Pengaruh pendidikan agama Islam terhadap pembiasaan akhlak karimah siswa SMK khazanah kebajikan Pondok Cabe Ilir

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar

Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Disusun Oleh: Ai Ida Rosdiana NIM. 102011023580

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

PEMBIASAAN AKHLAK KARIMAH SISWA SMK

KHAZANAH KEBAJIKAN PONDOK CABE ILIR

Disusun Oleh: Ai Ida Rosdiana NIM. 102011023580

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh: Ai Ida Rosdiana

NIM. 102011023580

Di Bawah Bimbingan

Dr. Zaimuddin, MA

NIP. 19590705 199103 1 002

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(4)

Skripsi berjudul: “Pengaruh Pendidikan Agama Islam Terhadap Pembiasaan Akhlak Karimah Siswa SMK Khazanah Kebajikan Pondok Cabe Ilir” diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasyah pada, 3 November 2011 dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd.I) dalam bidang Pendidikan Agama Islam.

Jakarta, 3 November 2011

Panitia Ujian Munaqasyah

Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Program Studi) Tanggal Tanda Tangan Bahrissalim, MA

NIP. 19680307 199803 1 002 ... ……… Sekretaris (Sekretaris Jurusan/Prodi)

Drs. Sapiudin Shiddiq, MA

NIP. 19670328 200003 1 001 ………... ………

Penguji I

Dr. Ahmad Shodiq, MA

NIP. 19710709 199803 1 001 ………... ………

Penguji II

Drs. Rusdi Jamil, MA

NIP. 19621231 199503 1 005 ………... ………

Mengetahui,

PGS. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Nurlena Rifa’i, MA. Ph. D NIP. 19571005 198703 1 003


(5)

Ai Ida Rosdiana

Pengaruh Pendidikan Agama Islam terhadap Pembiasaan Akhlak Karimah Siswa SMK Khazanah Kebajikan Pondok Cabe Ilir.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh Pendidikan Agama Islam Terhadap Pembiasaan Akhlak Karimah Siswa SMK Khazanah Kebajikan Pondok Cabe Ilir. Peneliti melakukan penelitian tersebut sejak bulan November sampai dengan bulan Januari 2007.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan metode analisa kuantitatif deskriftip yaitu analisa yang dilakukan terhadap data yang berwujud angka dengan cara menjumlahkan, mengklasifikasikan, mentabulasikan dan selanjutnya dilakukan perhitungan dengan menggunakan data statistik.

Sampel dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMK Khazanah Kebajikan Pondok Cabe Ilir yang diambil dari kelas I, II dan kelas III Sebanyak 125 Siswa. Teknik yang digunakan dalam penarikan sampel adalah secara random (acak) karena populasi siswa yang bersifat homogen. Sedangkan pengumpulan data yang dilakukan dengan cara (1). Observasi, (2). Wawancara, dan (3). Angket. Data hasil penelitian dianalisis secara deskriptif, kemudian untuk mengetahui bagaimana pengaruh pendidikan agama Islam terhadap pembiasaan akhlak karimah siswa yaitu dengan menggunakanProduct Moment.

Dari hasil perhitungan tersebut diperoleh besarnya rxy ˭ 0,42 dan rtabel pada

taraf signifikansi 5% sebesar 0,195 sedangkan pada taraf signifikansi 1% diperoleh rtabelsebesar 0,254, hal ini menunjukkan bahwa rxy ˃ rtabelbaik pada taraf

signifikansi 5% ataupun pada taraf signifikansi 1%. Dengan demikian ditafsirkan bahwa antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi positif yang signifikan. Keadaan ini menolak Ho dan Ha diterima. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat

korelasi positif yang signifikan antara Pendidikan Agama Islam terhadap pembiasaan akhlak karimah siswa dan korelasi tersebut adalah sedang ataupun cukup karena berada pada kisaran antara 0,40 – 0,70 pada indeks korelasiproduct moment.


(6)

ii

ﷲ ﻢﺴــــﺑ

ﻢﯿـــﺣ ﺮﻟا ﻦﻤـﺣ ﺮﻟا

Tiada kata yang pantas penulis ucapkan selain menghaturkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT. Tuhan pencipta dan pemelihara alam, sang penentu setiap detik kehidupan manusia, atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang senantiasa berlimpah kepada penulis, sehingga penulis diberikan kemampuan, kekuatan dan ketabahan hati dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Revolusioner Besar Nabi Muhammad SAW, yang senantiasa membawa cahaya dan rahmat bagi seluruh umat manusia.

Tak pernah terbayangkan dalam diri penulis, seandainya jiwa tidak berserah diri kepada-Nya, atas proses panjang melintasi rentang waktu sejak awal masa orientasi MahaSiswa sampai semester sembilan merupakan detik-detik terakhir dalam menyelesaikan kewajiban akademik yang harus dipenuhi, dengan setitik asa yang tergantung di ujung harapan Alhamdulillah kebenaran dan janji Allah SWT. Menunjukkan bukti-bukti-Nya, bahwa hidup dan keinginan manusia ada yang menentukan dan mengatur, sehingga kesabaran, kegigihan dan pasrah kepada Sang Pencipta akan menunjukkan manusia kepada kebenaran tersebut. Segala sujud syukur hanya kepada-MuYa Rabb.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari banyak sekali kesulitan dan hambatan yang dihadapi, serta saat ini juga masih jauh dari kesempurnaan dan hal ini tidak terlepas dari sifat manusia sebagai makhluk yang tidak terlepas dari kesalahan dan lupa.

Selanjutnya penulis ingin sekali mengucapkan ribuan terima kasih tiada tara dan tiada terhingga atas bimbingan dan pengarahan-pengarahan yang diberikan kepada penulis, yaitu kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, beserta jajarannya, pembantu Dekan I, II, dan III. Semoga dapat membawa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan menjadi Fakultas terdepan.


(7)

iii

3. Bapak Dr. Sapiudin Siddiq, MA, sebagai Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam, beserta segenap Ibu/Bapak Dosen, Karyawan/i Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Bapak Dr. Zaimuddin, MA, sebagai dosen pembimbing skripsi, yang telah

meluangkan waktunya, memberikan motivasi kepada penulis serta membimbing dan mengarahkan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Mochammad Abdul Basyir S.Ag, selaku Kepala Sekolah SMK Khazanah Kebajikan Pondok Cabe Ilir Pamulang yang telah memberikan fasilitas dan informasi yang penulis butuhkan selama dalam proses penelitian skripsi ini.

6. Ayahanda dan ibundaku beserta Adik-adikku tercinta terima kasih atas motivasi dan cintanya yang tulus. Cinta yang tersebar diantara untaian do’a yang tidak pernah putus.

7. Kelurga Besar H. Iim Abdurahim dan Hj.Ema Rahmaniah di Cianjur, Akang Alu dan teh Siti di Bandung, Salman dan Hilmi. Terima kasih atas doa dan dukungannya, Semoga ikatan kekeluargaan kita tidak pernah putus.

8. Keluarga Besar Bapak Zindartomimi, Ibu Sari, Yesi, A’Asep dan buah hatinya Salha, Nadzar dan Cecep. Terima kasih atas dorongan dan motivasinya. Semoga kita dipertemukan kembali dengan keridhoan Allah SWT.

9. Kawan-kawan Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) angkatan 2002 khususnya kelas D yang selalu rame, An-an Siti Farihah, Jannah, Aisy, Juju, Enur, Nyak, Umi, Ida, Ira, Ucum, Wiwin, Dian, Aay, Yoyoh. Semoga ikatan tali silaturrahmi kita tidak pernah putus. 10. Kawan-kawanLS-ADIJakarta, Bang Ray Rangkuti, Mas Anick HT, Mpo Iyo,

Bang Junaedi, Bang Dani Setiawan, Dewi, Nha, Alpi di Aceh, Susan, Ima, Yudhis, Wahyu, Elen, Rizal, Bagus, Didi, Iwan dan Viqran, “kesemangatanku


(8)

iv

memperjuangkan hak-hak rakyat” Perjuangan masih panjang kawan!

11. Untuk Lutfi Zainal Muttaqien, S. Sos.I, seorang sahabat dan seorang Imam yang telah menghadirkan kedewasaan penulis dan yang selalu mengajarkan arti dari sebuah kehidupan, yang mengajarkan bagaimana cara menghargai orang lain, yang menjadikan penulis tegar dalam menghadapi getir dan pahitnya kehidupan tanpa itu semua kita tidak akan sampai pada manisnya kehidupan ini. Semoga kebersamaan kita mendapatkan ridho dan rahmat-Nya.

Jakarta, 14 Februari 2007

Penulis


(9)

v

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

1. Tujuan Penelitian ... 6

2. Manfaat Penelitan ... 7

E. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pendidikan Agama Islam ... 9

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam ... 9

2. Tujuan Pendidikan Agama Islam ... 12

3. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam ... 15

4. Metode dalam Pendidikan Agama Islam ... 15

B. Akhlak Al-Karimah ... 20

1. Pengertian Akhlak al-Karimah ... 20

2. Sendi-Sendi Akhlak ... 22

3. Muara Akhlak ... 28

4. Pembinaan Manusia Menuju Akhlak Mulia ... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 38


(10)

vi

1. Observasi ... 39

2. Wawancara ... 39

3. Angket ... 40

D. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 40

1. Editing ... 41

2. Skoring ... 41

3. Tabulating ... 42

E. Kerangka Penelitian ... 44

F. Hipotesis ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Tentang SMK Khazanah Kebajikan ... 47

1. Sejarah Singkat ... 47

2. Visi dan Misi ... 49

3. Program Kegiatan ... 50

4. Status Siswa... 51

5. Data Guru ... 51

6. Sarana dan Prasarana Pendidikan... 51

7. Struktur Organisasi dan Dewan Pengurus ... 52

8. Dewan Pengurus ... 53

B. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di SMK Khazanah Kebajikan ... 53

C. Deskripsi Data... 56

1. Tabulasi Hasil Angket Pendidikan Agama Islam ... 56

2. Tabulasi Hasil Angket Pembiasaan Akhlak Karimah ... 71

D. Uji Hipotesis ... 86

E. Interpretasi Data ... 91

1. Interpretasi Secara Kasar/Sederhana ... 93

2. Interpretasi Dengan Menggunakan Tabel Nilai “r” Product Moment... 93


(11)

vii

DAFTAR PUSTAKA ... 98 LAMPIRAN


(12)

viii

1. Jumlah Siswa SMK Khazanah Kebajikan Tahun ajaran 2006/2007... 39 2. Skor alternative jawaban Responden dengan menggunakan skor

kumulatif ... 41 3. Interpretasi tabel Nilai “r” Product Moment secara kasar/sederhana ... 43 4. Kisi-kisi angket untuk Variabel Bebas (Pendidikan Agama Islam)... 45 5. Kisi-kisi angket untuk Variabel Terikat (Pembiasaan Akhlak Karimah) .. 45 6. Sarana dan Prasarana Pendidikan... 51 7. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam tentang kesulitan belajar

agama ... 56 8. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam tentang perbuatan siswa

setelah mendapatkan pelajaran Agama Islam ... 57 9. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam tentang kegunaan

Pendidikan Agama Islam bagi siswa ... 57 10. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam tentang siswa berdoa

ketika beraktivitas ... 58 11. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam tentang perbuatan siswa

sebelum melakukan suatu pekerjaan... 58 12. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam tentang cara siswa

menghormati orang yang lebih tua... 59 13. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam tentang perbuatan siswa

setelah mendapatkan Pelajaran Agama Islam ... 59 14. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam tentang sikap Siswa

terhadap teman ... 60 15. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam tentang siswa berdzikir

dalam satu minggu ... 60 16. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam tentang materi yang


(13)

ix

terhadap teman yang melakukan pencurian ... 62 19. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam tentang kebiasaan siswa

setelah shalat subuh... 62 20. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam tentang sikap Siswa

ketika dinasehati orang tua... 63 21. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam tentang sikap siswa

terhadap teman yang membuang sampah sembarangan ... 63 22. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam tentang kebiasaan siswa

ketika memasuki kelas ... 64 23. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam tentang sikap siswa

terhadap teman yang membicarakan orang lain... 64 24. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam tentang sikap siswa

terhadap penjelasan guru... 65 25. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam tentang sikap siswa

terhadap lingkungan ... 65 26. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam tentang kebiasaan siswa

dalam mengikuti kajian mingguan ... 66 27. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam tentang sikap siswa

ketika melakukan kesalahan terhadap teman ... 66 28. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam tentang sikap siswa

setelah mencontek ... 67 29. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam tentang kebohongan

yang dilakukan Siswa dalam satu minggu ... 67 30. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam tentang kegiatan siswa

setelah shalat ... 68 31. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam tentang tentang


