Penentuan Biaya Produksi Dengan Activity Based Costing (ABC) Di PT. Rolimex Kimia Nusa Mas Medan

(1)

PENENTUAN BIAYA PRODUKSI DENGAN ACTIVITY BASED

COSTING (ABC) DI PT. ROLIMEX KIMIA NUSA MAS

MEDAN

PROGRAM STUDI TEKNIK MANEJEMEN PABRIK

P R O G R A M D I P L O M A I V

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

KARYA AKHIR

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian

dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar

Sarjana Sains Terapan

Oleh

RUSDI LUBIS

Nim: 035204009


(2)

PENENTUAN BIAYA PRODUKSI DENGAN ACTIVITY BASED

COSTING (ABC) DI PT. ROLIMEX KIMIA NUSA MAS

MEDAN

KARYA AKHIR

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian

dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar

Sarjana Sains Terapan

Oleh

RUSDI LUBIS

Nim: 035204009

Disetujui Oleh :

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(Ir. Poerwanto,Msc) (Ir. Nurhayati Sembiring, MT)

PROGRAM STUDI TEKNIK MANEJEMEN PABRIK

P R O G R A M D I P L O M A I V

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(3)

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

ABSTRAK ... xi I. PENDAHULUAN ... I-1

1.1. Latar Belakang Masalah ... I-1 1.2. Perumusan Masalah ... I-2 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... I-2 1.4. Pembatasan Masalah ... I-3 1.5. Asumsi-asumsi yang digunakan ... I-3 1.6. Sistematika Penulisan Karya Akhir ... I-3

II. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN... II-1

2.1. Sejarah Perusahaan... II-1 2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha ... II-1 2.3. Lokasi Perusahaan ... II-2 2.4. Struktur Organisasi Perusahaan ... II-3 2.4.1. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab ... II-7 2.4.2. Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja ... II-11 2.4.3. Jam Kerja ... II-12


(4)

2.4.4. Sistem Pengupahan ... II-13 2.4.5. Fasilitas ... II-13 2.5. Proses Produksi ... II-14 2.5.1. Standar Mutu Produk ... II-14 2.5.2. Bahan yang Digunakan ... II-15 2.5.3. Uraian Proses ... II-17 2.5.4. Mesin dan Peralatan ... II-21 2.5.4.1. Mesin Produksi ... II-21 2.5.4.2. Peralatan ... II-22 2.5.5. Utilitas ... II-29 2.5.6. Safety and Fire Protection ... II-32 2.5.7. Pengolahan Limbah (Waste Treatment) ... II-34 2.6. Daerah Pemasaran ... II-35 2.7. Dampak Sosial Ekonomi Terhadap Lingkungan ... II-35

III. LANDASAN TEORI ... III-1

3.1. Biaya ... III-1 3.2. Sistem Biaya Tradisional (Traditional Costing) ... III-2 3.3. Defenisi Activity Based Costing (ABC) ... III-3 3.4. Manfaat dan Keunggulan dari Metode Activity Based Costing ... III-5 3.4.1. Manfaat dari Sistem Activity Based Costing ... III-5 3.4.2. Keunggulan dari Sistem Biaya ABC ... III-7 3.5. Perbandingan Activity Based Costing dengan Biaya Tradisional .... III-8 3.6. Dasar-dasar Activity Based Costing ... III-8


(5)

3.6.1. Biaya Produksi tidak Langsung (Factory Overhead Cost) ... III-9 3.6.2. Aktivitas ... III-13 3.6.3. Tujuan Biaya (Cost Objective) ... III-19 3.6.4. Pemicu Biaya (Cost Driver) ... III-20

IV. METODOLOGI PENELITIAN ... IV-1

4.1. Langkah-langkah Metode Penelitian ... IV-1 4.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... IV-3 4.3. Rancangan Penelitian ... IV-3 4.4. Subjek dan Objek Penelitian ... IV-4 4.5. Pengumpulan Data ... IV-4 4.6. Pengolahan Data... IV-5

4.6.1. Perhitungan Biaya Produk dengan

Metode Activity Based Costing ... IV-5 4.6.1.1. Identifikasi Aktivitas dan Sumber Daya ... IV-5 4.6.1.2. Penentuan Pemicu Biaya ... IV-5 4.6.1.3. Penentuan Biaya Produksi dengan

Metode Activity Based Costing ... IV-6 4.7. Analisa Data ... IV-6 4.8. Kesimpulan dan Saran... IV-7

V. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... V-1

5.1. Pengumpulan Data ... V-1 5.1.1. Data Aktivitas Produksi ... V-1 5.1.2. Data Biaya Produksi Perusahaan ... V-4


(6)

5.1.3. Perincian Data Biaya Produksi... V-5 5.1.3.1. Biaya Bahan Baku Pembuatan Pupuk CIRP ... V-5 5.1.3.2. Biaya Upah Tenaga Kerja Langsung ... V-6 5.1.3.3. Biaya Listrik ... V-6 5.1.3.4. Biaya untuk Minyak Pelumas ... V-7 5.1.3.5. Biaya untuk Reparasi ... V-7 5.1.3.6. Biaya Pembelian Suku Cadang ... V-8 5.1.3.7. Biaya Tenaga Kerja Tak Langsung ... V-9 5.1.3.8. Biaya Depresiasi... V-10 5.1.3.9. Data Jam Kerja Mesin ... V-12 5.1.3.10. Biaya Pengangkutan ... V-12 5.2. Pengolahan Data ... V-12

5.2.1. Penentuan Biaya Produksi Pupuk CIRP dengan

Menggunakan Activity Based Costing System ... V-12 5.2.1.1. Mengidentifikasi dan Mendefenisikan

Aktivitas dan Pusat Aktivitas ... V-13 5.2.1.2. Mengklasifikasi Aktivitas Biaya

ke Dalam Berbagai Aktivitas ... V-16 5.2.1.3. Mengidentifikasi Cost Driver ... V-17 5.2.1.4. Menentukan Tarif Per Unit Cost Driver ... V-20 5.2.1.5. Membebankan Biaya ke Produk

dengan Menggunakan


(7)

VI. PEMBAHASAN ... VI-1

6.1. Analisis Pembebanan Tiap Biaya Produksi ... VI-1 6.1.1. Analisis Pembebanan Biaya Bahan Baku ... VI-1 6.1.2. Analisis Pembebanan Biaya Tenaga Kerja Langsung ... VI-1 6.1.3. Analisis Pembebanan Listrik... VI-2 6.1.4. Analisis Pembebanan Minyak Pelumas dan Solar ... VI-3 6.1.5. Analisis Pembebanan Biaya Reparasi ... VI-4 6.1.6. Analisis Pembebanan Biaya Tenaga Kerja tidak Langsung ... VI-4 6.1.7. Analisis Pembebanan Biaya Bahan Tambahan ... VI-5 6.1.8. Analisis Pembebanan Biaya Pengangkutan ... VI-5 6.1.9. Analisis Pembebanan Biaya Pembelian Suku Cadang ... VI-6 6.1.10. Analisis Pembebanan Biaya Depresiasi ... VI-6

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1

7.1. Kesimpulan ... VII-1 7.2. Saran ... VII-3 DAFTAR PUSTAKA


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

5.1. Aktivitas Pembuatan Pupuk CIRP ... V-2 5.2. Total Produksi Pupuk CIRP Bulan Juni 2008 ... V-3 5.3. Total Produksi Pupuk CIRP Bulan November 2007- Juni 2008... V-4 5.4. Biaya Produksi Pupuk CIRP Untuk Bulan Juni 2008 ... V-4 5.5. Biaya Bahan Baku Pembuatan Pupuk CIRP ... V-5 5.6. Biaya Bahan Tambahan Pengolahan Pupuk

CIRP Pada Bulan Juni 2008 ... V-6 5.7. Biaya Reparasi Bulan Juni 2008 ... V-8 5.8. Biaya Pembelian Suku Cadang Bulan Juni 2008 ... V-9 5.9. Biaya Tenaga Kerja Tak Langsung Pada

PT. Rolimex Kimia Nusa Mas ... V-10 5.10. Biaya Penyusutan Mesin Pabrik ... V-11 5.11. Biaya Penyusutan Bangunan Pabrik Bulan Juni 2008 ... V-11 5.12. Data Jam Kerja Mesin ... V-12 5.13. Klasifikasi Biaya Kedalam Berbagai Aktivitas... V-17 5.14. Pengelompokkan Biaya Produksi Pupuk CIRP dan Cost Driver .. V-18 5.15. Penentuan Tarif Per Unit Cost Driver Produksi Pupuk CIRP ... V-20 5.16. Tarif Biaya Produksi Pengolahan Pupuk CIRP Mesir ... V-23 5.17. Tarif Biaya Produksi Pengolahan Pupuk CIRP Australia ... V-24


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Struktur Organisasi PT.Rolimex Kimia Nusa Mas Cabang Medan ... II-6 2.2. Uraian Proses Produksi Pengantongan Pupuk ... II-21 3.1. Model Dasar Activity Based Costing ... III-9 3.2. Penentuan Biaya Overhead dengan Metode Tradisional Costing... III-12 3.3. Penentuan Biaya Overhead dengan Metode Activity Based Costing ... III-13 3.4. Tingkatan Aktivitas pada Metode Activity Based Costing ... III-17 3.5. Hubungan Metode Activity Based Costing Dengan Proses Bisnis ... III-19 4.1. Langkah-langkah Metodologi Penelitian ... IV-2 5.1. Uraian Proses Produksi Pembuatan Pupuk ... V-2


(10)

ABSTRAK

Biaya adalah harga yang digunakan atau dikorbankan dalam rangka memperoleh penghasilan (revenue) dan akan dipakai sebagai pengurang penghasilan. Pada awal timbulnya akuntansi biaya mula-mula hanya ditujukan untuk penentuan harga pokok produk atau jasa yang dihasilkan, akan tetapi dengan semakin pentingnya biaya non produksi, yaitu biaya pemasaran dan administrasi umum, akuntansi biaya saat ini ditujukan untuk menyajikan informasi biaya bagi manjemen baik biaya produksi maupun biaya non produksi.

Activity-Based Costing merupakan suatu sistem yang merupakan

pendekatan kalkulasi biaya yang memfokuskan pada aktivitas sebagai objek biaya yang fundamental. Sistem ABC ini menggunakan biaya dari aktivitas tersebut sebagai dasar untuk mengalokasikan biaya ke objek biaya yang lain seperti produk, jasa atau pelanggan.

Dalam sistem biaya Activity Based Costing (ABC), produk diartikan sebagai barang atau jasa yang berusaha dijual oleh perusahaan, termasuk pelayanan kesehatan, asuransi, pinjaman bank, pelayanan konsultasi, bensin, bioskop, roti, dan lain-lain. Semua produk tersebut diatas dihasilkan melalui aktivitas perusahaan dan aktivitas inilah yang mengkonsumsi sumber daya.


(11)

ABSTRAK

Biaya adalah harga yang digunakan atau dikorbankan dalam rangka memperoleh penghasilan (revenue) dan akan dipakai sebagai pengurang penghasilan. Pada awal timbulnya akuntansi biaya mula-mula hanya ditujukan untuk penentuan harga pokok produk atau jasa yang dihasilkan, akan tetapi dengan semakin pentingnya biaya non produksi, yaitu biaya pemasaran dan administrasi umum, akuntansi biaya saat ini ditujukan untuk menyajikan informasi biaya bagi manjemen baik biaya produksi maupun biaya non produksi.

Activity-Based Costing merupakan suatu sistem yang merupakan

pendekatan kalkulasi biaya yang memfokuskan pada aktivitas sebagai objek biaya yang fundamental. Sistem ABC ini menggunakan biaya dari aktivitas tersebut sebagai dasar untuk mengalokasikan biaya ke objek biaya yang lain seperti produk, jasa atau pelanggan.

