cukup kaya berani membebaskan biaya pendidikan bagi warganya, bahkan memberikan peningkatan kesejahteraan bagi guru di daerahnya. Hal ini tentu mengakibatkan terjadi kesenjangan kondisi pendidikan dan kesejahteraan guru di suatu daerah dengan daerah lainnya.

Meskipun demikian, kebijakan tersebut memberikan “angin segar” bagi pengelolaan pendidikan, karena maka pada tahun 2006 pemerintah pusat menerbitkan kurikulum baru, yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum ini memberikan kewenangan kepada daerah untuk menerapkannya dengan “gaya” masing-masing. Meskipun demikian, efektivitas perubahan politik kebijakan tersebut dalam menjawab problem fungsional kurikulum masih harus dibuktikan.

Kebijakan desentralisasi ini memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengembangkan kurikulum nasional dalam pembelajaran di satuan pendidikan berdasarkan kebutuhan daerah, seperti memilih mata pelajaran muatan lokal sebagai upaya menjaga kearifan lokal.

Berdasarkan kebijakan desentralisasi yang memberikan kepada satuan pendidikan untuk menerapkan kurikulum nasional dengan caranya sendiri atau (mungkin) karena ketidakpuasan satuan pendidikan dan praktisi terhadap

3

Winarno Surakhmad,Pendidikan Nasional Strategi dan Tragedi, (Jakarta: Kompas, 2009), h. 70-71

4

Darmaningtyas,Utang dan Korupsi Racun Pendidikan, (Jakarta: Pustaka Yashiba, 2008), h. 169


(18)

4

kurikulum nasional, mereka memilih menerapkan KTSP dan menyandingkannya dengan kurikulum internasional, yaitu kurikulum yang diadopsi dari negara lain. Tentunya dengan memperhatikan aturan-aturan yang telah ditetapkan, seperti kewajiban untuk tetap memberikan pembelajaran sosial kebudayan Indonesia kepada peseta didiknya.

Dari berbagai sistem kurikulum di seluruh dunia, terdapat dua kurikulum populer yang diterapkan oleh sekolah-sekolah di berbagai negara, yaitu Cambridge International Examinations (CIE) dan International

Baccalaureate(IB). Cambridge International Examinations atau yang sering

disebut kurikulum Cambridge merupakan kurikulum yang diadaptasi dari

University of Cambridge, Inggris. Kurikulum Cambridge menekankan

fleksibilitas, sejak pendidikan dasar hingga menengah. Siswa bebas memilih pelajaran sesuai kemampuan dan minat, sehingga mereka dapat mengeksplorasi kemampuannya.5 Beberapa keunggulan tersebut membuat kurikulum ini mampu membuat negara lain tertarik untuk menerapkannya. Kurikulum yang berusia 156 tahun ini telah diterapkan di 150 negara, seperti Amerika, Kanada, India, Selandia Baru, Indonesia dan lain-lain dengan penyesuaian di negara masing-masing.

Sedangkan International Baccalaureate dikelola oleh organisasi non pemerintah, International Baccalaureate Organization (IBO) yang bermaskas di Geneva, Swiss. Organisasi ini didirikan oleh diplomat-diplomat Eropa pada tahun 1968, yang semula menginginkan agar keberlanjutan dan kualitas pendidikan anak-anaknya tetap terjamin dan terstandar, meskipun mereka harus berpindah-pindah negara. Kini program IB sudah diserap oleh lebih dari 90 negara.6 Kurikulum ini lebih banyak diterapkan oleh sekolah-sekolah di suatu negara yang bertaraf internasional.

Situs resmi IBO menyebutkan bahwa pada dasarnya kurikulum IB mendorong peserta didik untuk mengenal budayanya sendiri, untuk mendorong pemikiran global para pelajar dan mengembangkan sikap positif

5

http://www.cie.org.uk/ diunggah pada Sabtu, 16 Januari 2016 pukul 21.45

6

https://cieofuai.wordpress.com/2012/01/17/komparasi-ib-dan-cie-dalam-pendidikan-dasar/ diunggah pada Sabtu, 16 Januari 2016


(19)

5

dalam belajar dengan memotivasi siswa agar menjadi pelajar yang aktif dan kompeten. Selain itu, juga mengembangkan kemampuan intelektual, pribadi, emosi, dan sosial.7

Kurikulum Cambridge lebih populer dibandingkan dengan program IB dan banyak digunakan oleh sekolah-sekolah di Indonesia, seperti Mumtaza Islamic School, MIN 1 Ciputat, SMA Negeri 8 Jakarta, Bina Nusantara School, High Scope, dan masih banyak lainnya. Pada tahun 2012 saja, terdapat 166 sekolah yang menerapkan kurikulum tersebut.

Salah satu sekolah yang menerapkan kurikulum cambridge adalah Madrasah Ibtidaiyah Mumtaza Pondok Cabe. Sekolah tersebut memilih menerapkan kurikulum nasional dengan menyandingkannya dengan kurikulum Cambridge, yaitu kurikulum yang diadaptasi dari University of

Cambridge, Inggris. Sekolah ini menerapkan mata pelajaran dariCambridge,

yaitu match, science, english, health education, dan computer. Semua mata pelajaran tersebut menggunakan bahasa inggris sebagai bahasa pengantarnya. Sedangkan mata pelajaran yang berkaitan dengan sosial dan budaya, sekolah tersebut tetap menerapkannya berdasarkan kurikulum nasional, seperti Ilmu Pengetahuan Sosial dan Pkn.

Penerapan kurikulum Cambridge di MI Mumtaza didasari oleh beberapa keunggulan kurikulum, seperti proses pembelajaran dengan pendekatanproblem solving, sehingga siswa mampu menerapkannya didalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, melalui penggunaan bahasa inggris di dalam pembelajaran, maka siswa akan memiliki kemampuan bahasa inggris baik lisan maupun tulisan dengan baik. Meskipun demikian, sekolah mengakui masih terdapat masalah dalam implementasi kurikulum Cambridge ini, seperti biaya yang lebih mahal dibandingkan dengan sekolah lain dan juga gaji guru.8

7

http://www.ibo.org/benefits/why-the-ib-is-different/ diunggah pada Sabtu, 16 Januari 2016 pukul 22.02

8

Wawancara dengan Halimi, Kepala Madrasah Ibtidaiyah Mumtaza pada hari Selasa, 05 Januari 2016, pukul 10.00 WIB di Mumtaza


(20)

6

Setelah melakukan telisik literatur, diketahui bahwa belum banyak penelitian tentang kurikulum Cambridge di Indonesia, terutama penelitian skripsi, padahal perkembangan kurikulum tersebut di Indonesia cukup pesat. Selain itu juga, kurikulum Cambridge memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan kurikulum nasional. Oleh karena itu, penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian tentang kurikulum Cambridge ini, terutama pada aspek implementasinya. Sehingga, hasil penelitian ini dapat menjadi referensi bagi lembaga pendidikan lainnya yang akan menerapkan kurikulum Cambridge tersebut. MI Mumtaza dipilih sebagai tempat penelitian ini adalah karena sekolah ini telah menerapkan kurikulum Cambridge sejak tahun 2009 dan telah menjadi Exam Preparation Centre, yaitu pusat persiapan pelaksanaan ujian Cambridge.

Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian tentang kurikulum Cambridge ini berjudul “Implementasi Kurikulum Cambridge di Madrasah Ibtidaiyah Mumtaza Pondok Cabe Pamulang Tangerang Selatan.

B. Fokus Kajian dan Pertanyaan Penelitian

Penelitian ini berangkat dari asumsi bahwa kurikulum Cambridge sebagai kurikulum internasional merupakan kurikulum unggul dan MI Mumtaza Pondok Cabe Pamulang Tangerang Selatan telah mampu menerapkannya dengan baik, karena telah menjadiExam Preparation Centre. Penelitian ini berfokus kepada aspek implementasi di tingkat satuan pendidikan, baik oleh kepala sekolah maupun guru.

Berdasarkan paparan pada latar belakang dan fokus kajian di atas, maka pertanyaan penelitian ini adalah “bagaimana implementasi kurikulum


(21)

7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mendeskripsikan penerapan kurikulum Cambridge di MI Mumtaza Pondok Cabe

2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat kepada pihak-pihak terkait, diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Bagi Sekolah, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai usulan, saran, ide, dan bahan pertimbangan dalam implementasi kurikulum Cambridge

b. Bagi peneliti lainnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi dalam melakukan penelitian lebih lanjut dan lebih luas tentang implementasi kurikulum Cambridge.

c. Bagi lembaga pendiidkan, penelitian dapat menjadi sumber informasi dan referensi dalam manajemen kurikulum, terutama lembaga pendidikan yang tertarik untuk menggunakan kurikulum Cambridge.


