banyak dari pemacu biaya tersebut adalah berbasis transaksi transaction- based dari pada berbasis volume produk.
6. Sistem biaya ABC memberikan suatu indikasi yang dapat diandalkan dari
biaya produk variabel jangka panjang long run variabel product cost yang relevan terhadap pengambilan keputusan yang strategik.
7. Sistem biaya ABC cukup fleksibel untuk menelusuri biaya ke proses,
pelanggan, area tanggung jawab manajerial, dan juga biaya produk.
3.5. Perbandingan Activity-Based Costing dengan Biaya Tradisional
Suatu temuan yang konsisten dari buku akuntansi biaya tradisional adalah ketidaktepatan dalam menggunakan informasi biaya untuk menjalankan suatu
pabrik manufakturing. Hal ini berbeda dengan sistem biaya ABC yang memberikan informasi biaya yang lebih akurat. Sistem biaya ABC menelusuri
biaya produksi tidak langsung setiap unit, batch, lintasan produk, dan seluruh fasilitas berdasarkan aktifitas tiap level. Metode penentuan biaya ini menghasilkan
biaya akhir produk yang lebih akurat dan lebih realistis.
3.6. Dasar-dasar Activity-Based Costing
Dalam sistem biaya Activity Based Costing ABC, produk diartikan sebagai barang atau jasa yang berusaha dijual oleh perusahaan, termasuk
pelayanan kesehatan, asuransi, pinjaman bank, pelayanan konsultasi, bensin, bioskop, roti, dan lain-lain. Semua produk tersebut diatas dihasilkan melalui
aktivitas perusahaan dan aktivitas inilah yang mengkonsumsi sumber daya.
Universitas Sumatera Utara
Biaya yang tidak dapat didistribusikan secara langsung pada produk akan dibebankan pada aktivitas yang menyebabkan biaya tersebut timbul. Biaya untuk
tiap aktivitas ini kemudian dibebankan pada produk yang bersangkutan. Hubungan untuk mengalokasikan biaya ke produk dinyatakan dalam Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Model Dasar Activity-Based Costing
Dasar-dasar sistem biaya ABC ini mencakup biaya produksi tidak langsung, aktivitas, tujuan biaya cost objective, pemicu biaya cost driver,
kelompok biaya cost pool dan prosedur pembebanan biaya dua tahap.
3.6.1. Biaya Produksi Tidak Langsung Factory Overhead Cost
“Biaya overhead produksi factory overhead cost dapat didefinisikan sebagai biaya dari bahan atau material tidak langsung, tenaga kerja tidak
langsung, dan semua biaya produksi yang tidak dapat dibebankan langsung kepada produk. Jadi dengan kata lain biaya overhead produksi ini meliputi seluruh
biaya produksi kecuali biaya material langsung dan biaya tenaga kerja langsung”.
Sumber Daya
Aktivitas
Produk atau Tujuan Biaya
Universitas Sumatera Utara
5
1. Biaya bahan pembantu indirect material,
Biaya overhead produksi tidak dapat diidentifikasikan secara langsung kepada produk yang menggunakannya atau mengkonsumsinya. Ini berbeda
dengan biaya produksi langsung yang dapat diidentifikasikan secara langsung kepada produk yang mengkonsumsinya.
Biaya overhead produksi umumnya dikonsumsi oleh lebih dari satu departemen produksi. Oleh karena itu diperlukan suatu prosedur distribusi biaya
untuk membebankan biaya overhead produksi ini kepada tiap-tiap departemen ataupun produk yang mengkonsumsinya. Secara garis besar, biaya overhead
produksi dapat digolongkan sebagai berikut:
Biaya bahan pembantu merupakan biaya bahan yang diperlukan dalam proses pembuatan produksi, tetapi bukan biaya bahan baku bahan langsung. Bahan
pembantu ini akhirnya juga menjadi bagian produk, tetapi memiliki nilai yang kecil.