Dalam sistem biaya Activity Based Costing (ABC), produk diartikan sebagai barang atau jasa yang berusaha dijual oleh perusahaan, termasuk pelayanan kesehatan, asuransi, pinjaman bank, pelayanan konsultasi, bensin, bioskop, roti, dan lain-lain. Semua produk tersebut diatas dihasilkan melalui aktivitas perusahaan dan aktivitas inilah yang mengkonsumsi sumber daya.


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

PT. Rolimex Kimia Nusa Mas adalah perusahaan yang memproduksi pupuk CIRP dengan bahan baku phosphate yang berasal dari luar negeri yaitu Australia dan Mesir. Selama ini perusahaan dalam menentukan biaya produksinya melalui pembebanan biaya yang merata disetiap departemen atau bagian, sehingga perusahaan tidak dapat langsung mengetahui informasi penggunaan biaya atau sumber daya pada setiap aktivitas yang digunakan dalam melakukan kegiatan produksi.

Situasi perekonomian saat ini sangat berpengaruh pada kelangsungan hidup suatu perusahaan. Hal ini menuntut pihak manajemen perusahaan agar lebih efisien dan kompetitif yaitu dengan menerapkan strategi yang tepat dalam menjalankan perusahaan dan menciptakan suatu keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Selain itu perusahaan harus memiliki daya saing yang tinggi yaitu berkaitan dengan kualitas, biaya-biaya pengiriman dan pelayanan.

Demikian juga halnya dengan penentuan biaya produksi, harus diterapkan suatu sistem yang mampu mempertahankan profit margin perusahaan dan dapat mengendalikan perubahan biaya produksi yang terlalu tinggi. Untuk itu di perlukan suatu sistem biaya yang terperinci untuk mengidentifikasikan aktivitas-aktivitas yang menimbulkan biaya dan menentukan besar biayanya. Sistem yang memberikan informasi tersebut adalah activity based costing.


(13)

Dalam menentukan harga pokok produk terkadang PT. Rolimex Kimia Nusa Mas masih menggunakan akuntansi biaya tradisional. Dimana sistem ini tidak sesuai dengan lingkungan pemanufakturan yang maju. Biaya produk yang dihasilkan oleh sistem akuntansi biaya tradisional memberikan informasi biaya yang terdistorsi. Distorsi timbul karena adanya ketidakakuratan dalam pembebanan biaya, sehingga mengakibatkan kesalahan penentuan biaya, pembuatan keputusan, perencanaan, dan pengendalian. Distorsi tersebut juga mengakibatkan undercost/overcost terhadap produk.

Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, kemudian pada tahun 1800 an dan awal 1900 an lahirlah suatu sistem penentuan harga pokok produk berbasis aktivitas yang dirancang untuk mengatasi distorsi pada akuntansi biaya tradisional. Sistem akuntansi ini disebut activity based costing.

Perbedaan utama penghitungan harga pokok produk antara akuntansi biaya tradisional dengan ABC adalah jumlah cost driver (pemicu biaya) yang digunakan. Dalam sistem penentuan harga pokok produk dengan metode ABC mnggunakan cost driver dalam jumlah lebih banyak dibandingkan dalam sistem akuntansi biaya tradisional yang hanya menggunakan satu atau dua cost driver berdasarkan unit.

Dalam metode ABC menganggap bahwa timbulnya biaya disebabkan oleh adanya aktivitas yang dihasilkan produk. Pendekatan ini menggunakan cost driver yang berdasar pada aktivitas yang menimbulkan biaya dan akan lebih baik apabila diterapkan pada perusahaan yang menghasilkan keanekaragaman produk.


(14)

PT.Rolimex Kimia Nusa Mas merupakan salah satu perusahaan manufaktur yang menghasilkan keanekaragaman produk. Dimana output yang dijual lebih dari satu. Keanekaragaman produk pada PT. Rolimex Kimia Nusa Mas mengakibatkan banyaknya jenis biaya dan aktivitas yang terjadi, sehingga menuntut ketepatan pembebanan biaya overhead dalam penentuan harga pokok produk. Metode ABC dinilai dapat mengukur secara cermat biaya-biaya yang keluar dari setiap aktivitas. Hal ini disebabkan karena bayaknya cost driver yang digunakan dalam pembebanan biaya overhead, sehingga dalam metode ABC dapat meningkatkan ketelitian dalam perincian biaya, dan ketepatan pembebanan biaya lebih akurat.

1.2. Perumusan Masalah

1. Bagaimanakah cara menghitung besarnya biaya produksi pembuatan pupuk CIRP Mesir dan CIRP Australia pada PT.Rolimex Kimia Nusa Mas dengan menggunakan Activity Based Costing.

2. Apakah ada perbedaan besarnya biaya produksi pembuatan pupuk CIRP mesir dan CIRP Australia dengan menggunakan perhitungan akuntansi biaya tradisional dan Activity Based Costing.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini terbagi atas dua bagian yaitu tujuan umum dan tujuan khusus sebagai berikut :


(15)

1.3.1. Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini dilakukan bertujuan untuk menentukan besarnya biaya produksi dengan menggunakan metode activity based costing.

1.3.2. Tujuan Khusus

Penelitian ini memiliki beberapa tujuan khusus yaitu sebagi berikut: 1. Menentukan aktivitas biaya kedalam berbagai aktivitas

2. Menentukan Cost Driver

3. Menentukan besarnya tarif per unit Cost Driver

4. Membandingkan hasil perhitungan biaya produksi metode tradisional dengan biaya produksi metode Activity Based Costing.

1.4. Pembatasan Masalah

Batasan-batasan yang diambil dalam kasus ini adalah :

1. Batasan biaya operasional dalam penelitian ini berkaitan erat dengan pelaksanaan proses atau kegiatan yang berlangsung di perusahaan yang meliputi biaya tenaga kerja dan biaya over head perusahaan.

2. Biaya operasional di analisis dengan menggunakan metode activity based

costing.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan keterampilan bagi mahasiswa untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan biaya produksi.


(16)

2. Memberikan kemampuan kepada mahasiswa untuk mengaplikasikan ilmu teknik industri terhadap permasalahan yang ada pada perusahaan.

3. Memberikan informasi yang akurat kepada pihak perusahaan tentang biaya yang dikeluarkan dalam menghasilkan produk.

1.5. Asumsi-asumsi yang Digunakan

Asumsi-asumsi yang digunakan, adalah sebagai berikut:

a. Data dan informasi yang diperoleh dari perusahaan dianggap benar. b. Proses produksi dianggap cukup baik dan beroperasi secara normal.

c. Tidak terjadi kenaikan harga biaya produksi langsung dan biaya tidak langsung selama penelitian dilakukan.

1.6. Sistematika Penulisan Karya Akhir

Untuk memudahkan penulisan, pembahasan dan penilaian karya akhir ini, maka dalam pembuatannya akan dibagi menjadi beberapa Bab dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I. PENDAHULUAN

Merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang permasalahan, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup dan asumsi yang digunakan.


(17)

BAB II. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Menguraikan tentang gambaran umum perusahaan, jenis produk dan spesifikasinya, bahan baku, proses produksi, mesin dan peralatan, serta organisasi dan manajemen.

BAB III. LANDASAN TEORI

Menyajikan dan menampilkan tinjauan kepustakaan yang berisi teori dan pemikiran yang digunakan sebagai landasan dalam pembahasan dan pemecahan masalah.

BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN

Merupakan kerangka dalam pemecahan masalah, penjelasan secara garis besar bagaimana langkah pemecahan masalah dengan menggunakan metode yang digunakan.

BAB V. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Melakukan identifikasi data dan pengolahan data yang digunakan sebagai dasar pada pembahasan masalah.

BAB VI. PEMECAHAN MASALAH

Menganalisis hasil pengolahan data dan untuk memperoleh penyelesaian dari masalah yang ada.

BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN

Berisi kesimpulan dan saran yang mengemukakan kesimpulan semua hal yang dilakukan penelitian, terutama akan hal pengolahan data yang diperoleh pemecahannya serta langkah-langkah yang patut dilakukan pihak perusahaan.


(18)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan

PT. Rolimex Kimia Nusa Mas yang berada di Sumatera Utara adalah suatu perusahaan yang bergerak dibidang usaha pengolahan pupuk Phosphate alam, Perusahaan ini didirikan karena semakin meningkatnya kebutuhan akan pupuk terhadap perkebunan swasta maupun BUMN serta tanaman-tanaman keras lainnya.

PT. Rolimex Corporation didirikan pada tanggal 9 Maret 1994 sesuai dengan surat keputusan menteri perindustrian nomor: 032/DJIK/IZ/IV/94 tentang izin tetap usaha industri menteri perindustrian, Kemudian pada tanggal 31 Juli 2000 PT. Rolimex Corporation bergabung dengan PT. Citratama Dian Mas, dan PT. Sinarindo Kimia Nusa, yang kemudian berubah nama menjadi PT. Rolimex Kimia Nusa Mas yang di pimpimpin oleh Tuan Andreas Irawan Oey sebagai direktur utama yang berkedudukan di kantor pusat Jakarta.

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha

PT. Rolimex Kimia Nusa Mas merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang pengolahan pupuk Phosphate alam yang di kenal dengan nama pupuk CIRP (Crismas Island Rock Phosphate). Sumber bahan baku diperoleh dari Australia dan Mesir.


(19)

2.3. Lokasi Perusahaan

Pabrik pengolahan pupuk CIRP PT. Rolimex Kimia Nusa Mas terletak di jalan Pertahanan No: 11, Km 1,5 Desa Patumbak Kampung, Kecamatan Patumbak, kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara dan dibangun diatas areal tanah seluas 23.404 m2

.

Dalam areal ini terdapat bangunan seperti : 1. Lahan Tertutup Bangunan/ Material kedap Air

a. Bangunan Pabrik : 7.697,87 m2

b. Kantor : 432 m2

c. Gudang : 8.280 m2

d. Pelataran tempat penyimpanan bahan baku/produksi : 4.144 m2

e. Jalan / saluran, pagar : 1.488 m2

f. Tempat parker : 125 m2

2. Lahan Terbuka / Taman Openspace : 29.13 m2

3. Lahan Cadangan : 1.208 m2

Areal pabrik PT. Rolimex Kimia Nusa Mas ini mempunyai batas-batas sebagai berikut :

- Sebelah timur : Ladang milik penduduk setempat - Sebelah barat : Jalan Lintas Medan Patumbak. - Sebelah utara : Pemukiman penduduk


(20)

2.4. Struktur Organisasi Perusahaan

Struktur organisasi dan manajemen perusahaan merupakan landasan beroperasinya perusahaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tanpa adanya struktur organisasi dan manajemen, maka semua aktivitas, baik proses produksi maupun administrasi tidak akan berjalan dengan lancar. Struktur organisasi merupakan sistem yang mengatur masalah penetapan dan pembagian pekerjaan yang harus dilakukan sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang dibebankan serta menetapkan hubungan antara unsur-unsur organisasi sehingga diperoleh suatu bentuk kerja sama yang efektif unuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh perusahaan.

Kata organizing berasal dari kata organisum/ organ, yang artinya adalah suatu struktur dengan bagian-bagian yang diintegrasikan sedemikian rupa sehingga sama lainnya saling berhubungan dan saling mempengaruhi dengan adanya hubungan secara keseluruhan. Organisasi biasa diartikan sebagai adanya sekelompok orang yang mengadakan kerja sama untuk mencapai tujuan tertentu.

Struktur organisasi dapat didefenisikan sebagai mekanisme-mekanisme formal dengan mana organisasi dikelola. Struktur organisasi menunjukkan pola hubungan diantara bagian-bagian atau posisi-posisi, yang menunjukkan kedudukan, tugas dan wewenang, serta tanggung jawab yang berbeda-beda dalam suatu organisasi. Pembentukan struktur organisasi dapat dengan melakukan pembagian maupun kombinasi sehingga terbentuk departemen atau unit.