(22)

8

BAB II KAJIAN TEORI

A. Kurikulum

1. Pengertian Kurikulum

Para ahli berbeda pendapat dalam memberikan definisi kurikulum. Perbedaan tersebut dikarenakan adanya sudut pandang yang berlainan yang mendasari pemikiran mereka. Oleh karena itu, penulis akan memaparkan beberapa pendapat tentang pengertian kurikulum pada sub bab ini untuk memberikan banyak pemahaman kepada penulis.

Istilah kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang berarti “pelari” dan curere yang artinya “tempat berpacu”. Pada awalnya istilah ini digunakan dalam dunia olahraga pada zaman romawi kuno, yaitu berupa jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari.1

Definisi kurikulum menurut bahasa, jika digunakan pada dunia pendidikan, maka dapat disiimpulkan bahwa terkandung dua hal pokok dalam kuruikulum, yaitu (1) adanya mata pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa, dan (2) tujuannya adalah untuk memperoleh ijazah sebagai bukti akhir dari mata pelajaran yang sudah ditempuh.

Baru pada tahun 1855, istilah kurikulum digunakan dalam bidang pendidikan yang mengandung arti sejumlah mata pelajaran pada perguruan tinggi.2Pengertian tersebut dapat ditemukan dari definisi yang dikemukan oleh Robert M. Hutchins dalam buku yang dikutip oleh Wina Sanjaya, yaitu “the curriculum should include grammar, reading, theoritic and logic, and mathematic, and addition at the secondary level introduce the

great books of western world”.3 Pendapat ini dengan jelas menyebutkan

1

Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 2.

2

Sholeh Hidayat, Pengembangan Kurikulum Baru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), h. 19-20.

3

Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran,Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),(Jakarta: Kencana,2010), cet. III, h. 4.


(23)

9

sejumlah mata pelajaran yang ia sebut dengan kurikulum, seperti grammar (ilmu tata bahasa inggris), membaca, teori, logika, dan matematika.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat membawa dampak terhadap berbagai aspek kehidupan, termasuk terjadinya pergeseran fungsi sekolah sebagai institusi pendidikan. Seiring dengan hal tersebut, beban sekolah juga semakin berat dan kompleks. Sekolah tidak saja dituntut untuk dapat membekali berbagai macam ilmu pengetahuan, akan tetapi juga dituntut agar dapat mengembangkan minat dan bakat, membentuk moral dan kepribadian, bahkan dituntut agar anak didik dapat menguasai berbagai macam keterampilan yang dibutuhkan untuk memenuhi dunia pekerjaan.

Tuntutan-tuntutan yang dibebankan masyarakat kepada sekolah mengakibatkan pergeseran makna kurikulum. William B. Ragan menjelaskan arti kurikulum yang dikutip oleh Nasution, yaitu sebagai berikut :

“The tendency in recent decades has been to use the term in a

broader sense to refer to the whoe life and program of the school. The term is used to include all the experiences of children for wich the school accepts responsibility. It denotes the results of efferorts on the part of the adults of the community, and the nation to bring to the children the finest, most whole some influences that exist in

the culture.”4

Ragan memaknai kurikulum dalam arti yang luas, yaitu meliputi seluruh program dan kehidupan dalam sekolah, yakni segala pengalaman anak di bawah tanggung jawab sekolah. Kurikulum tidak hanya meliputi bahan pelajaran tetapi juga seluruh kehidupan dalam kelas, seperti hubungan sosial antara guru dan murid, metode mengajar dan cara mengevaluasi.

Definisi-definisi yang telah dikemukan di atas memiliki perbedaan, yaitu definisi memiliki pengertian sempit dan definisi yang luas. Kurikulum yang mengandung arti sempit yaitu yang hanya terbatas pada

4


(24)

0

sejumlah mata pelajaran yang harus diajarkan kepada siswa, sedangkan kurikulum yang memiliki makna luas adalah yang meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan pengalaman belajar siswa.

Meskipun demikian, kurikulum yang memiliki arti sempit tidak dapat lagi diterima oleh sekolah modern, sedangkan yang memiliki arti luas membuatnya tidak fungsional. Oleh karena itu, Hilda Taba memilih pengertian yang tidak terlalu luas dan tidak pula sempit, yaitu bahwa pada hakikatnya tiap kurikulum merupakan suatu cara untuk mempersiapkan anak agar berpartisipasi sebagai anggota yang produktif.5 Pendapat ini merupakan definisi yang netral, yaitu sekolah menentukan berbagai cara agar peserta didik ikut serta aktif dan produktif.

Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional, pengertian kurikulum dapat ditemukan dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 (SISDIKNAS) pasal 1 ayat 19, yaitu “seperangkat rencana dan pengaturan menegai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.6Berdasarkan definisi menurut UU Sisdiknas tersebut dapat diketahui bahwa di dalam kurikulum terdapat tujuan, isi, bahan pelajaran, dan strategi.

Berbagai penafsiran tentang kurikulum yang telah diungkapkan, sehingga dapat diperoleh penggolongan sebagai berikut :

a. Kurikulum dapat dilihat sebagai produk, yakni sebagai hasil karya para pengembang kurikulum. Hasilnya dituangkan dalam bentuk buku atau pedoman kurikulum, misalnya berisi sejumlah mata pelajaran yang harus diajarkan.

b. Kurikulum dapat pula dipandang sebagai program, yakni alat yang digunakan oleh sekolah untuk mencapai tujuannya. Ini dapat berupa mengajarkan berbagai mata pelajaran tetapi dapat juga meliputi segala kegiatan yang dianggap dapat mempengaruhi perkembangan siswa, seperti pertandingan dan pramuka.

c. Kurikulum sebagai hal-hal yang diharapkan akan dipelajari siswa. Yakni pengetahuan, sikap dan keterampilan tertentu.

5

Ibid., h. 7.

6


(25)

d. Kurikulum sebagai pengalaman siswa. Pandangan ini adalah mengenai apa yang secara aktual menjadi kenyataan pada tiap siswa.7

Penafsiran yang disampaikan oleh Nasution di atas secara implisit mengandung arti bahwa kurikulum dapat dilihat dan dimaknai dari berbagai sudut pandang, tergantung seseorang yang melihat kurikulum itu sendiri. Kurikulum dapat dilihat sebagai produk, program, mata pelajaran, dan pengalaman siswa.

Berdasarkan beberapa definisi yang telah dikemukakan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana tentang berbagai cara dan proses yang akan dilaksanakan oleh sekolah dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mencapai tujuan tertentu.

2. Prinsip Kurikulum

Dalam pengembangan kurikulum ada beberapa prinsip yang dijadikan acuan agar kurikulum tersebut memenuhi harapan stakeholders pendidikan yang meliputi siswa, sekolah, orangtua, masyarakat pengguna lulusan dan pemerintah.

Prinsip-prinsip dalam pengembangan kurikulum adalah sebagai berikut :

a. Prinsip Relevansi

Prinsip relevansi merupakan prinsip yang esensial dan harus mendapatkan perhatian dalam pengembangan kurikulum. Terdapat dua jenis relevansi yang harus ada pada suatu kurikulum, yaitu relevan ke luar dan relevansi di dalam kurikulum itu sendiri. Pertama, relevan ke luar maksudnya adalah tujuan, isi, dan proses belajar yang tercakup

7


(26)

dalam kurikulum hendaknya sesuai dengan tuntutan, kebutuhan, dan perkembangan masyarakat.8

Kedua, relevansi di dalam yaitu ada kesesuaian atau konsistensi

antara komponen-komponen kurikulum, yakni antara tujuan, isi, proses penyampaian, dan penilaian.9 Relevansi internal ini menunjukkan suatu keterpaduan kurikulum.

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa kurikulum harus memiliki hubungan tegak lurus dengan dunia kerja, kehidupan bermasyarakat, dan berbagai aktivitas masyarakat lainnya yang menyangkut budaya, sosial politik, dan lainnya.

b. Prinsip Fleksibilitas

Fleksibilitas yang dimaksud adalah tidak kaku, artinya memberi sedikit kebebasan dan kelonggaran dalam melakukan atau mengambil suatu keputusan tentang suatu kegiatan yang akan dilaksanakan oleh pelaku kurikulum.10

Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang memiliki hal-hal yang solid, tetapi dengan adanya prinsip fleksibilitas ini memungkinkan terjadinya penyesuaian berdasarkan kondisi daerah, waktu maupun kemampuan, dan latar belakang peserta didik. Prinsip ini diperlukan untuk mengakomodir kebutuhan pengguna kurikulum, karena perubahan dan perbedaan dapat terjadi dimanapun dan kapanpun. c. Prinsip Kontinuitas

Kontinuitas adalah kesinambungan, artinya kurikulum harus dikembangkan secara berkesinambungan, baik antar mata pelajaran maupun antar jenjang pendidikan.11 Hal ini dimaksud agar perkembangan dan proses belajar anak tidak terputus-putus atau terhenti.

8

Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), cet. XIV, h. 150.

