Analisis Faktor-Faktor Ekonomi Makro Yang Mempengaruhi Investasi Sektor Transportasi Di Indonesia

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR EKONOMI MAKRO YANG

MEMPENGARUHI INVESTASI SEKTOR TRANSPORTASI DI INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan oleh:

MERRYANA CHRISTINA 060501117

Ekonomi Pembangunan

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Medan 2010


(2)

ABSTRACT

This study aims to analyze the influence of gross domestic product (GDP), inflation, and road infrastructure to transport sector investment in Indonesia. The analysis method used Ordinary Least Square (OLS). For the purpose of the research used secondary data from the 1985-2007 year time series data of gross domestic product (GDP) transport sector, inflation, road infrastructure, and domestic investment (PMDN) transport sector. Data obtained from the Central Statistics Agency (BPS), journals, books and other research results.

The results showed that gross domestic product (GDP) transport sector, inflation, and road infrastructure affect the amount of domestic investment in the transportation sector, real and significant. The gross domestic product negatively affect domestic investment (PMDN) the transport sector in Indonesia. While inflation and road infrastructure, both these variables have a positive influence on domestic investment in the Indonesian transport sector.


(3)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh produk domestik bruto (PDB), inflasi, dan infrastruktur jalan terhadap investasi sektor transportasi di Indonesia. Analisis yang digunakan adalah metode Ordinary Least Square (OLS). Untuk tujuan penelitian digunakan data sekunder berupa time series tahun 1985-2007 yaitu data jumlah produk domestik bruto (PDB) sektor transportasi, tingkat inflasi, infrastruktur jalan, dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) sektor transportasi. Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), jurnal, buku, dan hasil penelitian lainnya .

Hasil penelitian menunjukan bahwa produk domestik bruto (PDB) sektor transportasi, inflasi, dan infrastruktur jalan mempengaruhi besarnya penanaman modal dalam negeri sektor transportasi secara nyata dan signifikan. Produk domestic bruto berpengaruh negatif terhadap penanaman modal dalam negeri (PMDN) sektor transportasi di Indonesia. Sedangkan inflasi dan infrastruktur jalan, kedua variabel tersebut memiliki pengaruh yang positif terhadap penanaman modal dalam negeri sektor transportasi di Indonesia.


(4)

KATA PENGANTAR

Sembah dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa melimpahkan rahmat dan lindungan-Nya dalam menjalani masa perkuliahan hingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Investasi Sektor Transportasi Di Indonesia”.

Segala upaya dan kemampuan yang maksimal telah penulis berikan dalam penulisan skripsi ini guna sebagai penambahan, pengembangan wawasan dan studi. Namun demikian penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan-kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca guna kesempurnaan penulisan ilmiah di masa yang akan datang.

Selama menempuh perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini, penulis sudah sangat banyak memperoleh motivasi, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan apresiasi dan haturan terima kasih yang sebesar-besarnya. Dengan diiringi rasa hormat yang mendalam, penulis menghaturkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua orangtua saya yaitu JS. Manalu dan Ibunda D. Marbun serta adik saya Fransisca Yulwinner dan Gerico Putra yang selalu memberikan cinta, motivasi, saran, dan dukungan dalam bentuk moril dan materil yang tak henti-hentinya mendoakan penulis selama kuliah.

2. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec. selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec. selaku Ketua Departemen dan Bapak Irsyad Lubis, SE, MSoc, Ph.D. selaku Sekretaris Departemen Ekonomi


(5)

Pembangunan Universitas Sumatera Utara yang selama ini telah memberikan dukungan dan bantuan selama menjalani studi.

4. Bapak Drs. Kasytul Mahalli selaku dosen pembimbing yang telah banyak membantu dan mengarahkan penulisan dalam penyempurnaan skripsi ini.

5. Bapak Drs. Rujiman, M.Si selaku dosen penguji I dan Bapak Drs. Paidi Hidayat , M.Ec, selaku dosen penguji II yang telah banyak memberikan saran dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

6. Bapak Drs. Iskandar Syarief, MA selaku dosen wali selama perkuliahan dan sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan dukungan, waktu, tenaga, dan pikiran selama mengikuti perkuliahan..

7. Seluruh staf pengajar dan karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang telah mendukung dengan baik selama perkuliahan.

8. Rekan-rekan seperjuangan di Departemen Ekonomi pembangunan : Irwin Nico, Albert, Arisandi, Andreas, terutama kedua sahabat saya di LILIPUT yakni Vero dan valen, senang bisa bersama-sama selama 4 tahun ini, dan kawan-kawan yang lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

9. Keluarga di simalingkar, bang virgo, ka imel, yana, dll. Terima kasih unduk dukungannya.

10.Teman-teman di berdikari 52 : mamak, ka oya, nody, debo, dll yang selalu menemani di setiap harinya.


(6)

Akhirnya, semoga budi baik dan jasa-jasa semua pihak yang telah membantu penulis, baik dalam perkuliahan maupun sewaktu penyusunan skripsi ini, mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Kuasa, dan kiranya tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2010 Penulis,


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 2

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II: URAIAN TEORITIS 2.1 Investasi ... 7

2.2 Transportasi ... 8

2.2.1 Peranan Transportasi ... 9

2.2.2 Fungsi Transportasi ... 11

2.2.3 Manfaat Transportasi ... 11

2.2.4 Jenis Alat Atau Moda Transportasi ... 13

2.3 Produk Domestik Bruto ... 14


(8)

2.4 Inflasi ... 17

2.4.1 Jenis Investasi ... 18

2.4.2 Pengaruh Inflasi Terhadap Investasi ... 19

2.5 Infrastruktur Jalan ... 19

2.5.1 Pengaruh Infrastruktur Jalan Terhadap Investasi ... 20

2.6 Penelitian Terdahulu ... 21

2.7 Hipotesis ... 23

BAB III: METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 25

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 25

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 25

3.4 Teknik Pengolahan Data ... 26

3.5 Metode Analisis ... 26

3.6 Test Goodness of Fit ... 27

3.6.1 Koefisien Determinasi (R-Square) ... 27

3.6.2 Uji T- Statistik ... 27

3.6.3 Uji F- Statistik ... 28

3.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 30

3.7.1 Multikolinenarity ... 30

3.7.2 Uji Autokorelasi ... 30

3.8 Defenisi Operasional ... 31

BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Negara Indonesia ... 32

4.1.1 Posisi Geografis Indonesia ... 32


(9)

4.2 Kondisi Makro Ekonomi Indonesia ... 34

4.3 Perkembangan Transportasi di Indonesia ... 36

4.3.1 Transportasi Darat ... 36

4.3.2 Transportasi Laut ... 39

4.3.3 Transportasi Udara ... 41

4.4 Perkembangan Produk Domestik Bruto di Indonesia ... 43

4.5 Perkembangan Inflasi di Indonesia ... 44

4.6 Perkembangan Infrastruktur Jalan di Indonesia ... 46

4.7 Perkembangan Investasi Sektor Transportasi di Indonesia ... 48

4.8 Hasil dan Analisis Data ... 49

4.8.1 Interpretasi Model ... 50

4.8.2 Test Goodness of fit ... 50

4.8.3 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 55

4.9 Pembahasan ... 57

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 58

5.2 Saran ... 59 DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Hal

3.1 : Tabel Pengambilan Keputusan 31

4.3.1.1 : Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis

tahun 1987-2007 36

4.3.1.2 : Jumlah Penumpang dan Barang Kereta Api Indonesia

Tahun 1987 – 2007 38

4.3.2.1 : Bongkar Muat Barang Antar Pulau dan Luar Negeri di

Pelabuhan Indonesia Tahun 1988-2007 (000 tons) 40 4.3.2.2 : Jumlah Penumpang Kapal di Pelabuhan Yang Diusahakan

dan Tidak Diusahakan Tahun 1995 - 2007 (000) 41 4.3.3 : Jumlah Keberangkatan Penumpang dan Barang di

Bandara Indonesia Tahun 1999 – 2007 42 4.8.1 : Hasil Regresi 50 4.8.3 :Hasil Uji Multikolinearitas 56


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman 4.4 : Perkembangan GDP Sektor Transportasi

(miliyar Rupiah) 44 4.5 : Perkembangan Inflasi tahun

1985-2007 ( persen ) 45 4.6 : Perkembangan Panjang Jalan Negara 47 4.7 : Perkembangan PMDN Sektor Transportasi

di Indonesia tahun 1985-2007 (miliyar rupiah) 49 4.8.2.1 : Uji t-Statistik Produk Domestik Bruto (X1) 53

4.8.2.2 : Uji t-Statistik Inflasi (X2) 54

4.8.2.3 : Uji t-Statistik Infrastuktur Jalan (X3) 55


(12)

DAFTAR LAMPIRAN No. Lampiran

1 : Data variabel

2 : Hasil regresi


(13)

ABSTRACT

This study aims to analyze the influence of gross domestic product (GDP), inflation, and road infrastructure to transport sector investment in Indonesia. The analysis method used Ordinary Least Square (OLS). For the purpose of the research used secondary data from the 1985-2007 year time series data of gross domestic product (GDP) transport sector, inflation, road infrastructure, and domestic investment (PMDN) transport sector. Data obtained from the Central Statistics Agency (BPS), journals, books and other research results.

The results showed that gross domestic product (GDP) transport sector, inflation, and road infrastructure affect the amount of domestic investment in the transportation sector, real and significant. The gross domestic product negatively affect domestic investment (PMDN) the transport sector in Indonesia. While inflation and road infrastructure, both these variables have a positive influence on domestic investment in the Indonesian transport sector.


(14)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh produk domestik bruto (PDB), inflasi, dan infrastruktur jalan terhadap investasi sektor transportasi di Indonesia. Analisis yang digunakan adalah metode Ordinary Least Square (OLS). Untuk tujuan penelitian digunakan data sekunder berupa time series tahun 1985-2007 yaitu data jumlah produk domestik bruto (PDB) sektor transportasi, tingkat inflasi, infrastruktur jalan, dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) sektor transportasi. Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), jurnal, buku, dan hasil penelitian lainnya .

Hasil penelitian menunjukan bahwa produk domestik bruto (PDB) sektor transportasi, inflasi, dan infrastruktur jalan mempengaruhi besarnya penanaman modal dalam negeri sektor transportasi secara nyata dan signifikan. Produk domestic bruto berpengaruh negatif terhadap penanaman modal dalam negeri (PMDN) sektor transportasi di Indonesia. Sedangkan inflasi dan infrastruktur jalan, kedua variabel tersebut memiliki pengaruh yang positif terhadap penanaman modal dalam negeri sektor transportasi di Indonesia.


(15)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Pengangkutan atau transportasi mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis dalam mendukung segala aspek kehidupan dan penghidupan, baik dibidang ekonomi, sosial-budaya, politik, maupun pertahanan dan keamanan negara. Sistem pengangkutan harus ditata dan terus menerus disempurnakan untuk menjamin mobilitas orang maupun barang dalam rangka menjamin kesejahteraan masyarakat. Pengangkutan menyandang peranan sebagai penunjang dan pemacu bila angkutan dipandang dari sisi melayani dan meningkatkan pembangunan. Selain itu, transportasi terkait pula dengan produktivitas. Kemajuan transportasi akan membawa peningkatan mobilitas manusia, mobilitas faktor-faktor produksi, dan mobilitas hasil olahan yang dipasarkan. Makin tinggi mobilitas berarti lebih cepat dalam gerakan dan peralatan yang terefleksi dalam kelancaran distribusi serta lebih singkat waktu yang diperlukan untuk mengolah bahan dan memindahkannya dari tempat dimana barang tersebut kurang bermafaat ke lokasi dimana manfaatnya lebih besar. Makin tinggi mobilitas dengan demikian berarti lebih produktif (Nasution, 2003).