(21)

Struktur ditentukan atau dipengaruhi oleh badan usaha, jenis usaha, besarnya usaha, dan sistem produksi perusahaan tersebut. Ada beberapa struktur organisasi yang umum yaitu:

1. Organisasi Garis (Line Organization)

Organisasi garis adalah suatu bentuk struktur organisasi dimana kekuasaan dan tanggung jawab diturunkan secara garis dari tingkat pimpinan atas kepada tingkat bawahannya. Dalam bentuk organisasi seperti ini, tidak seorang bawahan pun yang mempunyai atasan lebih dari satu orang, jadi kesimpang siuran perintah yang diterima oleh bawahan sangat kecil kemungkinannya untuk terjadi.

Pada struktur organisasi garis, prinsip unity of command atau kesatuan dalam komando akan terpelihara dengan baik. Atasan hanya memerintah bawahan tertentu dan bawahan akan memberikan laporan kepada atasan yang memberinya perintah.

Kebaikan dari struktur organisasi ini adalah:

- organisasi ini sederhana sehingga sesuai dipakai untuk perusahaan kecil. - Adanya Unity Of Command (kesatuan komando)

- Setiap pengambilan keputusan dapat dilaksanakan dengan cepat sebab jumlah orang yang diajak berkonsultasi masih sedikit.

Kekurangan dari struktur organisasi ini adalah:

- Seluruh organisasi terlalu tergantung pada satu orang, sehingga kalau orang itu tidak mampu, seluruh organisasi akan terancam hancur.

- Adanya kecendrungan seorang pemimpin bertindak otoriter. - Kesempatan karyawan untuk berkembang menjadi terbatas.


(22)

2. Organisasi Fungsional

Dalam struktur organisasi fungsional, setiap petugas memiliki fungsi yang telah ditentukan oleh pemimpin perusahaan. Jadi tugas dan tanggung jawab dalam organisasi ini dibagi menurut fungsi masing-masing. Pimpinan tiap bidang berhak memerintah kepada semua pelaksanaan yang menyangkut bidang kerjanya. Petugas-petugas yang setingkat mempunyai wewenang dan tangung jawab yang sama.

Kebaikan dari struktur organisasi ini adalah:

- Terdapat spesialisasi pekerjaan, sehingga menjamin keahlian setiap pejabat pada bagian masing-masing.

- Daya kreasi para bawahan dapat lebih tidak terlalu mutlak, seperti halnya pada organisasi garis.

- Adanya peraturan-peraturan kerja yang lebih baik. Kekurangan dari struktur organisasi ini adalah:

- Koordinasi sulit diterapkan karena bawahan memiliki beberapa atasan.

- Proses pengambilan keputusan sering kali terlambat karena ditentukan oleh top manajemen.

- Dituntut adanya karyawan yang benar-benar trampil dan menguasai bidangnya, yang kadang-kadang sulit untuk diperoleh.

3. Organisasi Garis dan Staf

Organisasi garis dan staf paling banyak diterapkan karena dianggap paling dapat memenuhi kebutuhan terutama perusahaan-perusahaan besar. Hal ini


(23)

disebabkan karena penggabungan dari kebaikan organisasi garis dan fungsional, yakni terdapat Prinsip Unity Of Command dan spesialisasi bidang pekerjaan.

Pimpinan tertinggi PT. Rolimex Kimia Nusa Mas cabang Medan adalah Branch Manager. Struktur Organisasi perusahaan PT. Rolimex Kimia Nusa Mas berbentuk struktur organisasi garis dan fungsional dimana pembagian tugas dilakukan dalam bidang atau area pekerjaan yang ada dan sesuai fungsinya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.1.


(24)

Organisasi garis dan fungsional disini berarti setiap bawahan/ karyawan banyak mengenal beberapa atasan. Bawahan tersebut hanya menerima tugas, tanggung jawab, wewenang serta haknya dari atasannya dan sesuai fungsinya.

2.4.1. Uraian Tugas Dan Tanggung Jawab

Wewenang dan tanggung jawab untuk masing-masing bagian sesuai dengan struktur organisasi perusahaan, yakitu sebagai berikut:

1. Branch Manager

Bertanggung jawab kepada PT. Rolimex Kimia Nusa Mas cabang Medan.

Tugas :

a. Menangani, memimpin dan menentukan kebijakan operasional sehari-hari di dalam perusahaan.

b. Mengkoordinir tugas-tugas yang didelegasikan kepada tiap-tiap bagian dan menjalin hubungan kerja yang baik dengan para karyawan perusahaan agar terbentuk suasana kerja yang harmonis.

Wewenang :

a. Mengambil keputusan dan tindakan yang tepat demi kepentingan dan kelangsungan jalannya perusahaan.

b. Mengembangkan mutu dan konsep perbaikan secara kontinu dan pengembangan mutu pekerja.


(25)

2. Kepala Produksi

Bertanggung jawab kepada Branch Manager. Tugas :

a. Mengawasi pengoperasian dan administrasi seluruh fasilitas pemerosesan pupuk CIRP dan mempertahankan standard mutu produk.

b. Bertanggung jawab atas kelancaran proses produksi mulai dari bahan baku dan hingga ke pengemasan produk.

Wewenang :

a. Ikut serta mengatur perencanaan produksi.

b. Turut dalam pemeriksaan intern mutu dan penilaian manajemen atas mutu.

3. Kepala Maintenance

Bertanggung jawab kepada Branch Manager. Tugas :

a. Bertanggung jawab atas, pemeliharaan dan perbaikan fasilitas pabrik. b. Mengawasi persediaan suku cadang mesin dan peralatan.

c. Menjamin kelancaran operasi mesin secara menyeluruh. Wewenang :

a. Mengatur rencana perbaikan kerusakan mesin dan peralatan produksi. 4. Kepala keamanan

Bertanggung jawab kepada Branch Manager Tugas :


(26)

Bertanggung jawab atas seluruh keamanan baik dalam perusahaan yakni kantor dan luar perusahaan.

Wewenang :

a. Memeriksa setiap orang yang ingin berurusan dengan pihak perusaahaan.

b. Menerima dan menyampaikan pesan, surat ataupun berita yang diterima. c. Mengatur antrian setiap truk pengangkut pupuk CIRP yang akan masuk

ke areal perusahaan. 5. Kepala Administrasi

Bertanggung jawab kepada Branch Manager. Tugas :

a. Bertanggung jawab atas segala kebutuhan yang diperlukan dalam usaha persiapan proses produksi.

b. Mendelegasikan tugas kepada staf administrasi dan divisi lainnya. Wewenang :

a. Mengatur proses administrasi dalam proses pengiriman pupuk CIRP. 6. Bagian umum dan Personalia.

Bertanggung jawab kepada Branch Manager. Tugas :

a. Menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan perburuhan.

b. Mengkoordinir kegiatan surat menyurat baik keluar maupun ke dalam perusahaan.


(27)

a. Mengatur tata cara penerimaan, perekrutan dan latihan pendidikan karyawan.

b. Penghubung dengan pihak luar perusahaan terutama mayarakat sekitar. c. Mengadakan hubungan keluar dengan perusahaan lain dan instansi yang

menangani masalah tanaga kerja. 7. Kordinator Marketing

Bertanggung jawab kepada Branch Manager. Tugas :

a. Mengawasi keamanan barang-barang dan kapal serta mengurus dokumen-dokumen yang di perlukan.

b. Mengawasi transportasi pelabuhan dan gudang

c. Mencatat draft kapal dan penyusutan pupuk pada saat pembongkaran Wewenang:

a. Mengevaluasi kinerja staf marketing pada setiap bulannya. 8. Kepala Gudang

Bertanggung jawab kepada Branch Manager Tugas :

a. Mengawasi keamanan bahan baku dan bahan jadi yang ada di gudang. Mencatat draft bahan baku yang masuk dari belawan. Mencatat draft produk yang di pesan konsumen.

Wewenang:

a. Mengatur tata cara penerimaan bahan baku maupun bahan jadi. b. Mengawasi karyawan borongan dan karyawan bagian lapangan.


(28)

9. Bagian Timbangan

Bertanggung jawab kepada Branch Manager. Tugas :

a. Mencatat jumlah pupuk CIRP yang di pesan oleh konsumen. b. Membuat draft untuk bagian gudang

Wewenang :

a. Mengatur tata cara ataupun urutan proses penimbangan pesanan konsumen.

2.4.2. Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja

Kegiatan utama perekrutan tenaga kerja adalah penyusunan program penerimaan tenaga kerja, seleksi dan penempatan. Dengan adanya program rekrutmen ini diharapkan dapat memperoleh tenaga kerja yang dibutuhkan, baik dari segi kualitas maupun kuantitas.

Kegiatan penerimaan dan penempatan tenaga kerja pada PT. Rolimex Kimia Nusa Mas diatur sendiri oleh perusahaaan dengan terlebih dahulu melihat situasi kegiatan yang ada apakah perusahaan memerlukan karyawan atau tidak. Hal ini perlu diperhitungkan mengingat prinsip efektifitas dan efisiensi yang diterapkan perusahaan. Umumnya tenaga kerja pada pt. Rolimex kimia nusa mas adalah tenaga kerja lokal.

Posisi tenaga kerja lokal adalah tenaga kerja Indonesia yang ditempatkan sesuai dengan kebutuhan dan skill masing-masing tenaga kerja, seperti Mandor, Analis, Assistant, Karyawan (baik lapangan maupun kantor) serta karyawan borongan lainnya.


(29)

Jumlah tenaga kerja pada PT. Rolimex Kimia Nusa Mas sampai saat ini berjumlah 92 orang dengan rincian Branch Manager 1 orang, buruh/ karyawan 39 orang, Staf berjumlah 12 orang, serta pekerja borongan 40 orang yang terdiri dari pengisi pupuk 20 orang dan muat barang 20 oarang.

2.4.3. Jam Kerja

Ketentuan jam kerja di PT. Rolimex Kimia Nusa Mas, diatur menurut aturan Shift. Jumlah jam kerja adalah 84 jam 1 minggu, dimana hari kerja dalam 1 minggu adalah 6 hari kecuali hari libur dan hari besar.

Jadwal kerja dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Non Shift, ini berlaku untuk karayawan bagian umum dan administrasi.

Dimana jam kerja :

Senin-Jumat, Pukul 07.30 – 15.30 (istirahat pukul 12.00 – 13.00). Sabtu Pukul 07.30 – 15.30.

2. Shift, ini berlaku untuk bagian produksi, Ini dibagi dalam 2 Shift, yakni :

- Shift I : Pukul 07.30 – 15.30. - Shift II : Pukul 15.30 – 22.30.

Shift dihitung tiap 7 jam kerja normal, 1 jam istirahat. Pengaturan pembagian kelompok dan giliran shift akan ditetapkan oleh kepala bagian masing-masing. Pertukaran shift diadakan 2 minggu 1 kali.


(30)

Untuk istirahat diatur secara bergiliran oleh mandor dari masing-masing shift. Apabila keadaan mendesak dan memerlukan jam kerja yang melebihi jam kerja normal maka perusahaan mengadakan waktu kerja lembur. Ini dilakukan bila terjadi order yang belum dipenuhi dan belum memenuhi target produksi. Untuk itu perusahaan akan memberikan upah lembur kepada karyawan yang bekerja lembur.