9

Ibid.,h. 151

10

Sholeh Hidayat, Pengembangan Kurikulum Baru, ( Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), Cet. II, h. 77.

11


(27)

Dengan prinsip ini, maka akan terhindar dari tidak terpenuhinya kemampuan prasyarat awal siswa untuk mengikuti pendidikan pada kelas atau jenjang yang lebih tinggi, serta terhindar dari adanya pengulangan program, sehingga dapat menghemat waktu, tenaga, dan biaya. Oleh karena itu, kontinuitas bukanlah semata-mata pengulangan isi pelajaran, melainkan merupakan pengulangan yang kompleks dalam upaya peningkatan hasil belajar.

d. Prinsip Efektivitas dan Efisiensi

Efektivitas dalam suatu kegiatan berkenaan dengan seberapa jauh yang direncanakan atau diinginkan dapat dilaksanakan atau tercapai.

Efektivitas kurikulum dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu (1) efektivitas membelajarkan, terutama menyangkut sejauh mana jenis-jenis kegitan pembelajaran yang telah direncanakan dapat dilaksanakan dengan baik, dan (2) efektifitas belajar siswa, terutama menyangkut tingkat ketercapaian tujuan pembelajaran yang diinginkan.12

Prinsip efisien mengandung makna bahwa suatu kurikulum mudah dilaksanakan, dengan menggunakan alat-alat sederhana dan biaya yang murah.13 Murah yang dimaksud di sini tentu bukan murahan, akan tetapi adalah tidak boros, mengingat kemampuan sumber daya pendidikan, seperti tenaga, dana, dan fasilitas, di setiap wilayah berbeda.

e. Prinsip Integrasi

Kurikulum harus dikembangkan berdasarkan suatu keseluruhan atau kesatuan yang bermakna dan berstruktur. Bermakna maksudnya adalah suatu keseluruhan itu memiliki arti, nilai, manfaat atau faedah tertentu.14Prinsip ini berasumsi bahwa setiap bagian yang ada dalam kurikulum berfungsi dalam struktur tertentu.

12

Hidayat,op. cit., h. 75.

13

Sukmadinata,op. cit., h. 151.

14


(28)

Berbeda dengan Arifin, Oemar Hamalik memaknai prinsip integrasi adalah memadukan, menggabungkan, dan menyatukan antar disiplin ilmu.15 Pendapat Hamalik ini berarti bahwa antara mata pelajaran yang satu dengan lainnya harus memiliki hubungan, dan tidak terpisah-pisah.

Meskipun demikian, Hamalik memberikan kelonggaran bahwa pengintegrasian antar mata pelajaran tersebut bersifat optional,

bergantung pada kurikulum itu sendiri berkeinginan untuk mengintegrasikan pelajaran atau tidak.16

Melalui penjelasan di atas dapat diketahui bahwa pada hakikatnya integrasi pada kesatuan kurikulum maupun mata pelajaran tetap diperlukan, sehingga terjadi satu kesatuan yang utuh baik diantara komponen kurikulum maupun mata pelajaran yang diajarkan kepada peserta didik.

3. Fungsi Kurikulum

Pada dasarnya interaksi pendidikan dapat berlangsung dalam lingkungan keluarga, masyarakat, ataupun sekolah. Dalam kehidupan keluarga, interaksi pendidikan dapat terjadi setiap saat, setiap orang tua bertemu anaknya, berdialog, bergaul, dan bekerja sama. Pada saat demikian sering terjadi perilaku spontan terhadap anak, sehingga memungkinkan terjadi kesalahan mendidik. Hal ini dikarenakan interaksi pendidikan dalam lingkungan keluarga tidak memiliki rancangan yang konkret dan tertulis. Interaksi pendidikan di sekolah lebih bersifat formal, karena segala sesuatu yang berkaitan dengan kebutuhan interaksi pendidikan telah dirancang dan disiapkan dengan baik, salah satunya adalah kurikulum.

15

Oemar Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), cet. III, h. 46.

16


(29)

Kurikulum memiliki fungsi yang cukup urgent di sekolah. Alexander Inglis, dalam bukunya Principle of Secondary Education

(1918), sebagaimana yang dikutip oleh Oemar Hamalik bahwa fungsi kurikulum adalah sebagai berikut:

a. Fungsi Penyesuaian; individu hidup dalam lingkungan, dan ia harus mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungannya secara menyeluruh, meskipun lingkungan sendiri senantiasa berubah. Disinilah letak fungsi kurikulum sebagai alat pendidikan, sehingga individu bersifatwell-adjusted.

b. Fungsi Integrasi; Kurikulum berfungsi mendidik pribadi-pribadi yang terintegrasi. Oleh karena individu sendiri merupakan bagian dari masyarakat, maka pribadi yang terintegrasi itu akan memberikan sumbangan dalam pembentukan atau pengintegrasian masyarakat. c. Fungsi Diferensiasi; kurikulum perlu memberikan pelayanan terhadap

perbedaan di antara setiap orang dalam masyarakat. Pada dasarnya, diferensiasi akan mendorong orang berfikir kritis dan kreatif, sehingga akan terjadi kemajuan di masyarakat. Akan tetapi, adanya diferensiasi tidak berarti mengabaikan solidaritas sosial, karena diferensiasi dapat mencegah terjadinya stagnasi sosial.

d. Fungsi Pemilihan; diferensiasi dan pemilihan adalah dua hal yang saling berkaitan. Pengakuan atas perbedaan berarti memberikan kesempatan bagi seseorang untuk memilih apa yang diinginkan dan menarik minatnya. Kedua hal tersebut merupakan kebutuhan bagi masyarakat. Untuk mengembangkan kemampuan tersebut, maka kurikulum perlu disusun secara luas dan bersifat fleksibel.

e. Fungsi Diagnostik; fungsi diagnostik ini akan membantu siswa untuk dapat berkembang secara optimal. Perkembangan ini dapat terjadi jika siswa menyadari semua kelemahan dan kekuatan yang dimilikinya melalui proses eksplorasi.17

Pada dasarnya, kurikulum memiliki fungsi masing-masing, tergantung pengguna kurikulum tersebut. Akan tetapi fungsi kurikulum secara umum adalah lima fungsi yang telah dijelaskan di atas. Oleh karena itu, suatu kurikulum hendaknya mampu menjalankan kelima fungsi tersebut agar tujuan pendidikan dan kurikulum itu sendiri dapat tercapai.

17


(30)

6

4. Komponen Kurikulum

Kurikulum dapat diumpamakan sebagai suatu organisme manusia ataupun hewan, yang memiliki susunan anatomi tertentu. Unsur atau komponen-komponen dari anatomi tubuh kurikulum yang utama adalah: (1) tujuan, (2) isi atau materi, (3) proses atau sistem penyampaian dan media, serta (4) evaluasi.18Setiap komponen tersebut memiliki keterkaitan antar satu dan lainnya. Keterkaitan tersebut dapat dilihat pada bagan 2.1 di bawah ini.19

Bagan 2.1 Komponen Kurikulum

Bagan di atas menggambarkan bahwa sebagai suatu sistem, setiap komponen harus saling berkaitan satu sama lain. Manakala salah satu komponen yang membentuk sistem kurikulum terganggu atau tidak berkaitan dengan komponen lainnya, maka sistem kurikulum juga akan terganggu.

a. Komponen Tujuan

Dalam kerangka dasar kurikulum, komponen tujuan mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis, karena akan mengarahkan dan mempengaruhi komponen-komponen kurikulum lainnya. Oleh karena itu, perumusan tujuan ditetapkan sebelum menetapkan komponen lainnya. Untuk memahami komponen tujuan ini, perlu diketahui terlebih dahulu hierarki tujuan pendidikan.

18

Sukmadinata,op. cit., h. 102.

19

Toto Ruhimat,Kurikulum & Pembelajaran, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), cet. II, h. 46

TUJUAN

ISI/MATERI EVALUASI


(31)

Tujuan pendidikan memiliki klasifikasi, dari mulai tujuan yang sangat umum sampai tujuan khusus yang bersifat spesifik dan dapat diukur, Tujuan pendidikan diklasifikasikan menjadi empat, yaitu :

1) Tujuan pendidikan nasional, yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai pada tataran nasional. Dalam pencapiannya dapat berwujud sebagai warga negara berkepribadian nasional yang bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat, bangsa dan tanah air.

2) Tujuan institusional, yaitu tujuan yang ingin dicapai pada tingkat lembaga pendidikan, dalam pencapaiannya dapat berwujud sebagai tamatan sekolah yang mampu dididik lebih lanjut menjadi tenaga profesional dalam bidang tertentu dan pada jenjang tertentu.

3) Tujuan kurikuler, yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai pada tingkat tataran mata pelajaran atau bidang studi, dalam usaha pencapaiannya dapat berwujud sebagai siswa yang menguasai disiplin mata pelajaran atau bidang studi tertentu yang dipelajari.