2. Biaya Tenaga Kerja Tidak Langsung Indirect Labor Biaya tenaga kerja tidak langsung merupakan biaya tenaga kerja yang tidak
dapat diidentifikasikan secara langsung kepada produk. Misalnya adalah biaya gaji supervisor, quality control, tenaga kerja administrasi dan pekerja yang
bertugas dalam kerja pemeliharaan yang secara tidak langsung berkaitan dengan produksi.
3. Biaya Reparasi dan Pemeliharaan Repair and Maintenance
5
Supriyono, R. A., “Akuntansi Biaya – Pengumpulan Biaya dan Penentuan Harga pokok”, BPFE, Yogyakarta, 1983. Hal 291
Universitas Sumatera Utara
Biaya reparasi dan pemeliharaan yaitu biaya yang dikeluarkan untuk aktivitas reparasi dan pemeliharaan mesinperalatan, serta pemakaian suku cadang.
Terkadang biaya suku cadang dipisahkan dari biaya reparasi dan pemeliharaan.
4. Biaya Penyusutan dan Depresiasi, Misalnya adalah biaya penyusutan mesin, peralatan dan kendaraan.
5. Biaya Utilitas, Misalnya adalah biaya penggunaan air, dan listrik. Sejalan dengan perkembangan teknologi pada proses produksi, biaya
overhead produksi juga semakin meningkat. Saat ini perusahaan-perusahaan cenderung beralih dari padat karya menjadi padat modal. Tenaga kerja tidak lagi
menjadi aktivitas penambah nilai yang utama pada proses produksi, karena penggunaan teknologi mesin, komputer, dan lainnya akan mengambil alih posisi
dari tenaga kerja manusia. Peralihan inilah yang menyebabkan persentase biaya overhead produksi naik secara signifikan
Penggunaan sistem biaya tradisional dalam membebankan biaya overhead akan menjadi tidak relevan lagi, karena sistem ini menggunakan satu atau dua
pemacu biaya yang berbasis unit unit based cost drivers sebagai dasar pembebanan biaya. Menggunakan satu atau dua pemacu biaya berbasis unit untuk
membebankan semua biaya overhead produksi akan menciptakan biaya produksi yang terdistorsi.
Distorsi yang terjadi adalah berupa subsidi silang cross subsidy antar produk, hal ini akan membuat situasi dimana satu produk akan mengalami
kelebihan biaya over costing dan produk yang lain akan mengalami kekurangan
Universitas Sumatera Utara
biaya under costing.Tingkat distorsi yang terjadi tergantung pada proporsi biaya overhead produksi terhadap biaya produksi total. Semakin besar proporsinya
semakin besar pula distorsi yang terjadi dan demikian juga sebaliknya. Hal inilah yang melandasi dikembangkannya sistem biaya Activity-Based Costing ABC.
Adapun penentuan biaya overhead produksi dengan sistem tradisional dapat dilihat pada Gambar 3.2, sedangkan penentuan biaya overhead produksi
dengan sistem biaya Activity-Based Costing ABC dapat dilihat pada Gambar 3.3.
OVERHEAD
text text
text
text text
text
Biaya Langsung
Absorbsi pada Tenaga Kerja
Biaya Produksi
Tarif Absorbsi ovehead
Berdasarkan volume
Produk
Gambar III.2. Penentuan Biaya Overhead dengan Metode Traditional Costing
Universitas Sumatera Utara
OVERHEAD
text text
text
text text
text
Biaya Langsung
Biaya ditelusuri ke konsumsi pemacu
Aktivitas
Tarif Pemacu
Produk
Gambar III.3. Penentuan Biaya Overhead dengan Metode Activity-Based Costing
Kelompok Biaya
Biaya Aktivitas
Sistem biaya tradisional mengutamakan satu atau dua pemicu biaya yang berbasis unit sebagai pembeban biaya sehingga menciptakan biaya produk yang
terdistorsi. Distorsi yang terjadi berupa subsidi silang cross subsidy antar produk, satu produk mengalami kelebihan biaya overcosting dan produk lainnya
mengalami kekurangan biaya undercosting. Tingkat distorsi yang terjadi tergantung pada proporsi biaya overhead terhadap biaya produksi total. Semakin
besar proporsinya, semakin besar distorsi yang terjadi demikian juga sebaliknya. Hal inilah yang melandasi dikembangkannya sistem Activity-Based Costing
ABC.