Dalam perkembangannya, sektor transportasi di Indonesia mengalami perkembangan yang semakin pesat yang dapat dilihat dari banyaknya kendaraan bermotor yang ada. Pada tahun 1985, jumlah kendaraan bermotor rakitan dalam negeri sebesar 400.278 unit dan pada tahun 2000 berkembang menjadi 1.275.102 unit. Untuk panjang jalan juga mengalami kenaikan. Hal ini dibarengi oleh jumlah investasi yang diperuntukkan untuk membiayai pembangunan sarana dan prasarana transportasi tersebut. Investasi merupakan kegiatan untuk mentransformasikan sumber daya potensial menjadi kekuatan ekonomi riil. Sumber daya alam yang ada di


(16)

masing-masing daerah diolah dan dimamfaatkan untuk meningkatkan kemakmuran seluruh rakyat secara adil dan merata. Namun dalam memanfaatkan sumberdaya alam perlu memperhatikan kelestarian dan keseimbangan lingkungan hidup bagi pembangunan. Peranan investasi di indonesia cedung meningkat sejalan dengan banyaknya dana yang di butuhkan untuk melanjutkan pembangunan nasional. Investasi merupakan suatu faktor yang kursial bagi kelangsungan proses pembangunan ekonomi, atau pertumbuhan ekonomi jangka panjang pembangunan ekonomi melibatkan kegiatan-kegiatan produksi di semua sektor ekonomi. Jadi dari uraian di atas, pokok permasalahan yang menjadi pembahasan utama adalah iklim investasi yang sangat kompleks, yang implikasinya adalah bahwa kebijakan investasi tidak bisa berdiri sendiri (Firmansyah, 2008).

Perkembangan investasi pada sektor transportasi di Indonesia mengalami fluktuasi jumlah. Pada tahun 1985, investasi dalam negeri sektor tranportasi senilai Rp. 114,341 miliar akan tetapi mengalami penurunan pada tahun berikutnya menjadi Rp. 103,081 miliar. Begitu pula pada tahun 2006 yaitu sebesar Rp. 1.1930,3 miliar dan mengalami penurunan menjadi Rp. 1.231,2 miliar pada tahun 2007.

Terjadinya fluktuasi pada jumlah investasi dalam negeri sektor transportasi ini juga dibarengi dengan keadaan makro ekonomi di Indonesia yang juga berfluktuasi dari tahun ke tahunnya. Dalam konteks perekonomian suatu negara, salah satu wacana yang menonjol adalah mengenai pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi menjadi penting dalam konteks perekonomian suatu negara karena dapat dijadikan salah satu ukuran dari pembangunan atau pencapaian perekonomian negara tersebut. Wijono (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan pembangunan suatu Negara (Isa Salim, 2006).


(17)

Pertumbuhan ekonomi Indonesia sama halnya dengan keadaan investasi, juga mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 1985 sebesar 2.5% dan mengalami kenaikan pada tahun berikutnya menjadi 5,9%. Hal ini juga berbarengan dengan keadaan investasi sektor transportasi.

Sedangkan tingkat inflasi yang terjadi pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat suku bunga dan keadaan ekonomi secara makro yang akan mengakibatkan perubahan pada jumlah investasi yang akan dilakukan oleh penanam modal. Tingkat inflasi yang sangat mengkhawatirkan akan memberikan dampak kepada penanaman modal dalam negeri dimana dengan terjadinya inflasi atau kenaikan harga barang-barang yang secara terus menerus akan mengakibatkna terjadinya perubahan kemampuan masyarakat dalam membeli barang-barang produksi yang kemungkinan menjadi penurunan dan mengurangi gairah produsen dalam manciptakan atau memproduksi barang dan jasa.

Semakin tinggi perubahan tingkat harga maka akan semakin tinggi pula opportunity cost untuk memegang aset finansial. Artinya masyarakat akan merasa lebih beruntung jika memegang aset dalam bentuk rill dibandingkan dengan asset financial jika tingkat harga tetap tinggi. Jika aset finansial luar negeri dimasukan sebagai salah satu pilihan asset, maka perbedaan tingkat inflasi dapat menyebabkan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing akan melemah yang pada gilirannya akan menghilangkan daya saing komoditas Indonesia (Susanti, 2000). Hal ini bila dilihat oleh para investor, maka akan mengurangi gairah investor dalam menanamkan modalnya dan lebih memilih untuk menyimpan dananya di bank karna dampak inflasi juga akan mengakibatkan nilai suku bunga simpanan manjadi meningkat guna mengurangi jumlah uang beredar.


(18)

Selain pertumbuhan ekonomi dan inflasi, diperlukan partisipasi atau dukungan pemerintah dalam menyediakan prasarana yang akan mendukung perkembangan perekonomian yaitu salah satunya dengan keadaan infrastruktur yang baik dan memadai. Tidak dapat dipungkiri bahwa infrastruktur merupakan salah satu faktor penentu pembangunan ekonomi, yang sebenarnya sama pentingnya dengan faktor-faktor produksi umum lainnya yakni modal dan tenaga kerja. Sayangnya, untuk satu faktor ini, selama ini, terutama sejak krisis ekonomi 1997/98, kurang sekali perhatian pemerintah dalam penyediaan infrastruktur, khususnya di wilayah di luar Jawa, atau Indonesia Kawasan Timur. Hal ini karena setelah krisis pemerintah harus fokus pada hal-hal yang lebih mendesak seperti menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan ekonomi secara keseluruhan, mencegah pelarian modal, menanggulangi hutang luar negeri serta menstabilkan kembali kondisi politik dan sosial. Akibatnya, kondisi infrastruktur terpuruk di mana-mana. Terutama untuk infrastruktur jalan yang merupakan salah satu faktor yang akan memperlancar perekonomian yang akan meningkatkan kemajuan suatu daerah karena akan mempermudah dalam menghasilkan barang maupun kegiatan distribusinya. Hal ini akan meningkatkan pendapatan sehingga akan menarik para investor untuk menanamkan modal sehingga sangat dibutuhkan keadaan jalan yang baik.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk menganalisa lebih lanjut mengenai sejauh mana variabel-variabel tersebut mempengaruhi investasi sektor transportasi, maka penulis memilih judul : “Analisis Faktor-Faktor Ekonomi Makro Yang Mempengaruhi Investasi Sektor Transportasi Di Indonesia”.


(19)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah produk domestik bruto (PDB) berpengaruh terhadap investasi sektor transportasi di Indonesia?

2. Apakah tingkat inflasi berpengaruh tehadap investasi sektor transportasi di Indonesia?

3. Apakah infrastruktur jalan terhadap investasi sektor transportasi di Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui produk domestik bruto (PDB) terhadap investasi sektor transportasi di Indonesia.

2. Untuk mengetahui pengaruh tingkat inflasi terhadap investasi sektor transportasi di Indonesia.

3. Untuk mengetahui pengaruh infrastruktur jalan terhadap investasi sektor transportasi di Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan studi atau tambahan terhadap penelitian yang sudah ada sebelumnya.

2. Sebagai bahan tambahan dan informasi bagi masyarakat dan mahasiswa yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.


(20)

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bahan studi atau tambahan ilmu khususnya bagi mahasiswa/i Departemen Ekonomi Pembangunan.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Investasi

Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pengeluaran penanaman-penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal atau perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian. Pertambahan jumlah barang modal ini memungkinkan perekonomian tersebut menghasilkan lebih banyak barang dan jasa dimasa yang akan datang. (Sadono, 2006).

Faktor-faktor utama yang menentukan tingkat investasi adalah: 1. Tingkat keuntungan yang diramalkan akan diperoleh. 2. Suku bunga.

3. Ramalan mengenai keadaan ekonomi di masa yang akan datang. 4. Kemajuan teknologi.

5. Tingkat pendapatan nasional dan perubahan-perubahannya. 6. Keuntungan yang diperoleh perusahaan-perusahaan.

Ada tiga tipe pengeluaran investasi. Pertama, investasi dalam barang tetap (business fixed investment) yang melingkupi peralatan dan struktur dimana dunia usaha membelinya untuk dipergunakan dalam produksi. Kedua, investasi perumahan (residential investment) melingkupi perumahan baru dimana orang membeliya untuk ditempati atau pemilik modal membeli untuk disewakan. Ketiga, investasi inventori (inventory investment) meliputi bahan baku dan bahan penolong, barang setengah jadi dan barang jadi (Tedy Herlambang, 2001).


(22)

Peranan investasi terhadap kapasitas produksi nasional memang sangat besar, karena investasi merupakan penggerak perekonomian, baik untuk penabahan faktor produksi maupun berupa peningkatan kualitas faktor produksi, investasi ini nantinya akan memperbesar pengeluaran masyarakat melalui peningkatan pendapatan masyarakat dengan bekerja multilier effect. Faktor produksi akan mengalami penyusutan, sehingga akan mengurangi produktivitas dari faktor-faktor produksi tersebut. Supaya tidak terjadi penurunan produktivitas (kapasitas) nasional harus diimbangi dengan investasi baru yang lebih besar dari penyusutan faktor-faktor produksi. Akhirnya perekonomian masyarakat (nasional) akan berkembang secara dinamis dengan naiknya investasi yang lebih besar dari penyusutan faktor produksi tersebut. Bila penambahan investasi lebih kecil dari penyusutan faktor-faktor produksi, maka terjadi stagnasi perekonomian untuk dapat berkembang (Nasution,1996).

2.2 Transportasi

Transportasi adalah kegiatan pemindahan barang (muatan) dan penumpang dari suatu tempat ke tempat lain (Rustian Kamaluddin:3:2003).

Unsur – unsur transportasi meliputi : - manusia yang membutuhkan - barang yang dibutuhkan - kendaraan sebagai alat/sarana

- jalan dan terminal sebagai prasarana transportasi - organisasi (pengelola transportasi)

Transportasi sebagai dasar untuk pembangunan ekonomi dan perkembangan masyarakat serta pertumbuhan industrilisasi. Dengan adanya transportasi


(23)

menyebabkan adanya speialisasi atau pembagian pekerjaan menurut keahlian sesuai dengan budaya, adat istiadat dan budaya suatu bangsa dan daerah kebutuhan akan angkutan tergantung fungsi bagi kegunaan seseorang (personal place utility).

2.2.1 Peranan Transportasi

Peranan pegangkutan mencakup bidang yang luas di dalam kehidupan meliputi atas berbagai aspek (Nasution, 2003) yakni:

a. Aspek Sosial dan Budaya

Dampak sosial yang dapat dirasakan dengan adanya transportasi adalah adanya peningkatan standar hidup. Transportasi menekankan biaya dan memperbesar kuantitas keanekaragaman barang, hingga terbuka kemungkinan adanya perbaikan dalam perumahan, sandang, dan pangan serta rekreasi, serta adanya peninkatan pemahaman dan intelegensi masyarakat. Sedangkan untuk budaya, dampak yang dapat dirasakan adalah terbukanya kemungkinan keseragaman gaya hidup, kebiasaan dan bahasa (Nasution.2003).

b. Aspek Politis dan Pertanahan

Bagi aspek politis dan pertanahan, transportasi dapat memberikan dua keuntungan yaitu :

1. transportasi dapat memperkokoh persatuan dan kesatuan nasional. Dengan adanya sistem dan sarana perhubungan yang baik maka akan dapat memperkokoh stabilitas politik negara kesatuan.

2. transportasi merupakan alat mobilitas unsur pertanahan dan keamanan dimana transportasi dapat digunakan untuk tujuan strategis pertahanan karena adanya wahana transportasi yang efektif dalam karya bakti dalam proyek – proyek pembangunan nyata.