4) Tujuan instruksional, yaitu tujuan yang ingin dicapai pada tingkat tataran pengajaran yang dapat berwujud sebagai bentuk watak, kemampuan berfikir dan berketerampilan.20

Klasifikasi komponen tujuan kurikulum menurut Hafni di atas menggunakan istilah tujuan kurikuler dan tujuan instruksional, sedangkan pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan menggunakan istilah Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD). Meskipun demikian, makna istilah tersebut adalah sama.

Berdasarkan penjabaran di atas, maka dapat diketahui bahwa tujuan pendidikan nasional merupakan tujuan yang menduduki posisi paling tinggi, sehingga menjadi “payung” bagi tujuan-tujuan di bawahnya.

b. Komponen Isi atau Materi

Siswa belajar dalam bentuk interaksi dengan lingkungannya, lingkungan orang-orang, alat-alat dan ide-ide. Tugas utama seorang guru adalah menciptakan lingkungan tersebut untuk mendorong siswa

20

Hafni Ladjid, Pengembangan Kurikulum Menuju Kurikulum Berbasis Kompetensi,


(32)

8

melakukan interaksi yang produktif dan memberikan pengalaman belajar yang dibutuhkan.

Isi program kurikulum atau bahan ajar adalah segala sesuatu yang ditawarkan kepada siswa sebagai pemelajar dalam kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan.21 Jadi, Isi Kurikulum pada hakikatnya merupakan semua kegiatan dan pengalaman yang dikembangkan dan disusun dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Oleh karena itu, semua mata pelajaran yang berisi materi-materi pokok dan program yang ditawarkan kepada siswa untuk dipelajari adalah isi kurikulum.

Hilda Taba memberikan kriteria untuk memilih isi/materi kurikulum, sebagaimana yang dikutip oleh Zainal Arifin adalah sebagai berikut :

1) Sahih dan signifikan, artinya harus menggambarkan pengetahuan mutakhir

2) Relevan dengan kenyataan sosial dan kultural agar peserta didik lebih mampu memahami fenomena dunia, termasuk perubahan-perubahan yang terjadi

3) Mengandung keseimbangan antara keluasan dan kedalaman 4) Mencakup berbagai ragam tujuan

5) Sesuai dengan kemampuan dan pengalaman peserta didik 6) Sesuai dengan kebutuhan dan minat peserta didik.22

Pemilihan isi kurikulum tidaklah bisa dianggap gampang, tetapi memerlukan banyak pertimbangan, karena isi kurikulum merupakan bahan pelajaran utama peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini diperlukan agar isi kurikulum memenuhi kebutuhan peserta didik, baik di masa sekarang maupun untuk masa depannya.

c. Komponen Proses/Strategi

Komponen ini merupakan komponen ketiga dalam sistem kurikulum dan memiliki peran yang sangat penting karena berhubungan langsung dengan implementasi kurikulum. Proses pelaksanaan

21

Hidayat,op. cit., h. 62.

22


(33)

9

kurikulum menunjukkan adanya kegiatan pembelajaran, yaitu upaya guru untuk membelajarkan peserta didik baik di sekolah melalui kegiatan tatap muka, maupun di luar sekolah melalui kegiatan terstruktur dan mandiri. Dalam konteks inilah, guru dituntut untuk menggunakan berbagai strategi pembelajaran, metode mengajar, media pembelajaran, dan sumber-sumber belajar.23

Untuk lebih memahami tentang komponen proses ini, penulis memandang perlu untuk mengutip pendapat para ahli tentang pengertian strategi dan metode sebab kedua definisi dan istilah tersebut sering dipertukarkan. Menurut JR. David, yang dikutip oleh Sholeh Hidayat, strategi diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.24 Sedangkan Metode adalah cara yang digunakan guru untuk menyampaikan isi kurikulum atau materi pelajaran sesuai dengan tujuan kurikulum.25

Ada beberapa strategi pembelajaran yang dapat digunakan guru dalam menyampaikan isi kurikulum, yaitu :

1) Strategi ekspositori klasikal, yaitu guru lebih banyak menjelaskan materi sebelumnya yang telah diolah sendiri, sementara peserta didik lebih banyak menerima

2) Strategiheuristik(discoverydaninquiry)

3) Strategi pembelajaran kelompok kecil; kerja kelompok dan diskusi kemlompok

4) Strategi pembelajaran individual.26

Istilah lain yang sering dipertukarkan adalah pendekatan

(approach), pengertian pendekatan berbeda dengan strategi maupun

metode. Pendekatan diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang terhadap proses pembelajaran.27 Sholeh Hidayat mengutip pendapat Roy Killer yang mengemukakan bahwa ada dua pendekatan dalam

23

Ibid,. h. 92.

24

Hidayat,op.cit,.h. 64.

25

Arifin,loc. cit.

26

Ibid.

27


(34)

0

pembelajaran, yaitu (1) pendekatan yang berpusat pada guru dan (2) pendekatan yang berpusat pada siswa.28

Dua pendekatan menurut Ror Killer di atas merupakan jenis pendekatan secara umum. Pada hakikatnya, pendekatan sangat bergantung pada guru berdasarkan strategi yang digunakan dan tujuan yang ingin dicapai.

d. Komponen Evaluasi

Pengembangan kurikulum merupakan proses yang tidak berhenti. Evaluasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam proses tersebut. Melalui evaluasi dapat ditentukan tingkat ketercapaian kurikulum, sehingga bisa dijadikan bahan pertimbangan apakah suatu kurikulum perlu dipertahankan atau tidak, dan bagian-bagian yang perlu disempurnakan.

Komponen-komponen kurikulum yang dievaluasi juga sangat sangat luas. Nana Syaodih berpendapat bahwa evaluasi kurikulum bukan hanya mengevaluasi hasil belajar siswa dan proses pembelajarannya, tetapi juga desain dan implementasi kurikulum, kemampuan dan unjuk kerja guru, kemampuan dan kemajuan siswa, sarana prasarana dan sumber belajar.29

Dalam konteks kurikulum, evaluasi dapat berfungsi untuk mengetahui apakah tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai atau belum, atau evaluasi digunakan sebagai umpan balik dalam perbaikan strategi yang ditetapkan. Kedua fungsi tersebut menurut Scriven seperti yang dikutip oleh Wina Sanjaya dan Dian Andayani adalah evaluasi sebagai fungsiformatifdan sebagai fungsisumatif.30

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa komponen evaluasi memiliki peran strategis untuk mengetahui efektivitas komponen lainnya. Hasil evaluasi dapat dijadikan pedoman dalam mengambil suatu keputusan tentang kurikulum.

28

Ibid.

29

Sukmadinata,op. cit., h. 173.

30


(35)

5. Implementasi Kurikulum

a.

Pengertian

Implementasi kurikulum adalah suatu penerapan konsep, ide, program, atau tatanan berbagai aktivitas baru, sehingga terjadi perubahan pada sekelompok orang yang diharapkan berubah.31 Dengan demikian, implementasi kurikulum merupakan penerapan atau pelaksanaan program kurikulum yang telah disusun dan senantiasa dilakukan penyesuaian terhadap situasi lapangan dan karakteristik peserta didik, baik perkembangan intelektual, emosional, serta fisiknya.

Rusman mengutip pendapat Saylor dkk tentang implementasi kurikulum, yaitu “instruction is thus the implementation of the curriculum plan, usually, but not necessarily, involving teaching in the sense of

student teacher interaction in an educational setting”.32 Pengertian ini

memberikan pemahaman bahwa kurikulum dalam dimensi kegiatan adalah sebagai manifestasi dari upaya untuk mewujudkan kurikulum yang masih bersifat dokumen tertulis menjadi aktual dalam serangkaian aktivitas pembelajaran.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi implementasi kurikulum, yaitu sebagai berikut:

1) Karakteristik kurikulum, yang mencakup ruang lingkup bahan ajar, tujuan, fungsi, sifat, dan sebagainya.

2) Strategi implementasi, yaitu strategi yang digunakan dalam implementasi kurikulum, seperti diskusi profesi, seminar, penataran, lokakarya penyediaan buku kurikulum, dan berbagai kegiatan lain yang dapat mendorong penggunaan kurikulum di lapangan.

3) Karakteristik pengguna kurikulum, yang meliputi pengetahuan, keterampilan, serta nilai dan sikap guru terhadap kurikulum dalam pembelajaran.33

31

Hamalik,op. cit.,h. 237.

32

Rusman,Manajemen Kurikulum,(Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2009), h. 74.

33


(36)

Oleh karena itu, dalam pengimplementasian kurikulum diperlukan komitmen semua pihak yang terlibat, dan didukung oleh kemampuan profesional guru sebagai salah satu implementator kurikulum.