(14)

x

ketika bertemu guru... 69 33. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam yang dilakukan Siswa

sebelum berangkat sekolah ... 69 34. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam yang dilakukan siswa

sebelum keluar rumah ... 70 35. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam tentang pelanggaran

siswa dalam satu minggu ... 70 36. Tabulasi hasil angket Pendidikan Agama Islam tentang sikap siswa

ketika melihat teman yang berduka... 71 37. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi kejujuran tentang perasaan

setelah shalat lima waktu ... 71 38. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi kejujuran ketika menyakiti

teman dengan perkataan buruk... 72 39. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi kejujuran terlambat shalat

subuh dalam satu minggu... 72 40. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi berbakti kepada Allah

SWT ... 73 41. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi berbakti dalam

melaksanakan perintah Allah SWT... 73 42. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi berbakti tentang perbuatan

yang dilakukan ketika mendengarkan adzan... 74 43. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi berbakti tentang sikap

siswa terhadap teman yang melalaikan shalat ... 74 44. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi ikhlas dalam memperbaiki

bantuan kepada pengemis ... 75 45. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi ikhlas siswa dalam

memberikan sumbangan... 75 46. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi ikhlas ketika menolong


(15)

xi

memperbaiki teman yang melakukan kecurangan ... 77 49. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi berani dalam kebenaran

sikap siswa terhadap teman yang merokok di dalam kelas... 77 50. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi qonaah ketika

mendapatkan cobaan ... 78 51. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi kesabaran ketika dihina

teman ... 78 52. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi kesabaran ketika

menghadapi teman yang meminta bantuan ... 79 53. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi kesabaran terhadap siswa

yang suka jahil... 79 54. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi amanah siswa ketika diberi

uang SPP ... 80 55. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi tekun tentang sikap siswa

ketika mendapatkan nilai yang tidak memuaskan... 80 56. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi disiplin siswa dalam

mengikuti kajian ... 81 57. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi disiplin tentang siswa yang

tidak izin masuk sekolah ... 81 58. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi disiplin memasuki kelas .... 82 59. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi disiplin terhadap tata tertib

yang diterapkan di sekolah... 82 60. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi tekun dalam belajar... 83 61. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi tekun dalam waktu

belajar... 83 62. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi tekun dalam memilih


(16)

xii

yang disukai siswa ... 84 64. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi peduli tentang sikap siswa

terhadap teman yang tidak punya uang saku... 85 65. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi amanah yang sering

dilalaikan ... 85 66. Tabulasi hasil angket perilaku siswa dimensi peduli tentang banyaknya

siswa mengajak jajan teman... 86 67. Uji Korelasi Antara Variabel X (Pendidikan Agama Islam) dan Variabel


(17)

xiii

2. Struktur organisasi SMK Khazanah Kebajikan... 52 3. Proses Pelaksanaan PAI di SMK Khazanah Kebajikan ... 54


(18)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia, baik sebagai makhluk ciptaan ilahi maupun sebagai makhluk insani mempunyai pembawaan sifat dan kedudukan secara alami atau secara kodrati yang membedakan dirinya dengan bawaan kodrati makhluk lainnya. Sebagai makhluk ciptaan Tuhan ia mempunyai pembawaan serba ganda, dwitunggal dan serba tunggal. Dari segi pembawaan kodrati, ia terdiri dari unsur jasmani, dan sekaligus rohani, dari sifat kodrati, ia mempunyai sifat individual (egoisme), tetapi sekaligus sifat sosial, yakni merasa perlu tolong menolong (ta’awun) dan kerja sama dengan orang lain. Dan dari kedudukan kodrati, ia merupakan makhluk hamba Tuhan yang mempunyai kebebasan berbuat (free will) namun ia tetap bergantung pada kekuatan di luar dirinya, yakni bergantung pada batas-batas kekuatan Allah SWT (predestination). Kemudian manusia memiliki unsur nasut (kemanusiaan) dan lahut

(ketuhanan). Namun demikian segala aspek pembawaan, sifat dan kedudukan yang bersifat bawaan atau alamiah tersebut manunggal dan menyatu dalam diri manusia yang begitu unik dan spesifik.

Pembawaan kodrati manusia yang terdiri dari unsur jasmani dan rohani mempunyai berbagai kebutuhan yang perlu ia penuhi. Tubuhnya atau


(19)

sedangkan rohaninya yang bersifat immaterial mempunyai kebutuhan spiritual. Firman Allah SWT:

ْذِإ

َلﺎَﻗ

َﻚﱡﺑَر

ِﺔَﻜِﺋَﻼَﻤْﻠِﻟ

ﱢﱐِإ

ٌﻖِﻟﺎَﺧ

اًﺮَﺸَﺑ

ْﻦﱢﻣ

اَذِﺈَﻓ.ِْﲔِﻃ

ُﻪُﺘْـﻳﱠﻮَﺳ

ُﺖْﺨَﻔَـﻧَو

ِﻪﻴِﻓ

ْﻦِﻣ

ﻲِﺣْوﱡر

اْﻮُﻌَﻘَـﻓ

ُﻪَﻟ

َﻦْﻳِﺪِﺟﺎَﺳ

)

ص

/

٣٨

:

٧۲

-٧١

(

Artinya: “(Ingatlah) ketika Rabbmu berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan menusia dari tanah. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya ruh (ciptaan)-Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan sujud kepadanya.”(Q.S. Shaad/38 : 71-72)

Untuk memacu dinamika kehidupannya, agar ia aktif kreatif dan dinamis, siap berusaha dan berkerja keras, maka pada dirinya ditanamkan berbagai pendorong (drive) untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang bermacam-macam. Untuk mendorong manusia dan menggerakkannya kearah pemenuhan kebutuhannya, Allah SWT melengkapi jasmani dan rohaninya dengan berbagai daya (al-quwwah) yang menurut Ibnu Maskawaih dan al-Ghazali meliputi daya ilmu, daya ghadlab (marah), daya syahwah (makan, minum dan seksual), dan daya‘adalah(keseimbangan).1

Semua daya tersebut jika ditumbuh kembangkan dengan prinsip keadilan dan keseimbangan, akan lahirlah akhlak dan budi pekerti mulia

(akhlaq al-karimah). Namun jika sebaliknya terjadi misalnya dengan ilmu dikembangkan secara tidak seimbang seperti kepintaran yang disertai kesombongan atau sama sekali teramat bodoh dan dungu maka merupakan akhlak yang jahat, sebaliknya hikmah arif bijaksana adalah akhlaq mulia. Dalam hal ini akhlak mulia adalah berani (syaja’ah) dan perwira atau siap menjaga kehormatan (‘iffah). Dengan demikian induk dari akhlak mulia itu meliputi arif bijaksana, berani, perwira dan adil (hikmah, syaja’ah, ‘iffah dan

‘adalah) ajaran akhlak yang di dasarkan pada al-Qur’an dan Sunnah tersebut sebenarnya telah dipraktekkan dalam kehidupan manusia dari masa ke masa.

1

Moh. Ardani,Nilai-Nilai Akhlak/Budi Pekerti Dalam Ibadat, (Jakarta: CV. Karya Mulia, 2001), Cet. I, h. vii


(20)

Tetapi untuk mewujudkan akhlak mulia dalam realitas kehidupan sehari-hari tidaklah mudah semudah membalikkan telapak tangan.

Dalam konteks Indonesia pada masa kini, dari sudut akhlak mulia seringkali kita mengamati fenomena yang memperihatinkan. Di hadapan mata kita terpampang realitas yang sering tidak masuk akal. Akhlak mulia dan budi pekerti luhur baik pada tingkat individual maupun sosial, seolah-olah tenggelam, dan kemerosotan akhlak dipertontonkan banyak kalangan masyarakat akhir-akhir ini. Berdasarkan gejala kemerosotan itu misalnya semakin mudahnya masyarakat, terutama generasi muda, dalam mengkonsumsi minuman keras, narkoba dan obat terlarang lainnya; banyak kasus bentrokan, tawuran pelajar baik di lingkungan sekolah maupun diluar sekolah, sehingga proses belajar mengajar terganggu.

Menurut data kepolisian, merebaknya kasus narkoba selalu diiringi dengan merebaknya berbagai tindakan kejahatan, inilah bahaya secara sosial. Bisa dibayangkan jika pengguna narkoba semakin banyak, berarti tingkat kejahatan akan semakin banyak.

Saat ini menurut data kepolisian para pecandu narkoba sudah mencapai 2% dari seluruh penduduk Indonesia. Jika seluruh penduduk Indonesia berjumlah 200 juta, berarti ada 4 juta pecandu narkoba di Indonesia yang sebagian besar penggunanya adalah remaja. Data ini sebagaimana diakui Kapolri hanya sebagian kecil saja yang berhasil di data, sementara data sebenarnya jauh lebih banyak dari yang diketahui.2 Sedangkan data yang diperoleh LSM di Jabotabek ada 40% remaja yang suka sekali menonton film porno, 28% remaja yang suka berjudi, 25% peminum alcohol dan 14% pecandu narkoba dari jumlah responden adalah 5.860 remaja yang berusia 13-21 tahun.3

Masalah akhlak dalam kemajuan teknologi yang modern ini semakin penting dan mendesak untuk dikaji dan diperlukan kumpulan fakta-fakta yang menunjukkan bahwa kemajuan teknologi tersebut membawa lebih banyak

2

Abu al-Ghifari,Romantika Remaja, (Bandung: Mujahid Press, 2004), Cet. VIII, h. 69

3

Syafari Soma dan Hajarudin, Menanggulangi Remaja Kriminal, Islam sebagai Alternatif, (Bogor: CV. Bintang Tsurayya, 1995), h. 95


(21)

dampak negatif disamping membawa dampak positif bagi peradaban manusia. Pendidikan Agama Islam yang berfokus meliputi akhlak, aspek al-Qur'an, aspek aqidah, syariah dan tarikh yang ada di sekolah menjadi tumpuan pembinaan dan perbaikan moral para siswa. Namun selama ini masih saja terdengar bahwa pendidikan agama masih cenderung pada perkembangan aspek kognitif dan psikomotorik saja, sedangkan aspek afektif dilupakan. Seharusnya pendidikan itu menyumbangkan ketiga ranah tersebut agar para siswa dapat terhindar dari perbuatan-perbuatan yang tidak terpuji.

Pendidikan benar-benar merupakan latihan fisik, mental, dan moral bagi individu-individu, agar mereka menjadi manusia yang berbudaya. Dengan pendidikan, individu-individu itu diharapkan mampu memenuhi tugasnya sebagai manusia yang diciptakan Allah, sebagai makhluk yang sempurna dan terpilih sebagai khalifah-Nya di bumi, menjadi warga yang berarti dan bermanfaat bagi suatu negara. Seperti yang ditegaskan Azyumardi, pendidikan lebih daripada sekedar pengajaran. Pendidikan adalah suatu proses di mana suatu bangsa atau negara membina dan mengembangkan kesadaran diri di antara individu-individu.4

Sekolah bukan hanya sekedar tempat belajar (transfer of knowladge), namun sekaligus juga tempat memperoleh pendidikan termasuk pendidikan karakter (character building). Dalam dunia pendidikan tidak hanya semata-mata mengarahkan pengajaran pada pembinaan intelektual dan keterampilan, tapi juga pendidikan yang berupaya membentuk kepribadian manusia yang luhur dan mulia.

Pembentukan dan pendidikan karakter melalui Pendidikan Agama Islam di sekolah merupakan usaha mulia. Sekolah bertanggung jawab bukan hanya dalam menciptakan peserta didik yang unggul dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga dalam pembentukan karakter dan kepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai agama. Dalam konteks ini, Zakiyah Darajat menyatakan bahwa sekolah diharapkan dapat menjadi lapangan yang baik

4

Azyumardi Azra, Esei-Esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1998), Cet. I, h. 3


(22)

bagi pertumbuhan kepribadian anak-anak, di samping sebagai tempat untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang akan memupuk kecerdasannya.5 Dengan kata lain, sekolah diharapkan menjadi lapangan sosial bagi anak-anak di mana pertumbuhan kepribadian, moral, sosial dan segala aspek kepribadian dapat berkembang, tidak terbatas pada aspek kognisi saja.