3.6.2. Aktivitas
Disini dilakukan pembedaan definisi antara aktivitas pada perusahaan besar dengan aktivitas pada perusahaan menengah dan kecil. Untuk perusahaan
Universitas Sumatera Utara
besar, aktivitas didefinisikan sebagai proses-proses atau prosedur-prosedur yang menyebabkan kerja processes or procedures that cause work. Sebagai contoh,
dalam departemen account payable aktivitasnya dapat diperinci antara lain pengisian laporan penerimaan, order pembelian dan invoice, membandingkan
laporan penerimaan, order pembelian dan invoice tersebut, lalu memasukkan data ke komputer, dan seterusnya.
Sedangkan untuk perusahaan menengah dan kecil aktivitas didefinisikan sebagai sekelompok kegiatan yang memiliki hubungan proses dan prosedur dapat
digabungkan kedalam kebutuhan kerja secara khusus dalam organisasi Douglas T. Hicks, 1992. Berdasarkan definisi tersebut maka aktivitas departemen account
payable adalah account payable dan aktivitas departemen purchasing adalah purchasing.
Dalam sistem biaya Activity-Based Costing ABC aktivitas yang dimaksud adalah yang berhubungan dengan kegiatan merancang dan
memproduksi suatu produk yang disebut juga dengan product driven activity.
6
Aktivitas berlevel unit unit-level activities adalah aktivitas yang dikerjakan setiap kali satu unit produk diproduksi, besar kecilnya aktivitas ini
dipengaruhi oleh jumlah unit produk yang diproduksi. Biaya yang timbul karena aktivitas berlevel unit ini dinamakan biaya aktivitas berlevel unit unit-level
activities cost, contoh biaya overhead untuk aktivitas ini adalah biaya listrik dan Product driven activity ini dapat dikelompokkan atas empat kategori, yaitu :
1. Aktivitas-aktivitas Berlevel Unit Unit-Level activities
6
Tunggal, Amin W., Activity Based Costing: Suatu Pengantar, Rineka Cipta, Jakarta, 1992. Hal 51
Universitas Sumatera Utara
biaya operasi mesin. Biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung juga termasuk kedalam biaya aktivitas berlevel unit, namun tidak termasuk kedalam
biaya overhead.
2. Aktivitas-aktivitas Berlevel Batch Batch-Level activities
Aktivitas-aktivitas berlevel batch batch-level activities adalah aktivitas yang dikerjakan setiap kali suatu batch produk diproduksi, besar kecilnya aktivitas
ini dipengaruhi oleh jumlah batch produk yang diproduksi. Contoh aktivitas yang termasuk kedalam kelompok ini adalah aktivitas setup, aktivitas penjadwalan
produksi, aktivitas pengelolaan bahan gerak bahan dan order pembelian, aktivitas inspeksi. Biaya yang timbul akibat dari aktivitas ini adalah biaya
aktivitas berlevel batch batch-level activities, biaya ini bervariasi batch produk yang diproduksi, namun bersifat tetap jika dihubungkan dengan jumlah unit
produk yang diproduksi dalam setiap batch.
3. Aktivitas-aktivitas Berlevel Produk Product-Level activities
Aktivitas-aktivitas berlevel produk product-level activities disebut juga sebagai aktivitas penopang produk product-sustaining activities yaitu aktivitas
yang dikerjakan untuk mendukung berbagai produk yang diproduksi oleh perusahaan. Aktivitas ini mengkonsumsi masukan untuk mengembangkan produk
atau memungkinkan produk diproduksi dan dijual. Aktivitas ini dapat dilacak pada produk secara individual, namun sumber-sumber yang dikonsumsi oleh
aktivitas tersebut tidak dipengaruhi oleh jumlah produk atau batch produk yang diproduksi. Contoh aktivitas yang termasuk kedalam kelompok ini adalah
aktivitas penelitian dan pengembangan produk, perekayasaaan proses, spesifikasi
Universitas Sumatera Utara
produk, perubahan perekayasaan, dan peningkatan produk. Biaya yang timbul akibat dari aktivitas ini disebut dengan biaya aktivitas berlevel produk product-
level activities cost.