Pada hakikatnya, kurikulum didesain untuk menghasilkan perubahan kualitas pembelajaran siswa agar sesuai dengan tujuan pendidikan. Ini berarti bahwa implementasi kurikulum adalah proses perubahan untuk memperoleh hasil yang mendekati pencapaian tujuan pendidikan ideal.34 Hal ini mengungkapkan bahwa implementasi merupakan bagian dari siklus perubahan. Karena implementasi kurikulum mengubah persepsi, filosofi, sikap, nilai, dan praktek pendidikan guru dalam kelas.

b. Prinsip Implementasi Kurikulum

Terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam implementasi kurikulum, yaitu sebagai berikut:

1) Perolehan kesempatan yang sama

Prinsip ini mengutamakan penyediaan tempat yang memberdayakan semua peserta didik secara demokratis dan berkeadilan, untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap.

2) Berpusat pada anak

Upaya memandirikan peserta didik untuk belajar, bekerjasama, dan menilai diri sendiri sangat diutamakan, agar mereka mampu membangun kemauan, pemahaman, dan pengetahuannya.

3) Pendekatan dan kemitraan

Seluruh pengalaman belajar dirancang secara berkesinambungan, mulai tingkat paling rendah hingga tertinggi 4) Kesatuan dalam kebijakan dan keberagaman dalam pelaksanaan Standar kompetensi disusun oleh pusat, dan cara pelaksanaannya disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan masing-masing daerah atau sekolah.35

Prinsip-prinsip yang telah dikemukan di atas sebaiknya dipahami oleh guru sebagai implementator kurikulum dan mutlak harus

34

Mohammad Ansyar, Kurikulum Hakikat, Fondasi, Desain & Pengembangan,(Jakarta: Kencana, 2015), h. 408.

35


(37)

terpenuhi dalam implementasi kurikulum, agar tujuan kurikulum dapat tercapai.

c. Tahapan Implementasi Kurikulum 1) Implementasi Tingkat Nasional

Sejak reformasi, pengelolaan pendidikan diserahkan kepada daerah. Akan tetapi, hal ini bukan berarti seluruh kebijakan diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah. Salah satu kebijakan yang masih sentralistik adalah kebijakan kurikulum.

Oleh karena itu, kebijakan perubahan kurikulum diputuskan oleh Pemerintah Pusat di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sebagaimana disebutkan dalam UU nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pada bab X pasal 36 ayat 1, yaitu “Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”.36 Selanjutnya diatur dengan peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan pada bab XI pasal 73 ayat 1 bahwa “Dalam rangka pengembangan, pemantauan, dan pelaporan pencapaian standar nasional pendidikan, dengan Peraturan Pemerintah ini dibentuk Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP)”.37

Badan Standar Nasional Pendidikan melakukan kajian dan masukan kepada pemerintah untuk melakukan perubahan kurikulum. Keputusan implementasi kurikulum tetap berada di tangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Kurikulum yang telah disusun perlu diimplementasikan untuk mencapai tujuan pendidikan. Banyak program pendidikan yang telah dirancang dan dikembangkan dengan baik, tetapi sering kali tidak diimplementasikan dengan baik pula.

36

UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional .

37


(38)

Implementasi kurikulum pada tingkat nasional merupakan proses bagaimana kurikulum tersebut diperkenalkan pada guru dan bagaimana mereka bisa diyakinkan agar mengadopsi dan mengimplementasikan perubahan itu dalam pembelajaran melalui strategi yang tepat. 38 Hal ini menyatakan bahwa langkah penting yang harus dilakukan pemerintah ketika mengeluarkan kebijakan perubahan kurikulum adalah mensosialisasikannya kepada implementator kurikulum itu sendiri, yaitu guru dan kepala sekolah. Selain itu, dalam sistem desentralisasi pendidikan, maka perubahan kurikulum tersebut juga perlu disosialisakan kepada pemerintah daerah, agar mereka memahami dan membantu pemerintah pusat dalam memperkenalkan kurikulum tersebut kepada satuan pendidikan.

Mulyasa menyarankan agar dalam sosialisasi juga dihadirkan atau diundang komite sekolah, bahkan bila memungkinkan seluruh orang tua, untuk mendapatkan masukan, dukungan dan pertimbangan tentang implementasi kurikulum.39

Ansyar juga berpendapat bahwa Inisiator inovasi (pemerintah pusat) atau pengembang kurikulum perlu melakukan interaksi intens dengan para pendidik dan pimpinan sekolah, sampai mereka memahami manfaat jika perubahan dilaksanakan, atau kerugian jika perubahan tersebut tidak dilaksanakan.40 Pendapat diatas mengungkapkan pentingnya sosialisasi perubahan kurikulum secara intensif agar guru dan kepala sekolah dapat menerima perubahan tersebut dan mampu menerapkannya.

Selain itu, perlu dilakukan peningkatan profesionalisme guru. Karena menurut Ornstein dan Hunkins sebagaimana yang dikutip oleh Ansyar bahwa faktor strategis lain yang sering terlupakan ialah

38

Ansyar,op. cit.,h. 406.

39

Mulyasa, Implementasi Kurikulum 2004 Panduan Pembelajaran KBK, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), cet. IV, h. 14.

40


(39)

peningkatan profesionalisme guru sebelum kurikulum baru diterapkan, apalagi sosialisasi hanya melalui beberapa kali penataran dan lokakarya saja.41 Oleh karena itu, pemerintah perlu melaksanakan pelatihan pelaksanaan kurikulum baru kepada guru agar mereka dapat melaksanakannya sesuai dengan tujuan perubahan kurikulum itu sendiri.

Berdasarkan uraian di atas, maka terdapat dua kegiatan penting dalam implementasi kurikulum tingkat nasional, yaitu sosialisasi dan peningkatan profesionalisme guru. Kegiatan ini tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan waktu yang cukup lama sampai kepala sekolah dan guru mampu menerapkan kurikulum baru tersebut dengan baik dan benar.

2) Implementasi Tingkat Satuan Pendidikan

Implementasi di tingkat sekolah merupakan kegiatan inti pada perubahan kurikulum, disinilah kurikulum tersebut akan diuji. Oleh karena itu, diperlukan strategi implementasi yang efektif dan efisien, terutama dalam mengoptimalkan kualitas pembelajaran. Karena bagaimana pun baiknya sebuah kurikulum, efektivitasnya sangat ditentukan oleh implementasi di sekolah, khususnya di kelas.

Keberhasilan atau kegagalan implementasi kurikulum di sekolah sangat bergantung pada kepala sekolah dan guru, karena dua figur tersebut merupakan kunci yang menentukan serta menggerakkan berbagai komponen dan dimensi sekolah yang lain. Dalam posisi tersebut, baik buruknya komponen sekolah yang lain sangat ditentukan oleh kualitas guru dan kepala sekolah, tanpa mengurangi arti penting tenaga kependidikan lainnya.

41


(40)

6

a) Kepala Sekolah

Kepemimpinan kepala sekolah memainkan peran strategis dalam proses pengembangan kurikulum, sebab tanpa kepemimpinan yang komit pada implementasi kurikulum dapat menyebabkan tujuan pendidikan bisa tidak terarah, perencanaan pembelajaran tidak terlaksana dengan tuntas dan kurikulum tidak diimplementasikan sebagaimana seharusnya.

Menurut Lunenburg dan Ornstein sebagaimana yang dikutip oleh Mohammad Ansyar bahwa hambatan terbesar dalam penyempurnaan kurikulum adalah sikap apatis kepala sekolah, karena kebanyakan mereka lebih senang memelihara pelaksanaan pembelajaran seperti apa adanya.42 Oleh karena itu, seorang kepala sekolah harus selalu siap menerima tuntutan perubahan-perubahan, karena sikap apatis dapat menimbulkan rasa puas diri yang lama-kelamaan menjelma menjadi budaya sekolah yang menganggap lebih mudah mempertahankan status quo daripada susah-susah melakukan perubahan.

Ketika kepala sekolah telah menerima perubahan sebuah kurikulum, maka ia juga harus meyakinkan guru dan menjelaskan kepada kepada mereka tujuan perubahan kurikulum tersebut secara terperinci: bagaimana bentuk kurikulum baru itu dan dalam hal apa saja kurikulum tersebut lebih super dari sebelumnya.43 Hal ini dilakukan agar guru juga dapat menerima perubahan kurikulum tersebut.

Pada tataran ini, kepala sekolah bertugas untuk melakukan pembagian tugas kepada guru sesuai dengan keahlian masing-masing.44 Hal ini disampaikan oleh Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia sebagaimana yang dikutip oleh

42

Ansyar, op. cit.,h. 427.

43

Ibid.,h. 418.

44

Siti Minarti, Manajemen Sekolah Mengelola Lembaga Pendidikan Secara Mandiri,


(41)

Minarti. Pembagian tugas ini hendaknya proporsional sesuai dengan keahlian dan tanggung jawab masing-masing guru. b) Guru

Pembelajaran di dalam kelas merupakan tempat untuk melaksanakan dan menguji kurikulum. Dalam kegiatan pembelajaran semua konsep, prinsip, nilai, pengetahuan, metode, alat, dan kemampuan guru diuji dalam bentuk perbuatan, yang akan mewujudkan bentuk kurikulum yang nyata.