Di samping itu, salah satu tugas para pendidik adalah mendidik akhlak dan jiwa para siswa, menanamkan rasa fadhilah (keutamaan), membiasakan mereka dengan kesopanan, mempersiapkan mereka suatu kehidupan yang suci, ikhlas dan jujur. Anak-anak selain membutuhkan kekuatan akali atau ilmu pengetahuan tapi ia juga membutuhkan pendidikan budi pekerti, perasaan, kemauan dan kepribadian.

Dalam hal ini, al-Ghazali banyak mengungkapkan tentang hakikat dan perilaku manusia. al-Ghazali memandang bahwa baik-buruk akhlak yang ditampilkan seseorang itu adalah cerminan dari kepribadiannya, karena manusia memiliki struktur jiwa yang terdiri dari nafsu, akal dan kalbu.

Akhlak merupakan pengalaman yang berhubungan dengan pribadi batin manusia, dalam usahanya untuk memperoleh keutamaan-keutamaan ruhaniah, dan menghilangkan sifat-sifat buruk yang ada di dalam diri manusia itu. Oleh karena itu, manusia bisa dinilai baik buruknya melalui akhlaknya.

Untuk mengatasi penyakit-penyakit mental dan sosial yang terdapat pada anak-anak sekarang ini, maka harus ada sebuah penanggulangan yang serius dari semua kalangan seperti halnya membina, melatih, dan membiasakan kembali mental rohani melalui aktifitas pendidikan agama yang mampu membangun moral akhlak dan budi pekerti. Dalam kaitan ini, penulis merasa perlu membahas masalah tersebut dalam bentuk skripsi dengan judul: “Pengaruh Pendidikan Agama Islam terhadap Pembiasaan Akhlak Karimah Siswa SMK Khazanah Kebajikan Pondok Cabe Ilir.”

5

Zakiyah Darajat,Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental,(Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 48


(23)

B. Identifikasi Masalah

Penulis mengidentifikasi ada beberapa masalah yang berkaitan dengan judul skripsi penulis, yaitu

1. Bagaimana aktifitas Pendidikan Agama Islam yang diterapkan di SMK Khazanah Kebajikan?

2. Bagaimana efektifitas Pendidikan Agama Islam di SMK Khazanah Kebajikan?

3. Bagaimana sendi-sendi akhlak yang ada di SMK Khazanah Kebajikan? 4. Bagaimana perilaku siswa di keluarga, sekolah dan masyarakat?

5. Bagaimana pembiasaan akhlak karimah siswa dalam kehidupan sehari-hari?

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Mengingat kajian pembahasan dari identifikasi masalah dalam skripsi ini cukup luas, dan agar penelitian ini menjadi terarah dan tidak bias, maka penulis membatasi masalah-masalahnya pada:

1. Aktifitas Pendidikan Agama Islam di SMK Khazanah Kebajikan

2. Pembiasaan akhlak karimah siswa SMK Khazanah Kebajikan dalam kehidupan sehari-hari

Berdasarkan pembatasan masalah yang dikemukakan di atas, maka perumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana pengaruh pendidikan agama Islam terhadap pembiasaan akhlak karimah siswa SMK Khazanah Kebajikan”.

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pendidikan agama Islam terhadap pembiasaan akhlak karimah siswa SMK Khazanah Kebajikan dalam kehidupan sehari-hari.


(24)

2. Manfaat Penelitian

Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:

a. Penulis, dalam rangka menambah wawasan dan keilmuan tentang pengaruh pendidikan agama Islam terhadap pembiasaan akhlak siswa. b. Para praktisi pendidikan, khususnya praktisi pendidikan agama Islam,

sebagai informasi yang positif dalam rangka meningkatkan dan membentuk akhlak karimah para siswa.

E. Sistematika Penulisan

Untuk lebih dapat memberikan penjelasan dengan lebih sistematis, dan untuk dapat melihat persoalan dengan lebih objektif, maka penulis menyusun skripsi ini berdasarkan urutan sebagai berikut:

Bab pertama, merupakan sebuah pengantar dari penelitian yang berjudul pengaruh pendidikan agama Islam terhadap akhlak karimah siswa SMK Khazanah Kebajikan, yang menjelaskan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab kedua, merupakan landasan teori atau acuan yang digunakan penulis pada penelitian skripsi ini, yang terdiri pembahasan mengenai Pendidikan Agama Islam, yang meliputi, pengertian, tujuan, ruang lingkup, dan metode Pendidikan Agama Islam. Juga membahas tentang akhlakul karimah yang meliputi pengertian akhlakul karimah, sendi-sendi akhlak, muara akhlak, dan pembinaan manusia menuju akhlak mulia.

Bab ketiga, akan membahas mengenai metodologi penelitian yang meliputi tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel penelitian, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan dan analisis data, kerangka penelitian, dan hipotesis.

Bab keempat, akan membahas mengenai hasil penelitian yang meliputi gambaran umum tentang SMK Khazanah Kebajikan, pelaksanaan pendidikan di SMK Khazanah Kebajikan, deskripsi data, uji hipotesis, dan interpretasi data.


(25)

Bab kelima, merupakan bab penutup yang meliputi kesimpulan dari sebuah penelitian yang dilakukan oleh penulis, dan saran untukstakeholders.

Adapun teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi” yang diterbitkan oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2007.


(26)

9

LANDASAN TEORITIS

A. Pendidikan Agama Islam

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Pengertian pendidikan berbeda dengan pengertian pengajaran, namun sering kali diartikan sama. Secara etimologi, kata pendidikan yang kita gunakan sekarang dalam bahasa Arab adalah ‘tarbiyah’, dengan kata kerja ‘rabba’. Kata pengajaran dalam bahasa Arab adalah ‘ta’lim’dengan kata kerja‘allama’.1

Setelah melihat pengertian secara etimologi di atas, maka terlihatlah perbedaan pengertian pendidikan dengan pengajaran. Pendidikan bukan pengajaran karena materi pelajaran yang diajarkan tidak semata-mata untuk diketahui saja tetapi juga untuk diamalkan.

M. Arifin mengatakan bahwa pada hakekatnya pendidikan adalah “usaha orang dewasa secara sadar untuk membimbing dan mengembangkan kepribadian serta kemampuan anak didik dalam bentuk pendidikan formal dan non formal.”2

1

Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), Cet. I, h. 25.

2

M. Arifin,Hubungan Timbal balik Pendidikan Agama Islam Di Lingkungan Sekolah dan Keluarga,(Jakarta: Bulan Bintang, 1978), Cet. IV, h. 14.


(27)

Sedangkan menurut Zuhairini, dkk. bahwa mendidik adalah menanamkan tabiat yang baik agar anak-anak mempunyai sifat yang baik dan berpribadi utama.”3

Ahmad D. Marimba merumuskan bahwa pendidikan adalah “Bimbingan atau pinjaman secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian utama.”4

Gagasan utama pendidikan, termasuk di dalamnya pendidikan Agama Islam, terletak pada pandangan bahwa setiap manusia mempunyai nilai positif tentang kecerdasan, daya kreatif, dan keluhuran budi. Peran pendidikan adalah bagaimana nilai positif ini tumbuh menguat. Pendidikan yang tidak melahirkan pribadi yang berperilaku positif bisa dipastikan gagal, dan sistem pendidikan seperti ini sudah sepatutnya untuk direformasi.

Semua yang telah dicapai para ahli pendidikan sebelum al-Ghazali dan ahli lainnya di berbagai bidang yang berkaitan dengan manusia dan masyarakat, dan semua yang dicapai oleh para ahli pendidikan kontemporer setelah terpaut hampir seribu tahun dengan al-Ghazali, tersimpul dalam ungkapan al-Ghazali5dalam sebuah ungkapan ringkas:

َﺗﺎَﺒﱠﻨﻟا ُجِﺮُْﳜَو َكْﻮﱠﺸﻟا ُﻊَﻠْﻘَـﻳ ْىِﺬﱠﻟا ِحﱠﻼَﻔْﻟا َﻞْﻌِﻓ ُﻪِﺒْﺸُﻳ ِﺔﱠﻴِﺑْﺮﱠـﺘﻟا َﲎْﻌَﻣَو

ِتﺎ

.ُﻪُﻌْـﻳَر َﻞُﻤْﻜَﻳَو ُﻪُﺗﺎَﺒَـﻧ َﻦُﺴْﺤَﻴِﻟ ِعْرﱠﺰﻟا ِْﲔَـﺑ ْﻦِﻣ ِﺔﱠﻴِﺒَﻨْﺟَﻷْا

Artinya: “Makna pendidikan (tarbiyah) sama dengan pekerjaan seorang petani yang mencabuti duri-duri dan mengeluarkan tumbuh-tumbuhan liar dari tanamannya supaya tanamannya subur dan memuaskan”.

3

Zuhairini,Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam.(Surabaya: Usaha Nasional, 1978), Cet. II, h. 27.

4

Ahmad D. Marimba,Pengantar Filsafat Pendidikan Agama.(Bandung: PT.Maaf, 1987) Cet. VIII, h. 19.

5


(28)

Dari ungkapan al-Ghazali yang ringkas tersebut mengandung pengertian bahwa pendidikan adalah kegiatan atau usaha yang disengaja oleh seorang pendidik untuk mengeluarkan akhlak yang buruk dari diri anak didik dan menggantinya dengan akhlak yang mulia. Bentuk kegiatan atau usaha tersebut meliputi bimbingan, pengajaran dan latihan atau pembiasaan dalam rangka membersihkan jiwa dari akhlak yang buruk sehingga terbentuk kepribadian yang utama berdasarkan ajaran Islam.

Sedangkan dalam konteks Pendidikan Agama Islam, pendidikan dapat diartikan sebagai proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat.6

Pendidikan Agama Islam merupakan bimbingan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Kepribadian utama yang dimaksud adalah kepribadian muslim.7

Hal ini senada dengan pengertian yang diungkapkan oleh Zuhairini, dkk. bahwa Pendidikan Agama Islam adalah: “Usaha-usaha secara sistematis dan pragmatis dalam membantu anak didik agar mereka hidup sesuai dengan ajaran Islam.”8

Direktorat Pembinaan Agama Islam pada Sekolah Umum Negeri (Ditbinpaisun) menjelaskan bahwa Pendidikan Islam adalah:

“Suatu usaha bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan dapat memahami apa yang terkandung dalam Islam secara keseluruhan. Menghayati makna dan maksud serta manjadikan ajaran-ajaran agama Islam yang telah dianutnya sebagai

6

Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma’arif, 1980), h. 944.

7

Ahmad D. Marimba,Pengantar Filsafat Pendidikan Agama.(Bandung: PT.Maaf, 1987) Cet. VIII, h. 83.

8

Zuhairini,Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam.(Surabaya: Usaha Nasional, 1978), Cet. II, h. 27.


(29)

pandangan hidupnya sehingga dapat mendatangkan kebahagian dunia akhirat kelak”9

Dengan adanya berbagai pendapat tentang Pendidikan Agama Islam di atas, dapat dirumuskan bahwa Pendidikan Agama Islam adalah suatu usaha dalam membimbing dan mengembangkan kepribadian anak didik agar selalu berbuat atau bertingkah laku sesuai dengan ajaran Agama Islam sebagai pedoman bagi kehidupannya sehingga mereka selamat dunia dan akhirat.

2. Tujuan Pendidikan Agama Islam

Proses pendidikan pada intinya merupakan interaksi antara pendidik (guru) dan peserta didik (murid) untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikannya yang telah ditetapkan.10 Tujuan pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting karena merupakan arah yang hendak dituju oleh pendidikan itu sendiri.