2.4.4. Sistem Pengupahan

PT. Rolimex Kimia Nusa Mas memberikan kompensasi dan jaminan sosial kepada semua pekerja berdasarkan status karyawan dalam perusahaan yaitu :

a. Karyawan tetap, merupakan tenaga kerja yang diangkat menjadi karyawan tetap melalui prosedur pengangkatan dan menerima gaji bulanan.

b. Pekerja borongan, merupakan tenaga kerja yang dipekerjakan dan dibayar secara harian tanpa melalui prosedur pengangkatan sebagai karyawan tetap. Upah diberikan sesuai dengan hasil kerjanya dan dibayar perhari.

2.4.5. Fasilitas

Fasilitas yang diberikan perusahaan PT. Rolimex Kimia Nusa Mas Adalah :


(31)

a. Imbalan resmi (gaji) dan kompensasi tambahan yang diperoleh setiap karyawan.

b. Upah lembur, yaitu upah yang diberikan apabila karyawan bekerja melebihi jam kerja perusahaan yang telah ditentukan.

c. Insentif produksi, yaitu bonus kepada karyawan bila memenuhi target produksi yang ditetapkan perusahaan.

d. Tunjangan jabatan, merupakan pelengkap gaji pokok mengingat adanya pekerjaan yang memegang tanggung jawab serta tuntutan khusus. Tunjangan ini biasanya diberikan untuk jabatan tingkat Manajer dan kepala bagian.

e. Tunjangan hari raya.

f. Uang transport, hanya diberikan bagi karyawan tetap sebagai tambahan untuk melancarkan produktivitas karyawan. Besarnya uang transport disesuaikan dengan kedudukan karyawan dalam perusahaan. Selain fasilitas diatas, perusahaan juga melakukan usaha-usaha untuk meningkatkan kesejahteraan karyawannya seperti :

1. Diikutsertakan dalam keanggotaan Astek. 2. Jaminan hari tua atau uang pensiun.

3. Jaminan kecelakaan kerja, Jaminan ini dilakukan dengan cara pemberian sumbangan yang diberikan oleh perusahaan.

2.5. Proses Produksi


(32)

PT. Rolimex Kimia Nusa Mas mempunyai standarisasi dalam menghasilkan produk. Pengawasan mutu dilakukan terhadap proses produksi yang ditujukan untuk menjaga kosistensi dari mutu produk. Produk bermutu dan pelayanan merupakan usaha perusahaan dalam menjual produknya pada konsumen. Keberhasilan perusahaan sangat bergantung dari seberapa jauh perusahaan dapat mengetahui, Mengerti dan memahami permintaan pelanggan tersebut. Dalam hal mutu pupuk yang baik telah ditetapkan ketentuan-ketentuan standard bagi spesifikasi pupuk yaitu:

Kandungan hara P2O5 : 32 % Berat bersih : 50 kg

Bentuk / warna : Padat Tepung / coklat muda.

Aturan Pakai : Di tabur kesekeliling lingkaran sesuai dengan dosis yang ditentukan.

No Pendaftaran : P944/Deprant/IX/2004

Produksi : sesuai tanggal

Jaminan Mutu : 0040707 A

Masa edar : 2 tahun

No. SNI : 02/3776/9195

Standard mutu bahan atau produk dilakukan dengan menggunakan Cheker Timbangan dan cheker produksi.

2.5.2. Bahan Yang Digunakan


(33)

Bahan baku yang digunakan ada dua jenis yaitu : CIRP yang langsung diimpor dari Australia dan CIRPyang langsung di impor dari Mesir. Perbedaan kualitas antara dua bahan baku ini tidak terlalu signifikan hanya terletak pada warna. CIRP Australia memiliki warna coklat muda sedangkan CIRP Mesir memiliki warna coklat lebih tua.

b. Bahan tambahan.

Yang dimaksud dengan bahan tambahan adalah bahan-bahan yang dibutuhkan guna menyelesaikan suatu produk atau suatu bahan yang ditambahkan pada produk dimana keberadaannya tidak mengurangi nilai dari suatu produk tersebut tetapi menambah nilai dari produk

1. Karung Luar (Outer bag).

- Bahan Baku : Poly Propylena

- Density : 10 x 10 tape/inchi

- Panjang : 99 cm (Min)

- Lebar : 59 cm (Min)

- Lebar Lipatan Bawah : 2,5 mm (min) - Jarak Jahitan dari Bawah : 1 cm

- Panjang ekor Benang : 2,5 s/d 4 cm - Jarak Rajutan : 3 s/d stitch/inchi 2. Karung Dalam (Inner Bag)


(34)

- Lebar : 62 cm

- Lebar Seal : 2 mm

- Jarak Seal dari tepi Bawah : 1 cm 3. Benang

- Bahan : PP Multi Filamet

- Type : Zucros

- Dinier : 1250

- Number of Filament : 148

- Twist : 101

2.5.3. Uraian Proses

PT. Rolimex Kimia Nusa Mas bergerak dalam bidang pengantongan pupuk butiran. Pengolahan yang dilakukan di PT. Rolimex Kimia Nusa Mas hanya untuk jenis pupuk CIRP (Chrismas Island Rock Phospate).

Dilihat dari system kerja (pengoperasian), proses produksinya dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu:

1. Pembongkaran pupuk butiran (Unloading)

Di sini dilakukan proses pembongkaran pupuk butiran, dimana pupuk butiran CIRP berasal dari pusat produksi Australia dan Mesir yang dibongkar dari kapal yang bersandar di pelabuhan Belawan.


(35)

Pada umumnya pembongkaran dilakukan oleh kontaktor yang ditunjuk oleh PT. Rolimex Kimia Nusa Mas. Pembongkaran pupuk butiran dilakukan dengan menggunakan alat tertentu yaitu grade yang di gerakkan dengan electromotor. Perlengkapan yang digunakan antara lain yaitu:

1. Grade

2. Electromotor.

Pupuk butiran yang berada di palka kapal yang diangkat seara bergantian dengan mengggunakan grade yang kemudian langsung diarahkan pada bak truk dengan bantuan electromotor sebagai alat pengankut pupuk butiran menuju pabrik.

Pupuk yang telah di muat ke dalam truk diangkat kegudang penumpukan, sebelum dilakukan penumpukan ke gudang, truk dan muatannya di timbang dengan menggunakan timbangan digital dengan control display yang telah diatur oleh program komputer. Demikian seterusnya sehingga selesainya pembongkaran dilaksanakan. Banyak kesulitan yang timbul pada saat pembongkaran pupuk butiran dengan truk, yaitu areal penumpukan diperlukan luas, karena pupuk tidak dapat di tumpuk tinggi, untuk menghindari kotoran dan penghematan tempat maka pupuk curah di dorong dengan menggunakan wheel loader.

Pembongkaran pupuk dengan truk, untuk kapal yang berkapasitas 12.000 ton, dapat dibongkar kurang lebih selama 5-6 hari.

2. Pencampuran Pupuk

Bahan baku untuk pupuk jenis CIRP yang di keluarkan PT, Rolimex Kimia Nusa Mas ada dua jenis pupuk yaitu: CIRP Australia dan CIRP Mesir.


(36)

Proses pencampuran dilakukan dengan menggunakan mesin mixer. Proses pencampuran ini diawali dengan persiapan mesin secara otomatis siap untuk digunakan dan biasanya melakukan setup selama 15 menit. Pupuk jenis CIRP Australia di masukkan terlebih dahulu kedalam hopper menggunakan wheel

loader kemudian pupuk tersebut di bawa screw menuju bucked elevator ke bin

pencampuran 1 selang tiga menit pupuk jenis CIRP mesir dimasukan kedalam

hopper menggunakan wheel loader kemudian pupuk tersebut dibawa screw

menuju bucket elevator ke bin pencampugran 2. secara bergantian tombol bin pencampuran dibuka, sehingga pupuk masuk ke mesin mixer. Setelah selesai pupuk akan jatuh ke bin over , kemudian pupuk dibawa ke bin penampungan atas menggunakan screw untuk diproses lebih lanjut ke mesin hammer mill.

3. Proses Penggilingan

Proses penggilingan butiran pupuk CIRP dilakukan dengan menggunakan mesin hummer mill.

Pupuk butiran yang telah dicampur secara perlahan akan turun menuju

hopper HM1 melalui pipa yang berdiameter 20 cm yang berada pada bin

penampungan atas pada mesin mixer. Setelah hopper HM1 penuh, pupuk butiran pada hoper akan diangkat menggunakan bucked elevator menuju mesin HM1 untuk dilakukan penggilingan pada mesin hummer mill. Dalam waktu beberapa menit butiran pupuk akan tergiling halus sehingga dapat melewati saringan (screen) dengan ukuran 60 mesh. Kemudian pupuk dibawah oleh screw ke bin penampungan 1 untuk dilakukan proses pengantongan. Setelah hoper HM1 penuh


(37)

pipa tersebut akan diarahkan ke hopper HM2 yang proses produksinya sama dengan HM1.

4. Pengantongan Pupuk

Sistem pengantongan pupuk dengan menggunakan mesin pengantongan, diperlukan peralatan sebagai berikut:

- Timbangan (Weigth scale) - Karung

- Mesin Jahit - Benang

Pengantongan pupuk dilakukan setelah proses penghalusan. Pupuk yang berada pada bin penampungan HM1 dan HM2 yang berbentuk kerucut, pada bagian bawah bin terdapat lubang yang berdiameter 20 cm yang dilengkapi dengan katup dan tuas yang berfungsi sebagai pengaturan buka tutup yang dilakukan secara manual, sehingga pupuk akan turun secara perlahan dengan mengatur bukaan tuas secara manual oleh operator.

Alat penampung ini disebut Weigth scale, karena alat ini dilengkapi dengan timbangan. Pupuk akan ditampung dengan karung yang telah di siapkan diatasnya, pada saat bersamaan penimbangan pupuk dalam karung dilakukan untuk menentukan berat isi karung yang diinginkan.

Pupuk yang telah dikantongi di bawa ke mesin jahit untuk dijahit, dan kemudian dibawah secara manual untuk penumpukan keatas palet. Penyusunan pupuk diatas palet dilakukan dengan cara manual dan tiap-tiap palet disusun 30 karung. Kecepatan pengantongan sekitar 10-12 karung per menit.


(38)

5. Penumpukan

Penumpukan pupuk yang telah selesai dikantongi dan disusun diatas palet, diangkut dengan forklift ke tempat penumpukan (bag storage). Punumpukan ini dikerjakan oleh buruh yang bekerja secara borongan dilaksanakan oleh kontraktor (pemborong) yang ditunjuk pihak PT. Rolimex Kimia Nusa Mas, yang melaksanakan pekerjaan penumpukan pada saat ini.

Pembongkaran

Penumpukan Pengantongan

Penggilingan Pencampuran

Gambar 3.1. Uraian proses produksi pengantongan pupuk 2.5.4. Mesin Dan Peralatan

2.5.4.1. Mesin Produksi

Berdasarkan proses produksi pupuk CIRP pada PT. Rolimex Kimia Nusa Mas, mesin yang dipergunakan dapat dilihat pada lampiran 1.

2.5.4.2. Peralatan

Peralatan yang digunakan merupakan alat bantu dalam melancarkan proses produksi mulai dari pengadaan bahan baku hingga penyimpanan produk jadi untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 2.


(39)

Untuk mendukung proses produksi, dibutuhkan unit-unit pendukung. Adapun unit-unit pendukung tersebut sebagai berikut :

1. Sumber Listrik.

PT. Rolimex Kimia Nusa Mas bersumber dari Perusahaan Listirk Negara (PLN) dan generator. Sumber Listrik dari PLN digunakan dalam kegiatan proses produksi, seperti menjalankan mesin mixer, menyediakan arus listrik pada mesin-mesin produksi dan fasilitas produksi lainnya. Selain itu listrik PLN digunakan juga sebagai sumber penerangan pada :

a. Area kerja. b. Kantor-kantor.

c. Perumahan staff karyawan yang terletak dekat lokasi pabrik. 2. Air.