Secara garis besar terdapat tiga tahapan dalam implementasi kurikulum pada guru, yaitu sebagai berikut :

1)) Perencanaan

Pada hakikatnya perencanaan adalah suatu rangkaian proses kegiatan menyiapkan keputusan mengenai apa yang diharapkan terjadi dan apa yang akan dilakukan.45

Perencanaan oleh guru meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

a)) Perumusan tujuan

b)) Pemilihan dan penyusunan bahan-bahan pembelajaran c)) Pemilihan metode pembelajaran

d)) Alokasi waktu pembelajaran e)) Rencana evaluasi.46

Dengan demikian, kegiatan perencanaan merupakan upaya sistematis dalam usaha mencapai tujuan. Melalui perencanaan, diharapkan mempermudah proses pembelajaran yang kondusif.

Taba memberikan beberapa petunjuk tentang cara menyusun tujuan pembelajaran, sebagaimana dikutip oleh Rusman, yaitu sebagai berikut :

45Sa’ud. Makmun,

Perencanaan Pendidikan Suatu Pendekatan Komprehensif, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2011), cet. VI, h. 3.

46


(42)

8

a)) Tujuan hendaknya mengandung unsur proses dan produk

b)) Tujuan harus bersifat spesifik dan dinyatakan dalam bentuk perilaku nyata

c)) Mengandung pengalaman belajar yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang dimaksud

d)) Pencapaian tujuan kadang kala membutuhkan waktu yang relatif lama

e)) Harus realistis dan dapat dimaknai sebagai kegiatan belajar atau pengalaman belajar tertentu

f)) Harus komprehensif, artinya mencakup segala tujuan yang ingin dicapai sekolah.47

Penyusunan tujuan pembelajaran bukanlah pekerjaan yang mudah, tetapi membutuhkan konsentrasi yang serius, karena harus disesuaikan dengan kebutuhan anak dan masyarakat, serta ilmu pengetahuan.

Setelah menyusun tujuan pembelajaran, selanjutnya adalah memilih sumber bahan pembelajaran. Rusman mengutip pandangan Ansyari yang menyatakan bahwa bahan pelajaran mencakup tiga komponen, yaitu ilmu pengetahuan, proses dan nilai-nilai.48 Dalam hal ini, tiga komponen tersebut dapat dirinci sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai sekolah.

Kegiatan perencanaan ini selanjutnya akan dituangkan dalam bentuk tertulis yang dikenal dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). RPP merupakan suatu perkiraan atau proyeksi guru mengenai seluruh kegiatan yang akan dilakukan, terutama dalam kaitannya dengan pembentukan kompetensi dan pencapaian tujuan pembelajaran.49 Jadi, guru diharapkan memiliki kemampuan menyusun RPP, karena hal ini merupakan muara dari segala pemahaman guru tentang pengetahuan teori, keterampilan

47

Rusman,op. cit., h. 333.

48

Ibid.

49

Mulyasa,Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), cet. III, h. 155.


(43)

9

dasar, dan pemahaman yang mendalam tentang objek belajar dan situasi pembelajaran.

2)) Pelaksanaan

Melaksanakan kurikulum merupakan kegiatan inti dari proses implementasi. Pelaksanaan kurikulum tidak akan bermakna jika tidak direncanakan. Melaksanakan yang dimaksud di sini adalah proses pembelajaran di kelas.

Pada proses pelaksanaan ini terdapat tiga langkah yang harus ditempuh, yaitu tahap permulaan, tahap pembelajaran, dan tahap penilaian serta tindak lanjut.50 Tahap permulaan merupakan langkah awal untuk mengondisikan peserta didik agar dapat mengikuti pelajaran secara kondusif. Tahap pembelajaran merupakan tahapan inti, dimana guru menyampaikan pelajaran yang telah disiapkan sebelumnya. Kegiatan terakhir adalah penilaian dan tindak lanjut dari proses pelaksanaan pembelajaran.

Proses pelaksanaan ini pada dasarnya merupakan kegiatan menciptakan sistem pembelajaran sesuai perencanaan sebelumnya. Jadi, guru seyogyanya melaksanakan sesuai perencanaan, baik sumber belajar, media, serta metode pembelajaran. Oleh karena itu, proses pembelajaran bukanlah kegiatan mudah, tetapi guru harus memiliki keterampilan yang memadai, seperti kemampuan membuka pembelajaran, menjelaskan, memberi ide, mendemonstrasikan, mendefinisikan, membandingkan, memotivasi, mendisiplinkan, membagi waktu, serta bertanya.

3)) Evaluasi/Penilaian

Menurut Oemar Hamalik, tahap evaluasi implementasi kurkulum adalah untuk melihat dua hal, yaitu proses

50


(44)

!0

pelaksanaan yang sedang berjalan sebagai fungsi kontrol, dan untuk melihat hasil akhir yang telah dicapai.51

Pada dasarnya, kegiatan evaluasi ini adalah melaksanakan proses penilaian dengan menggunakan instrumen yang telah dikembangkan pada waktu perencanaan, lalu memberikan tindak lanjut perbaikan proses serta masukan perbaikan kurikulum.

Kegiatan evaluasi memiliki beberapa manfaat, diantaranya sebagaimana yang disampaikan oleh Kunandar, yaitu sebagai berikut:

a)) Untuk memberikan umpan balik bagi peserta didik b)) Untuk memantau kemajuan dan mendiagnosis

kesulitan belajar yang dialami peserta didik c)) Untuk umpan balik bagi guru dalam memperbaiki

metode, pendekatan, kegiatan, dan sumber belajar yang digunakan

d)) Untuk memberikan informasi kepada orang tua dan komite sekolah tentang efektivitas pendidikan.52 Jadi, pada tahap ini guru melakukan penilaian dengan maksud untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan sehingga diharapkan dapat ditindaklanjuti menuju perbaikan di masa akan datang.

Tugas seorang guru sangatlah berat dan rumit karena menyangkut masa depan suatu generasi manusia. Sebagai seorang pelaksana kurikulum saja, guru dituntut untuk mampu melaksanakan aktivitasnya mulai dari merencanakan, melaksanakan, dan menilai kurikulum tersebut. Oleh karena itu, guru harus mampu mengaktualisasikan dirinya dengan seoptimal mungkin.

51

Hamalik,op. cit., h. 250.

52

Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru,(Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2007), h. 389-390.


(45)

B. Kurikulum Cambridge

Kurikulum Cambridge merupakan kurikulum yang diadaptasi dari Universitas Cambridge, Inggris. Organisasi yang menaungi pelaksanaan kurikulum Cambridge adalah Cambridge International Examination (CIE). CIE adalah bagian dari The Cambridge Assessment Group, yaitu organisasi nirlaba di bawah Universitas Cambridge. Kurikulum ini mengembangkan pemahaman, pengetahuan dan keterampilan peserta didik yang merupakan inti dari pengalaman belajar.53 Dalam kurikulum tersebut, hal yang penting adalah proses, karena proses mencerminkan bagaimana pikiran siswa bekerja.

Misi dari Cambridge International Examination adalah untuk memberikan pendidikan yang unggul dalam kelas dunia melalui penyediaan kurikulum, penilaian dan jasa. Mereka berkomitmen untuk memperluas akses pendidikan yang berkualitas tinggi kepada peserta didik di seluruh dunia.54

Kurikulum Cambridge menawarkan empat tingkatan program pendidikan. Kualifikasi program tersebut berdasarkan usia peserta didik. Tingkatan program pendidikan Cambridge dapat dilihat pada bagan berikut ini:55

53

Cambridge International Examination”, www.cie.org.uk, diunduh Sabtu, 23 Mei 2015, pukul 12.30 WIB.

54

Cambridge International Examination”, www.cie.org.uk, diunduh Sabtu, 23 Mei 2015, pukul 12.43 WIB.

55

Palmer Di, Reach Sherry, The Cambridge International Continuum, Cambridge:


(46)

Bagan 2.2

Level Kurikulum Cambridge

Berdasarkan bagan di atas, dapat diketahui beberapa hal sebagai berikut:

1. Cambridge primary atau juga dikenal dengan Cambridge International

Primary Programmemerupakan program untuk anak usia 5-11 tahun. Pada

tahapan ini terdapat tiga mata pelajaran yang diajarkan, yaitu bahasa inggris, matematika, dan sains. Pada akhir program dilaksanakan tes prestasi untuk mengetahui kemajuan siswa.

2. Cambridge secondary 1 atau Cambridge Lower Secondary Programme

merupakan program pendidikan untuk anak usia 11-14 tahun. Tingkatan ini memiliki pola yang sama dengan program sebelumnya, tetapi pembelajaran pada tingkatan ini lebih mendalam. Pada akhir program dilakukan tes yang dikenal dengan sebutan Cambridge Chekpoint sebagai evaluasi guru terhadap kemajuan siswa, serta mendiagnosa kekuatan dan kelemahan siswa dan juga menilai kesiapan mereka untuk memasuki kualifikasi program selanjutnya.