(24)

c. Aspek Hukum

Didalam pegoperasian dan pemilikan alat angkutan diperlukan ketentuan hukum mengenai hak dan tanggung jawab serta perasuransian apabila terjadi kecelakaan lalu lintas, juga terhadap penerbangan luar negeri yang melewati batas wilayah suatu negara, diatur dalam perjanjian antar negara (bilateral air agreement). d. Aspek Teknik

Hal – hal yang berkaitan dengan pembangunan dan pengoperasian transportasi menyangkut aspek teknis yang harus menjamin keselamatan dan keamanan dalam penyelenggaraan angkutan.

e. Aspek ekonomi

Peranan pengangkutan tidak hanya untuk memperlancar arus barang dan mobilitas manusia. Pengangkutan juga membantu tercapainya pengalokasian sumber – sumber ekonomi secara optimal. Dari aspek ekonomi, pengangkutan dapat ditinjau dari sudut ekonomi mikro dan makro. Dari sudut ekonomi makri penganngkutan merupaka salah satu prasrana yang menunjang pelaksanaan pembangunan yang dapat dilihat dari kepentingan dua pihak yaitu :

1) Pada pihak perusahaan pengangkutan (operator)

Pengangkutan merupakan usaha memproduksi jasa angkutan yang dijual kepada pemakai dengan memperoleh keuntungan.

2) Pada pihak pemakai jasa angkutan (user).

Pengangkutan sebagai salah satu mata rantai dari arus bahan baku untuk produksi dan arus distribusi barang jadi disalurkan ke pasar serta kebutuhan pertukaran barang di pasar. Supaya kedua arus ini lancar, jasa angkutan harus cukup tersedia dan sebanding dengan seluruh biaya produksi.


(25)

2.2.2 Fungsi Transportasi

Transportasi perlu untuk mengatasi kesenjangan jarak dan komunikasi antara tempat asal dan tempat tujuan. Untuk itu dikembangkan sistem transportasi dan komunikasi, dalam wujud sarana (kendaraan) dan prasarana (jalan). Dari sini timbul jasa angkutan untuk memenuhi kebutuhan pengangkutan dari suatu tempat ke tempat lain.

Transportasi memiliki fungsi, yaitu :

a. melancarkan arus barang dan manusia

b. menunjang perkembangan dan pembangunan (the promoting sector)

c. penunjang dan perangsang pemberian jasa bagi perkembangan perekonomian (the service sector)

2.2.3 Manfaat Transportasi 1. Manfaat Ekonomi

Kegiatan ekonomi bertujuan memenuhi kebutuhan manusia dengan menciptakan manfaat. Transportasi adalah salah satu jenis kegiatan yang menyangkut peningkatan kebutuhan manusia dengan mengubah letak geografis barang dan orang sehingga akan menimbulkan adanya transaksi.

2. Manfaat Sosial

Transportasi menyediakan berbagai kemudahan, diantaranya : a. Pelayan untuk perorangan atau kelompok

b. Pertukaran atau penyampaian informasi c. Perjalanan untuk bersantai

d. Memendekkan jarak e. Memencarkan penduduk.


(26)

3. Manfaat Politis

a. Pengangkutan menciptakan peratuan dan kesatuan nasional yang semakin kuat dan meniadakan isolasi.

b. Pengangkutan menyebabkan pelayanan kepada masyarakat dapat dikembangkan atau diperluas dengan lebih merata pada setiap bagian wilayah suatu negara.

c. Keamanan negara terhadap serangan dari luar negeri yang tidak dikehendaki kamungkin sekali tergantung pada pengangkutan yang efisien yang memudahkan mobilisasi segala daya (kemampuan dan ketahanan) nasional, serta memungkinkan perpindahan pasukan – pasukan selama perang.

d. Sistem pengangkutan yang efisien memungkinkan negara memindahkan dan mengangkut penduduk dari daerah yang mengalami bencana ke tempat yang lebih aman.

4. Manfaat Kewilayahan

Selain dapat memenuhi kebutuhan penduduk di kota, atau pedalaman, keberhasilan pembangunan di sektor transportasi dapat memenuhi peekembangan wilayah. Seiring dengan meningkatnya jumlah habitat, dan semakin majunya peradaban komunitas manusia, selanjutnya wilayah-wilayah pusat kegiatannya berkembang mengekspansi ke pinggiran-pinggiran wilayah, sedangkan kawasan-kawasan terisolir semakin berkurang, dan harak antar kota semakin pendek dalam hal waktu. Lebih dari itu kuantitas dan kualitas baik perkotaan besar maupun perkotaan kecil tumbuh, dimana kota kecil ditumbuh kembangkan sementara kota besar semakin berkembang, sehingga area perkotaan semakin meluas.


(27)

2.2.4 Jenis alat atau moda transportasi

Berdasarkan perbedaan pada sifat jasa, operasi, dan biaya pengangkutan maka jenis moda transportasi dapat dibedakan menjadi lima kelompok, yaitu sebagai berikut (nasution, 2003):

1. Angkutan kereta api (rail road railway)

Angkutan kereta api adalah jenis angkutan yang bergerak diatas rel. Kereta api sendiri dapat mengangkut barang dan manusia dalam jumlah yang banyak dalam sekali jalan baik menempuh jarak dekat maupun jarak jauh. Kereta api terdiri dari satu unit lokomotif dan beberapa gerbong yang berguna untuk tempat menampung barang atau manusia selama perjalanan dari tempat asal ke tempat tujuan.

2. Angkutan bermotor dan jalan raya (motor/road/hihgway transportation)

Angkutan bermotor pada umumnya beroperasi dijalan raya yang seudah disediakan sebagai saraa untuk transportasi. Angkutan ini dapat berupa mobil, sepeda motor, dan sebagainya.

3. Angkutan laut (water/sea transportation)

Angkutan laut adalah jenis angkutan yang digunakan untuk memperlancar arus perpindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan melalui jalur laut dengan menggunakan kapal. Sekarang ini dibidang pelayaran beroperasi beberapa jenis kapal, antara lain kapal penumpang, kapal barang, kapal peti kemas, kapal pengangkut kayu, dan kapal tangki minyak. 4. Angkutan udara (air transportation)

Angkutan udara adalah jenis transportasi yang menggunakan pesawat tebang sebagai moda transportasinya dengan dilengkapi oleh teknologi di bidang navigasi, dan telekomunikasi.


(28)

5. Angkutan pipa (pipelene)

Angkutan jenis pipa digunakan untuk mengangkut air, minyak, pupuk dan barang tambang lainnya yang melalui pipa yang sudah saling terhubung baik itu berada di darat, laut, ataupun di bawah tanah.

2.3 Produk Domestik Bruto

Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat. Perkembangan ekonomi yang berlaku dari waktu ke waktu dan menyebabkan pendapatan nasional rill semakin berkembang. Tingkat pertumbuhan ekonomi menunjukan prestasi kenaikan pendapatan nasional rill pada suatu tahun tertentu dibandingkan dengan pendapatan nasional rill pada tahun sebelumnya (Sadono, 2006).

Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan GDP (Gross National Product) tanpa memandang bahwa kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari pertumbuhan penduduk dan tanpa memandang apakah perubahan dalam struktur ekonominya (Suryana,2005).

PDB diyakini sebagai indikator ekonomi terbaik dalam menilai perkembangan ekonomi suatu negara. Perhitungan pendapatan nasional ini mempunyai ukuran makro utama tentang kondisi suatu negara. Pada umumnya perbandingan kondisi antar negara dapat dilihat dari pendapatan nasionalnya sebagai gambaran, Bank Dunia menentukan apakah suatu negara berada dalam kelompok negara maju atau berkembang melalui pengelompokan besarnya PDB, dan PDB suatu negara sama dengan total pengeluaran atas barang dan jasa dalam perekonomian (Herlambang, 2001:16). Menurut Samuelson (1992:112), PDB adalah jumlah output total yang


(29)

dihasilkan dalam batas wilayah suatu negara dalam satu tahun. PDB mengukur nilai barang dan jasa yang di produksi di wilayah suatu negara tanpa membedakan kewarganegaraan pada suatu periode waktu tertentu. Dengan demikian warga negara yang bekerja di negara lain, pendapatannya tidak dimasukan ke dalam PDB. Sebagai gambaran PDB Indonesia baik oleh warga negara Indonesia (WNI) maupun warga negara asing (WNA) yang ada di Indonesia tetapi tidak diikuti sertakan produk WNI di luar negeri (Herlambang, 2001:22).

Sukirno (1994:33) mendefinisikan PDB sebagai nilai barang dan jasa dalam suatu negara yang diproduksi oleh faktor-faktor produksi milik warga negara tersebut dan warga negara asing. Sedangkan Wijaya (1997:13) menyatakan bahwa PDB adalah nilai uang berdasarkan harga pasar dari semua barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksi oleh suatu perekonomian dalam suatu periode waktu tertentu biasanya satu tahun. Secara umum PDB dapat diartikan sebagai nilai akhir barang-barang dan jasa yang diproduksi di dalam suatu negara selama periode tertentu biasanya satu tahun (Ni Nyoman, 2003).

2.3.1 Pengaruh Produk Domestik Bruto Terhadap Investasi

Terdapat keterkaitan yang erat antara pertumbuhan ekonomi atau diproxykan dalam pendapatan nasional dan investasi. Hubungan keduanya menjadi suatu sorotan para ekonom, baik dari kalangan Klasik maupun Neo Klasik. Teori pendapatan nasional Keynesian yang menggunakan pendekatan pengeluaran agregatif dimana besarnya pendapatan nasional suatu negara diukur dari komponen-konponen expenditure para pelaku ekonominya lewat anggaran-anggarannya yaitu; sektor rumah tangga (C;consumtion), perilaku usaha dan dunia usaha tercermin lewat komponen investasi yang ditanam (I), pemerintah melalui anggaran belanjanya (G) dan sektor perdagangan


(30)

internasional yang tercermin lewat nilai ekspor / impor netto-nya. Teori diatas selanjutnya menurunkan pertimbangan parsial pada faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dalam melakukan investasi. Seperti halnya dalam konsumsi yang dilakukan oleh sektor rumah tangga, investasi oleh para pengusaha ditentukan oleh beberapa faktor. Salah satu diantara faktor-faktor penting yang dipertimbangkan adalah besarnya nilai pendapatan nasional yang dicapai (Sukirno, 2006).

Sudono (1996), dalam kebanyakan analisa mengenai penentuan pendapatan nasional pada umumnya variabel investasi yang dilakukan oleh pengusaha berbentuk investasi autonomi (besaran / nilai tertentu investasi yang selalu sama pada berbagai tingkat pendapatan nasional). Tetapi adakalanya tingkat pendapatan nasional sangat besar pengaruhnya pada tingkat investasi yang dilakukan (Isa Salim, 2006). Secara teoritis, dapat dikatakan bahwa pendapatan nasional yang tinggi akan memperbesar pendapatan masyarakat dan selanjutnya pendapatan masyarakat yang tinggi itu akan memperbesar permintaan atas barang-barang dan jasa. Maka keuntungan yang dicapai oleh sektor usaha dapat mencapai targetnya, dengan demikian pada akhirnya akan mendorong dilakukan investasi-investasi baru pada sektor usaha. Dengan demikian, apabila nilai pendapatan nasional semakin bertambah tinggi, maka investasi akan bertambah tinggi pula. Dan sebaliknya semakin rendah nilai pendapatan nasional, maka nilai permintaan investasinya akan semakin rendah pula. Pengembangan yang dilakukan para ekonom Neo Klasik pada teori Keynes ini terlihat pada formulasi yang dikembangkannya pada model akselerator investasi. Dijelaskan bahwa laju investasi adalah sebanding dengan perubahan output dalam perekonomian.