Tujuan Pendidikan Agama Islam itu sendiri menurut M. Arifin. Adalah: “Perwujudan nilai-nilai Islami dalam pribadi manusia pendidikan yang diikhtiarkan oleh pendidikan muslim melalui proses yang terminal pada hasil (produk) yang berkepribadian Islam yang beriman, bertaqwa dan berilmu pengetahuan yang sanggup mengembangkan dirinya menjadi hamba Allah yang taat.”11

Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa tujuan pendidikan bukan hanya mengisi anak didik dengan ilmu pengetahuan dan mengembangkan keterampilannya, tetapi juga mengembangkan aspek moral dan agamanya, dengan membersihkan jiwa dari akhlak yang buruk dan menggantinya dengan akhlak yang mulia. Konsekuensinya, pendidikan bertujuan untuk membentuk pribadi dan akhlak yang mulia.

9

Departemen Agama RI, Ilmu Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama/IAIN di Jakarta, Ditjen Binbaga Islam, 1982/1983), h. 83.

10

Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997), Cet. I, h. 191.

11


(30)

Dengan kata lain, tujuan pendidikan itu harus mencakup tiga aspek, yaitu aspek kognitif, yang meliputi pembinaan nalar, seperti kecerdasan, kepandaian dan daya pikir; aspek afektif, yang meliputi pembinaan hati, seperti pengembangan rasa, kalbu dan rohani; dan aspek psikomotorik, yaitu pembinaan jasmani, seperti kesehatan badan dan keterampilan.12

Sedangkan menurut al-Ghazali, tujuan akhir dari Pendidikan Agama Islam itu ada dua, yaitu:13

a. Mencapai kesempurnaan manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. dengan sedekat-dekatnya.

b. Mencapai kesempurnaan manusia untuk meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Tujuan akhir Pendidikan Agama Islam ini tidak terlepas dari tujuan hidup manusia dalam Islam, yakni untuk menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang selalu bertakwa kepada-Nya, dan dapat mencapai kehidupan berbahagia di dunia dan akhirat.14 Sebagaimana yang digariskan dalam al-Qur’an:15

ﺔﻳراﺬﻟا) ِنوُﺪُﺒْﻌَـﻴِﻟ ﻻِإ َﺲْﻧﻹاَو ﱠﻦِْﳉا ُﺖْﻘَﻠَﺧ ﺎَﻣَو

/

٥٦

:

٥۱

(

Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat [51] : 56)

ﱠـﺗا اﻮُﻨَﻣآ َﻦﻳِﺬﱠﻟا ﺎَﻬﱡـﻳَأ ﺎَﻳ

َنﻮُﻤِﻠْﺴُﻣ ْﻢُﺘْـﻧَأَو ﱠﻻِإ ﱠﻦُﺗﻮَُﲤ ﻻَو ِﻪِﺗﺎَﻘُـﺗ ﱠﻖَﺣ َﷲا اﻮُﻘ

)

ناﺮﻤﻋ لآ

/

۳

:

۱٠٢

(

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali

12

Muhaimin dan Abdul Mujib,Pemikiran Pendidikan Islam,(Bandung: Trigenda Karya, 1993), h. 20.

13

Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, (Semarang: Maktabah wa Mathba’ah Toha Putera, tt), jilid I, h. 15.

14

Muhammad Natsir,Kapita Selekta, (Bandung: Van Hoeve, 1965), h. 46; Bandingkan dengan Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium Baru,

(Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), Cet. I, h. 8.

15


(31)

kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam.” (QS. Ali Imran [3] : 102)

Makna dan tujuan hidup manusia dalam agama Islam juga diperintahkan oleh Allah untuk dikemukakan dalam do’a pembukaan (iftitah) setiap shalat.16

ﺎَﻣَو ﺎًﻔﻴِﻨَﺣ َﻢﻴِﻫاَﺮْـﺑِإ َﺔﱠﻠِﻣ ﺎًﻤَﻴِﻗ ﺎًﻨﻳِد ٍﻢﻴِﻘَﺘْﺴُﻣ ٍطاَﺮِﺻ َﱃِإ ﱢﰊَر ِﱐاَﺪَﻫ ِﲏﱠﻧِإ ْﻞُﻗ

ﱢبَر ِﷲ ِ ِﰐﺎََﳑَو َيﺎَﻴَْﳏَو ﻲِﻜُﺴُﻧَو ِﰐﻼَﺻ ﱠنِإ ْﻞُﻗ . َﲔِﻛِﺮْﺸُﻤْﻟا َﻦِﻣ َنﺎَﻛ

َﲔِﻤَﻟﺎَﻌْﻟا

مﺎﻌﻧﻷا)

/

٦

:

۱٦۲

-۱٦۱

(

Artinya: "Katakanlah: "Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar, agama Ibrahim yang lurus, dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang musyrik". Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.”(QS. Al-An’am [6] : 161-162)

Menurut al-Ghazali, pendidikan yang benar, merupakan sarana untuk bertakwa dan mendekatkan diri kepada Allah Swt. Pendidikan juga dapat mengantarkan manusia untuk menggapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Namun demikian, menurut al-Ghazali kebahagiaan di dunia yang fana ini hanya sekedar faktor suplementer bagi pencapaian kebahagiaan akhirat yang abadi.

Dengan demikian hubungan vertikal (hablu minallah) dan hubungan horizontal (hablu minannas) menjadi seimbang, sebagaimana dinyatakan oleh M. quraish Shihab bahwa:

Manusia sebagai sasaran pendidikan pada dasarnya memiliki unsur-unsur material (jasmani) dan immaterial (akal dan jiwa). Membina akalnya akan menghasilkan ilmu pengetahuan, mendidik jiwanya akan menghasilkan kesucian dan etika, sedangkan membina jasmaninya akan menghasilkan keterampilan, sehingga dengan membina seluruh unsur-unsur yang terdiri dari materi dan immateri tersebut akan menghasilkan makhluk yang dwidimensi dalam satu keseimbangan, dunia dan akhirat, ilmu dan iman.17

16

A. Malik Fadjar,Reorientasi Pendidikan Islam,(Jakarta: Fajar Dunia, 1999), Cet. I, h. 2

17


(32)

Dengan demikian, pendidikan agama Islam selain bertujuan untuk menyiapkan segala hal untuk kehidupan akhirat, juga menyiapkan insan yang saleh yang memenuhi syarat untuk menjadi khalifah di muka bumi.

3. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam

Ruang lingkup bahan pelajaran Pendidikan agama Islam meliputi; keimanan, ibadah, al-Qur’an dan akhlak. Namun, pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di samping empat unsur itu, unsur pokok muamalah dan syari’ah lebih dikembangkan lagi.

Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam meliputi keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara :

a. Hubungan manusia dengan Allahswt. b. Hubungan manusia dengan manusia. c. Hubungan manusia dengan dirinya sendiri.

d. Hubungan manusia dengan makhluk lain dan lingkungannya.18

4. Metode dalam Pendidikan Agama Islam

Untuk mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan Agama Islam yang telah disinggung di atas, maka diperlukan metode pendidikan yang tepat sehingga tujuan-tujuan tersebut dapat tercapai.

Secara etimologi, istilah metode berasal dari bahasa Yunani,

metodos. Kata ini terdiri dari dua suku kata, metha yang berarti melalui atau melewati, danhodos yang berarti jalan atau cara. Jadi metode berarti suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan.19

Dari definisi di atas, maka metode Pendidikan Agama Islam adalah: “Suatu cara yang dilalui oleh guru agama secara sadar, teratur dan

18

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kurikulum Pendidikan Dasar, (Jakarta: Dirjen Dikdasmen, 1993), h. 2.

19

Armai Arief,Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam,(Jakarta: Ciputat Pers, 2002), h. 40, lihat juga M. Arifin,Ilmu Pendidikan Islam, h. 61.


(33)

bertujuan untuk menyampaikan bahan pendidikan agama Islam kepada siswa.

Dalam dunia pendidikan, banyak dikenal metode-metode atau cara-cara yang digunakan agar tujuan pendidikan itu dapat tercapai, diantaranya adalah metode hafalan, metode perumpamaan, metode teladan, metode kisah, metode nasihat, metode pembiasaan, metode hukuman dan ganjaran.20 Sedangkan dalam Pendidikan Agama Islam, metode yang dapat dipergunakan antara lain metode ceramah, metode tanya jawab, metode diskusi, metode pemberian tugas, metode demonstrasi, metode latihan, dan metode dramatisasi.21

Dalam pemakaian metode-metode di atas, seorang guru dituntut untuk dapat memilih metode yang tepat dan sesuai dengan bahan atau materi yang disampaikan. Berikut ini adalah penjelasan singkat tentang beberapa metode yang sering dipakai dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.

a. Metode Ceramah

Metode ceramah adalah suatu metode di dalam pendidikan dengan cara menyampaikan pengertian-pengertian pada anak didik dengan jalan menerangkan dan penuturan secara lisan.

Untuk penjelasan dan uraiannya, guru dapat mempergunakan alat-alat bantu pengajaran, misalnya gambar, data, peta, denah, dan alat peraga lainnya.

Penggunaan metode ceramah dalam pendidikan agama Islam, hampir semua bahan atau materi pendidikan agama Islam dapat mempergunakan ini, baik yang menyangkut masalah akidah, syari’ah, maupun akhlak. Hanya saja pelaksanaan harus dilengkapi dengan metode-metode lain yang sesuai. Metode ceramah ini banyak dipakai oleh rasul dalam menyampaikan dakwahnya. Hal ini dapat kita lihat

20

Nur Uhbiyati,Ilmu Pendidikan Islam I,(Bandung: Pustaka Setia, 1997), h. 153, 226.

21

Mahfudz Shalahuddin, Metodologi Pendidiklan Agama, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1987), Cet. I, h. 42.


(34)

misalnya sebelum Nabi Musa menjalankan tugas dakwahnya, beliau berdoa:

َلﺎَﻗ

ِﱏ ﺎَﺴِﻟ ْﻦِﻣ َةَﺪْﻘُﻋ ْﻞُﻠْﺣاَو ىِﺮْﻣَأ ِﱃْﺮﱢﺴَﻳَو ىِرْﺪَﺻ ِﱃ ْحَﺮْﺷا ﱢبَر

ِﱃْﻮَـﻗ اْﻮُﻬَﻘْﻔَـﻳ

Artinya: “Berkata Musa: ya Tuhan-ku, lapangkanlah dadaku, mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuanku dari lidahku supaya mereka mengerti dari perkataanku.”22

Selain itu hampir semua bahan atau materi dakwah Nabi Muhammad SAW disampaikan melalui metode ceramah.

b. Metode Tanya Jawab

Metode tanya jawab adalah metode mengajar yang disampaikan oleh guru dengan cara mengajukan berbagai pertanyaan kepada murid dan murid menjawab pertanyaan guru tersebut dengan baik.

Metode dimaksudkan untuk mengenalkan pengetahuan, fakta-fakta tertentu yang sudah diajarkan dan untuk merangsang perhatian murid-murid dengan berbagai cara sebagai appersepsi, selingan dan evaluasi.

Metode tanya jawab banyak dipakai pada pendidikan agama Islam dalam hubungannya dengan materi pelajaran agama yang meliputi akidah, syari’ah dan akhlak. Bahkan ketiga inti ajaran Islam tersebut disampaikan oleh malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad dengan melalui Tanya jawab.

c. Metode Diskusi

Metode diskusi adalah suatu metode di dalamnya mempelajari bahan atau menyampaikan bahan dengan jalan mendiskusikannya, sehingga membuahkan pengertian serta perubahan tingkah laku.

22

Departemen Agama RI,Al-Qur’an dan Terjemahnya,(Jakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995), h. 478.


(35)

Metode ini dimaksudkan untuk merangsang murid berpikir dan mengeluarkan pendapat sendiri serta ikut menyumbang pikiran dalam satu masalah bersama yang tergantung banyak kemungkinan-kemungkinan jawabannya.

Dalam ajaran Islam banyak menunjukkan pentingnya metode diskusi dipergunakan dalam pendidikan agama Islam. Allah mengajarkan agar segala sesuatu dipecahkan atas dasar musyawarah, sesuai dengan firman-Nya:

ْﻢُﻫْرِوﺎَﺷَو

ِﺮْﻣَﻷْا ِﰲ

)

:ناﺮﻤﻋ لآ

١٥۹

(

Artinya: “…Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu”23(QS. Ali Imran : 159)

Dalam pendidikan agama Islam, metode diskusi ini banyak dipergunakan dalam bidang syari’ah dan akhlak. Sedangkan masalah keimanan (aqidah) kurang sesuai apabila metode ini digunakan.

d. Metode Pemberian Tugas

Metode pemberian tugas adalah metode mengajar dengan cara murid diberi tugas khusus oleh guru di luar jam pelajaran.