Pemakaian air untuk proses pengolahan di Pabrik tidak ada. Sehingga pendirian pabrik juga tidak dipengaruhi sumber dan potensi air di areal pabrik. Adapun penggunaan air pada pabrik adalah untuk :

a. Sebagai bahan tambahan dan pencuci peralatan di Bengkel.

b. Sebagai bahan pendingin, pencuci dan perawatan instalansi peralatan dan mesin-mesin setiap melakukan maintenance.

Selain untuk keperluan pabrik, air juga digunakan untuk kebutuhan air karyawan perusahaan terutama pada kamar mandi. Sumber air di PT. Rolimex Kimia Nusa Mas bersumber sumur bor dan PDAM.


(40)

Peralatan bengkel dalam kelancaran proses produksi sangat penting menyangkut tingkat produktifitas produksi maupun karyawan serta meminimumkan biaya- biaya yang seharusnya dapat diperkecil dalam upaya melakukan pemeliharaan mesin dan peralatan. Adapun peralatan yang tersedia adalah:

a. Mesin Las Listrik b. Mesin Las Blender c. Grinda potong d. Ragum

e. Elektroda f. Jangka sorong g. Meteran h. Martil

i. Kunci pas dan ring

j. Peralatan kunci pendukung lainnya.

Bengkel merupakan bengkel khusus yang disediakan oleh perusahaan dalam rangka pemeliharaan, perawatan dan perbaikan alat-alat transportasi yang sangat dibutuhkan dalam kelancaran proses produksi. Adapun alat-alat transportasi yang banyak digunakan adalah :

- Dump Truck. - Forklift. - Wheel Loader.


(41)

Agar proses produksi berjalan lancar maka perlu adanya pemeliharaan dan perbaikan terhadap kerusakan-kerusakan yang terjadi pada mesin, peralatan dan fasilitas produksi atau kantor. Untuk itu maka perusahaan dilengkapi beberapa bengkel dengan tujuan perawatan korektif peralatan dan fasilitas produksi.

4. Laboaratorium

Laboratorium di PT. Rolimex Kimia Nusa Mas langsung ditangani oleh bagian Quality Control Department di BLPP Medan, yang mempunyai peranan sangat penting dalam menunjang mutu produk yang dihasilkan oleh pabrik. Dengan adanya Laboratorium, maka dapat diadakan analisa yang teliti terhadap hal-hal yang berhubungan dengan mutu produk.

Hasil analisa di informasikan ke bagian produksi sehingga dapat diketahui apakah mutu produk yang dihasilkan makin buruk atau makin baik. Dengan adanya informasi yang diterima maka bagian produksi dapat mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan agar mutu produk tetap baik sehingga kerugian-kerugian yang terjadi dapat dihindarkan.

5. Limbah

PT. Rolimex Kimia Nusa Mas tidak memiliki Limbah dari hasil proses produksi.

2.5.6. Safety & Fire Protection

PT. Rolimex Kimia Nusa Mas merupakan sebuah perusahaan yang amat memperhatikan keselamatan kerja. Keselamatan kerja merupakan sarana utama untuk mencegah kecelakaan, cacat dan kematian yang diakibatkan


(42)

oleh kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja dapat mengakibatkan hambatan-hambatan yang sekaligus juga merupakan kerugian secara tidak langsung seperti kerusakan mesin dan peralatan kerja, terhentinya proses produksi beberapa saat dan hal ini dapat menyebabkan tingginya biaya produksi.

Salah satu untuk memperkecil biaya produksi adalah menggunakan mesin-mesin yang dilengkapi alat pelindung guna memperkecil akibat yang ditimbulkan mesin jika terjadi kecelakaan. Masalah keselamatan kerja harus benar-benar diperhatikan pada saat perancangan dan bukan baru difikirkan kemudian setelah pabrik didirikan.

Namun sekalipun pabrik sudah beroperasi, perecanaan tetap penting untuk mencapai standard keselamatan kerja yang tinggi. Terdapat beberapa prinsip dalam perencanaan keselamatan dan efisiensi produksi yaitu :

1. Ciptakan keadaan yang aman untuk berjalan di lantai produksi, tangga-tangga, tempat dan daerah kerja, lorong-lorong dan sebagainya.

2. Sediakan lantai yang cukup bagi mesin dan peralatan.

3. Upayakan pencapaian seaman mungkin ke setiap tempat yang menjadi tujuan tenaga kerja.

4. Fasilitas transport yang harus di sertai perlengkapan keselamatan. 5. Mengisolasi daerah-daerah yang berbahaya.

6. Tersedianya alat-alat pemadam kebakaran yang memadai pada berbagai tempat yang rawan kebakaran.


(43)

Cara untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja adalah dengan menggunakan peralatan pelindung diri pada jenis pekerjaan di lapangan. Alat-alat pelindung diri meliputi :

- Kaca mata biasa dan kaca mata khusus bagi pekerja yang ada di Engineering Department, Khususnya bagian pengelasan.

- Pelindung telinga khusus digunakan bagi pekerja yang mendapatkan kebisingan dari mesin-mesin dan peralatan produksi.

- Sepatu pengaman berupa sepatu bots untuk melindungi pekerja dari kecelakaan yang disebabkan oleh benda berat, paku atau benda tajam, lantai kerja yang licin dan sebagainya.

- Sarung tangan khusus untuk melindungi tangan si pekerja dari tusukan, sayatan, terkena benda panas, bahan kimia, aliran listirk dan sebagainya. Ini banyak digunakan di bagian Pengelasan.

- Pelindung pernafasan berupa masker khusus untuk melindungi pekerja dari terhirupnya zat-zat kimia di bagian produksi.

Khusus untuk Fire Protection, perusahaan menyediakan alat pemadam pada tempat-tempat yang rawan kebakaran. Untuk pengamanan arus listrik maka saklar-saklar harus ditempatkan pada posisi yang mudah dijangkau dan tertutup, sekring harus pada panel tertutup, kabel listrik harus dipasang yang bagus agar tidak terjadi korslet antar kabel dan putuskan listrik bila terjadi hal-hal yang membahayakan keselamatan pekerja.


(44)

Proses produksi pada PT. Rolimex Kimia Nusa Mas menghasilkan dua jenis limbah yaitu :

1. Limbah Padat

Limbah padat yang dihasilkan oleh PT. Rolimex Kimia Nusa Mas adalah debu yang memiliki partikel-partikel yang sangat kecil sehingga beterbangan menggau system pencahayaan dan pernapasan diruangan produksi terhadap karyawan yang bekerja pada stasiun tersebut

Saat ini untuk penanggulangan limbah tersebut perusahaan hanya melakukan pemberian masker kepada karyawan yang sedang melakukan pekerjaan di stasiun tersebut dan menambah pencahayaan di ruangan untuk menambah penerangan diruangan tersebut.

2.6.Daerah Pemasaran

Jenis pupuk yang dihasilkan merupakan jenis produk untuk tujuan ekspor, dimana PT. Rolimex Kimia Nusa Mas adalah tempat untuk proses pengolahan pupuk CIRP (Crismes Island Rock Phosphate) dan negara tujuan ekspor yang utama adalah Malysia. Sedangkan daerah pemasaran di dalam Negara Indonesia sendiri adalah daerah Medan tepatnya seperti perkebunan London sumatera, perkebunan Torganda dan perkebunan-perkebunan sawit milik pribadi yang berukuran sangat luas seperti di daerah Rantau Perapat, perkebunan di daerah Pekan baru,perkebunan di daerah Palembang, perkebunan di daerah Kalimantan.


(45)

2.7. Dampak Sosial Ekonomi Terhadap Lingkungan

Pertumbuhan industri pada suatu daerah tentunya akan memberikan berbagai dampak pada lingkungan sekitarnya, demikian juga halnya dengan perusahaan ini. Dengan adanya perusahaan akan mengurangi tingkat pengangguran karena perusahaan ini menyerap tenaga kerja sekitar perusahaan. Tenaga kerja yang terdapat di PT Rolimex kimia Nusa Mas untuk level menengah ke bawah banyak diisi oleh penduduk setempat. Sedangkan level menengah ke atas yang lebih membutuhkan keahlian dan keterampilan sebahagian besar didominasi oleh pihak asing yaitu Jepang.

Keberadaan perusahaan ini juga memberikan dampak positif terhadap tingkat perekonomian masyarakat sekitar dengan cara membuka tempat-tempat usaha di luar kawasan pabrik seperti warung, pemondokan dan lain-lain.


(46)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Biaya

Biaya adalah harga yang digunakan atau dikorbankan dalam rangka memperoleh penghasilan (revenue) dan akan dipakai sebagai pengurang penghasilan. Pada awal timbulnya akuntansi biaya mula-mula hanya ditujukan untuk penentuan harga pokok produk atau jasa yang dihasilkan, akan tetapi dengan semakin pentingnya biaya non produksi, yaitu biaya pemasaran dan administrasi umum, akuntansi biaya saat ini ditujukan untuk menyajikan informasi biaya bagi manjemen baik biaya produksi maupun biaya non produksi.

1

1. Penggolongan biaya berdasarkan tendensi perubahan terhadap kegiatan Biaya dapat digolongkan ke dalam beberapa bagian :

- Biaya tetap (fixed cost), yaitu biaya yang jumlahnya tetap konstan, tidak dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan atau aktivitas sampai dengan tingkatan tertentu.

- Biaya variabel (variable cost), yaitu biaya yang jumlah totalnya akan berubah secara sebanding dengan perubahan volume kegiatan, semakin besar volume semakin tinggi jumlah total biaya variabel dan sebaliknya. 2. Penggolongan biaya berdasarkan objek atau pusat biaya yang dibiayai

- Biaya langsung (Direct cost), yaitu biaya terjadinya atau manfaatnya dapat diidentifikasikan secara langsung pada objek atau pusat biaya tertentu. 1 Supriyono, R. A., “Akuntansi Biaya – Perencanaan dan Pengendalian Biaya Serta Pembuatan


(47)

- Biaya tidak langsung (Indirect cost), yaitu biaya yang terjadi tidak dapat diidentifikasikan pada objek atau pusat biaya tetentu, atau biaya yang manfaatnya dinikmati oleh beberapa objek atau pusat biaya.

3. Penggolongan biaya berdasarkan fungsi

- Biaya produksi, yaitu semua biaya yang berhubungan dengan fungsi produksi atau kegiatan pengolahan bahan baku menjadi produk jadi. Yang termasuk dalam biaya produksi adalah :

a. Biaya bahan baku b. Biaya tenaga kerja c. Biaya overhead pabrik

- Biaya administrasi dan umum, yaitu semua biaya yang berhubungan dengan fungsi administrasi dan umum, yang terjadi dalam rangka penentuan kebijaksanaan, pengarahan, dan pengawasan kegiatan perusahaan secara keseluruhan.

- Biaya pemasaran, yaitu biaya dalam rangka penjualan produk jadi sampai dengan pengumpulan piutang menjadi kas. Biaya ini meliputi fungsi penjualan, penggudangan produk jadi, dan pengiriman.

3.2. Sistem Biaya Tradisional (Traditional Costing)

2

2 Tunggal, Amin W., Activity Based Costing: Suatu Pengantar, Rineka Cipta, Jakarta, 1992. Hal Dalam sistem biaya secara tradisional dapat dilihat bahwa biaya-biaya yang terlibat biasanya hanya biaya langsung saja, yaitu biaya tenaga kerja dan biaya material. Namun seiring dengan berjalannya waktu muncul biaya-biaya


(48)

yang bisa digolongkan kedalam biaya langsung. Biaya-biaya tersebut seperti biaya perawatan, dan lain sebagainya. Sistem biaya tradisional akan membebankan biaya tidak langsung kepada basis alokasi yang tidak representatrif. Pada sistem biaya tradisional, dalam mengalokasikan biaya pabrik tidak langsung ke unit produksi, tetapi ditempuh dengan cara sebagai berikut :

1. Dilakukan alokasi biaya ke seluruh unit organisasi yang ada.

2. Biaya unit organisasi dialokasikan lagi ke setiap unit produksi. Unsur- unsur biaya bersama dialokasikan secara proporsional dengan menggunakan suatu basis pembebanan atau faktor pembanding yang sesuai, sedangkan unsur-unsur biaya lainnya dialokasikan secara langsung sesuai dengan perhitungan langsungnya masing-masing.