(31)

2.4 Inflasi

Inflasi merupakan fenomena ekonomi yang berkaitan dengan dampaknya yang sangat luas terhadap makro ekonomi. Inflasi sangat berperan dalam mempengaruhi mobilisasi dana lewat lembaga keuangan informal. Inflasi didefinisikan sebagai kenaikan harga umum secara terus menerus dan persisten dari suatu perekonomian (Susanti, 2000). Kenaikan dalam harga rata-rata seluruh barang dan jasa dalam perekonomian harus dibedakan dari kenaikan harga relatif dari barang-barang secara individual. Secara umum, kenaikan harga dalam harga diikuti pula dengan perubahan dalam struktur harga relatif, tetapi hanya kenaikan secara keseluruhan yang dianggap sebagai inflasi.

Menurut Nasution (1999:20) inflasi juga dapat dikatakan sebagai suatu keadaan yang mengidentisfikasikan semakin lemahnya daya beli yang diikuti dengan semakin merosotnya nilai mata uang suatu negara (Isa Salim, 2006). Jadi inflasi merupakan suatu keadaan dimana terjadi kenaikan harga secara tajam yang berlangsung secara terus menerus dalam jangka wakru yang cukup lama. Seiring dengan kenaikan harga tersebut, nilai uang turun secara tajam pula sebanding dengan kenaikan harga-harga tersebut. Namun tidak semua kenaikan harga menyebabkan inflasi. Harga masing-masing barang dan jasa ditentukan dengan banyak cara. Dalam pasar persaingan sempurna, interaksi banyak pembeli dan penjual yakni bekerjanya penawaran dan permintaan menentukan harga.

Ketika harga semua barang naik, kenaikan itu bisa atau tidak menjadi bagian dari inflasi pada kelompok barang yang lebih besar. Karena inflasi adalah kenaikan tingkat harga keseluruhan, inflasi terjadi ketika harga naik secara serempak. Kita mengukur inflasi dengan melihat sejumlah barang dan jasa dan menghitung kenaikan harga rata-rata selama beberapa periode waktu.


(32)

Inflasi adalah proses kenaikan harga umum barang secara terus menerus (Nopirin, 1998 : 25). Ini berarti bahwa harga berbagai macam barang itu naik dengan presentase yang sama, dan kenaikan umum tersebut terjadi tidaklah bersama-sama yang penting terdapat kenaikan umum secara terus-menerus dalam periode tertentu.

2.4.1 J enis Inflasi

1) Menurut Sebabnya (Nopirin, 1998 : 29)

a. Inflasi Permintaan (Demand-pull Inflation), Inflasi timbul karena bertambahnya permintaan mesyarakat akan barang-barang atau adanya kenaikan permintaan modal total (agregat Demand).

b. Inflasi Ongkos (Cost-push Inflation), Inflasi ini ditandai dengan kenaikan harga serta turunya produksi dan dibarengi dengan resesi, keadaan ini dimulai dengan adanya penurunan total (Agregat Demand).

2) Menurut Asalnya (Nopirin, 1998 : 30)

a. Inflasi dari dalam negeri (Domestic Inflation), timbul karena defisitanggaran belanja dengan percetakan uang baru, panenan gagal, dan sebagainya.

b. Inflasi yang berasal dari luar negeri (Imported Inflation), Inflasitimbul karena adanya kenaikan barang dan jasa di luar negeri atau dinegara-negara langganan berdagang yang akibatnya menaikan harga di dalam negeri


(33)

2.4.2 Pengaruh Inflasi Terhadap Investasi

Tingkat inflasi berpengaruh negatif pada tingkat investasi hal ini disebabkan karena tingkat inflasi yang tinggi akan meningkatkan resiko proyek-proyek investasi dan dalam jangka panjang inflasi yang tinggi dapat mengurangi rata-rata masa jatuh pinjam modal serta menimbulkan distrosi informasi tentang harga-harga relatif.

Di Indonesia kenaikan tingkat inflasi yang cukup besar biasanya akan diikuti dengan kenaikan tingkat suku bunga perbankan. Dapat dipahami, dalam upayanya menurunkan tingkat inflasi yang membumbung, pemerintah sering menggunakan kebijakan moneter uang ketat (tigh money policy). Dengan demikian tingkat inflasi domestik juga berpengaruh pada investasi secara tidak langsung melalui pengaruhnya pada tingkat bunga domestik.

2.5 Infrastuktur Jalan

Fungi infrastruktur terutama prasarana jalan adalah sebagai prasarana distribusi lalu lintas barang dan manusia secara berpengaruh terhadap meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan investasi, berkembangnya kehidupan sosial budaya maupun lingkungan. Di sisi lain, jalan juga membentuk struktur ruang wilayah maupun perkotaan sehingga keberadaannya sangat menentukan arah berkembangnya wilayah maupun perkotaan mendatang. Salah satu wujud keterpaduan antar sektor untuk medukung pembangunan ekonomi yang lebih merata dan adil adalah keterpaduan pembangunan jaringan jalan, terutama pemantapan kehandalan prasarana jalan untuk mendukung kawasan andalan termasuk sentra – sentra wilayah pesisir melalui (a) keterpaduan sistem jaringan jalan terhadap tata ruang, (b) pemantapan kinerja pelayanan prasarana jalan terbangun melalui pemeliharaan, rehabilitasi serta pemantapan teknologi terapan, (c) penyelesaian pembangunan ruas jalan untuk


(34)

memfungsikan sistem jaringan. Pengembangan sarana dan prasarana pemukiman, khususnya untuk kota – kota pesisir, melalui (a) peningkatan prasarana dan saran perkotaan untuk mengwujudkan fungsi kota sebagai Pusat Kegiatan Nasional, Wilayah dan Lokal, (b) pengembangan fungsi pelayanan pelabuhan, (c) pengembangan desa pusat pertumbuhan dan prasarana dan sarana antar desa-kota untuk mendukung pengembangan agribisnis dan agropolitan, (c) mempertahankan tingkat pelayanan dan kualitas jalan kota terutama bagi kota metropolitan maupun kota – kota besar, dan ibukota propinsi (Miro,2005).

Untuk mewujudkan infrastruktur jalan yang baik, dibutuhkan jaringan angkutan jalan yang menghubungkan seluruh wilayah tanah air. Penetapan jaringan angkutan jalan merupakan salah satu unsur pokok pembinaan lalu lintas dan angkutan jalan untuk mencapai tujuan terciptanay system angkutan yang andal, aman, nyaman, cepat, tertib, teratur, dan efisien. Selain itu, jarigan angkutan jalan harus mampu memadukan moda angkutan lainnya, menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan untuk menunjang pemerataan, serta menjadi penggerak dan menunjang pembangunan nasional dengan biaya terjangkau oleh daya beli masyarakat . Dengan ditetapkannya jaringan perangkutan jalan, akan terwujud keterpaduan baik antara lalu lintas dang angkutan jalan dengan perkeretaapian atau dengan angkutan sungai dan danau yang mempunyai kesamaan wilayah pelayanan di daratan, maupun antara lalu lintas dan angkutan jalan dengan moda angkutan laut dan udara, yang keseluruhannya ditata dalam satu kesatuan system perangkuta (Warpani,2002).

2.5.1 Pengaruh Infrastruktur Jalan Terhadap Investasi

Dalam pengertiannya Jumlah Panjang Jalan adalah merupakan prasarana pengangkut darat yang penting untuk mempelancar kegiatan perekonomian,


(35)

tersedianya jalan yang berkualitas akan meningkatkan usaha pembangunan Khususnya dalam upaya memudahkan mobilitas penduduk dan mempelancar lalu lintas barang dari satu daerah ke daerah lain (Indikator Ekonomi). Seperti dilakukan banyak negara di dunia, pemerintah mengundang investor guna berpartisipasi menanamkan modalnya di sektor-sektor infrastruktur, seperti jalan tol, sumber energi listrik, sumber daya air, pelabuhan, dan lain-lain. Partisipasi tersebut dapat berupa pembiayaan dalam mata uang rupiah atau mata uang asing. Melihat perkembangan makro-ekonomi saat ini, terutama memperhatikan kecenderungan penurunan tingkat bunga, untuk saat ini pembiayaan rupiah masih merupakan alternatif yang lebih baik. Pembangunan kembali infrastruktur tampaknya menjadi satu alternatif pilihan yang dapat diambil oleh pemerintah dalam rangka menanggulangi krisis. Pembangunan infrastruktur akan menyerap banyak tenaga kerja yang selanjutnya akan berpengaruh pada meningkatnya gairah ekonomi masyarakat. Dengan infrastruktur yang memadai, efisiensi yang dicapai oleh dunia usaha akan makin besar dan investasi yang didapat semakin meningkat .

3.6 Peneliti Terdahulu

Aditya Prawatyo (1996), dengan Penelitiannya “ Faktor-faktor yang Mempengaruhi Investasi Swasta di Indonesia “ dalam penelitiannya tersebut Aditya menganalisis pengaruh variabel-variabel Produk Domestik Bruto PDB), Impor Barang Modal dan Bahan Baku (MB,MBB), ditingkat suku bunga didalam negri (SBD), jumlah uang yang beredar (JUB), pengeluaran pemerintah (PP), serta kebijaksanaan deregulasi pemerintah (D) terhadap investasi swasta (PMDN + PMA). Dari penelitian tersebut di peroleh hasil sebagai berikut: variabel (PDB) berpengaruh secara nyata terhadap investasi swasta di Indonesia. Variabel impor barang modal dan bahan baku tidak signifikan mempengaruhi investasi swasta. Hal tersebut di sebabkan karena nilai impor sesungguhnya sudah tercakup


(36)

didalam Produk Domestik Bruto. Sedangkan tingkat suku bunga dalam negeri berpengaruh secara negatif dan elastis terhadap investasi swasta tanah air. Sebaliknya kenaikan suku bunga di luar negeri akan berdampak positif bagi investasi swasta di Indonesia. Dan ternyata pemerintah masih berperan penting sebagai motor penggerak investasi di Indonesia, hal ini di tunjukan dengan pengaruh pengeluaran pemerintah yang signifikan mempengaruhi investasi swasta.

Isa Salim (2006) dalam penelitiannya “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Investasi Pada Sektor Pertanian Di Indonesia Periode Tahun 1984-2004” menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi, indeks hara produk-produk pertanian, tingkat suku bunga dan tingkat inflasi yang kaitannya dengan penjualan produk pertanian keluar negeri, nilai tukar mata uang asing yang menjadi factor penting dalam menentukan tingkat investasi tersebut baik investasi masyarakat (PMDN) maupun investor asing (PMA). Berdasarkan hasil penelitian diperoleh Pertumbuhan produksi domestik bruto (grPDB), nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, Indeks Harga produk pertanian, Tingkat suku bunga dan Inflasi secara simultan mempengaruhi besarnya investasi pada sektor pertanian. Hal ini dapat dilihat dari Nilai F hitung (5,662) yang lebih besar dari F tabelnya (2,901).

Namun, apabila ditinjau dari segi parsial, variabel indeks harga produk pertanian mempunyai kontribusi positf dalam estimasi model investasi pertanian ini secara kolektif, demikian pula halnya dengan tingkat produk domestik bruto (GrPDB) terutama setelah disebutkan melalui beberapa uji seleksi (variabel) model. Sedangkan variabel nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat mempunyai kontribusi negatif dalam mempengaruhi Nilai Investasi Sektor Pertanian.