Dalam pelaksanaan metode ini anak-anak dapat mengerjakan tugasnya di mana saja seperti di rumah, di perpustakaan, di laboratorium, di ruang praktikum untuk dipertanggung jawabkan kepada guru di kelas.

Dalam pendidikan agama Islam metode ini dipergunakan dalam hal yang bersifat praktis. Misalnya, menjelang hari raya, mereka diberi tugas untuk mengumpulkan zakat fitrah (sebagai amil). Setelah selesai mereka harus mempertanggung jawabkan tugasnya dengan membuat laporan kepada guru.

23

Departemen Agama RI,Al-Qur’an dan Terjemahnya,(Jakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995), h. 103.


(36)

e. Metode Demonstrasi

Metode demonstrasi adalah suatu metode mengajar dengan cara seorang guru atau orang lain yang sengaja diminta atau murid sendiri memperlihatkan pada seluruh kelas tentang suatu proses atau suatu

kaifiyah melakukan sesuatu, misalnya cara mengambil wudhu, cara mengerjakan salat jenazah dan sebagainya.

Di dalam pendidikan agama Islam metode demonstrasi banyak digunakan terutama dalam menerangkan tentang cara mengerjakan suatu ibadah, misalnya shalat, haji, tayamum, dan sebagainya.

f. Metode Latihan

Metode latihan adalah suatu metode dalam pendidikan dan pengajaran dengan jalan melatih anak-anak terhadap bahan pelajaran yang sudah diberikan.

Metode latihan biasanya digunakan dalam pelajaran-pelajaran yang bersifat motoris seperti pelajaran menulis, pelajaran bahasa dan pelajaran keterampilan, dan pelajaran-pelajaran yang bersifat kecakapan mental dalam arti melatih anak-anak berpikir cepat.

Dalam pendidikan agama Islam, metode ini sering dipakai untuk melatih ulangan pelajaran al-Qur’an dan praktek ibadah.

g. Metode Dramatisasi

Metode dramatisasi adalah suatu metode mengajar dengan cara siswa memerankan atau mendramakan sesuatu dalam hubungannya dengan kehidupan

Metode ini digunakan dalam pendidikan agama Islam, terutama dalam bidang akhlak dan sejarah Islam. Dengan metode ini anak-anak akan lebih bisa menghayati tentang pelajaran yang diberikan, misalnya dalam menerangkan sikap seseorang muslim terhadap fakir miskin atau dalam merekonstruksikan peristiwa sejarah Islam, umpamanya tentang peristiwa awal mulanya Umar bin Khattab memeluk agama Islam dan sebagainya.


(37)

Menurut penulis agama Islam sangatlah mementingkan pendidikan kebiasaan, dengan pembiasaan itulah diharapkan peserta didik mengamalkan ajaran agamanya secara berkelanjutan. Beberapa metode pengajaran dalam Pendidikan Agama Islam diatas, yang perlu untuk dipilih dan lebih banyak digunakan dalam pembiasaan antara lain: metode latihan (Drill), metode pemberian tugas, metode demonstrasi dan metode eksperimen.

B. Akhlak Karimah

1. Pengertian Akhlak Karimah

Kata akhlak secara etimologi (lughatan) adalah bentuk jamak dari

khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.24Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia kata “akhlak memiliki arti yang sama dengan budi pekerti, watak, dan tabi’at.25

Sinonim dari budi pekerti adalah etika dan moral. Etika berasal dari bahasa Itali ‘etos’ yang berarti kebiasaan, dan moral juga berasal dari bahasa Latin ’mores’ yang berarti kebiasaan.26

Adapun pengertian akhlak secara terminologi menurut Ibnu Miskawaih dalam bukunyaTahdzibu al-Akhlak wa That-hirul A’raqialah:

َﻌْـﻓَأ ﺎََﳍ ٌﺔَﻴِﻋاَد ِﺲْﻔﱠـﻨﻠِﻟ ٌلﺎَﺣ : ﻖﻠﳋا

ٍﺔَﻳِوُرَوٍﺮْﻜِﻓِْﲑَﻏ ْﻦِﻣ ﺎََﳍﺎ

Artinya: “Akhlak itu adalah keadaan gerak jiwa yang mendorong ke arah melakukan perbuatan dengan tidak membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.”27

Sedangkan al-Ghazali dalam bukunya Ihya ‘Ulumuddin

menyatakan :

24

Louis Ma’luf, Al-Munjid fi al-Lughah wa al-I’lam,(Beirut: Dar al-Masyriq, 1989), Cet. XXVIII, h. 164

25

Poerwadarminta,Kamus Umum Bahasa Indonesia,(Jakarta: Pusat Pengembangan Dan Pembinaan Bahasa Indonesia. PN. Balai Pustaka, 1985), h. 8.

26

Rahmat Djatmika,Sistem Etika Islami,(Jakarta: Pustaka Panjimas, 1996), h. 26.

27


(38)

ٍﺔَﻟْﻮُﻬُﺴِﺑ ُلﺎَﻌْـﻓَﻷاُرُﺪْﺼَﺗﺎَﻬْـﻨَﻋ ٍﺔَﺨَﺳاَر ِﺲْﻔﱠـﻨﻟا ِﰱ ٍﺔَﺌْﻴَﻫ ْﻦَﻋ ٌةَرﺎَﺒِﻋ ُﻖُﻠُْﳋﺎَﻓ

ٍﺮْﺴُﻳَو

ٍﺔَﻳِوُرَو ٍﺮْﻜَﻓ َﱃِإ ٍﺔَﺟﺎَﺣِْﲑَﻏ ْﻦِﻣ

Artinya: “Akhlak Adalah suatu sikap (hay’ah) yang mengakar dalam jiwa yang darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.”28

Dari keterangan diatas, jelaslah bahwa akhlak itu harus bersifat konstan, spontan, tidak temporer dan tidak memerlukan pemikiran dan pertimbangan serta dorongan dari luar.29

Akhlak bukan saja merupakan tata aturan atau norma perilaku yang mengatur hubungan antara sesama manusia, tetapi juga norma yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan dan bahkan dengan alam semesta sekalipun.30

Baik kata akhlak atau khuluq kedua-duanya dijumpai pemakaiannya di dalam al-Qur’an maupun Hadits sebagai mana terlihat di dalam ayat dan hadits berikut ini:

َﻚﱠﻧِإَو

ﻠَﻌَﻟ

َﻰ

ٍﻖُﻠُﺧ

ٍﻢﻴِﻈَﻋ

ا)

ﻢﻠﻘﻟ

/

٦٨

:

٤

(

Artinya: “Dan sesunguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.”(Q.S. al-Qalam/68 : 4)

ُﻞَﻤْﻛأ

َْﲔِﻨِﻣْﺆُﳌا

ﺎًﻧﺎَْﳝِإ

ْﻢُﻬُـﻨَﺴْﺣَأ

ﺎًﻘُﻠُﺧ

)

ﻩاور

ـﻣﱰﻟا

ى

(

Artinya: “Orang mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah orang yang sempurna budi pekerti.”(H.R. Turmuzi)

28

Abu Hamid Muhammad al-Ghazali,Ihya’ ‘Ulum ad-Din, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1989), jilid III, h. 58

29

Yunahar Ilyas,Kuliah Akhlak,(Yogyakarta: LPPI, 1999), Cet. I, h. 8

30


(39)

al-Ghazali memberikan definisiakhlaksebagai berikut:

ٌةَرﺎَﺒِﻋ

ْﻦَﻋ

ٍﺔَﺌْﻴَﻫ

ِﰲ

ِﺲْﻔﱠـﻨﻟا

ٌﺔَﺨِﺳاَر

,

ﺎَﻬْـﻨَﻋ

ُرُﺪْﺼَﺗ

َلﺎَﻌْـﻓَﻷا

ْﻮُﻬُﺴِﺑ

ٍﺔَﻟ

ٍﺮْﺴُﻳَو

ْﻦِﻣ

ٍﺔَﺟﺎَﺣِْﲑَﻏ

َﱃِإ

ٍﺮْﻜِﻓ

ٍﺔﱠﻳِوَرَو

,

ْنِﺈَﻓ

ْﺖَﻧﺎَﻛ

ُﺔَﺌْﻴَﳍا

ُﺚْﻴَِﲝ

ُرُﺪْﺼَﺗ

ﺎَﻬْـﻨَﻋ

ُلﺎَﻌْـﻓَﻷا

ُﺔَﻠْـﻴِﻤَﳉا

ُةَﺪُﻤْﺤَﳌا

ًﻼْﻘَﻋ

ﺎًﻋْﺮَﺷَو

ْﺖَﻴُِﲰ

َﻚْﻠِﺗ

ُﺔَﺌْﻴَﳍا

َوﺎًﻨَﺴَﺣﺎًﻘُﻠُﺧ

ْنِإ

َنﺎَﻛ

ُرِدﺎﱠﺼﻟا

ﺎَﻬْـﻨَﻋ

ُلﺎَﻌْـﻓَﻷا

ُﺔَﺤْﻴِﺒَﻘﻟا

ْﺖَﻴُِﲰ

ُﺔَﺌْﻴَﳍا

ِﱴﱠﻟا

َﻲِﻫ

ُرَﺪْﺼَﳌا

ًﻘْﻠُﺣ

ًﺎﺌْﻴَﺳ

Artinya: “Adalah suatu sikap (hay’ah) yang mengakar dalam jiwa yang darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Jika sikap itu yang darinya lahir perbuatan yang baik dan terpuji, baik dari segi akal dan syara’, maka ia disebut akhlak yang baik. Dan jika yang lahir darinya perbuatan tercela, maka sikap tersebut disebut akhlak yang buruk.”31

Berdasarkan definisi akhlak diatas, maka akhlak yang mulia ( al-Akhlak al-Karimah/al-Mahmudah), yaitu kondisi kejiwaan seseorang yang senantiasa berada dalam kontrol ilahiyah yang dapat membawa nilai-nilai positif dan kondusif bagi kemaslahatan umat. Dengan demikian maka setiap perbuatan positif yang dilakukan seseorang secara sadar menyangkut pertanggung jawabannya dengan Tuhan.

2. Sendi-Sendi Akhlak

Dalam wujud pengamalannya, akhlak dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu akhlak terpuji dan akhlak tercela. Jika sesuai dengan perintah Allah SWT dan Rasul-Nya yang kemudian melahirkan perbuatan yang baik, maka itulah yang dinamakan akhlak tepuji. Sedangkan jika ia sesuai dengan apa yang dilarang Allah SWT dan Rasul-Nya dan melahirkan

perbuatan-31

Abu Hamid Muhammad al-Ghazali,Ihya’ ‘Ulum ad-Din, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1989), Jilid III, h. 58


(40)

perbuatan yang buruk, maka itulah yang dinamakan akhlak tercela.32Berikut penjelasan mengenai kedua akhlak tersebut:

a) Akhlak Terpuji

Mengenai akhlak yang terpuji ada empat sendi yang cukup mendasar dan menjadi induk seluruh akhlak. al-Ghazali dalam hubungan ini mengatakan:

…Seperti demikian pula pada batiniah itu ada empat sendi. Tidak boleh tidak, harus bagus semuanya, sehingga sempurnalah kebagusan akhlak. Apabila sendi yang empat itu lurus, betul dan sesuai, niscaya berhasillah kebagusan akhlak. Yaitu: kekuatan ilmu, kekuatan marah, kekuatan nafsu syahwat, dan kekuatan keseimbangan diantara kekuatan yang tiga tersebut.33

Induk-induk akhlak yang baik (ummahat mahasin al-akhlak) adalah sebagai berikut:

1) Kekuatan ilmu, yaitu kebaikannya terletak pada kekuatan ilmu. Dengan kekuatan ilmu itu akan mudah untuk mengetahui perbedaan kondisi jiwa seseorang antara yang jujur dan yang berdusta dalam perkataan, antara yang benar dan yang bathil dalam beri’tikad dan diantara yang baik dan yang buruk dalam perbuatan.34 Maka apabila kekuatan ilmu ini baik niscaya akan menuai hikmah dari padanya, hikmah inilah merupakan pokok dari pada budi pekerti yang baik. Sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT:

ِﰐْﺆُـﻳ

َﺔَﻤْﻜِْﳊا

ﻦَﻣ

ُءﺂَﺸَﻳ

ﻦَﻣَو

َتْﺆُـﻳ

َﺔَﻤْﻜِْﳊا

ْﺪَﻘَـﻓ

َِﰐوُأ

اًﺮْـﻴَﺧ

اًﲑِﺜَﻛ

ُﺮﱠﻛﱠﺬَﻳﺎَﻣَو

ﱠﻻِإ

اﻮُﻟْوُأ

ِبﺎَﺒْﻟَﻷْا

)

: ةﺮﻘﺒﻟا

۲٦٩

(

Artinya: “Barang siapa yang dianugrahi al-hikmah itu, ia benar-benar telah dianugerahi karunia banyak.” (Q.S. al-Baqarah: 269)

32

Dewan Redaksi, Ensiklopedi al-Qur’an Dunia Islam Modern,(Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 2002), h. 135

33

Imam al-Ghazali,Ihya’ ‘Ulumiddin(Terj). (Semarang: CV. Asy Syifa’ 2003), jilid. V, h. 53

34

Dewan Editor, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve), Volume III, h. 332


(41)

2) Kekuatan marah wujudnya adalah syaja’ah (keberanian), maka kebaikannya berada pada keadaan jiwa yang dapat menundukkan amarah untuk patuh kepada akal pada waktu dilahirkan atau dikekang.