4. Aktivitas-aktivitas Berlevel Fasilitas Facility-Level activities
Aktivitas berlevel fasilitas facility-level activities disebut juga sebagai aktivitas penopang fasilitas facility-sustaining activities adalah meliputi aktivitas
untuk menopang proses manufaktur secara umum yang diperlukan untuk menyediakan fasilitas atau kapasitas pabrik untuk memproduksi produk, namun
banyak sedikitnya aktivitas ini tidak berhubungan dengan volume atau bauran produk yang diproduksi. Aktivitas ini dimanfaatkan secara bersama oleh berbagai
jenis produk yang berbeda, atau dengan kata lain aktivitas ini dilakukan untuk mempertahankan eksistensi perusahaan. Contoh aktivitas ini mencakup misalnya:
manajemen pabrik, pemeliharaan bangunan, keamanan, pertamanan landscaping, penerangan pabrik, kebersihan, pajak bumi dan bangunan PBB,
serta depresiasi pabrik. Aktivitas manajemen pabrik bersifat administratif, misalnya aktivitas pengelolaan pabrik, karyawan, dan akuntansi untuk biaya.
Biaya untuk aktivitas ini disebut dengan biaya aktivitas berlevel fasilitas facility level activities cost. Tingkatan aktivitas product driven activity tersebut diatas
dapat dilihat pada Gambar 3.4.
Universitas Sumatera Utara
Manajemen Pabrik Penyusutan dan sewa bangunan
Listrik dan penerangan Manajemen Pabrik
Penyusutan dan sewa bangunan Listrik dan penerangan
Manajemen Pabrik Penyusutan dan sewa bangunan
Listrik dan penerangan Manajemen Pabrik
Penyusutan dan sewa bangunan Listrik dan penerangan
Gambar III.4. Tingkatan Aktivitas pada Metode Activity-Based Costing
Facility Level Activity
Product Level Acrivity
Batch Level Activity
Unit Level Acrivity
Meskipun sistem biaya ABC ini kelihatan lebih kompleks dari sistem biaya tradisional, tetapi sistem ini mampu menghasilkan perhitungan biaya yang
lebih akurat. Aktivitas ini juga dapat diklasifikasikan, yaitu sebagai berikut : a. Aktivitas Repetitif dan Non Repetitif
Aktifitas repetitif dilakukan secara berulang atau kontinyu, sedangkan aktifitas yang non repetitif adalah aktivitas yang dilakukan hanya satu kali.
b. Aktivitas Primer dan Sekunder Aktifitas primer production activity merupakan aktivitas yang memiliki
kontribusi langsung terhadap kegiatan-kegiatan departemen atau unit organisasi, sedangkan aktivitas sekunder production support activity mendukung aktivitas
primer.
Universitas Sumatera Utara
c. Aktivitas yang Memiliki Nilai Tambah dan Tidak Memiliki Nilai Tambah Aktifitas yang memiliki nilai tambah merupakan aktivitas value added
yang secara langsung dapat memberi benefit pada perusahaan, sedangkan aktivitas yang tidak memiliki nilai tambah non value added merupakan aktivitas yang
tidak memberikan benefit kepada perusahaan. Dalam sistem biaya Activity-Based Costing ABC, terdapat beberapa
teknik pengumpulan data aktivitas dimana tiap-tiap teknik memiliki kelebihan dan keterbatasan masing-masing. Teknik-teknik tersebut antara lain adalah :
1. Analisis Data Historis Analisis data historis ini menggunakan data-data yang sudah ada pada
perusahaan. Data-data ini merupakan data aktivitas mingguan atau bulanan dan biasanya berisi aktivitas yang dilakukan tiap departemen.