Dadang Firmansyah (2008) dalam penelitiannya “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Investasi Di Indonesia Periode Tahun 1985-2004” menganalisis menganalisis pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB), Jumlah Tenaga Kerja yang Bekerja, Infrastruktur (Jumlah Panjang Jalan), dan krisis Ekonomi (Dm) terhadap


(37)

pertumbuhan Penanaman Modal Dalam Negeri di Indonesia priode tahun 1985-2004 dengan menggunakan alat uji regresi log linier. Penelitian ini menggunakan uji Mackinnon, White and Davidson (MWD) yang bertujuan untuk menentukan apakah model yang akan digunakan berbentuk linier atau log linier. Jadi metode yang digunakan dalam menganalisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Investasi di Indonesia adalah regresi log linier. Berdasarkan hasil estimasi tersebut Variabel Produk Domestik Bruto (PDB) tidak berpengaruh terhadap PMDN, Tenaga Kerja berpengaruh terhadap PMDN, Infrastruktur (Jumlah Panjang Jalan) tidak berpengaruh terhadap PMDN, dan Krisis Ekonomi (Dm) berpengaruh terhadap PMDN. Berdasarkan penelitian dan analisis yang telah dilakukan mengenai Penanaman Modal Dalam Negeri maka dapat di simpulkan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB), Tenaga kerja yang Bekerja, Infrastruktur ( Jumlah Panjang Jalan) dan Krisis Ekonomi (Dm) secara serempak mempunyai pengaruh terhadap Penanaman Modal Dalam Negeri.

Imelda Mustika dalam analisis perbandingan PMDN dan PMA di Indonesia (2007), menganalisis tentang pengaruh produk domestic bruto, inflasi,tingkat suku bunga kredit dan PMDN terhadap PMDN Indonesia tahun 1986-2005. Dimana produk domestic bruto PDB) berpengaruh negative terhadap PMDN Indonesia. Dimana di dapat nilai setiap kenaikan PDB 1% mengakibatkan turunnya PMDN sebesar Rp. 0,137212 Miliyar dengan asumsi ceteris paribus. Dimana hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis awal. Sedangkan inflasi berpengaruh negatif terhadap PMDN Indonesia. Untuk tingkat suku bunga kredit berpengaruh negatif terhadap PMDN Indonesia.


(38)

2.7 Hipotesis

1. Produk domestik bruto (PDB) berpengaruh positif terhadapa investasi sektor transportasi di Indonesia.

2. Inflasi berpengaruh negatif terhadap investasi sektor transportasi di Indonesia.

3. Infrastruktur jalan berpengaruh positif terhadap investasi sektor transportasi di Indonesia.


(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah langkah atau prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian.

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah pertumbuhan ekonomi, inflasi, infrastruktur jalan , dan investasi sektor transportasi Indonesia tahun 1985-2007.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dikumpulkan dan digunakan serta diolah dalam penelitian ini adalah data sekuder yaitu hasil olahan yang diperolah dari dinas dan instansi yang resmi yang berhubungan dengan penelitian ini. Data diperoleh dalam bentuk time series yang bersifat kuantitatif dalam kurun waktu 1985-2007.

Sumber data diperoleh dari publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) provinsi Sumatera Utara. Selain itu, data lainnya yang mendukung penelitian ini diperoleh dari sumber bacaan seperti jurnal, artikel, dan buku bacaan yang berkaitan dengan penelitian ini.

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan data

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan metode kepustakaan (library search) yaitu penelitian yang dilakukan dengan bahan – bahan kepustakaan


(40)

berupa tulisan – tulisan ilmiah dan laporan – laporan penelitian ilmiah yang memiliki hubungan dengan topik yang diteliti.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah pencatatan langsung berupa data seri waktu (time series) dalam kurun waktu 23 tahun (1985 – 2007).

3.4Teknik Pengolahan Data

Untuk mengolah data dalam penelitian ini, penulis menggunakan program Eviews 5.0.

3.5 Metode Analisis Data

Dalam menganalisis besarnya pengaruh-pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat digunakan model ekonometrika dengan meregresikan variabel-variabel yang ada dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS).

Permasalah yang akan dibahas adalah sejauh mana pengaruh produk domestik bruto sektor transportasi, inflasi, dan infrastuktur jalan terhadap sektor transportasi di Indonesia dengan menggunakan analisis regresi linier berganda. Fungsi matematikanya adalah sebagai berikut:

Y=f(X1,X2,X3,X4)………..(1)

Kemudian fungsi tersebut ditransformasikan ke dalam model persamaan regresi linear berganda (multiple regression) sebagai berikut:

Y=α+β1X1+β2X2+β3X3+μ……….(2)

Dimana:

Y = Investasi Sektor Transportasi (rupiah)


(41)

β1β2β3 = Koefisien Regresi

X1 = GDP sector transportasi (rupiah) X2 = Inflasi (persen)

X3 = Infrastruktur jalan (km)

μ = term of error

3.6 Test Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) 1. Koefisien Determinasi (R – Square)

Koefisien determinasi dilakukan untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel independen secara bersama sama mampu memberi penjelasan terhadap variabel dependen. Nilai R2 bernilai non negatif (0≤R2≤1).

2. Uji t-statistik.

Uji t statistik merupakan suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah masing masing koefisien regresi signifikan atau tidak signifikan terhadap variabel dependen dengan menganggap variabel independen lainnya konstan. Dalam hal ini digunakan hipotesis sebagai berikut:

Ho:bi = b

Ha:bi ≠ b

Dimana bi adalah koefisien variabel independen ke-I nilai parameter hipotesis biasanya b dianggap = 0 artinya ,tidak ada pengaruh variabel X1 terhadap Y. Bila

t-hitung >t-tabel, maka pada tingkat kepercayaan tertentu Ho ditolak. Hal ini berarti bahwa variabel indevenden yang diuji berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap variabel dependen. Dan bila t-hitung < t-tabel maka pada tingkat kepercayaan tertentu Ho diterima, ini artinya bahwa variabel independen yang diuji tidak berpengaruh nyata


(42)

Nilai t-hitung diperoleh dengan rumus:

t*= Sbi

b bi )

( −

dimana:

bi = kofisien variabel ke-i. b = nilai hipotesis nol.

Sbi = simpangan baku dari variabel indevenden ke-i Kriteria pengambilan keputusan :

H0 : β =0 H0 diterima (t*<t-tabel) artinya variabel independen secara

parsial tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Ha : β ≠0 Ha diterima (t*>t-tabel) artinya variabel independen secara

parsial berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

3. Uji F- statistik.

Uji F-statistik ini dilakukan untuk melihat pengaruh variabel indevenden secara keseluruhan atau bersama sama terhadap variabel dependen. Untuk penguujian ini digunakan hipotesis sebagai berikut:


(43)

Ha:b2=0………..………..i = 1(ada pengaruh)

Pengujian ini dilakukan untuk membandingkan nilai F- hitung dengan nilai F- tabel. Jika F-hitung> F-Tabel maka Ho ditolak, yanga artinya variabel independen secara bersama sama mempengaruhi variabel dependen. Jika F- hitung < F-tabel maka Ho diterima, artinya variabel indevenden secara bersama sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

Nilai F-hitung dapat diperoleh dengan rumus:

F-hitung=

( )

(

R

)

(

n k

)

k R

− − 2 −

2

1

1

Dimana:

R2 = koefisien determinasi.

k = Jumlah variabel independen. n = Jumlah sampel

Kriteria pengambilan keputusan :

0

: 1 2

0 β =β =

H H0 diterima (F*<F-tabel) artinya variabel independen

secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

0 :β1 ≠β2

a

H Ha diterima (F*>F-tabel) artinya variabel independen

secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.


(44)

3.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik.

Uji penyimpangan asumsi klasik dimaksudkan untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinerity dan heterokedastisitas, dalam hal estimasi, karena apabila terjadi penyimpangan terhadap asumsi klasik tersebut maka uji t dan uji f yang dilakukan sebelumnya tidak valid dan secara statistik dapat mengacaukan kesimpulan yang diperoleh.

1. Multikolineritas (Multikolinearity)

Multikolinearitas adalah alat untuk mengetahui suatu kondisi, apakah terdapat korelasi variabel independen diantara satu sama lainnya. Untuk mengetahui ada tidaknya multikoleanerity dapat dilihat dari nilai R- Square, F- hitung, t- hitung, serta standard error. Adanya multikoleanerity ditandai dengan:

1. Standard error tak terhingga.

2. Tidak ada satupun t-statistik yang signifikan pada α=5%,α=10%,

α= 1%.

3. Terjadi perubahan tanda atau tidak sesuai dengan teori 4. R- Square sangat tinggi.

2. Uji Autokorelasi

Uji ini menggunakan uji Durbin Watson yang dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya gejala autokorelasi yang merupakan gangguan pada fungsi regresi berupa korelasi diantara faktor gangguan dalam model persamaan tersebut.


(45)

Table 3.1 Tabel pengambilan keputusan :

Nilai DW hasil estimasi model regresi kesimpulan

(4-DWL) < DW < 4 Tolak Ho (terdapat autokorelasi negatif)

(4-DWL) < DW < (4-DWu) Tidak ada kesimpulan

2<DW < (4-DWu) Terima Ho

DWu < DW < 2 Terima Ho

DWL < DW < DWu Tidak ada kesimpulan

0 < DW < DWL Tolak Ho (terdapat autokorelasi positif)

3.3.8 Definisi Operasional

1. Investasi PMDN sektor transportasi adalah penanaman modal dalam negeri yang ditujukan untuk sektor transportasi.

2. Produk domestik bruto (PDB) sektor transportasi adalah produk barang dan jasa total yang dihasilkan oleh perekonomian suatu negara di dalam masa satu tahun dalam rupiah.

3. Inflasi adalah kenaikan harga-harga secara umum yang diukur berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK) dalam persen.


(46)

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Negara Indonesia

Indonesia merupakan negara demokratis yang dalam pemerintahannya menganut sistem presidensiil dengan Pancasila sebagai filosofi dasar negaranya. Pancasila berarti lima dasar yang saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan. Pancasila merupakan jiwa demokrasi yang dikenal dengan nama Demokrasi Pancasila. Dasar negara ini dinyatakan presiden pertama Indonesia Soekarno dalam Proklamasi kemerdekaan negara Republik Indonesia Tanggal 17 Agustus 1945.

4.1.1 Posisi Geografis Indonesia

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau dengan luas 1,9 juta mil persegi, yang diapit oleh dua benua (Asia dan Australia) serta dua samudera (Hindia dan Pasifik) dan terbentang pada 60 LU-110 Ls dan 960 BT-1410 BT. Posisi strategis ini mempunai pengaruh yang sangat besar terhadap kebudayaan, sosial, politik dan ekonomi Indonesia.

Indonesia merupakan negara bahari dengan luas laut berkisar 7,9 juta km2 termasuk dengan daerah Zone Ekonomi Exclusive (ZEE) atau 81% dari luas keseluruhan Indonesia. Daratan Indonesia mempunyai puluhan atau mungkin ratusan gunung dan juga sungai. Sehubungan dengan letak Indonesia yang dikelilingi oleh beberapa samudera, serta banyak terdapat banyak gunung merapi yang masih aktif, menyebabkan Indonesia sering dilanda gempa.

Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik dimana sejak tahun 2001 indoneisa dibagi menjadi 30 provinsi dengan 4 tambahan provinsi


(47)

yaitu Gorontalo, Kepulauan Bangka Belitung, Banten, dan Maluku Utara. Dan pada tahun 2005 dibagi atas 33 provinsi dengan 3 tambahan provinsi yaitu : Kepulauan Riau, Sulawesi Barat, dan Irian Jaya Barat.