Basis pembebanan atau faktor pembanding yang digunakan diantaranya : - Jumlah unit produksi

- Jam tenaga kerja langsung - Biaya tenaga kerja langsung - Biaya material langsung

Pada perusahaan industri yang menghasilkan beberapa jenis produk, biasanya terjadi berbagai jenis unsur biaya gabungan yang harus dialokasikan ke setiap produk gabungan yang bersangkutan pada titik pisahnya masing-masing.

Ada beberapa metode alokasi biaya secara tradisional yang biasa digunakan diantaranya:


(49)

1. Metode nilai jual

Biaya produksi gabungan dialokasikan ke setiap produk gabungan yang bersangkutan secara proporsional, sesuai dengan persentase (kontribusi) nilai jualnya masing-masing.

2. Metode jumlah fisik

Biaya produksi gabungan dialokasikan ke setiap produk gabungan yang bersangkutan sesuai dengan persentase jumlah fisiknya masing-masing.

3.3. Definisi Activity-Based Costing (ABC) 3

1. Wayne J. Morse, James R. Davis dan A. L. Hartgraves (1991)

Activity-Based Costing telah dikembangkan pada organisasi sebagai suatu

solusi untuk masalah-masalah yang tidak dapat diselesaikan dengan baik oleh sistem biaya tradisional. Beberapa ahli manajemen biaya memberikan definisi mengenai sistem biaya Activity-Based Costing sebagai berikut:

Activity-Based Costing merupakan sistem pengalokasian dan pengalokasian kembali biaya ke objek biaya dengan dasar aktivitas yang menyebabkan biaya. Sistem ABC ini didasarkan pada pemikiran bahwa aktivitas penyebab biaya dan biaya aktivitas harus dialokasikan ke objek biaya dengan dasar aktivitas biaya tersebut dikonsumsikan. Sistem ABC ini menelusuri biaya ke

3

Tunggal, Amin W., Activity Based Costing: Suatu Pengantar, Rineka Cipta, Jakarta, 1992. Hal 27


(50)

produk sebagai dasar aktivitas yang digunakan untuk menghasilkan produk tersebut.

2. Ray H. Garissson (1991)

Activity-Based Costing (ABC) merupakan suatu metode kalkulasi biaya

yang menciptakan suatu kelompok biaya untuk setiap kejadian atau transaksi (aktivitas) dalam suatu organisasi yang berlaku sebagai pemicu biaya. Biaya

overhead kemudian dialokasikan ke produk dan jasa dengan dasar jumlah dari

kejadian atau transaksi produk atau jasa yang dihasilkan tersebut.

3. Douglas T. Hicks (1992)

Activity-Based Costing merupakan suatu konsep akuntansi biaya yang

berdasarkan atas pemikiran bahwa produk mengkonsumsi aktivitas dan aktivitas yang menimbulkan biaya. Dalam sistem biaya ABC ini dirancang sedemikian rupa sehingga setiap biaya yang tidak dapat dialokasikan secara langsung kepada produk dibebankan kepada produk berdasarkan aktivitas dan biaya dari setiap aktivitas kemudian dibebankan kepada produk berdasarkan konsumsi masing-masing aktivitas tersebut.

4. L. Gayle Rayburn (1993)

Activity-Based Costing merupakan suatu sistem yang mengakui bahwa

pelaksanaan aktivitas menimbulkan konsumsi sumber daya yang dicatat sebagai biaya, atau dengan kata lain bahwa sistem biaya ABC tersebut adalah merupakan pendekatan kalkulasi biaya yang berbasis pada transaksi. Sistem biaya ABC itu sendiri adalah mengalokasikan biaya ke transaksi dari aktivitas yang dilaksanakan


(51)

dalam suatu organisasi, dan kemudian mengalokasikan biaya tersebut secara tepat ke produk sesuai dengan pemakaian aktivitas setiap produk.

5. Charles T. Horngren, Gary L. Sundem dan William O. Stratton (1996)

Activity-Based Costing merupakan suatu sistem yang merupakan

pendekatan kalkulasi biaya yang memfokuskan pada aktivitas sebagai objek biaya yang fundamental. Sistem ABC ini menggunakan biaya dari aktivitas tersebut sebagai dasar untuk mengalokasikan biaya ke objek biaya yang lain seperti produk, jasa atau pelanggan.

6. Michael W. Maher (1996)

Activity-Based Costing merupakan suatu metode kalkulasi biaya yang

membebankan biaya pertama pada aktivitas, lalu pada produk berdasarkan penggunaan aktivitas oleh setiap produk. Kalkulasi biaya berdasarkan kegiatan ini didasarkan pada konsep “produk mengkonsumsi kegiatan dan kegiatan mengkonsumsi sumber daya”.

3.4. Manfaat dan Keunggulan dari Metode Activity-Based Costing 3.4.1. Manfaat Dari Sistem Activity-Based Costing (ABC)

4

1. Suatu pengkajian sistem biaya ABC dapat meyakinkan pihak manajemen bahwa mereka harus mengambil sejumlah langkah untuk menjadi lebih Manfaat sistem biaya Activity-Based Costing (ABC) bagi pihak manajemen perusahaan adalah :

4

Tunggal, Amin W., Activity Based Costing: Suatu Pengantar, Rineka Cipta, Jakarta, 1992. Hal 29


(52)

kompetitif. Sebagai hasilnya, mereka dapat berusaha untuk meningkatkan mutu sambil secara simultan fokus pada pengurangan biaya yang memungkinkan. Analisis biaya ini dapat menyoroti bagaimana benar-benar mahalnya proses manufakturing, hal ini pada gilirannya dapat memacu aktivitas untuk mengorganisasi proses, memperbaiki mutu, dan mengurangi biaya.

2. Pihak manajemen akan berada dalam suatu posisi untuk melakukan penawaran kompetitif yang lebih wajar.

3. Sistem biaya ABC dapat membantu dalam pengambilan keputusan

(management decision making) membuat-membeli yang manajemen harus

lakukan, disamping itu dengan penentuan biaya yang lebih akurat maka maka keputusan yang akan diambil oleh phak manajemen akan lebih baik dan tepat. Hal ini didasarkan bahwa dengan akurasi perhitungan biaya produk yang menjadi sangat penting dalam iklim kompetisi dewasa ini.

4. Mendukung perbaikan yang berkesinambungan (continuous improvement), melalui analisa aktivitas, sistem ABC memungkinkan tindakan eleminasi atau perbaikan terhadap aktivitas yang tidak bernilai tambah atau kurang efisien. Hal ini berkaitan erat dengan masalah produktivitas perusahaan.

5. Memudahkan penentuan biaya-biaya yang kurang relevan (cost reduction), pada sistem tradisional banyak biaya-biaya yang kurang relevan yang tersembunyi. Sistem ABC yang transparan menyebabkan sumber-sumber biaya tersebut dapat diketahui dan dieliminasi.


(53)

6. Dengan analisis biaya yang diperbaiki, pihak manajemen dapat melakukan analisis yang lebih akurat mengenai volume produksi yang diperlukan untuk mencapai impas (break even) atas produk yang bervolume rendah.

3.4.2. Keunggulan dari Sistem Biaya Activity-Based Costing (ABC)

Beberapa keunggulan dari sistem biaya Activity Based Costing (ABC) dalam penentuan biaya produksi adalah sebagai berikut :

1. Biaya produk yang lebih realistik, khususnya pada industri manufaktur teknologi tinggi dimana biaya overhead adalah merupakan proporsi yang signifikan dari total biaya.

2. Semakin banyak overhead dapat ditelusuri ke produk. Dalam pabrik yang modern, terdapat sejumlah aktivitas non lantai pabrik yang berkembang. Analisis sistem biaya ABC itu sendiri memberi perhatian pada semua aktivitas sehingga biaya aktivitas yang non lantai pabrik dapat ditelusuri.

3. Sistem biaya ABC mengakui bahwa aktivitaslah yang menyebabkan biaya

(activities cause cost) bukanlah produk, dan produklah yang mengkonsumsi

aktivitas.

4. Sistem biaya ABC memfokuskan perhatian pada sifat riil dari perilaku biaya dan membantu dalam mengurangi biaya dan mengidentifikasi aktivitas yang tidak menambah nilai terhadap produk.

5. Sistem biaya ABC mengakui kompleksitas dari diversitas produksi yang modern dengan menggunakan banyak pemacu biaya (multiple cost drivers),


(54)

banyak dari pemacu biaya tersebut adalah berbasis transaksi

(transaction-based) dari pada berbasis volume produk.

6. Sistem biaya ABC memberikan suatu indikasi yang dapat diandalkan dari biaya produk variabel jangka panjang (long run variabel product cost) yang relevan terhadap pengambilan keputusan yang strategik.

7. Sistem biaya ABC cukup fleksibel untuk menelusuri biaya ke proses, pelanggan, area tanggung jawab manajerial, dan juga biaya produk.

3.5. Perbandingan Activity-Based Costing dengan Biaya Tradisional

Suatu temuan yang konsisten dari buku akuntansi biaya tradisional adalah ketidaktepatan dalam menggunakan informasi biaya untuk menjalankan suatu pabrik manufakturing. Hal ini berbeda dengan sistem biaya ABC yang memberikan informasi biaya yang lebih akurat. Sistem biaya ABC menelusuri biaya produksi tidak langsung setiap unit, batch, lintasan produk, dan seluruh fasilitas berdasarkan aktifitas tiap level. Metode penentuan biaya ini menghasilkan biaya akhir produk yang lebih akurat dan lebih realistis.

3.6. Dasar-dasar Activity-Based Costing

Dalam sistem biaya Activity Based Costing (ABC), produk diartikan sebagai barang atau jasa yang berusaha dijual oleh perusahaan, termasuk pelayanan kesehatan, asuransi, pinjaman bank, pelayanan konsultasi, bensin, bioskop, roti, dan lain-lain. Semua produk tersebut diatas dihasilkan melalui aktivitas perusahaan dan aktivitas inilah yang mengkonsumsi sumber daya.


(55)

Biaya yang tidak dapat didistribusikan secara langsung pada produk akan dibebankan pada aktivitas yang menyebabkan biaya tersebut timbul. Biaya untuk tiap aktivitas ini kemudian dibebankan pada produk yang bersangkutan. Hubungan untuk mengalokasikan biaya ke produk dinyatakan dalam Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Model Dasar Activity-Based Costing

Dasar-dasar sistem biaya ABC ini mencakup biaya produksi tidak langsung, aktivitas, tujuan biaya (cost objective), pemicu biaya (cost driver), kelompok biaya (cost pool) dan prosedur pembebanan biaya dua tahap.

3.6.1. Biaya Produksi Tidak Langsung (Factory Overhead Cost)

“Biaya overhead produksi (factory overhead cost) dapat didefinisikan sebagai biaya dari bahan atau material tidak langsung, tenaga kerja tidak langsung, dan semua biaya produksi yang tidak dapat dibebankan langsung kepada produk. Jadi dengan kata lain biaya overhead produksi ini meliputi seluruh biaya produksi kecuali biaya material langsung dan biaya tenaga kerja langsung”.