3) Kekuatan nafsu syahwat wujudnya adalah ‘iffah (perwira), kebaikannya ketika syahwat dalam keadaan terdidik oleh akal dan syariat agama atau (situasi jiwa yang mampu menertibkan nafsu atas dasar pertimbangan akal dan syariat agama.

4) Kekuatan keseimbangan diantara kekuatan yang tiga diatas wujudnya ialah adil, yaitu kondisi jiwa yang dapat mengendalikan amarah dan syahwat sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh akal dan syara’, posisi akal disini diumpamakan seperti orang yang memberikan nasehat dan menunjukkan jalan, kekuatan keadilan itu merupakan suatu kekuasaan. Perumpamaannya seperti anjing buruan yang memerlukan pendidikan, sehingga lari dan berhentinya itu menurut isyarat. Tidak menurut kehebatan nafsu syahwatnya sendiri. Nafsu syahwat itu perumpamaannya seperti kuda yang dinaiki untuk mencari buruan, sekali waktu kuda itu terlatih dan terdidik dan sekali waktu kuda itu tidak patuh pada majikannya.35

Dengan demikian, maka pokok-pokok akhlak dan dasar-dasarnya itu ada empat, yaitu: hikmah, keberanian, menjaga kehormatan diri dan keadilan. Yang dimaksud hikmah adalah suatu keadaan jiwa yang dapat dipergunakan untuk mengatur marah dan nafsu syahwat dan mendorongnya menurut kehendak hikmah.36

Yang dimaksudkan dengan keberanian adalah kekuatan sifat kemarahan itu dapat ditundukkan. Adapun menjaga kehormatan diri adalah mendidik kekuatan syahwat dengan didikan akal dan syara’.

35

Imam al-Ghazali,Ihya’ ‘Ulumiddin(Terj). (Semarang: CV. Asy Syifa, 2003), jilid. V, h. 110-111.

36

Hikmah yang dimaksudkan disini yaitu tengah-tengah (tidak berlebihan dan tidak pula kurang) itulah yang khusus dengan sebutan hikmah.


(42)

Maka apabila keempat pokok ini lurus sesuai dengan akal dan syara’ akan memunculkan budi pekerti yang baik. Karena dari lurusnya kekuatan akal bisa menghasilkan penalaran yang baik, sehat, kejernihan hati, kecerdasan berfikir, kebenaran dugaan, kecerdasan berfikir terhadap perbuatan-perbuatan yang halus dan bahaya-bahaya jiwaa yang tersembunyi.

Dari penggunaan akal yang berlebih-lebihan akan menimbulkan sifat cerdik, jahat, suka menipu, mengicuh dan panjang akal, jika berkurangnya akal akan menimbulakn kebodohan, tidak punya kepandaian, dungu dan gila. Yang dimaksudkan dengan tidak punya kepandaian adalah karena sedikitnya pengalaman dalam segala urusan, kadang-kadang manusia itu tidak pengalaman dalam satu urusan dan tidak pada urusan lain. Perbedaan antara dungu dan gila yaitu bilamana orang yang dungu bermaksudnya benar, tetapi dalam menempuh kebenarannya itu dengan jalan salah. Maka tidak ada satu pemikiran pun yang benar dalam menempuh jalan untuk bisa menyampaikan pada apa yang dimaksudkannya. Adapun gila, yaitu orang yang memilih apa yang tidak seharusnya ia pilih.

Dari empat sendi akhlak terpuji itu, akan lahirlah suatu perbuatan-perbuatan baik seperti jujur, suka memberi kepada sesama, berani dalam kebenaran, menghormati orang lain, sabar, malu, pemurah, memelihara rahasia, qana’ah (menerima hasil usaha dengan senang hati), menjaga diri dari hal-hal yang haram dan sebagainya.

Di dalam agama Islam, hal-hal yang terpuji ini betul-betul mendapat perhatian yang istimewa, sehingga dapat disimpulkan bahwa Islam itu berisi akhlak terpuji saja, sebagaimana sabda Nabi SAW:

ِإ ﱠن

َﷲا

َﺺَﻠْﺤَﺘْﺳإ

اَﺬَﻫ

َﻦْﻳﱢﺪﻟا

ِﻪِﺴْﻔَـﻨِﻟ

َو َﻻ

ُﻪُﻠْﺴَﻳ

ْﻳِﺪِﺑ

ِﻨ

ْﻢُﻜ

ﱠﻻِإ

ُءﺎَﺨﱠﺴﻟا

)

ﻩاور

ﲎﻄﻗراﺪﻟا

ﻦﻋ

ﻦﺑا

ىرﺪﳋا

(


(43)

Artinya: “Sesungguhnya Allah Ta’ala menerima dengan ikhlas agama ini (agama Islam) bagi dirinya. Dan tidak patut bagi agamamu selain kemurahan hati dan kebagusan budi. Dari itu ketauhilah! Maka hiasilah agamamu dengan keduanya.” (H.R. Ad-Duruqutni dari Abi Sa’id al-Khudri)

Sabda Nabi yang lain:

ﱠنِإ

َﷲا

ﱠﻖَﺣ

َمَﻼﺳِﻹا

ِقَﻼْﺧَﻷﺎﺑ

ِﺔَﻨَﺴَﳊاَو

ِلﺎَﻤْﻋَﻷاو

ِتَﺎﳊﺎﱠﺼﻟا

Artinya: “Bahwasanya Allah telah menyelubungi Islam dengan budi-budi mulia dan dengan amal-amal yang baik.”

Selanjutnya kebahagiaan yang abadi pun hanya akan dapat dicapai atau diraih dengan akhlak yang baik, sabda Nabi mengenai hal itu:

ىِﺬﱠﻟاَو

ﻰ ِﺴْﻔَـﻧ

ِﻩِﺪَﻴِﺑ

,

َﻻ

ُﻞُﺧْﺪَﻳ

َﺔﱠﻨَﳉا

ﱠﻻإ

ُﻦْﺴُﺣ

ِﻖُﻠُﳋا

Artinya: “Demi Tuhan yang diriku ditangan-Nya, tiada masuk surga melainkan orang yang baik akhlak tinggi budi.”37

b) Akhlak Tercela

Pembahasan selanjutnya ialah akhlak yang tercela, untuk akhlak ini pun ada sendi-sendi yang patut diketahui, yang menjadi sumber timbulnya perbuatan-perbuatan yang tidak baik. Sendi-sendi akhlak yang tercela tersebut merupakan kebalikan dari sendi-sendi akhlak yang terpuji, yaitu:

1) Khubtsan wa Jarbazah (pura-pura bodoh) danbalhan (bodoh), yaitu keadaan jiwa yang terlalu pintar sehingga tidak bisa menentukan mana yang benar dan mana yang salah atau berpura-pura bodoh/tidak tahu dalam urusanikhtiariah.

2) Tahawwur (sembrono atau berani tapi tanpa perhitungan dan pemikiran), Jubun (penakut) dan khauran (lemah), yaitu kekuatan amarah yang tidak bisa dikendalikan walaupun sesuai dengan yang dikehendaki akal.

37


(44)

3) Syarhan(rakus) danJumud(beku), yaitu keadaan syahwat yang tidak terdidik oleh akal dan syariat agama, yang mengakibatkan kebekuan. 4) Zalim, yaitu kekuatan syahwat dan amarah yang tidak terbimbing

oleh hikmah, sekaligus kebalikan dari adil.

Keempat sendi-sendi akhlak tercela ini akan melahirkan berbagai perbuatan buruk yang di kendalikan oleh hawa nafsu seperti congkak, riya’, mencaci maki, khianat, dusta, dengki, keji, serakah, ‘ujub, pemarah, malas, membukakan rahasia orang lain, kikir, dan sebagainya yang kesemuanya akan mendatangkan mudharat dan kerugian bagi individu dan masyarakat.

Keadaan akhlak ini adalah pangkal yang menentukan corak hidup manusia, manusia akan mengetahui mana yang baik dan yang buruk, dapat membedakan yang patut dan tak patut, yang hak dan yang bathil, boleh dan tidak boleh untuk dilakukan, meskipun ia kuasa atau mampu untuk melakukannya. Inilah suatu hal yang khusus untuk manusia.

Lain halnya bagi hewan, dalam dunia hewan tidak ada pekerjaan yang baik dan buruk atau patut dan tak patut. Manusia dengan kelebihan akalnya dapat mengerti dan menginsyafi dirinya sendiri dan segala perbuatan yang baik sebelum maupun sesudah ia lakukan sehingga ia dapat dimintai pertanggung jawaban atas segala tindakannya. Akal pada manusia inilah yang mewujudkan adanya akhlak, yang sekaligus merupakan faktor utama pembeda antara hewan dan manusia. Dengan demikian akal adalah sesuatu yang istimewa pada manusia yang amat berperan bagi pembinaan akhlak.

Dalam kaitannya dengan besarnya keistimewaan akal itu, al-Ghazali mengatakan:

...Bagaimana boleh diragukan tentang akal itu, sedangkan hewan dalam kepicikan tamyiznya (sifat hewan dapat membedakan sesuatu), merasa kecut terhadap akal. Sehingga sesekor hewan yang bertubuh besar, berkeberanian luar biasa dan bertenaga kuat, apabila melihat rupa manusia lalu merasa kecut dan takut karena dirasakannya


(45)

manusia itu akan menggagahinya lantaran keistimewaan manusia memperoleh helah dan daya upaya.”38

Pendapat al-Ghazali tersebut di atas menunjukkan bahwa manusia mempunyai kelebihan dari hewan karena akalnya, yang kemudian karena akhlaknya. Jika tanpa akhlak, manusia akan lebih buas dan lebih jahat daripada hewan, kehidupannya akan kacau. Seperti di ketahui akhlak adalah suatu ukuran tentang segala perbuatan manusia yang baik maupun yang buruk untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan dalam segala lingkungan pergaulan. Sekalipun rasa moral yang mendasari akhlak itu merupakan naluri yang dibawa manusia sejak lahir, namun tidak jarang setelah ia melihat kenyataan dalam kehidupan, manusia menjadi bimbang untuk memilih yang baik, hal mana memerlukan petunjuk wahyu.

3. Muara Akhlak

Al-Qur’an dan al-Hadits mendasari seluruh ajaran al-Ghazali dan menjadi sumber utama inspirasi dari nilai-nilai pribadi dan sikap dalam kehidupannya, begitu juga mengenai konsep akhlak yang dikemukakan beliau.39

Berbicara mengenai akhlak tidak akan terlepas dari sendi-sendi akhlak sebagaimana telah dikemukakan diatas yaitu akhlak mulia dan akhlak tercela, Baik Akhlak mulia ataupun akhlak tercela tersebut tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Adapun akhlak yang dipandang tinggi nilainya dan dicita-citakan oleh segenap lapisan masyarakat adalah akhlak mulia.