4.1.2 Demografi Indonesia

Sasaran utama pembangunan Indonesia adalah pencapaian kesejahteraan penduduk dalam rangka membentuk manusia Indonesia seluruhnya. Untuk itu, pemerintah telah melakukan berbagai usaha dalam rangka memecahkan masalah kependudukan. Usaha-usaha yang mengarah kepada pemerataan penyebaran penduduk dilakukan dengan cara memindahkan penduduk yang padat ke daerah yang tidak banyak jumlah penduduknya, yaitu dikenal dengan Transmigrasi, ataupun juga perpindahan penduduk dari kota ke desa yang disebut dengan Urbanisasi. Selain itu, dengan diberlakukannya otonomi daerah, diharapakan dapat mengurangi perpindahan penduduk terutama ke pulau jawa. Usaha untuk menekan laju pertumbuhan juga dilakukan pemerintah melalui program KB (Keluarga Berencana) yang dimulai pada awal tahun 1970-an.

Jumlah penduduk tahun 2000 adalah sebesar 205.1 juta jiwa, tidak mencakup penduduk yang tidak bertempat tinggal tetap sebesar 421,399 juta jiwa. Pada tahun 2004, jumlah penduduk Indonesia sebesar 216, 4 juta jiwa dan meningkat menjadi 219,2 juta jiwa pada tahun 2005. Laju pertumbuhan penduduk mengalami pertumbuhan yang cukup cepat sejak tahun 1980, yaitu 1,95%, selama periode 1980-1990, menjadi 1,45% pertahun selama periode 1990-2000, kemudian menurun lagi menjadi 1.34% per tahun selama periode 2000-2005.

Bila dilihat dari aspek kependudukan, Indonesia sebenarnya memiliki potensi yang besar bagi pembangunan. Jumlah penduduk yang relatif besar merupakan


(48)

sumber tenaga kerja sekaligus pasar. Namun jumlah tenaga kerja yang besar tersebut tidak diikuti dengan tingkat pendidikan yang memadai, dalam konteks pembangunan yang rendah, membimbing masyarakat dari kemampuan berfikir. Keadaan ini berpengaruh terhadap kemampuan masyarakat dalam bekerja atau berproduksi guna memenuhi hidupnya dalam keluarganya. Bila sifat kegiatan produksinya subsistence, maka balas jasa yang diperoleh oleh sebagian besar tenaga kerja Indonesia tidak begitu besar, sehingga kemamuannya dalam berkonsumsi pun sangat terbatas.

4.2 Kondisi Makro Ekonomi Indonesia

Perjalanan perekonomian di Indonesia banyak mengalami gejolak dan fluktuasi akibat permasalahan yang kompleks. Krisis multidimensional di Indonesia yang bermula dari kemerosotan nilai tukar rupiah memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap perekonomian nasional. Hampir dua tahun lebih krisis ekonomi dan moneter menimpa perekonomian Indonesia. Pada tahun 1997 dan 1998 merupakan tahun yang terberat dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi Indonesia. Diawali oleh krisis nilai tukar, kinerja perekonomian Indonesia mengalami penurunan tajam dan berubah menjadi krisis yang berkepanjangan di berbagai bidang. Pertumbuhan ekonomi merosot menjadi 4.7% pada tahun 1997 yang semula 7.98% pada tahun sebelumnya. Pada masa krisis seperti ini juga berdampak kepada harga-harga barang dan jasa. Tingkat inflasi pada tahun 1997 dan 1998 meningkat drastis mencapai dua digit yang tadinya tahun sebelumnya hanya 6.49% berubah menjadi 11.05% pada tahun 1997 dan kemudian naik menjadi tujuh kali lipat pada tahun 1998 menjadi 77.65%.

Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk melakukan pengendalian terhadap kondisi pada saat krisis tahun 1998 membuahkan hasil dimana inflasi dapat


(49)

ditekan hingga mencapai 2,01% walaupun disatu sisi pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 0,8%. Sayangnya di satu sisi tahun-tahun berikutnya masih kurang stabil. Bahkan secara umum, selama tahun 2001, kinerja perekonomian Indonesia menunjukan pertumbuhan yang melambat. Hal ini tidak terlepas dari kondisi internal dimana masih tingginya resiko dan ketidakpastian yang berkelanjutan berbagai permasalahan dalam negeri yang terkait dengan restrukturisasi utang. Hal ini mengakibatkan menurunnya kepercayaan dunia usaha untuk melakukan kegiatan produksi da investasi, yang pada akhirnya menghambat pertumbuhan ekonomi yang tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang turun menjadi 3,8% dari 4,9% pada tahun 2000.

Kondisi perekonomian Indonesia pada tahun-tahun berikutnya dapat dikatakan cukup stabil hingga tahun 2005. Walaupun pertumbuhan ekonomi mencapai 5,6% lebih tinggi dari tahun 2004 yaitu sebesar 5,1%, tetapi di satu sisi tingkat inflasi mencapai tingkat tertingginya sejak krisis ekonomi sejak tahun 1998 yaitu sebesar 17,11% dan terjadi depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang cukup tajam. Hal ini terkait dengan kenaikan harga BBM yang dikeluarkan pemerintah pada oktober 2005.

Setelah terjadi tekanan yang cukup tinggi pada perekonomian Indonesia pada tahun 2005, upaya-upaya yang dilakuka oleh pemerintah untuk menstabilkan perekonomian membuahkan hasil tahun berikutnya. Walaupun pada tahun 2007, perekonomian Indonesia dibayangi oleh gejolak eksternal sebagai efek dari terjadinya krisis di Amerika Serikat. Untungnya perekonomian Indonesia masih dapat mencatat prestasi yang cukup baik, hal ini tercermin pada peninkatan pertumbuhan ekonomi, penurunan tingkat inflasi dan angka pengangguran dalam negeri dan apresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS di Indonesia.


(50)

4.3 Perkembangan Transportasi di Indonesia

4.3.1 Transportasi Darat

Transportasi darat menggunakan kendaraan bermotor dan kereta api sebagai fasilitas penggeraknya. Angkutan kendaraan bermotor sangat fleksibel terhadap pertumbuhan permintaan dari masyrakat dan dapat meberikan pelayanan door to door sevices yaitu tempat pengiriman barang atau penumpang sampai ke tempat penerima barang atau tujuan pemunpang.

Table 4.3.1.1 Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis tahun 1987-2007

Tahun

Mobil

Penumpang Bis Truk Sepeda Motor Jumlah

1987 1 170 103 303 378 953 694 5 554 305 7 981 480

1988 1 073 106 385 731 892 651 5 419 531 7 771 019

1989 1 182 253 434 903 952 391 5 722 291 8 291 838

1990 1 313 210 468 550 1 024 296 6 082 966 8 889 022

1991 1 494 607 504 720 1 087 940 6 494 871 9 582 138

1992 1 590 750 539 943 1 126 262 6 941 000 10 197 955

1993 1 700 454 568 490 1 160 539 7 355 114 10 784 597

1994 1 890 340 651 608 1 251 986 8 134 903 11 928 837

1995 2 107 299 688 525 1 336 177 9 076 831 13 208 832

1996 2 409 088 595 419 1 434 783 10 090 805 14 530 095

1997 2 639 523 611 402 1 548 397 11 735 797 16 535 119

1998 2 769 375 626 680 1 586 721 12 628 991 17 611 767

1999* ) 2 897 803 644 667 1 628 531 13 053 148 18 224 149

2000 3 038 913 666 280 1 707 134 13 563 017 18 975 344

2001 3 261 807 687 770 1 759 547 15 492 148 21 201 272

2002 3 403 433 714 222 1 865 398 17 002 140 22 985 193

2003 3 885 228 798 079 2 047 022 19 976 376 26 706 705

2004 4 464 281 933 199 2 315 779 23 055 834 30 769 093

2005 5 494 034 1 184 918 2 920 828 28 556 498 38 156 278

2006 6 615 104 1 511 129 3 541 800 33 413 222 45 081 255

2007 8 864 961 2 103 423 4 845 937 41 955 128 57 769 449

Sum ber : Kantor Kepolisian Republik I ndonesia ( BPS)

* )

sejak 1999 tidak t ermasuk Timor-Tim ur

Di Indonesia, perusahaan angkutan melayani angkutan barang (truk) dan angkutan penumpang (bis, taksi, dan lain-lain) berkembang cepat karena pelayanan


(51)

disesuiakan dengan sifat dan kebutuhan masyarakat. Kebanyakan jenis muatan adalah barang-barang yang terbatas berat dan volumenya serta jarak yang dekat. Perkembangan ini dari tahun ke tahun mengalami perkembangan yang terus-menerus meningkat jumlah moda transportasinya.

Dilihat dari tabel diatas, kendaraan bermotor jenis mobil penumpang, setiap tahunnya mengalami pertumbuhan yang relatif stabil peningkatannya. Akan tetapi pada tahun 1988 mengalami penurunan jumlah dari tahun sebelumnya yang tadinya 1.170.103 unit menjadi 1.073.103 unit. Begitu pula terjadi pada jumlah truk dan sepeda motor yang sama-sama mengalami penurunan jumlah. Akan tetapi jumlah bis naik dari 303.378 unit meningkat menjadi 385.731 unit.

Untuk tahun-tahun berikutnya, jumlah seluruh kendaraan bermotor menurut jenisnya mengalami peningkatan yang terus-menerus. Dilihat dari perkembangannya, jenis kendaraan sepeda motor adalah jenis kendaraan yang perkembangannya lebih pesat dari jumlah jenis kendaraan bermotor lainnya. Pada tahun 2006, jumlah sepeda motor mecapai 33.413.222 unit yang kemudian berkembang pesat menjadi 41.955.128 unit. Hal ini terjadi karena semakin mudahnya masyarakat dalam memperoleh sepeda motor yang bisa diperoleh dengan cara mengkredit sepeda motor dengan uang muka yang rendah dan cicilan yang rendah pula. Masyarakat juga lebih menyukai sepeda motor karena dengan mengunakan sepeda motor akan lebih efisien digunakan guna mengatasi kemacetan lalu lintas diandingkan dengan menggunakan mobil penumpang ataupun bis.

Kemudian untuk kereta api, sumbangan kereta api bagi perkembangan ekonomi dan masyarakat sangat besar. Kereta api yang memulai angkutan barang dalam jumlah yang besar dengan biaya yang rendah sehingga merangsang pertumbuhan industri, pertambangan, perdagangan, dan kegiatan lainnya di


(52)

masyrakat. Banyak kota-kota tumbuh dan berkembang setelah adanya jaringan kereta api. Perkembangan kereta api di Indonesia pada kahir-akhir ini mulai meningkat, bukan saja antar kota, tetapi juga di daerah perkotaan yang lalu lintasnya padat.

Table 4.3.1.2. Jumlah Penumpang dan Barang Kereta Api Indonesia Tahun 1987 - 2007

Tahun

penumpang (juta)

Barang (Ribu Ton)

1987 49 8 577

1988 53 10 775

1989 56 11 769

1990 58 12 537

1991 62 13 726

1992 73 14 988

1993 98 15 690

1994 116 16 368

1995 145 16 868

1996 154 18 481

1997 174 23 932

1998 170 18 129

1999 187 19 302

2000 192 19 545

2001 187 18 702

2002 176 17 099

2003 155 16 293

2004 150 17 146

2005 152 17 340

2006 159 17 273

2007 175 17 077

Sum ber : PT. Kereta Api I ndonesia ( BPS)

Jumlah penumpang yang menggunakan jasa trasnportasi kereta api di Indonesia pada tahun 1987 sampai dengan tahun 2000 terus mengalami kenaikan. Pada tahun 1995 merupakan tahun dimana jumlah penumpang yang menggunakan jasa kereta api mengalami kenaikan tertinggi sejak tahun 1987 sampai 2007. Dimana jumlah penumpang mencapai 145 juta yang sebelumnya hanya berjumlah 116 juta pada tahun 1994. Kemudian tahun-tahun berikutnya, jumlah penumpang berubah naik


(53)

turun. Seperti pada tahun 2002 jumlah penurunan yang paling tinggi dari tahun sebelumnya yaitu dari 176 juta penumpang menjadi 155 juta penumpang.