Sumber Daya

Aktivitas

Produk atau Tujuan Biaya


(56)

5

1. Biaya bahan pembantu (indirect material),

Biaya overhead produksi tidak dapat diidentifikasikan secara langsung kepada produk yang menggunakannya atau mengkonsumsinya. Ini berbeda dengan biaya produksi langsung yang dapat diidentifikasikan secara langsung kepada produk yang mengkonsumsinya.

Biaya overhead produksi umumnya dikonsumsi oleh lebih dari satu departemen produksi. Oleh karena itu diperlukan suatu prosedur distribusi biaya untuk membebankan biaya overhead produksi ini kepada tiap-tiap departemen ataupun produk yang mengkonsumsinya. Secara garis besar, biaya overhead produksi dapat digolongkan sebagai berikut:

Biaya bahan pembantu merupakan biaya bahan yang diperlukan dalam proses pembuatan produksi, tetapi bukan biaya bahan baku (bahan langsung). Bahan pembantu ini akhirnya juga menjadi bagian produk, tetapi memiliki nilai yang kecil.

2. Biaya Tenaga Kerja Tidak Langsung (Indirect Labor)

Biaya tenaga kerja tidak langsung merupakan biaya tenaga kerja yang tidak dapat diidentifikasikan secara langsung kepada produk. Misalnya adalah biaya gaji supervisor, quality control, tenaga kerja administrasi dan pekerja yang bertugas dalam kerja pemeliharaan yang secara tidak langsung berkaitan dengan produksi.

3. Biaya Reparasi dan Pemeliharaan (Repair and Maintenance)


(57)

Biaya reparasi dan pemeliharaan yaitu biaya yang dikeluarkan untuk aktivitas reparasi dan pemeliharaan mesin/peralatan, serta pemakaian suku cadang. Terkadang biaya suku cadang dipisahkan dari biaya reparasi dan pemeliharaan.

4. Biaya Penyusutan dan Depresiasi, Misalnya adalah biaya penyusutan mesin, peralatan dan kendaraan.

5. Biaya Utilitas, Misalnya adalah biaya penggunaan air, dan listrik.

Sejalan dengan perkembangan teknologi pada proses produksi, biaya overhead produksi juga semakin meningkat. Saat ini perusahaan-perusahaan cenderung beralih dari padat karya menjadi padat modal. Tenaga kerja tidak lagi menjadi aktivitas penambah nilai yang utama pada proses produksi, karena penggunaan teknologi (mesin, komputer, dan lainnya) akan mengambil alih posisi dari tenaga kerja manusia. Peralihan inilah yang menyebabkan persentase biaya

overhead produksi naik secara signifikan

Penggunaan sistem biaya tradisional dalam membebankan biaya overhead akan menjadi tidak relevan lagi, karena sistem ini menggunakan satu atau dua pemacu biaya yang berbasis unit (unit based cost drivers) sebagai dasar pembebanan biaya. Menggunakan satu atau dua pemacu biaya berbasis unit untuk membebankan semua biaya overhead produksi akan menciptakan biaya produksi yang terdistorsi.

Distorsi yang terjadi adalah berupa subsidi silang (cross subsidy) antar produk, hal ini akan membuat situasi dimana satu produk akan mengalami kelebihan biaya (over costing) dan produk yang lain akan mengalami kekurangan


(58)

biaya (under costing).Tingkat distorsi yang terjadi tergantung pada proporsi biaya overhead produksi terhadap biaya produksi total. Semakin besar proporsinya semakin besar pula distorsi yang terjadi dan demikian juga sebaliknya. Hal inilah yang melandasi dikembangkannya sistem biaya Activity-Based Costing (ABC).

Adapun penentuan biaya overhead produksi dengan sistem tradisional dapat dilihat pada Gambar 3.2, sedangkan penentuan biaya overhead produksi dengan sistem biaya Activity-Based Costing (ABC) dapat dilihat pada Gambar 3.3.

OVERHEAD

text text text

text text text

Biaya Langsung

Absorbsi pada Tenaga Kerja

Biaya Produksi

Tarif Absorbsi ovehead Berdasarkan

volume

Produk

Gambar III.2. Penentuan Biaya Overhead dengan Metode Traditional Costing


(59)

OVERHEAD

text text text

text text text

Biaya Langsung

Biaya ditelusuri ke konsumsi pemacu

Aktivitas

Tarif Pemacu

Produk

Gambar III.3. Penentuan Biaya Overhead dengan Metode Activity-Based Costing

Kelompok Biaya

Biaya Aktivitas

Sistem biaya tradisional mengutamakan satu atau dua pemicu biaya yang berbasis unit sebagai pembeban biaya sehingga menciptakan biaya produk yang terdistorsi. Distorsi yang terjadi berupa subsidi silang (cross subsidy) antar produk, satu produk mengalami kelebihan biaya (overcosting) dan produk lainnya mengalami kekurangan biaya (undercosting). Tingkat distorsi yang terjadi tergantung pada proporsi biaya overhead terhadap biaya produksi total. Semakin besar proporsinya, semakin besar distorsi yang terjadi demikian juga sebaliknya. Hal inilah yang melandasi dikembangkannya sistem Activity-Based Costing (ABC).

3.6.2. Aktivitas

Disini dilakukan pembedaan definisi antara aktivitas pada perusahaan besar dengan aktivitas pada perusahaan menengah dan kecil. Untuk perusahaan


(60)

besar, aktivitas didefinisikan sebagai proses-proses atau prosedur-prosedur yang menyebabkan kerja (processes or procedures that cause work). Sebagai contoh, dalam departemen account payable aktivitasnya dapat diperinci antara lain pengisian laporan penerimaan, order pembelian dan invoice, membandingkan laporan penerimaan, order pembelian dan invoice tersebut, lalu memasukkan data ke komputer, dan seterusnya.

Sedangkan untuk perusahaan menengah dan kecil aktivitas didefinisikan sebagai sekelompok kegiatan yang memiliki hubungan proses dan prosedur dapat digabungkan kedalam kebutuhan kerja secara khusus dalam organisasi (Douglas T. Hicks, 1992). Berdasarkan definisi tersebut maka aktivitas departemen account

payable adalah account payable dan aktivitas departemen purchasing adalah purchasing.

Dalam sistem biaya Activity-Based Costing (ABC) aktivitas yang dimaksud adalah yang berhubungan dengan kegiatan merancang dan memproduksi suatu produk yang disebut juga dengan product driven activity.

6

Aktivitas berlevel unit (unit-level activities) adalah aktivitas yang dikerjakan setiap kali satu unit produk diproduksi, besar kecilnya aktivitas ini dipengaruhi oleh jumlah unit produk yang diproduksi. Biaya yang timbul karena aktivitas berlevel unit ini dinamakan biaya aktivitas berlevel unit (unit-level

activities cost), contoh biaya overhead untuk aktivitas ini adalah biaya listrik dan Product driven activity ini dapat dikelompokkan atas empat kategori, yaitu :

1. Aktivitas-aktivitas Berlevel Unit (Unit-Level activities)


(61)

biaya operasi mesin. Biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung juga termasuk kedalam biaya aktivitas berlevel unit, namun tidak termasuk kedalam biaya overhead.

2. Aktivitas-aktivitas Berlevel Batch (Batch-Level activities)

Aktivitas-aktivitas berlevel batch (batch-level activities) adalah aktivitas yang dikerjakan setiap kali suatu batch produk diproduksi, besar kecilnya aktivitas ini dipengaruhi oleh jumlah batch produk yang diproduksi. Contoh aktivitas yang termasuk kedalam kelompok ini adalah aktivitas setup, aktivitas penjadwalan produksi, aktivitas pengelolaan bahan (gerak bahan dan order pembelian), aktivitas inspeksi. Biaya yang timbul akibat dari aktivitas ini adalah biaya aktivitas berlevel batch (batch-level activities), biaya ini bervariasi batch produk yang diproduksi, namun bersifat tetap jika dihubungkan dengan jumlah unit produk yang diproduksi dalam setiap batch.

3. Aktivitas-aktivitas Berlevel Produk (Product-Level activities)

Aktivitas-aktivitas berlevel produk (product-level activities) disebut juga sebagai aktivitas penopang produk (product-sustaining activities) yaitu aktivitas yang dikerjakan untuk mendukung berbagai produk yang diproduksi oleh perusahaan. Aktivitas ini mengkonsumsi masukan untuk mengembangkan produk atau memungkinkan produk diproduksi dan dijual. Aktivitas ini dapat dilacak pada produk secara individual, namun sumber-sumber yang dikonsumsi oleh aktivitas tersebut tidak dipengaruhi oleh jumlah produk atau batch produk yang diproduksi. Contoh aktivitas yang termasuk kedalam kelompok ini adalah aktivitas penelitian dan pengembangan produk, perekayasaaan proses, spesifikasi


(62)

produk, perubahan perekayasaan, dan peningkatan produk. Biaya yang timbul akibat dari aktivitas ini disebut dengan biaya aktivitas berlevel produk

(product-level activities cost).

4. Aktivitas-aktivitas Berlevel Fasilitas (Facility-Level activities)

Aktivitas berlevel fasilitas (facility-level activities) disebut juga sebagai aktivitas penopang fasilitas (facility-sustaining activities) adalah meliputi aktivitas untuk menopang proses manufaktur secara umum yang diperlukan untuk menyediakan fasilitas atau kapasitas pabrik untuk memproduksi produk, namun banyak sedikitnya aktivitas ini tidak berhubungan dengan volume atau bauran produk yang diproduksi. Aktivitas ini dimanfaatkan secara bersama oleh berbagai jenis produk yang berbeda, atau dengan kata lain aktivitas ini dilakukan untuk mempertahankan eksistensi perusahaan. Contoh aktivitas ini mencakup misalnya: manajemen pabrik, pemeliharaan bangunan, keamanan, pertamanan

(landscaping), penerangan pabrik, kebersihan, pajak bumi dan bangunan (PBB),

serta depresiasi pabrik. Aktivitas manajemen pabrik bersifat administratif, misalnya aktivitas pengelolaan pabrik, karyawan, dan akuntansi untuk biaya. Biaya untuk aktivitas ini disebut dengan biaya aktivitas berlevel fasilitas (facility

level activities cost). Tingkatan aktivitas product driven activity tersebut diatas


(63)

Manajemen Pabrik

Penyusutan dan sewa bangunan Listrik dan penerangan

Manajemen Pabrik

Penyusutan dan sewa bangunan Listrik dan penerangan

Manajemen Pabrik

Penyusutan dan sewa bangunan Listrik dan penerangan

Manajemen Pabrik

Penyusutan dan sewa bangunan Listrik dan penerangan

Gambar III.4. Tingkatan Aktivitas pada Metode Activity-Based Costing

Facility Level Activity

Product Level Acrivity

Batch Level Activity

Unit Level Acrivity

Meskipun sistem biaya ABC ini kelihatan lebih kompleks dari sistem biaya tradisional, tetapi sistem ini mampu menghasilkan perhitungan biaya yang lebih akurat. Aktivitas ini juga dapat diklasifikasikan, yaitu sebagai berikut : a. Aktivitas Repetitif dan Non Repetitif

Aktifitas repetitif dilakukan secara berulang atau kontinyu, sedangkan aktifitas yang non repetitif adalah aktivitas yang dilakukan hanya satu kali.

b. Aktivitas Primer dan Sekunder

Aktifitas primer (production activity) merupakan aktivitas yang memiliki kontribusi langsung terhadap kegiatan-kegiatan departemen atau unit organisasi, sedangkan aktivitas sekunder (production support activity) mendukung aktivitas primer.


(64)

c. Aktivitas yang Memiliki Nilai Tambah dan Tidak Memiliki Nilai Tambah Aktifitas yang memiliki nilai tambah merupakan aktivitas (value added) yang secara langsung dapat memberi benefit pada perusahaan, sedangkan aktivitas yang tidak memiliki nilai tambah (non value added) merupakan aktivitas yang tidak memberikan benefit kepada perusahaan.