2. Analisis Proses Bisnis Analisis Proses bisnis ini adalah merupakan yang melakukan pendekatan
dengan proses bisnis dengan menelusuri aktivitas dari input sampai dengan output. Aktivitas ditentukan dengan observasi dari aliran fisik dan perubahan
bentuk produk. Kelebihan dari pendekatan ini adalah dimungkinkannya penggambaran hubungan antara input atau output dari aktivitas dan identifikasi
komunikasi antar departemen. Hubungan antara sistem biaya Activity – Based Costing ABC dengan
analisis proses bisnis dapat dilihat pada Gambar 3.5.
Universitas Sumatera Utara
General Ledger
Aktivitas Activity-Based Costing
Proses Analisis Biaya
Proses
Produk Kesempatan
Perbaikan Proses
Gambar III.5. Hubungan Metode Activity-Based Costing dengan Proses Bisnis
3.6.3. Tujuan Biaya Cost Objective
Konsep penting lainnya untuk mengerti tentang Activity-Based Costing adalah tujuan biaya. Tujuan biaya didefinisikan sebagai ‘item’ akhir dimana
semua biaya-biaya terakumulasi. Tujuan biaya final mengakumulasi biaya-biaya untuk mentransfer barang atau jasa kepada konsumen di luar perusahaan,
sedangkan tujuan biaya interim interim cost object berupa akumulasi semua biaya untuk ‘recycling’ dalam perusahaan sendiri.
Tujuan biaya final dapat berupa produk atau jasa pelayanan yang disediakan oleh suatu perusahaan untuk konsumen. Pada sistem manufakturing,
ini dapat berupa produk jadi, proses manufakturing, atau engineering service. Tujuan biaya tipe ini memiliki karakateristik tangible atau berupa aset intangible
yang kepemilikannya berpindah ke pihak di luar organisasi, dengan tujuan-tujuan biaya yang terakumulasi biasanya dipakai sebagai ukuran terhadap pendapatan.
Universitas Sumatera Utara
Bila tujuan biaya final dibebankan pada konsumen di luar perusahaan, maka tujuan biaya interim ditanggung di dalam perusahaan sendiri. Contoh dari
tujuan biaya interim adalah sebagai berikut: -
Peralatan yang dibuat sendiri oleh perusahaan dan dipergunakan untuk menghasilkan produk. Biaya ini dicatat sebagai aset modal peralatan. Biaya ini
akan mengalami ‘recycle’ melalui depresiasi peralatan. -
Pemasangan peralatan modal. Biaya ini masuk dalam aset modal properti, pabrik, dan peralatan. Biaya ini mengalami ‘recycle’ melalui depresiasi.
- Penelitian dan pengembangan. Biaya ini masuk sebagai biaya umum dan
administrasi bulanan.
3.6.4. Pemicu Biaya Cost Driver
Pemicu biaya cost driver didefinisikan sebagai faktor yang digunakan untuk mengukur bagaimana biaya terjadi dan atau cara untuk membebankan biaya
pada aktivitas atau produk. Pemicu biaya digunakan untuk mengetahui konsumsi biaya oleh aktivitas dan konsumsi aktivitas oleh produk. Secara praktis, pemicu
biaya menunjukkan dimana biaya harus dibebankan dan seberapa besar biayanya. Pemicu biaya adalah penyebab terjadinya biaya, sedangkan aktivitas
adalah dampaknya. Dalam sistem ABC digunakan beberapa macam pemicu biaya sedangkan pada sistem biaya konvensional hanya digunakan satu pemicu biaya
tertentu sebagai basis, misalnya jam orang, jam mesin, atau rupiah tenaga kerja.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa pemicu biaya yang sering dipakai antara lain :
1. Kelompok biaya tenaga kerja labor group
Rupiah tenaga kerja, jam Tenaga kerja, rupiah tenaga kerja langsung, jam tenaga kerja langsung. Kelompok ini dipakai pada aktivitas yang elemen biaya
utamanya adalah tenaga kerja atau pada aktivitas yang biaya aktivitasnya berubah seiring dengan perubahan tenaga kerja. Rupiah tenaga kerja sering dipakai sebagai
pemicu biaya asuransi kompensasi tenaga kerja. Pada beberapa instansi, jam tenaga kerja dipakai sebagai pemicu kontribusi pensiun. Jam tenaga kerja juga
dapat memacu konsumsi utilitas.