Sedangkan untuk jumlah barang yang didistribusikan dengan menggunakan jasa kereta api, sejak tahun 1987-1997 mengalami kenaikan yang terus-menerus. Akan tetapi pada tahun 1998 mengalami penurunan yang cukup tinggi dimana pada tahun 1997 sebanyak 23.932 ribu ton menjadi 18.129 ribu ton yang merupakan penurunan terbesar sejak tahun 1987 sampai 2007. Dimana pada tahun 1998 terjadi krisis di Indonesia yang juga menghambat kegiatan transportasi. Pada tahun 1999 sampai 2007 jumlah barang yang menggunakan jasa kereta api terus menerus mengalami perubahan naik turun.

4.3.2 Transportasi Laut

Indonesia adalah negara maritim yang terdiri atas 17.508 pulau merupakan negara kepulauan terbesar di dunia.berajak dari kondisi geografis Indonesia tersebut, maka peranan transportasi laut dan penyeberangan sangatt dominan dalam memperlancar arus barang dan manusia. Mengingat pentingnya transportasi laut dan penyeberangan maka penyediaan sarana dan prasarana transportasi laut dan penyeberangan harus dapat mengatasi kebutuhan permintaan akan jasa transsportasi laut dan penyeberangan secara efektif dan efisien. Dengan tingginya arus barang dan manusia melalui laut dan penyeberangan sebagai akibat laju pembangunan nasional dan pemerataan hasil-hasil pembangunan ke seluruh pelosok tanah air, maka kebutuhan lintasan penyeberangan antar pulau dan antar pelabuhan semakin meningkat pula.

Dilihat dari tabel 3, diketahui bahwa keadaan bongkar muat barang di pelabuhan di Indonesia baik antar pulau maupun luar negeri, mengalami pergerakan


(54)

dalam jumlahnya. Untuk barang yang dimuat baik dari antar pulau maupun luar negeri, pada tahun 1988 sampai 1993 mengalami kenaikan yang terus menerus. Begitu pula untuk bongkar barang yang mengalami kenaikan pada tahun 1988 sampai 1994.

Table 4.3.2.1 Bongkar Muat Barang Antar Pulau dan Luar Negeri di Pelabuhan Indonesia Tahun 1988-2007 (000 tons)

Tahun

Muat Bongkar

Antar Pulau Luar Negeri Antar Pulau Luar Negeri

1988 53 308 82 125 62 925 21 601

1989 56 879 82 846 72 444 22 798

1990 69 332 109 490 88 010 26 105

1991 75 674 113 380 94 504 34 903

1992 87 107 128 571 111 664 38 178

1993 94 000 140 861 112 462 41 973

1994 111 131 155 869 123 332 48 857

1995 178 554 131 692 136 068 72 803

1996 160 953 132 693 141 150 74 178

1997 147 769 131 289 148 055 67 196

1998 113 487 133 700 119 795 47 138

1999 113 633 139 340 122 368 43 477

2000 127 740 141 528 137 512 45 040

2001 163 685 143 750 138 667 46 659

2002 137 949 163 340 170 201 53 778

2003 127 305 153 436 178 154 56 865

2004 129 793 149 130 171 383 56 865

2005 150 331 160 743 162 533 50 385

2006 123 135 145 891 151 417 45 173

2007 161 046 240 767 185 108 55 357

Sumber : Kantor Admistrasi Pelabuhan (BPS)

Kemudian pada tahun-tahun berikutnya, keadaan bongkar muat barang berfluktuasi naik turun. Pada tahun 2006, jumlah bongkar muat barang megalami penurunan dari tahun sebelumnya. Kemudian pada tahun 2007 jumlah barang bongkar muat mengalami kenaikan. Kenaikan yang cukup tinggi terjadi pada barang muat luar negeri yang pada tahun 2006 hanya 145.891 ribu ton menjadi 240.767 ribu ton.


(55)

Tabel 4.3.2.2. Jumlah Penumpang Kapal di Pelabuhan Yang Diusahakan dan Tidak Diusahakan Tahun 1995 - 2007 (000)

Tahun Berangkat Datang

1995 9 563.0 9 448.2

1996 11 830.4 11 829.5

1997 11 151.7 10 806.0

1998 22 989.2 23 675.8

1999 17 432.5 17 670.9

2000 14 353.5 14 549.7

2001 19 882.0 19 641.0

2002 20 542.0 20 052.0

2003 19 162.0 19 938.0

2004 16 830.0 16 072.0

2005 14 737.0 13 664.0

2006 13 664.0 14 136.8

2007 14 762.0 15 245.8

Sumber : Kantor Admistrasi Pelabuhan (BPS)

Untuk jumlah penumpang yang mengunakan jasa kapal pelabuhan, pergerakannya relative stabil dengan pergerakan yang tidak banyak berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Akan tetapi terjadi kenaikan yang mencapai lebih dari dua kali lipat dari tahun sebelumnya yaitu pada tahun 1998 dimana jumlah penumpang yang berangkat mencapai hampir 23 juta jiwa dimana tahun sebelumnya hanya sekitar 11 juta jiwa. Begitu pula dengan jumlah penumpang yang datang dimana mencapai hampir 24 juta jiwa dimana tahun sebelumnya hanya sekitar 11 juta jiwa. Hal ini berarti pada tahun 1998, mobilitas penduduk sangat tinggi. Sedangkan untuk tahun 2007, jumlah penumpnag yang berangkat dan datang hanya mengalami kenaikan yang kecil dari tahun sebelumnya.

4.3.3 Transportasi Udara

Transportasi udara menggunakan moda pesawat terbang yang dikelola oleh perusahaan penerbangan. Jasa penerbangan memiliki keunggulan dari jasa moda lainnya, seperti kecepatan sangat tinggi dan dapat digunakan secara fleksibel karena


(56)

tidak terikat pada hambatan alam kecuali cuaca. Penerbangan lebih mengutamakan angkutan penumpang, sedangkan angkutan barang adalah barang-barang bernilai tinggi dengan berat ringan.

Tabel 4.3.3. Jumlah Keberangkatan Penumpang dan Barang di Bandara Indonesia

Tahun 1999 - 2007

Tahun

Keberangkatan Dalam Negeri

Keberangkatan Luar Negeri

Penumpang Barang Penumpang Barang

(ribu) (Ton) (ribu) (Ton)

1999 7 046 161 033 3 924 165 600

2000 8 654 161 201 4 728 146 340

2001 10 394 164 135 4 675 147 008

2002 13 535 172 336 4 791 156 032

2003 19 286 194 878 4 281 130 323

2004 27 853 275 397 5 360 132 447

2005 29 817 260 354 5 745 135 156

2006 32 687 265 940 5 672 141 676

2007 34 865 297 683 6 581 174 418

Sumber : PT (Persero) Angkasa Pura I dan II, Departemen Perhubungan

Perkembangan jumlah keberangkatan penumpang dan barang di bandara di Indonesia untuk keberangkatan dalam negeri pada tahun 1999 sampai 2007 mengalami kenaikan. Akan tetapi pada tahun 2005, jumlah barang yang berangkat dalam negeri mengalami penurunan. Dimana pada tahun 2004 jumlah barang yang berangkat sebanyak 275.397 ton menjadi 260.354 ton pada tahun 2005. Sedangkan untuk keberangkatan luar negeri, baik jumlah penumpang maupun barang mengalami kenaikan. Akan tetapi untuk barang yang berangkat ke luar negeri, pada tahun 2003 mengalami penurunan sekitar 26 ribu ton dari tahun sebelumnya.


(57)

4.4 Perkembangan Produk Domestik Bruto (PDB) Sektor Transportasi di Indonesia

Dalam kerangka ekonomi makro pendapatan nasional menggambarkan akivitas perekonomian dalam suatu Negara. Produk domestik bruto merupakan nilai total dari seluruh output yang dihasilkan suatu Negara. Pengukuran produk domestik bruto diperlukan dalam teori maupun kebijakan makro ekonomi. Pengukuran tersebut dapat digunakan untuk menghadapi berbagai masalah sentral berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi, siklus usaha, hubungan antara kegiatan ekonomi dan pengangguran serta ukuran dan faktor-faktor penentu inflasi. Produk domestik bruto juga menggambarkan perekonomian suatu negara. Perekonomian secara umum dikatakan membaik jika terjadi peningkatan produk domestik bruto.

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan prosesnya yang berkelanjutan merupakan kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi karena penduduk terus bertambah maka dibutuhkan penambahan pendapatan setiap tahunnya. Di Indonesia, petumbuhan ekonomi mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Perkembangan Produk Domestik Bruto (PDB) sector transportasi tidak mengalami pergerakan yang tajam. Hal ini dapat dilihat dari jumlah produk domestic brutonya yang tiap tahunnya mengalami kenaikan yang terus menerus. Akan tetapi terjadi penurunan pada tahun 1999 dikarenakan pada tahun 1997 dan 1998, Indonesia mengalami krisis moneter yang mengakibatkan turunnya produk domestik brutonya untuk sektor trasnsportasi.

Gross Domestik Bruto (GDP) sector transportasi di Indonesia cenderung mengalami peningkatan yang paling tinggi sejak tahun 1985 sampai 2007 yaitu pada tahun 2006 dimana jumlah GDP sector transportsinya adalah Rp. 142.770 miliyar sedangkan pada tahun 2005 jumlahnya sekitar Rp. 110.271,2 miliyar.


(58)

Grafik 4.4. Perkembangan GDP Sektor Transportasi (miliyar Rupiah)

4.5 Perkembangan Inflasi di Indonesia

Perkembangan harga-harga barang maupun jasa masih relatif dapat dikendalikan dari tahun 1986-1989, terlihat dari laju inflasi yang cukup stabil dimana tidak terlepas dari kebijakan pemerintah dibidang moneter yang berhati-hati dan kebijakan fiskal yang lebih ketat serta ditunjang oleh penyediaan barang-barang konsumsi pada jumlah yang cukup dan tingkat harga yang wajar. Penurunan inflasi yang cukup tajam terjadi pada tahun 1992 yang berada pada titik 4,94% yang turun hamper 50% dari tahun sebelumnya. Namun, pada tahun 1993 inflasi kembali berada pada kisaran 9% yang disebabkan oleh penyesuaian harga BBM (Bahan Bakar Minyak) dan tarif listrik pada bulan januari 1993 dan terganggunya pasokan beberapa barang kebutuhan karena bencana banjir.

Walaupun pada tahun-tahun berikutnya laju inflasi dapat ditekan, akan tetapi pada tahun 1997 inflasi kembali mengalami peningkatan yang mencapai titik 11.05%


(59)

yang belum pernah dicapai selama 10 tahun terakhir. Hal ini disebabkan karena adanya gangguan alam yaitu musim kering yang berkepanjangan dan kebakaran hutan yang mengakibatkan gangguan asap yang menghambat penyaluran bahan makanan, disamping itu peningkatan inflasi diakibatkan meningkatnya harag barang yang berhubungan dengan impor. Selain itu, gejolak ekonomi juga mulai dirasakan pada tahun 1997, dimana kerusuhan dan demonstrasi mulai terjadi, keadaan politik yang mulai terguncang.