Dalam sistem biaya Activity-Based Costing (ABC), terdapat beberapa teknik pengumpulan data aktivitas dimana tiap-tiap teknik memiliki kelebihan dan keterbatasan masing-masing. Teknik-teknik tersebut antara lain adalah :

1. Analisis Data Historis

Analisis data historis ini menggunakan data-data yang sudah ada pada perusahaan. Data-data ini merupakan data aktivitas mingguan atau bulanan dan biasanya berisi aktivitas yang dilakukan tiap departemen.

2. Analisis Proses Bisnis

Analisis Proses bisnis ini adalah merupakan yang melakukan pendekatan dengan proses bisnis dengan menelusuri aktivitas dari input sampai dengan output. Aktivitas ditentukan dengan observasi dari aliran fisik dan perubahan bentuk produk. Kelebihan dari pendekatan ini adalah dimungkinkannya penggambaran hubungan antara input atau output dari aktivitas dan identifikasi komunikasi antar departemen.

Hubungan antara sistem biaya Activity – Based Costing (ABC) dengan analisis proses bisnis dapat dilihat pada Gambar 3.5.


(65)

General Ledger

Aktivitas Activity-Based Costing

Proses Analisis Biaya

Proses

Produk

Kesempatan Perbaikan Proses

Gambar III.5. Hubungan Metode Activity-Based Costing dengan Proses Bisnis

3.6.3. Tujuan Biaya (Cost Objective)

Konsep penting lainnya untuk mengerti tentang Activity-Based Costing adalah tujuan biaya. Tujuan biaya didefinisikan sebagai ‘item’ akhir dimana semua biaya-biaya terakumulasi. Tujuan biaya final mengakumulasi biaya-biaya untuk mentransfer barang atau jasa kepada konsumen di luar perusahaan, sedangkan tujuan biaya interim (interim cost object) berupa akumulasi semua biaya untuk ‘recycling’ dalam perusahaan sendiri.

Tujuan biaya final dapat berupa produk atau jasa pelayanan yang disediakan oleh suatu perusahaan untuk konsumen. Pada sistem manufakturing, ini dapat berupa produk jadi, proses manufakturing, atau engineering service. Tujuan biaya tipe ini memiliki karakateristik tangible atau berupa aset intangible yang kepemilikannya berpindah ke pihak di luar organisasi, dengan tujuan-tujuan biaya yang terakumulasi biasanya dipakai sebagai ukuran terhadap pendapatan.


(66)

Bila tujuan biaya final dibebankan pada konsumen di luar perusahaan, maka tujuan biaya interim ditanggung di dalam perusahaan sendiri. Contoh dari tujuan biaya interim adalah sebagai berikut:

- Peralatan yang dibuat sendiri oleh perusahaan dan dipergunakan untuk menghasilkan produk. Biaya ini dicatat sebagai aset modal peralatan. Biaya ini akan mengalami ‘recycle’ melalui depresiasi peralatan.

- Pemasangan peralatan modal. Biaya ini masuk dalam aset modal properti, pabrik, dan peralatan. Biaya ini mengalami ‘recycle’ melalui depresiasi.

- Penelitian dan pengembangan. Biaya ini masuk sebagai biaya umum dan administrasi bulanan.

3.6.4. Pemicu Biaya (Cost Driver)

Pemicu biaya (cost driver) didefinisikan sebagai faktor yang digunakan untuk mengukur bagaimana biaya terjadi dan atau cara untuk membebankan biaya pada aktivitas atau produk. Pemicu biaya digunakan untuk mengetahui konsumsi biaya oleh aktivitas dan konsumsi aktivitas oleh produk. Secara praktis, pemicu biaya menunjukkan dimana biaya harus dibebankan dan seberapa besar biayanya.

Pemicu biaya adalah penyebab terjadinya biaya, sedangkan aktivitas adalah dampaknya. Dalam sistem ABC digunakan beberapa macam pemicu biaya sedangkan pada sistem biaya konvensional hanya digunakan satu pemicu biaya tertentu sebagai basis, misalnya jam orang, jam mesin, atau rupiah tenaga kerja.


(1)

menganggap bahwa biaya pengangkutan per unit produk adalah sama untuk tiap mesin yaitu sebesar Rp. 20.000.000.

2. Analisis biaya sistem Activity Based Costing System

Besar biaya bahan tambahan pada proses pengolahan pupuk CIRP Mesir dan Australia masing-masing sebesar Rp.10.192.487,39 dan Rp.9.807.512,614.

6.1.9. Analisis Pembebanan Biaya pembelian suku cadang

Prosedur pembebanan biaya pembelian suku cadang sistem lama dengan

activity based costing adalah sebagai berikut:

1. Analisis perbandingan sistem lama

Sistem lama membebankan pembelian suku cadang ke seluruh produk secara merata berdasarkan total produksi pada bulan juni 2008. Sistem lama ini menganggap bahwa biaya pembelian suku cadang adalah sama untuk tiap mesin yaitu sebesar Rp. 5.114.000.

2. Analisis biaya sistem Activity Based Costing System

Besar biaya pembelian suku cadang pada proses pengolahan pupuk CIRP Mesir dan Australia masing-masing sebesar Rp. 3.409.333,333.

6.1.10. Analisis Pembebanan Biaya Depresiasi

Analisis perbandingan sistem lama dengan Activity- Based Costing

System. Pada sistem lama pembebanan biaya penyusutan ke seluruh produk


(2)

kerjanya ataupun jenis produk. Biaya depresiasi pada bulan juni 2008 dibebankan merata ke seluruh produk yang diproduksi pada bulan tersebut.

1. Analisis biaya sistem lama perusahaan

Besar biaya depresiasi untuk gedung atau bangunan pabrik adalah sebesar Rp.4.534.354,17 Sedangkan untuk biaya depresiasi fasilitas pabrik adalah sebesar Rp. 602.750.000.

2. Analisis biaya dengan metode Activity Based Costing System

Besar biaya depresiasi untuk gedung atau bangunan pabrik adalah sebesar Rp.4.534.354,17 Sedangkan untuk fasilitas pabrik biaya depresiasi diperoleh sebesar Rp.34.283.399,7.

Total biaya lama perusahan adalah sebesar Rp. 15.739.012.709, total biaya perusahaan dengan metode activity based costing

system adalah sebesar Rp. 15.246.701.605, selisih antara kedua metode tersebut


(3)

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan di PT. Rolimex Kimia Nusa Mas adalah sebagai berikut:

1. Sistem penentuan biaya produksi yang dilakukan olaeh perusahaan dengan menggunakan metode tradisional untuk produk CIRP sebanyak 5351 ton di dapat sebesar Rp.15.678.856.342. dimana pembebanan biaya produksi dengan menggunakan metode tradisional sperti ini tidak mencerminkan biaya produksi yang akurat dan konsumsi biaya produksi yang sesungguhnya karena pembebanan biaya produksi hanya didasarkan kepada tingkat volume produk yang diproduksi. Sistem ini menganggap pembebanan biaya produksi yang secara merata langsung kepada produk yang dihasilkan selama periode tertentu.

2. Pembebanan biaya tenaga kerja tidak langsung mengalami distorsi harga sebesar Rp.76.500.000. Hal ini terjadi karena pembebanan biaya secara tradisional membebankan berdasarkan jumlah volume produski, sedangkan metode activity based costing berdasarkan jumlah jam aktivitas yang dihasilkan oleh pembuatan pupuk CIRP sebanyak 5351 ton.

3. Pembebanan biaya aliran listrik mengalami distorsi harga sebesar Rp.1.050.036. Hal ini terjadi karena pembebanan biaya secara tradisional


(4)

activity based costing berdasarkan jumlah jam mesin/Kwh yang dihasilkan

oleh pembuatan pupuk CIRP sebanyak 5351 ton.

4. Pembebanan biaya minyak dan pelumas mengalami distorsi harga sebesar Rp.4.440.000. Hal ini terjadi karena pembebanan biaya secara tradisional membebankan berdasarkan jumlah volume produksi, sedangkan metode

activity based costing berdasarkan jumlah jam kerja mesin yang dibutuhkan

untuk pembuatan pupuk CIRP sebanyak 5351 ton.

5. Pembebanan biaya reparasasi mengalami distorsi harga sebesar Rp.5.972.279. Hal ini terjadi karena pembebanan biaya secara tradisional membebankan berdasarkan jumlah volume produksi, sedangkan metode activity based

costing berdasarkan jumlah jam mesin yang dihasilkan oleh pembuatan pupuk

CIRP sebanyak 5351 ton.

6. Pembebanan biaya pembelian suku cadang mengalami distorsi harga sebesar Rp.1.704.667. Hal ini terjadi karena pembebanan biaya secara tradisional membebankan berdasarkan jumlah volume produski, sedangkan metode

activity based costing berdasarkan jumlah jam kerja mesin yang dihasilkan

oleh pembuatan pupuk CIRP sebanyak 5351 ton.

7. Pembebanan biaya depresiasi mengalami distorsi harga sebesar Rp.22.871.986,57. Hal ini terjadi karena pembebanan biaya secara tradisional membebankan berdasarkan jumlah volume produski, sedangkan metode

activity based costing berdasarkan jumlah jam mesin yang dihasilkan oleh


(5)

7.2. Saran

1. Untuk meningkatkan efisiensi perusahaan, sebaikanya pihak manajemen perusahaan menerapkan ABCS dalam penentuan biaya produksi. Karena sistem ini mampu memberikan informasi biaya produksi yang lebih akurat dan relevan serta biaya tersebut dapat ditelusuri sampai ke produk berdasarkan aktivitas yang dikonsumsi dalam menghasilkan suatu produk.

2. Untuk menjalankan sistem penetapan biaya produksi dengan ABCS perlu didukung oleh pihak manajemen perusahaan dalam menyusun laporan pelaksanaan kegiatan perusahaan. Untuk itu diperlukan karyawan yang terampil dibidang ini agar metode ABCS dapat diterapkan dengan baik dan benar.

3. Untuk langkah awal penerapan metode ABCS dalam penetapan biaya produksi perlu melakukan pelatihan bagi karyawan perusahaan khususnya bagian manajemen perusahaan.

4. Untuk membantu para karyawan dalam penerapan metode ABCS ini perlu digunakan aplikasi sistem komputer sehingga hasil perhitungan biaya dapat lebih akurat.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Horngre, Charles T., Sundem, Gary L., Starton, Wiliam O., Introduction

To Management Accounting, 10 th Edition, Prentice Hall International Lac,

Londen 1996.

Horngre, charles T. Introduction To Management Accounting, 6th Edition, Prentice Hall International Lac, Londen 1992.

Livingstone, Jhon leslie., Keuangan dan Akunting. The Portable MBA In Finance And Accounting, Jhon Wiley dan Sons Inc, Canada, 1992.

Matz, Adolph, usary, Milton: Akuntansi Biaya: Perencanaan dan

Pengendalian jilid 1 dan 2, Edisi 8, Erlangga, Jakarta, 1992.

Maher, Michel w., Deakin, Edward B., Akuntansi Biaya, Jilid 1, Edisi 1, Erlangga Jakarta, 1996.

Morse,Wayne J., Davis, James R., Management Accounting, Second Edition, Al., Hard Graves Addison Wesley publishing Company inc. Canada, 1988.

Supriyono R.A. Akuntansi Biaya Perencanaan dan Pengendalian Biaya

Produksi Serta Pengambilan Keputusan, BPEE, Yogyakarta, 1989.

Tunggal, Amin W., Manajemen Biaya Terpadu, Harvarindo Jakarta, 1994. Tunggal, amin w., Akuntansi Manajemen Kontemporer, Rineka Cipta, Jakarta 1993.

Tunggal, Amin W., Activity Based Costing System Untuk Manufacturing