2. Kelompok waktu operasi operating time group
Cell time, line time, machine time, cycle time. Dipakai sebagai pemicu biaya pada satu grup operasi pengerjaan yang merupakan operasi dari suatu peralatan
tunggal atau beberapa peralatan. Jenis pemicu biaya ini dapat dibagi menjadi dua subgrup, yaitu machine hourcycle time dan linecell time.
3. Kelompok throughput throughput group
Potong, galon, satu muatan truk, satu muatan tanker, ton. Dipakai sebagai pemicu biaya bila biaya utama dari satu aktivitas ditentukan oleh jumlah unit
throughput. Sebagai contoh, bahan kimia tertentu yang dihasilkan oleh suatu perusahaan kimia selalu diukur dalam satuan batch. Satu batch bahan kimia ini
lalu dipacking dalam satuan tankerloads, drum 5 galon, dan karton satu galon. Proses packing ini dapat dipisahkan sebagai tiga aktivitas dengan unit throughput
tankerloads, drum 5 galon dan karton satu galon masing-masing sebagai pemicu biaya.
Universitas Sumatera Utara
4. Kelompok pemilikan occupancy group
Ukuran pabrik, lokasi perusahaan, nilai peralatan. Merupakan pemicu biaya yang tepat untuk mendistribusikan biaya tetap fixed cost berdasarkan lokasi
aktivitas atau aset. Sebagai contoh, depresiasi bangunan, pajak bangunan, pemeliharaan eksterior, atau pelayanan keamanan didistribusikan berdasarkan luas
areal per aktivitas. Deperesiasi peralatan atau biaya sewa guna didistribusikan pada aktivitas yang terjadi di lokasi aset tersebut. Kelompok pemicu ini jarang
dipakai sebagai dasar untuk penentuan berapa biaya yang terjadi, tetapi lebih sering dipakai untuk menentukan dimana biaya harus didistribusikan.
5. Permintaan demand
Perawatan mesin maintenance, Dipakai sebagai pemicu bila distribusi biaya pada aktivitas lain atau pada tujuan biaya didasarkan pada permintaan akan
aktivitas tersebut. Contohnya adalah perawatan, biaya perawatan akan didistribusikan pada aktivitas atau tujuan biaya yang memerlukan pelayanan
perawatan saja. Distribusi biaya yang akurat akan didapat berdasarkan estimasi atau permintaan aktual perawatan. Sama seperti kelompok occupancy, kelompok
permintaan ini jarang dipakai untuk menentukan berapa biaya yang terjadi, lebih sering dipakai untuk menentukan dimana biaya harus didistribusikan.
6. Surrogate cost driver:
Pemasaran, akunting, pembelian. Surrogate cost driver merupakan data atau ukuran yang sudah tersedia di lapangan dan praktis untuk dipakai
mendistribusikan suatu biaya ke aktivitas lain atau departemen lain, apabila pemicu biaya yang secara teoritis benar ideal sulit diukur datanya. Ada beberapa
Universitas Sumatera Utara
aktivitas yang pemicu biayanya sulit dan tidak praktis untuk diukur ataupun pemicu biayanya sulit ditentukan dengan tepat. Contohnya adalah production
control, accounting, general management, dan marketing. Contoh pemicu biaya ini adalah biaya material material cost dan biaya konversi conversion cost.