Puncak inflasi terjadi pada tahun 1998 sebesar 77,63%. Krisis moneter yang berkepanjangan dan keadaan politik serta keamanan yang tidak stabil menyebabkan terjadinya Rush, dimana masyarakat tidak lagi percaya atas kinerja bank dan mereka menarik dananya yang ada di bank sehingga jumlah uang beredar pada saat itu bertambah. Pada tahun-tahun berikutnya inflasi berhasil ditekan akibat dari kebijakan moneter yang ketat tahun 1998, menurunnya konsumsi masyarakat dan kegiatan investasi yang turun.


(60)

Inflasi terendah terjadi pada tahun 1999 yang hanya mencapai titik 2.01%. kondisi ini berangsur-angsur membaik dimana terbentuknya peerintahan baru hasil pemilu 1999 telah memunculkan kembali ekspektasi yang positif pada masyarakat terhadap kondisi perekonomian Indonesia ke depan. Kenaikan inflasi kembali terjadi pada tahun 2001 dan 2002 inflasi kembali berada diatas 10% masing-masing sebesar 12.55% dan 10.03% sebagai akibat dari berbagai kebijakan pemerintah meliputi kenaikan beberapa harga barang dan tarif jasa seperti BBM, angkutan, listrik, air minum, rokok, dan kenaikan upah minimum tenaga kerja swasta, dan gaji pegawai negeri, serta meningkatnya biaya pada tingkat produsen sebagai dampak dari melemahnya nilai tukar rupiah.

Inflasi Indonesia tahun 2005 meningkat hampir 3 kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Tingginya inflasi 2005 terutama dipengaruhi oleh dampak signifikan kenaikan harag BBM baik melalui dampak langsung maupun dampak lanjutan. Kenaikan harga BBM sebanyak 2 kali pada tahun 2005, khususnya kenaikan kedua pada tanggal 1 Oktober 2005, mengakibatkan inflasi melonjak dua digit, yakni menjadi 17.11% yang pada tahun sebelumnya hanya 6.4%. kemudian di tahun berikutnya yaitu tahun 2006, inflasi mengalami penurunan yang cukup drastis menjadi 6.60% yang tetap stabil pada tahun berikutnya menjadi 6.59% pada tahun 2007.

4.6 Perkembangan Infrastuktur Jalan di Indonesia

Infrastruktur merujuk pada sistem yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan-bangunan gedung dan fasilitas publik yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi. Sistem infrastruktur merupakan pendukung utama fungsi-fungsi sistem sosial dan sistem


(61)

ekonomi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Infrastruktur dapat di definisikan sebahai fasilitas atau struktur-struktur dasar, peralatan-peralatan, instalasi-instalasi yang dibangun dan yang dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan sistem masyarakat.

Infrastuktur jalan raya secara umum berfungsi sebagai pendukung dalam pertumbuhan ekonomi, pengembangan suatu wilayah, pemersatu wilayah negara kesatuan republik Indonesia. Pada umumnya infrastuktur jalan mengemban fungsi pelayanan publik dan misi pembangunan nasional sebagian besar pendanaannya masih tergantung pada pemerintah. Peranan infrastruktur jalan semkain diperlukan untuk menjembatani kesenjangan dan mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan, serta antar wilayah, antar kota, dan antar pedesaan.

Keberadaan infrastruktur akan mendorong terjadinya peningkatan produktifitas bagi faktor-faktor produksi dan sebaliknya apabila mengabaikannya akan menurunkan produktivitasnya.


(62)

Jalan negara merupakan jalan yang menurut wewenangnya adalah menjadi wewenang negara. Panjang jalan negara mengalami penurunan pada tahun 1992 dimana penurunan ini menujukan terjadinya kerusakan pada jalan negara. Kenaikan panjang jalan yang paling tinggi terjadi pada tahun 1994 dimana jumah panjang jalan mencapai 26.351 km dimana tahun sebelumnya sebesar 23.483 km. Kemudian pada tahun 1995, jumlah panjang jalan mengalami penurunan dimana terjadi kerusakan terjaap infrastruktur jalan. Pada tahun 2004 sampai dengan tahun 2007, jumlah panjang jalan tetap tidak mengalami kenaikan ataupun penurunan yaitu sebesar 34,6 ribu km.

4.7 Perkebangan Investasi Sektor Transportasi

Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pengeluaran penanaman-penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal atau perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian.

Investasi sektor trasnportasi yang digunakan adalah penanaman modal dalam negeri (PMDN) sektor trasnportasi Indonesia. Penanaman modal dalam negeri (PMDN) di Indonesia mengalami fluktuasi yang cukup tajam sejak tahun 1985 sampai 2007. Dilihat dari grafik 3, PMDN sektor transportasi memiliki jumlah yang paling kecil sejak tahun 1985 sampai 2007 adalah pada tahun 1986 yaitu sebesar Rp. 103 Miliyar dan pada tahun 1997 jumlah PMDN sector transportasi memiliki nilai yang paling tinggi yaitu sekitar Rp. 4.6 Triliun. Akan tetapi pada dua tahun berikutnya secara berturut-turut jumlah PMDN berkurang drastis. Pada tahun 1998, jumlah PMDN sector transportasi berkurang sekitar Rp. 1.3 Triliyun menjadi Rp. 3.3 Triliyun. Kemudian penurunan yang sangat tajam kembali terjadi dan merupakan


(63)

penurunan paling parah yaitu pada tahun 1999 yang turun sekitar Rp. 3 Triliyun sehingga jumlah PMDN sector transportasi menjadi sekitar Rp. 200 Miliyar. Hal ini disebabkan oleh keadaan perekonomian Indonesia yang mengalami krisis moneter pada tahun 1997 dan 1998 sehingga menurunkan minat pihak swasta untuk menanamkan modalnya dalam negeri.

Grafik 4.7 Perkembangan PMDN Sektor Transportasi di Indonesia tahun 1985-2007 (miliyar rupiah)

4.8 Hasil Analisa Data

Bab ini menguraikan hasil-hasil studi selama periode penelitian, yakni hasil analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi investasi sektor transportasi di Indonesia.


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian - uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan, yaitu :

1. Variabel produk domestik bruto (GDP), inflasi, dan infrastruktur jalan secara serempak berpengaruh terhadap penanaman modal dalam negeri sektor transportasi di indonesia.

2. Produk domestik bruto (PDB) sektor transportasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap investasi dalam negeri sektor transportasi di indonesia. Berarti setiap terjadi kenaikan pada produk domestik bruto sektor transportasi maka penanaman modal dalam negeri akan mengalami penurunan.

3. Inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap investasi dalam negeri sektor transportasi di indonesia. Berarti setiap terjadi kenaikan pada inflasi maka penanaman modal dalam negeri akan mengalami kenaikan.

4. Infrastruktur jalan berpengaruh positif dan signifikan terhadap investasi dalam negeri sektor transportasi di indonesia. Berarti setiap terjadi kenaikan pada jumlah panjang jalan maka penanaman modal dalam negeri akan


(2)

5.2 Saran

1. Sebagai indikator tingkat pertumbuhan ekonomi, produk domestik bruto tetap perlu ditingkatkan sehingga sektor rill akan tetap bergairah dalam memberikan peluang-peluang peningkatan mutu kesejahteraan masyarakat, dan perlu juga diperhatikan tingkat sosial politik, dan keamanan Indonesia yang kurang stabil yang mengakibatkan investor dalam negeri berfikir dua kali untuk menanamkan investasinya di Indonesia.

2. Untuk meningkatkan investasi dalam negeri, pemerintah harus lebih meningkatkan kualitas dan kuantitas infrastruktur di Indonesia terutama kondisi jalan yang akan menarik minat investor untuk menanamkan modalnya dalam negeri.

3. Pemerintah harus tetap mengendalikan tingkat inflasi karena inflasi merupakan salah satu indikator kondisi perekonomian dimana semakin tinggi maka keadaan perekonomiannya kurang baik, begitu pula sebaliknya.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik (BPS). Statistik Indonesia 1985 – 2008.. Gujatari, Damonar. 2006. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Erlangga. Herlambang, Tedy dkk. 2001. Ekonomi Makro. Jakarta: PT. Gramedia

Kamaluddin, Rustian. 2003. Ekonomi Transportasi. Jakarta : Ghalia Indonesia. Miro, Fidel. 2005. Perencanaan Transportasi. Jakarta: Erlangga

Nasution. 2006. Manajemen Transportasi. Jakarta : Ghalia Indonesia. Nopirin.1998. Ekonomi Moneter. Buku II. BPFE: Yogyakarta

Pratomo, Wahyu A. dan Paidi Hidayat. 2007. Pedoman Praktis Penggunaan Eviews

dalam Ekonometrika. Medan: USU Press.

Putong, iskandar. dan ND, Andjaswati. 2008. Pengantar Ekonomi Makro. Jakarta : Mitra Wacana Media.

Sukirno, Sadono. 2006. Makroekonomi : Teori Pengantar. Jakarta : PT. Raja Grafindo Pustaka.

Supranto, J. 2004. Ekonometri. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Susanti, hera,dkk. 2002. Indikator-indikator Makroekonomi. Jakarta : FE Universitas Indonesia.

Tambunan, Tulus. 2001. Perekonomian Indonesia. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Warpani. Suwardjoko. 2002. Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Bandung : ITB.


(4)

Lampiran 1. Data Variabel

TAHUN

pmdn trans

(milyar) INFLASI

gdp trans

(milyar) Jl negara

1985 114.341 5.66 5538.5 12494

1986 103.081 8.84 5822.4 13634

1987 432.902 8.90 6744.3 14138

1988 165.833 5.47 7227.2 14859

1989 299.395 5.97 8280.1 17498

1990 2083.3 9.53 9734.8 20170

1991 906.5 9.52 12211.8 22239

1992 860.1 4.94 15031.9 22119

1993 1876.7 9.77 19111.5 23483

1994 3119.8 9.24 23191.1 26351

1995 3965.9 8.64 25476.7 23857

1996 3065 6.47 29246.4 26850

1997 4649.4 11.05 35198.6 27127

1998 3260.5 77.63 43539.4 27977

1999 224.3 2.01 42735.7 26206

2000 1992.8 9.35 47911.3 26272

2001 1510.1 12.55 57913.8 26328

2002 3125.7 10.03 67687.8 27616

2003 2022 5.06 81036.3 29318

2004 1885.1 6.40 88310.3 34629

2005 2375.1 17.11 110271.2 34629

2006 1930.3 6.60 142770 34628


(5)

Lampiran 2. Hasil regresi

Dependent Variable: LPMDN Method: Least Squares Date: 06/16/10 Time: 15:45 Sample: 1985 2007

Included observations: 23

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -40.15469 9.840934 -4.080373 0.0006

LGDP -0.838669 0.390872 -2.145639 0.0450

LINFLASI 0.571461 0.213952 2.670980 0.0151

LPJ 5.417200 1.349735 4.013528 0.0007

R-squared 0.748521 Mean dependent var 7.038334

Adjusted R-squared 0.708814 S.D. dependent var 1.174164

S.E. of regression 0.633599 Akaike info criterion 2.081970

Sum squared resid 7.627505 Schwarz criterion 2.279447

Log likelihood -19.94265 F-statistic 18.85100


(6)

Lampiran 3. Uji Multikolinearitas Coeficient Matrix

C LGDP LINFLASI LPJ

C 96.84398 3.436277 0.253339 -13.15791

LGDP 3.436277 0.152781 0.008790 -0.498239

LINFLASI 0.253339 0.008790 0.045775 -0.043732