3. Cambridge secondary 2 atau Cambridge IGCSE merupakan program

untuk peserta didik yang berusia 14-16 tahun. Pada tingkatan ini sekolah dapat memilih lebih dari tujuh puluh mata pelajaran sesuai dengan


(47)

kebutuhan masing-masing sekolah. Program ini akan menghasilkan peserta didik yang terbaik dan mengembangkan kesuksesan mereka melalui pembelajaran dan pelatihan.

4. Cambridge advance merupakan program untuk anak usia 16-18 tahun.

Program ini menawarkan pembelajaran yang fleksibel kepada siswa untuk mempersiapkan mereka memasuki perguruan tinggi. Program ini juga merupakan salah satu program yang paling dihormati di seluruh dunia, karena lulusannya dianggap memiliki kemampuan akademik untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi di seluruh dunia.

CIE bekerjasama dengan penerbit untuk menyediakan bahan pembelajaran baik cetak maupun elektronik dan memberikan pelatihan kepada guru.56 Pelatihan tersebut dapat dilaksanakan dengan tatap muka dan online. Guru dapat memilih pelatihan sesuai dengan tingkatan dan jadwal sekolah. Selain itu, pelatihan ini menawarkan pelatihan profesional guru untuk meningkatkan keterampilan mereka dalam pembelajaran.

Selain itu, sekolah yang yang telah terdaftar pada CIE dapat mengakses situs utama Cambridge secara gratis dan tidak terbatas.57 Pada situs tersebut terdapat administrasi kurikulum dan sumber belajar, termasuk skema kerja setiap bagian kurikulum. Informasi dan pelatihan online juga tersedia di situs tersebut.

Selanjutnya, karena pengembangan kurikulum Cambridge pada siswa tidak bisa dilakukan secara instant, sikap mental kurikulum Cambridge membutuhkan sentuhan nyata (real touch) untuk mengasah kemampuan siswa. Penerapan kurikulum Cambridge pada siswa juga sesuai dengan tujuan pengembangan kurikulum. Pada saat kurikulum Cambridge sudah benar-benar menyatu dengan pola pikir siswa maka proses belajar mengajar menggunakan kurikulum ini akan berjalan dengan baik. Dengan adanya penerapan kurikulum Cambridge, pihak sekolah termasuk siswa harus turut mendukung dan melaksanakan kurikulum tersebut dengan baik.

56

Ibid.,h. 5.

57


(48)

C. Perbandingan Kurikulum Nasional dan Cambridge 1. Kurikulum Nasional

Kurikulum Nasional Indonesia saat ini masih menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) setelah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memutuskan tetap menggunakan kurikulum tersebut. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan.58

UU Sisdiknas tahun 2003 mewajibkan kepada seluruh sekolah di Indonesia untuk menggunakan kurikulum yang ditentukan oleh pemerintah pusat, meskipun demikian setiap satuan pendidikan diberi wewenang untuk mengembangkan kurikulum tersebut sesuai dengan kebutuhan masing-masing, tentu dengan memperhatikan aturan-aturan yang telah ditentukan.

Kurikulum nasional ini diterapkan dengan tujuan sebagai berikut: a. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif

sekolah dalam mengembangkan dan mengelola kurikulum

b. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat terhadap kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama

c. Meningkatkan kompetisi yang sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai.59

Kurikulum nasional memiliki tingkat pendidikan dari Sekolah Dasar (SD) sederajat, Sekolah Menengah Pertama (SMP) sederajat dan Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat.

Struktur dan muatan KTSP pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang tertuang dalam Standar Isi meliputi lima kelompok mata pelajaran, yaitu sebagai berikut:

a. Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia

b. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian c. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi

58

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, BAB I pasal 1 ayat 15.

59

Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), cet. VIII, h. 22.


(49)

d. Kelompok mata pelajaran estetika

e. Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan.60 Pada tingkat SD/MI, kurikulum ini memuat 8 mata pelajaran, serta muatan lokal dan pengembangan diri. Delapan mata pelajaran tersebut adalah Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, Seni Budaya dan Keterampilan, dan Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan.61

Kurikulum nasional pada aspek evaluasi atau penilian, soal dan penskoran semuanya diserahkan kepada sekolah dengan standar-standar yang sudah ada. Pelaksanaan ujian bisa mencapai empat kali dengan rincian ujian tengah semester dua kali dan ujian akhir semester dua kali dalam satu tahun. Selain itu, bentuk soal pada kurikulum ini masih banyak menggunakan soal pilihan ganda.

2. Kurikulum Cambridge

Kurikulum Cambridge sebagai kurikulum yang diadaptasi dari luar negeri merupakan kurikulum yang diterapkan oleh satuan pendidikan untuk melengkapi kurikulum nasional. Kurikulum adaptif dari luar negeri ini memberikan dampak positif pada proses pembelajaran di sekolah. Sekolah yang menerapkan kurikulum ini adalah sekolah yang pada umumnya menerapkan kebijakan bilingual.

Kurikulum Cambridge menekankan pada logika berpikir dari pada sekedar menghafal dan hitungan. Kurikulum ini membantu siswa untuk berpikir kritis dan lebih memperdalam belajarnya tetapi tidak menyulitkan siswa walaupun menggunakan bahasa asing.

Tujuan penerapan kurikulum Cambridge adalah sebagai berikut: a. Untuk memberikan pendidikan yang unggul dalam kelas dunia

melalui penyediaan kurikulum, penilaian dan jasa.

60

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, BAB III pasal 6 ayat 1

61


(50)

+6

b. Berkomitmen untuk memperluas akses pendidikan yang berkualitas tinggi kepada peserta didik di seluruh dunia.62

Kurikulum Cambridge dibagi kepada empat tingkatan berdasarkan usia, yaitu Cambridge primary untuk usia 5-11 tahun,

Cambridge secondary 1 untuk usia 11-14 tahun,Cambridge secondary 2

untuk usia 14-16 tahun, dan Cambridge advance untuk usia 16- 19 tahun.63

Pada aspek isi kurikulum, Cambridge menyediakan 70 mata pelajaran, yang bisa dipilih oleh sekolah yang menerapkannya sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Meskipun demikian, pada tingkat

Cambridge primary atau tingkat dasar, hanya terdapat tiga mata

pelajaran, yaitu bahasa inggris, matematika dan sains.

Pada aspek evaluasi atau penilaian, kurikulum Cambridge menerapkan ujian progressi pada akhir tahun pelajaran. Ujian progressi ini untuk soal dan penskoran ditangani langsung oleh

Cambridge International Examination (CIE) yang berpusat di

Inggris, sehingga dalam hal ini sekolah hanya sebagai penyelenggara ujian saja. Selain itu, dalam pelaksanaannya hanya sekali dalam satu tahun. Soal yang diberikan bersifat analitis dan tidak terlalu teoritis sebagaimana kurikulum nasional, lebih memakai nalar, logika, dan konsep.

Untuk mempermudah memahami perbandingan antara kurikulum nasional dan Cambridge, maka dijelaskan dengan tabel di bawah ini.

Tabel 2.1

Perbandingan Kurikulum Nasional dan Cambridge

No Aspek Kurikulum Nasional Kurikulum Cambridge

1 Tujuan Fokus membangun

kemandirian sekolah

Fokus menyediakan kurikulum berkualitas

62

CambridgeInternational Examination”,www.cie.org.uk, diunduh Sabtu, 1 Agustus 2015, pukul 12.43 WIB

63


(1)

Fondasi, Desain & Pengembangan, (Jakarta:

Kencana,2015)

t,

40

Mulyasa, Implementasi Kurikulum 2004

Panduan Pembelajaran

KBK

(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), cet. IV

14 24 39

41

Mohammad Ansyar, Kurikulum Hakikat, Fondasi, Desain & Pengembangan, (Jakarta: Kencana,2015)

409 1t-:.+ 40

42

Mohammad Ansyar, Kurilatlum Hakiknt, Fondasi, Desain & Pengembengon, (Jakarta: Kencana, 2Al5)

4t2 25 41

43

Mohammad Ansyar, Kurikulum Hakikat, Fondasi, Desain & Pengembangan, (Jakarta: Kencana,20l5)

427 26 42

44

Mohammad Ansyar, Kurilrulum Hakikat, Fondasi, Desqin & Pengembongan, (Jakarta: Kencana,2015)

418 26 43

45

Siti Minarti, Manajemen Sekolah Mengelola

Lembaga Pendidikan Secara Mandiri, (Jogfakarta: Ar-Ruzz Media 2011),

98 26

*2

46

Sa'ud. Makmun, Perencaraan Pendidikan Suatu Pendekatan Komprehensfl (Bandung: PT Remaja Rosdakary4 2011), Cet. VI