Kedua pemicu biaya ini sering dipakai pada perusahaan kecil dan menengah.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian merupakan cara ilmiah yang digunakan untuk mendapatkan data dengan tujuan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan itu
dilandasi oleh metode keilmuan. Untuk menghasilkan penelitian yang lebih baik, diperlukan langkah-langkah penelitian yang baik pula. Hal ini disebabkan karena
suatu penelitian karena suatu penelitian adalah suatu proses, sehingga perlu melewati setiap tahap proses dengan cermat dan teliti.
Secara garis besar tahapan yang akan dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 4.1.
Universitas Sumatera Utara
Studi Pendahuluan Waktu dan lokasi penelitian
Perumusan masalah dan tujuan penelitian
Studi literatur Pustaka Studi Lapangan
Sifat penelitian Penelitian Deskriftif
Identifikasi Variabel Instrumen Penelitian yang Digunakan
Pedoman Dokumentasi Pengumpulan Data
- Data Primer -Data Sekunder
Pengolaha Data
Metode Activity Based Costing
Metode Tradisional
Analisa Dan Evaluasi Kesimpulan Dan Saran
Gambar 4.1. Tahapan Proses Penelitian
Universitas Sumatera Utara
4.1. Studi Pendahuluan
Studi pendahuluan dilakukan dengan tujuan mengenal kondisi perusahaan agar dapat dijadikan kerangka dasar pemikiran pada tahap-tahap berikutnya. Pada
tahap ini juga berguna untuk mengetahui permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan, yang akan dijadikan sebagai bahan penelitian.
4.2. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian tugas akhir ini dilakukan pada PT. Rolimex Kimia Nusa Mas pada bulan juni 2008. perusahaan ini bergerak dalam bidang manufaktur yang
memproduksi pupuk CIRP. Perusahaan manufaktur ini berlokasi di jalan pertahanan no 11 Patumbak.
4.3. Perumusan Masalah dan Tujuan penelitian
Perumusan masalah merupakan usaha untuk merumuskan masalah yang ada secara sistematik berdasarkan teori-teori yang sudah ada, perumusan masalah
penelitian secara terperinci dapat dilihat dapat dilihat pada bab I. Penetapan tujuan penelitian dilakukan berdasarkan masalah yang ada dan
masalah yang terlihat pada dunia nyata. Sebagaimana telah di uraikan sebelumnya, penelitian ini bertujuan untuk menentukan biaya produksi dengan
menggunakan metode actuvuty based costing di PT. Rolimex Kimia Nusa Mas.
Universitas Sumatera Utara
4.3.1. Studi Lapangan
Studi lapangan dimaksudkan untuk mencari informasi dan melakukan tinjauan ke perusahaan tempat melakukan penelitian serta mengamati sesuai
dengan tujuan laporan karya akhir yang telah dibuat. Peninjauan lapangan dapat diketahui apa yang akan diteliti, dan setiap data yang diperlukan.
4.3.2. Studi Literatur Pustaka
Studi literatur dilakukan dengan mengumpulkan teori-teori konsep- konsep yang dapat mendukung penyelesaian masalah. Studi pustaka dilakukan
dengan mempelajari teori-teori dari buku ataupun data-data lain yang dianggap dapat mendukung penelitian ini. Adapun konsep yang digunakan pada penelitian
ini adalah Activity Based Costing.
4.4. Sifat Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian deskriftif. Tujuan dari penelitian deskriftif ini untuk membuat gambaran secara sistematis, dan
akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Penelitian ini akan didapat informasi mengenai besarnya biaya produksi untuk
memproduksi produknya dalam kurun waktu tertentu.
4.5. Identifikasi Variabel
Melakukan identifikasi variabel merupakan salah satu tahapan yang sangat penting karena hanya dengan mengenal variabel yang sedang diteliti oleh seorang
peneliti dapat memahami hubungan dan makna variabel-variabel yang sedang
Universitas Sumatera Utara
diteliti. Variabel yang diteliti pada penelitian ini adalah biaya produksi di PT. Rolimex Kimia Nusa Mas.
4.6. Instrumen Penelitian yang Digunakan