Akhlak selalu merujuk kepada keadaan atau suasana jiwa seseorang. Bila seseorang melakukan suatu perbuatan, bukan hasil atau perbuatannya yang dilihat melainkan suasana kejiwaannya, tetapi bagaimana mungkin

38

Moh. Ardani, Nilai-Nilai Akhlak/Budi Pekerti Dalam Ibadat, (Jakarta: CV. Karya Mulia, 2001), Cet. I, h. 58.

39

Ali Issa Othman,Manusia Menurut al-Ghazali,(terj.), Anas Mahyuddin dari judul asli

The Concept of Man in Islam in The Writings of Al-Ghazali, (Bandung: Pustaka, 1981), Cet. I, h. 1-2


(46)

keadaan jiwa seseorang itu bisa diketahui. Kejiwaan seseorang bisa dilihat dari segi sikap atau kesungguhannya, karena dalam akhlak (akhlak mulia) yang didasari sifat ke-Tuhan-an tidak akan bersikap hipokrit dan kepura-puraan. Akhlak mestilah dilakukan tanpa rekayasa yang benar-benar muncul dari dalam diri seseorang. Oleh karena itu persoalan akhlak merupakan persoalan batin seseorang yang tidak mudah untuk ditebak.40

Imam al-Ghazali menjelaskan bahwa al-Khalqu (ciptaan, makhluk) dan al-Khuluqu (budi pekerti) itu adalah dua ibarat yang dipergunakan bersama-sama. Seperti diucapkan bahwa Fulan itu bagus tingkah laku atau perangainya. Yang dimaksud al-Khalqu adalah tingkah laku lahiriyah dan yang dimaksudkan denganal-Khuluquadalah tingkah laku batiniyah. Karena manusia terdiri dari jasad yang dapat dilihat oleh mata dan dari ruh serta jiwa yang dapat dilihat dengan penglihatan hati. Masing-masing dari keduanya mempunyai eksistensi dan bentuk, ada kalanya buruk dan ada kalanya baik. Adapun jiwa yang dapat dilihat dengan penglihatan hati itu lebih besar tingkatannya dari pada jasad yang dapat dilihat dengan mata.41

Karena ruh(roh atau jiwa) menunjukan kelembutan Ilahi, dan seperti halnya Si “hati”, ia juga berada di dalam hati badaniah roh di masukkan ke dalam tubuh melalui “saringan yang halus”. Pengaruhnya terhadap tubuh ialah seperti lilin di dalam kamar. Tanpa meninggalkan tempatnya, cahayanya memancarkan sinar kehidupan bagi seluruh tubuh.

Pada dasarnya, roh merupakan lathifah dan oleh karenanya ia merupakan suatu unsur Ilahi. Sebagai sesuatu yang halus, ia merupakan kelengkapan pengetahuan yang tertinggi dari manusia, yang bertanggungjawab terhadap sinar dari penglihatan yang murni, apabila manusia bebas seluruhnya dari kesadaran fenomenal.42

40

http: //www. Mubarok. Institute. Blogspot. com

41

Imam al-Ghazali,c,(Terj). (Semarang: CV. Asy Syifa’ 2003), Jilid. ke-5. h. 107-108

42

Ali Issa Othman,Manusia Menurut al-Ghazali,(terj.), Anas Mahyuddin dari judul asli

The Concept of Man in Islam in The Writings of Al-Ghazali,(Bandung: Pustaka, 1981), Cet. I, h. 132


(47)

Allah mengagungkan urusan jiwa dengan disandarkan kepada-Nya. Allah berfirman:

اَذِﺈَﻓ

ُﻪُﺘْـﻳﱠﻮَﺳ

ُﺖْﺨَﻔَـﻧَو

ِﻪﻴِﻓ

ﻦِﻣ

ﻲِﺣوﱡر

اﻮُﻌَﻘَـﻓ

ُﻪَﻟ

َﻦﻳِﺪِﺟﺎَﺳ

)

ص

/

۳٨

:

٧٢

(

Artinya:

“Sesungguhnya Aku menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah Aku sempurnakan kejadiannya dan Aku tiupkan kepadanya ruh ciptaan-Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan sujud kepadanya.”(Q.S. Shaad/38 : 71-72)

Berdasarkan ayat diatas, al-Ghazali menyatakan bahwa manusia mempunyai dua unsur: yaitu jasmani dan rohani. Unsur jasmani berupa tubuh yang dihubungkan atau disandarkan dengan tanah (thin), sedangkan unsur Ruhani berupa jiwa dihubungkan dengan Allah SWT.43

Yang dimaksudkan dengan ruh dan jiwa pada tempat ini adalah satu. Makaal-Khuluqu (budi pekerti) itu suatu ibarat tentang keadaan dalam jiwa yang menetap di dalamnya. Dari keadaan dalam jiwa itu muncul perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan penelitian. Maka apabila dari tingkah laku seseorang itu muncul perbuatan-perbuatan baik dan terpuji secara akal dan syara’, maka itu disebut budi pekerti yang baik. Tetapi sebaliknya apabila tingkah laku itu memuncul perbuatan buruk, maka keadaan yang menjadi tempat munculnya tingkah laku itu disebut budi pekerti yang buruk.

Maka budi pekerti itu adalah satu perumpamaan tentang keadaan jiwa dan bentuknya yang batin. Sebagaimana bagusnya bentuk lahir itu secara mutlak tidak akan sempurna apabila hanya dengan dua mata saja tanpa hidung, mulut dan kedua pipi, bahkan akan lebih sempurna apabila kesemua bentuk lahiriyah itu lengkap tanpa cacat. Demikian pula dalam batiniyah seseorang itu harus ada empat rukun yang tidak boleh tidak harus bagus atau pun baik semua sehingga akan sempurna budi pekertinya, dan apabila keempat rukun itu sama, lurus sejalan dan sesuai, niscaya akan berhasillah dalam mencapai budi pekerti yang baik. Yaitu kekuatan ilmu, kekuatan

43


(48)

marah, kekuatan nafsu syahwat dan ketekunan bertindak adil (keseimbangan).44

Berbicara mengenai hati sebagaimana telah diterangkan oleh Imam al-Ghazali, selalu dikepung oleh sifat-sifat baik dan buruk tergantung dari bisikan yang menghampirinya. Seolah-olah hati itu sasaran yang selalu diincar dari segala penjuru. Apabila hati itu tertimpa oleh suatu yang membekas padanya, maka sesuatu itu akan menimpa pada hati lagi dari penjuru lain yang berlawanan dengan yang pertama. Kemudian berobahlah sifat hati, dan apabila syetan turun pada hati dan mengajak hati melakukan hawa nafsu, maka turun pula malaikat pada hati lalu memalingkannya dari syetan. Apabila syetan itu mengajaknya kepada kejahatan, niscaya hati itu ditarik oleh syetan lain kepada kejahatan lain, dan apabila hati itu ditarik oleh malaikat kearah kebajikan, niscaya hati itu ditarik pula oleh malaikat lain kepada kebajikan lain. Maka disini dapat dilihat bahwa dalam satu waktu hati dapat berlawanan antara dua malaikat, sekali waktu antara dua syaitan dan sekali waktu antara malaikat dan syetan. Hati tidak akan dibiarkan sama sekali.

Mengenai penjelasan ini Allah memberi isyarat dengan firman-Nya:

ُﺐﱢﻠَﻘُـﻧَو

ْﻢُﻬَـﺗَﺪِﺌْﻓَأ

ْﻢُﻫَرﺎَﺼْﺑَأَو

)

مﺎﻌﻧﻷا

/

٦

:

١١٠

(

Artinya:“Dan Kami bolak-balikan hati dan penglihatan mereka”.

(Q.S. al An’aam/6 : 110)

Hati yang tetap pada kebajikan dan keburukan serta mondar-mandir antara keduanya itu terbagi menjadi tiga:

Pertama, hati yang dibangun dengan dasar taqwa, yang bersih dengan latihan dan suci dari kekejian-kekejian akhlak, tergores didalamnya lintasan-lintasan kebajikan dari simpanan-simpanan barang yang samar dan tempat-tempat masuk alam malakut. Maka berpalinglah akal kepada berfikir tentang yang terlintas padanya agar dapat diketahui kehalusan-kehalusan kebajikan

44


(49)

dan dapat disingkap rahasia-rahasia faidahnya. Kemudian tersingkaplah untuk itu mukanya dengan cahaya penglihatan mata hati. Maka ia meneguhkan bahwa ia tidak boleh tidak untuk melakukan. Lalu ia tertarik kepadanya dan mengajaknya untuk melakukannya ketika itu malaikat melihat kepada hati. Ia menemukan hati itu dalam keadaan bersih pada jauharnya, suci dengan ketaqwaannya, bersinar dengan cahaya akalnya dan dibangun dengan cahaya-cahaya ma’rifah. Maka malaikat melihat bahwa hati itu patut dijadikan sebagai tempat ketetapan dan singgahannya. Pada keadaan demikian malaikat membantunya dengan tentara yang tidak terlihat dan diberinya petunjuk kepada kebajikan-kebajikan yang lain. Demikian seterusnya, tidak akan habis pertolongan dan memudahkan urusan kepadanya.

Hati yang demikian selalu akan memancarkan cahaya ke-Tuhan-an, akan membuahkan rasa syukur, sabar, takut, fakir, zuhud, kasih sayang, ridha, rindu, tawakkal, tafakkur, mengoreksi diri. Itu merupakan hati yang selalu menghadapkan diri kepada Allah SWT dengan wajahnya.

Hati yang kedua, adalah hati yang hina, bercampur dengan hawa nafsu yang kotor, dengan akhlak-akhlak yang tercela dan keji. Pada hati itu terbuka pintu-pintu syetan dan tertutup pintu-pintu bagi malaikat. Permulaan kejahatan pada hati ini tertanam hawa nafsu dan terukir di dalamnya. Hati dengan lintasan hawa nafsu ini akan meminta fatwa/petunjuk pada akal tetapi akal melayani hawa nafsu yang semakin berkembang yang melemahkan iman sehingga nafsu syahwat mendominasi hati untuk menguasainya.

Hati yang ketiga, adalah hati yang didalamnya tertanam hawa nafsu yang mengajaknya kepada kejahatan, tetapi lintasan iman masih berperan yang mengajaknya kepada kebajikan, ajakan lintasan iman membangkitkan nafsu dengan syahwat-syahwatnya untuk membantu lintasan kejahatan. Maka nafsu semakin meningkatkan kesenangan dan kenikmatan. Akal berperan dengan kebajikannya yang menolak pihak nafsu syahwat.


(50)

Jelaslah bahwa muara akhlak atau pun budi pekerti itu bersumber dari hati, baik itu budi pekerti yang mulia atau budi pekerti yang tercela. Karena hati tidak terlepas dari nafsu syahwat, bisikan syaitan, bisikan malaikat, posisi akal. Tergantung dari hati tersebut dapat dengan mudah atau tidak untuk tunduk kepada nafsu syaitan atau malaikat. Jadi keadaan hati itu selalu terkurung dan diincar dengan berbagai bisikan. Posisi hati disini harus lebih cenderung kepada sifat-sifat ke-Tuhan-an, dibangun dengan dasar ketaqwaan, dan melatihnya (riyadhah) dengan mencegah nafsu syahwat dan sifat marah.

4. Pembinaan Manusia Menuju Akhlak Mulia

Al-Ghazali berpendapat bahwa peningkatan diri menuju akhlak mulia pada hakikatnya adalah upaya perbaikan akhlak, artinya suatu upaya untuk menumbuh kembangkan sifat-sifat terpuji (mahmudah) dan sekaligus menghilangkan sifat-sifat tercela (mazmummah) pada diri pribadi seseorang. Akhlak manusia benar-benar dapat diperbaiki, bahkan sangat dianjurkan untuk diperbaiki sesuai dengan sabda Rasulullah SAW “upayakan akhlak kalian menjadi baik” (hassinuu akhlakakum), sekalipun harus diakui bahwa usaha ini tidak mudah dilakukan sehubungan dengan perbedaan keadaan dan taraf kesedian setiap orang untuk memperbaiki dirinya.