J 27 45

47

Oemar Hamalilq

Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, @andung: PT

Remaja Rosdakarya, 2409) 22r 27 46

48

Rusman, Manajemen Kurikulum, (Jakarta:

Rajagrafindo Persada, 2009) JJJ 28 47

49

Rusman, Manajernen Kurikulum, (Jakarta:

Rajagrafindo Persada, 2009) 333 28 48

50

Mulyas4 Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kemandirian Guru dan

Kepala Sekoloh, (Jakarta:

Bumi

Aksara, 2009), cet. III,

155 28 49

51

Rusman, Manajemen Kurikulum, (Jakarta:

Rajagrafindo Persad4 2009) 335 29 50

52

Oemar Hamalih

Dasor-Dasar Pengembangan Kurikulum, @andung: PT Remaja Rosdakarya, 2009)


(2)

.-/

53

Kunandar, Guru Profesional Implementasi

Kurikulum Tingkat Sotuan Pendidikan

6fSP)

dan Sukses dalam Sertifikasi Guru,

(Jakarta: PT. Rajagrafindo Persa da, 2007)

389-390 30 52

54

Palmer

Di,

Reach Sherry, The Cambridge

Intern$tional

Continuum,

Cambridge: Cambridge Press, 2008)

J 31 55

55

Palmer

Di,

Reach Sherry, The Cambridge

Internatianal

Continuum,

Cambridge: Cambridge Press,2008)

5 JJ 56

56

Palmer

Di,

Reach Sherry, The Carnbridge

International

Continuum,

Cambridge: Cambridge Press,2008)

5 33 57

57

Mulyasa,

Kurikuum Tingkat

Satuan

Pendidiknn, (Bandung: Remaja Rosdakary4

20ll), cet. VIII

22 34 59

58

Zainal

Arifin,

Konsep

dan

Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2Al

l)

52 35 61

BAB

II

59

Nana

Syaodih

Sukmadinata, Metade Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya,2012), hal. 60

60 40 1

60

Lexy J

Moleong, Metodologi Penelitian

Kualitatif,

(Bandung:

PT

Remaja Rosdakarya,20A7), hal. 1 57

157 41 2

6l

Dedy

Mulyan4

Metodologi Penelitian

Kualitatif,

(Bandung:

PT.

Remaja Rosdakarya, 2010), cet. VII

180 41 J

(

q

62

Cholid Narbuka. Abu Achmadi, Metodologi Penelitisn, (Jakarta: Bumi Aksarq 2005), cet. VII

70 44 4

63

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantrtatif

Kualitatif dan R&D,

@andung: Alfabeta2006)

240 44 5

64

Sugiyono, Metode Perelitian Kuantitatif

Kualitatif dan R&D,

(Bandung: Alfabet42006)

244 46 6

65 Muhammad ldrus, Metode Perrclitian Sosial,

(Jakarta: Erlanggq 2009) 150 46 7

66 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif


(3)

Alfabet42006)

67

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif

Kualitatif dan R&D,

(Bandung: Alfabeta2006)


(4)

rr'r€E;::,iii"ff-r:3! * ei B f s Ef; ii a\i:lYlli.!Y r Et-rtf IY fdL- *lvrFr

rGRns {Fei Tgl. Terbit

SURAT

PEF-}SOFiGNAN iEII\J FEhiELETIAT\i

Nomor : Un.01/F. 1lKM.01 .31.\L.6lE?fi

Lamp. : AuilinelProposal

Hal

: Pennohonan lzin Penelitian

Kepada Yth.

Kepala Sekolah Madrasah lbtidaiyah Mumtaza di

Ternpat

Assal am u' al a i ku m w r. wb.

Dengan hormat kami sampaikan bahwa, Nama

NIM Jurusan

Ja*ar+"a. S September 2016

:Asqolani

:

: 1112018200031

: Manajemen Pendidikan

Semester

:

I

{Sembitan}

JudulSkripsi : lmplementasi Kurikulum Cambrdige di Ml Mumtaza Pondok Cabe Pamulang Tangerang Selatan

adalah benar mahasiswa/i Fakuttas llmu Tarbiyah dan Keguruan UtN Jakarta yang

sedang menyusun

skripsi,

dan

akan

mengadakan penelitian

(riset)

di

instansilsekolahlmadrasah yang Saudara pimpin.

Untuk

itu

kami

mohon Saudara

dapat

mengizinkan mahasiswa tersebut

melaksanakan penelitian dimaksud.

Atas perhatian dan kerja sama Saudara, kami ucapkan terima kasih.

Wassalamu' alaikum wr.wb.

a.n. Dekan

Kajur Manajemen Pendidikan

Nc. Dokumen FITK-FR-AKD-082 r

1 Maret 2010

'ari, M.Pd 199303

i

004

,\tq

, D.. Hory\tr ary

!;IP. 19661009 Tembusan:

1.

Dekan FITK

2.

Pembantu Dekan Bidang Akademik

3.

Mahasiswa yang bersangkutan UIN JAKARTA

FITK


(5)

*

MUMTRZR

ISLAIvIIC SCHOOT

Yang bertanda tangan di bawah dengan sebenarnya bahwa :

Nama

Tempat, tanggal lahir NIM

Universitas Jurusan Fakultas

Telah melaksanakan penelitian di Mumtaza Islamic School pada tanggal 16 September s.d 14

November 2016 dengan judul Skripsi : " Implementasi Kurikulum Cambridge di MI Mumtaza Islamic School Pondok Cabe Pamulang Tangerang Selatan"

Demikian Surat Keterangan ini kami berikan, agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

. THE HOME OF FUTURI

CampB 1 :

Jl. Bukit RapA U7 RI 005/16

Pisngm - Ciputat - Tmgsel - Baten 15419 Phone I Fu- 021-7495916

TEADERS WITH ISTAMIC VALUES .

C.mFE ll r

Jl. lGyu Mob / Lereng RT 05/02 No. I Pd. Cabe Udik - hmubng - Tag*l - Bamen lfi l7

Phone / Fil. (021) 7.t7042.t I

CAMBRTDGE CURRTCULUM

AND

TAHFTZH

QIRAN

SURAT KETERANGAN

Nomor : 4 1 /MIS-MVB/SKTD(I1201 6

ini, Kepala Madrasah Mumtaza Islamic School menerangkan

Asqolani

Muara Panco, 02 Januan 7992 11t201820003 1

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Manajemen Pendidikan

Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

16 November 2016

Kepala MI Mumtaza


(6)

TENTANG PENULIS

Pada hari kamis pukul 22.05 WIB 24 tahun yang lalu, tepatnya 02 Oktober 1992, telah lahir seorang putra dari pasangan Ahmad Tarmizi M dan Siti Aisyah di Desa Simpang Tigo Muara Panco. Sebuah desa yang damai di Kabupaten Merangin Provinsi Jambi. Putra tersebut diberi nama ASQOLANI dan biasa dipanggil Asqo atau As dan Asqol.

Asqolani menghabiskan masa kecilnya di Muara Panco dengan bermain bersama teman-temannya dan dididik dalam keluarga dan lingkungan yang religius. Ketika berumur 6 tahun dia mengawali pendidikan formalnya di SD Negeri No. 131/VI Muara Panco II dan pada saat bersamaan di sore hari Asqolani juga belajar agama di Madrasah Istiqomah Muara Panco.

Setelah menyelesaikan Sekolah Dasar pada tahun 2004, Asqolani melanjutkan pendidikannya di SMP Negeri 1 Sungai Manau, yang mana Ayahnya juga pernah menempuh pendidikan di sekolah yang sama. Pada sekolah tersebut, Asqolani mulai berkenalan dengan teman-teman di luar kampungnya, karena sekolah tersebut berada di ibu kota kecamatan. Selama 3 tahun menempuh pendidikan di SMP tersebut, Asqolani selalu meraih peringkat pertama dalam ujian, serta dia dipercaya menjadi Ketua OSIS SMP Negeri 1 Sungai Manau periode 2005-2006.

Pada tahun 2007, Asqolani meninggalkan kampung halamannya untuk menuntut ilmu di Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami Bogor. Selama 4 tahun di Pondok Pesantren, Asqolani aktif sebagai Ketua Koperasi Pesantren dan Ketua Bagian Bahasa Organisasi Santri Putra serta menjadi kader Ikatan Pelajar Nahdhatul Ulama (IPNU) Kabupaten Bogor.

Pada tahun 2012, Asqolani melanjutkan pendidikan formalnya sebagai mahasiswa pada Jurusan Manajemen Pendidikan, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Selama menjadi mahasiswa, Asqolani juga aktif di berbagai organisasi, seperti Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Ikatan Keluarga Alumni Pesantren Ummul Quro Al-Islami (IKAPMI), Lingkar Studi Mahasiswa (LISUMA) dan Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Tingkat Universitas.