Pandangan al-Ghazali mengenai sumber-sumber akhlak tercela adalah nafsu-nafsu yang terpatri di dalam eksistensi manusia yakni syahwat (misalnya hasrat seks dan kesenangan) dan ghadhab (misalnya rasa marah) yang diumbar serta daya tarik dunia yang melalaikan, dan ajakan-ajakan setan kepada manusia untuk melakukan perbuatan jahat dan keji. Sedangkan akhlak yang baik bersumber dari sifat-sifat ketuhanan, kekuatan akal dan hikmah, ambisi dan emosi yang terkendalikan oleh akal dan syara serta terarah pada kebijakan.

Hanna Djumhana Bastaman mengemukakan mengenai `cara-cara perbaikan akhlak yang diungkapkan oleh al-Ghazali yaitu dapat


(51)

dikelompokkan atas tiga macam metode yang berkaitan erat satu dengan yang lainnya sebagai berikut:

a) Metode taat syari’at. Metode ini berupa proses pembenahan diri, yakni membiasakan diri dalam kehidupan sehari-hari untuk berusaha semampunya dalam melakukan kebajikan dan hal-hal yang bermanfaat sesuai dengan ketentuan-ketentuan syari’at, aturan-aturan negara, dan norma-norma kehidupan bermasyarakat. Di samping itu berusaha pula untuk menjauhi hal-hal yang dilarang syara’ dan aturan-aturan yang berlaku. Metode ini merupakan metode yang paling sederhana dan alamiah yang sebenarnya dapat dilakukan siapa saja dalam kehidupannya sehari-hari di masyarakat. Hasilnya akan berkembang tanpa disadari pada diri seseorang sikap dan perilaku yang positif seperti ketaatan pada agama dan norma masyarakat, hidup tenang dan wajar, senang akan kebajikan, pandai menyesuaikan diri dan bebas dari permusuhan.

b) Metode pengembangan diri. Metode yang bercorak psiko-edukatif ini didasari oleh kesadaran diri atas keunggulan dan kelemahan pribadi yang kemudian melahirkan keinginan untuk meningkatkan sifat-sifat baik dan mengurangi sifat-sifat buruk di dalam dirinya. Dalam pelaksanaannya dilakukan pula proses pembiasaan seperti pada metode pertama di tambah dengan usaha-usaha meneladani perbuatan baik dari orang lain seperti meneladani perbuatan-perbuatan Rasulullah SAW. Ada sebuah hukum yang menyatakan: ”Sesuatu yang diulang-ulang akan menjadi kebiasaan, kebiasaan yang diulang-ulang akan menjadi adat. Adat yang diulang-ulang akan menjadi sifat.” Karena itu seorang anak harus dibiasakan dengan ajaran Islam sesuai dengan perkembangannya agar ia mempunyai sifat-sifat yang Islami dan berakhlak mulia.45

Membiasakan diri dengan cara hidup seperti ini apabila dilaksanakan secara konsisten, maka tanpa terasa akan berkembang

kebiasaan-45

Syahminan Zaini dan Murni Ali,Pendidikan Anak dalam Islam,(Jakarta: Kalam Mulia, 2004), Cet. III, h. 40-41


(1)

95 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Aktifitas Pendidikan Agama Islam di SMK Khazanah Kebajikan diintegrasikan dengan aktifitas yang ada di Yayasan Khazanah Kebajikan yaitu berupa aktifitas pendidikan kegiatannya meliputi: kajian al-Qur’an, aqidah, akhlak dan masail fiqhiyah setiap hari setelah shalat maghrib, aktifitas harian berupa shalat berjamaah, shalat tahajjud, shalat dhuha, dialog keagamaan dan sebagainya. Aktifitas tersebut tidak mudah dan mulanya terasa amat berat bagi siswa, karena metode yang diterapkan oleh guru dan pengurus yayasan dengan menggunakan metode pembiasaan, latihan, diskusi, ceramah, dan demontrasi. Sehingga siswa merasa terbiasa maka siswapun merasakan ringan dalam melaksanakan semua aktifitas tersebut. Dengan adanya aktifitas tersebut yang dilaksanakan di dalam kelas dan diluar kelas itu berpengaruh positif terhadap karakter dan akhlak siswa.

2. Pembiasaan akhlak karimah siswa SMK Khazanah Kebajikan yang dilakukan melalui Pendidikan Agama Islam ini terbukti berpengaruh positif yang signifikan dengan hasil rxy0,42 pengaruh tersebut berada pada rentang sedang atau cukup karena hasil tersebut berada pada kisaran antara 0,40 – 0,70 pada indeks korelasiproduct moment.


(2)

B. Saran

Melihat hasil dari penelitian yang telah diperoleh, ada beberapa saran yang ingin penulis kemukakan disini, yaitu:

1. Untuk staf pengajar di SMK dan Pengurus Yayasan Khazanah Kebajikan Pondok Cabe Ilir, hendaknya meningkatkan dan menjalankan kegiatan yang sudah ada di dalam program sekolah khususnya SMK dan Yayasan karena kegiatan dan program selama ini sangat positif dan bermanfaat. Selain itu, kegiatan tersebut perlu dievaluasi secara konsisten oleh guru dan pengurus Yayasan agar dapat diketahui letak kekurangan dan kelemahannya sehingga dapat diperbaiki dan ditindaklanjuti.

2. Kepada para Wali Kelas yang notabenenya bertindak sebagai penanggung jawab terhadap Siswa-siswinya yang masih dalam masa bimbingan di kelas ataupun di luar kelas, hendaknya lebih tegas terhadap siswa-siswinya ketika sedang melaksanakan kegiatan yang ada. Karena tidak dipungkiri bahwa ada saja siswa yang kurang semangat dan kurang serius dalam mengikuti kegiatan tersebut, dan harus dilakukan pemeriksaan agar siswanya terkontrol dengan baik.

3. Kepada tenaga kependidikan lainnya tak terkecuali para karyawan diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap siswa-siswi dan dapat membantu memberikan suasana yang harmonis dengan budi pekerti yang baik guna membentuk moral peserta didik dilingkungan sekolah dan diluar sekolah karena jika menginginkan siswa-siswnya berperilaku baik maka harus dimulai dari diri seorang pengajar dan pembimbing, karena guru atau pembina bukan hanya sebagai pengajar dan pembimbing saja tetapi ia juga bertugas sebagai pendidik.

4. Berdasarkan fakta yang ada dari faktor penghambat pada bab sebelumnya, ada beberapa point yang sangat penting untuk diperhatikan yaitu:

a. Banyaknya siswa yang kesulitan dalam mempelajari ilmu tajwid dan menghapal ayat-ayat al-Qur’an

b. Kurangnya keseriusan siswa dalam mengikuti kajian mingguan karena kebanyakan siswa hanya satu kali saja yang mengikuti kajian dalam


(3)

97

satu minggu seharusnya siswa minimal 4 kali mengikuti kajian dalam satu minggu.

c. Banyaknya siswa yang tidur lagi setelah shalat subuh.

d. Sedikitnya siswa yang membaca al-Qur’an dan mengulang pelajaran. e. Masih banyaknya siswa yang terlambat melaksanakan shalat subuh

dan shalat fardlu berjamaah

f. Masih banyaknya siswa yang bersikap masa bodo dan membiarkan teman yang mencontek ketika ulangan harian.

g. Masih banyaknya siswa yang malas belajar, belajar hanya ketika ada tugas dari guru dan menjelang ujian saja.

h. Masih adanya siswa yang terpaksa menjalankan disiplin karena takut pointnya berkurang.

Faktor-faktor penghambat di atas, perlu perhatian yang serius dari semua pihak baik itu guru SMK Khazanah Kebajikan, pengurus Yayasan dan pembina kegiatan harian Yayasan serta para orang tua siswa. Karena hal tersebut sangat fatal apabila tidak segera dilakukan pemeriksaan terhadap siswa yang mendapatkan kesulitan tersebut, dan perlu juga adanya bimbingan yang intensif kepada siswanya langsung, dan dilakukan pula pemantauan secara berkesinambungan oleh semua pihak.


(4)

98 Logos Wacana Ilmu, Cet. I, 1998.

_____, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium Baru, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, Cet. I, 1999.

Abu al-Ghifari,Romantika Remaja, Bandung: Mujahid Press, Cet. VIII, 2004. Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Agama, Bandung: PT. Maaf,

Cet. VIII, 1987.

Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Semarang: Maktabah wa Mathba’ah Toha Putera, jilid I, tt.

_____,Ayyuha al-Walad, Surabaya: Al-Hurmain, tt.

A. Malik Fadjar,Reorientasi Pendidikan Islam, Jakarta: Fajar Dunia, Cet. I, 1999. Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat

Pers, 2002.

Abu Hamid Muhammad al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulum ad-Din, Beirut: Dar Al-Fikr, jilid III, 1989.

Ali Issa Othman,Manusia Menurut al-Ghazali, (terj.), Anas Mahyuddin dari judul asliThe Concept of Man in Islam in The Writings of Al-Ghazali, Bandung: Pustaka, Cet. I, 1981.

Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta: PT Rajawali Press, Cet. XIV, 2004.

Amirul Hadi-Haryono, Metodologi Penelitian Pendidikan 2, Bandung: Pustaka Setia, 1999.

Alisuf Sabri,Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, Cet. I, 1999. Departemen Agama RI, Ilmu Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Proyek

Pembinaan Perguruan Tinggi Agama/IAIN di Jakarta, Ditjen Binbaga Islam 1982/1983.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kurikulum Pendidikan Dasar, Jakarta: Dirjen Dikdasmen, 1993.


(5)

99

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995.

Dewan Redaksi, Ensiklopedi al-Qur’an Dunia Islam Modern, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 2002.

Dewan Editor, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Volume III.

Hasan Langgulung,Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam, Bandung: Al-Ma’arif, 1980.

Harun Nasution dkk,Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1992. Hasbi Ash-Shiddieqy,al-Islam, Jakarta: Bulan Bintang, Cet. III, 1969.

Hamzah Ya’kub,Ethika Islam, Bandung: CV. Diponogoro, Cet. VI, 1993.

Imam al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulumiddin (Terj). Semarang: CV. Asy Syifa’ , jilid V, 2003.

Louis Ma’luf, al-Munjid fi al-Lughah wa al-I’lam, Beirut: Dar al-Masyriq, Cet. XXVIII, 1989.

Moh. Ardani, Nilai-Nilai Akhlak/Budi Pekerti Dalam Ibadat, Jakarta: CV. Karya Mulia, Cet. I, 2001.

M. Arifin, Hubungan Timbal balik Pendidikan Agama Islam Di Lingkungan Sekolah dan Keluarga, Jakarta: Bulan Bintang, Cet. IV, 1978.

M. Arifin,Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, Cet. I, 1982.

Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung: Trigenda Karya, 1993.

Muhammad Natsir,Kapita Selekta, Bandung: Van Hoeve, 1965.

M. Quraish Shihab,Membumikan Al-Qur’an, Bandung: Mizan, Cet. XI, 1995. Mahfudz Shalahuddin,Metodologi Pendidiklan Agama, Surabaya: PT. Bina Ilmu,

Cet. I, 1987.

Nur Uhbiyati,Ilmu Pendidikan Islam I, Bandung: Pustaka Setia, 1997.

Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek, Bandung: Remaja Rosdakarya, Cet. I, 1997.


(6)

Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Pengembangan Dan Pembinaan Bahasa Indonesia. PN. Balai Pustaka, 1985.

Rahmat Djatmika,Sistem Etika Islami, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1996.

Syafari Soma dan Hajarudin, Menanggulangi Remaja Kriminal, Islam sebagai Alternatif, Bogor: CV. Bintang Tsurayya, 1995.

Syahminan Zaini dan Murni Ali, Pendidikan Anak dalam Islam, Jakarta: Kalam Mulia, Cet. III, 2004.

Sudjana,Metode Statistik, Bandung: Tarsito, Cet. VI, 1996. Yunahar Ilyas,Kuliah Akhlak, Yogyakarta: LPPI, Cet. I, 1999.

Zakiyah Darajat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, Jakarta: Bulan Bintang, 1975.

Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara, Cet. II, 1992

Zakiya Daradjat,Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, Cet. XVI, 2003. Zuhairini, Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam, Surabaya: Usaha Nasional,

Cet. II, 1978.