Profil Pengadilan Agama PROFIL PENGADILAN AGAMA BEKASI

48 Jabatan : Hakim Pratama Utama Golongan : IV b TMT : 29 062012 Nama : H. M.Arif,SH,MH Tempat tanggal lahir : Jakarta 27 Juni 1964 Nip : 19640627.199203.1.006 Jabatan : Hakim Pratama Utama Golongan : IV a TMT : 0111 2011 Nama : Drs. Amri,SH Tempat tanggal lahir : Timbang Lawang 17 Mei 1968 Nip : 19680517.199303.1.004 Jabatan : Hakim Madya Pratama Golongan : IVa TMT : 01 11 2010 Nama : Dra.Hj.Nadirah,MH Tempat tanggal lahir : Kota ujung pandang 19 Nopember 1966 Nip : 1966199.199303.2.002 Jabatan : Hakim Pratama Utama Golongan : IVa TMT : 02 01 2012 Nama : Firris Barlian, S.Ag.MH. Tempat tanggal lahir : Bumiayu 19 Februari 1974 Nip : 19740219.200312.2.003 Jabatan : Hakim Pratama Madya Golongan : IIIc TMT : 26 08 2013 49 VISI adalah Berusaha menciptakan dan menghadirkan Pengadilan Agama Bekasi sebagai salah satu Judicial Power dalam melaksanakan tugas pokok dan kewenangannya sebagai Peradilan lainnnya serta bermartabat dan dihormati demi tegasnya hukum dan keadilan, ketertiban dan kepastian hukum di tengah masyarakat yang religius menuju terlaksananya syari’at Islam secara efektif. 60 MISI adalah Optimalisasi peran, kedudukan dan kewenangan Pengadilan Agama sebagai lembaga peradilan resmi agar lebih mampu dalam memberikan pelayanan hukum dan keadilan terhadap masyarakat melalui putusan yang mencitrakan asas keadilan, kepastian hukum dan mamfaat.Menghadirkan Pengadilan Agama sebagai institusi Negara yang keberadaannya diterima sebagai milik masyarakat melalui pelayanan hukum aparatur yang berkualitas dalam penyelenggaraan Peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan dan Meningkatkan pemahaman kepada masyarakat fungsi dan tugas Pengadilan Agama sebagai salah satunya lembaga resmi dalam penyelenggaraan sengketa antara ummat Islam terutama dalam halkasus rumah tangga sehingga masyarakat terhindar dari upaya proses penyelesaian perceraian secara di bawah tangan. 61 60 Pa Bekasi” Profil Pengadilan Agama Bekasi” diakses pada tanggal 2 Februari 2015, dari www pabekasi-pta-bandung.net. 61 Pa Bekasi” Profil Pengadilan Agama bekasi” Visi Misi Pengadilan Agama” Diakses pada tanggal 2 Februari 2015 dari www.pabekasi.pta-bandung.net. 50 B.STRUKTUR ORGANISASI 51 Menurut Yahya Harahap, gambaran dari susunan organisasi Pengadilan Agama. Pada bagan kiri, yaitu hakim, panitera pengganti, dan juru sita, merupakan suborganisasi fungsional peradilan yang berfungsi dan berwenang melaksanakan peradilan. Sedangkan bagan sebelah kiri juga yang terdapat dalam kotak panitera muda adalah pejabat struktural yang ikut membantu kelancaran tugas pejabat fungsional dalam menjalankan fungsi peradilan. Bagan sebelah kanan yang distrukturkan dibawah wakil sekretaris adalah jabatan struktural pendukung umum seluruh organisasi peradilan. Bagan ini merupakan soborganisasi yang tidak terikat dengan fungsi peradilan atau penegak hukum. Namun demikian, sub bagian ini mempunyai peran yang sangat besar dalam menyokong kelancaran organisasi. 62 Dalam bagan terlihat bahwa, jabatan fungsional peradilan dihubungkan dengan garis putus-putus. Maknanya adalah hubungan antara pejabat fungsional pada dasarnya tidak bersifat struktural, tetapi lebih ditekankan pada hubungan yang bersifat fungsi peradilan. Dalam UU no 7 tahun 1989 pasal 10 ayat 1 ditegaskan bahwa ketua dan wakil ketua hanya mempunyai hubungan struktural dengan paniterasekretaris, wakil panitera, wakil sekretaris atau eselon yang distrukturkan di bawah wakil panitera atau wakil sekretaris. 63 Sedangkan pasal 11 ayat 1 menentukan bahwa hakim adalah pejabat yang melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman.Oleh karena itu terhadap hakim, ketua, dan wakil ketua mempunyai hubungan fungsional. UU no 50 tahun 2009. Pasal 53 ayat 1 menegaskan bahwa secara organisatoris, ketua, dan wakil ketua 62 Sulaikin Lubis, Wismar,dkk,” Hukum acara perdata peradilan Agama Di Indonesia”Jakarta: Kencana Prenada Media Group 2006, h.85 63 Musthotha” Kepaniteraan Peradilan Agama” Jakarta: Prenada Media 2005, h. 22. 52 mempunyai hubungan fungsional. UU no 50 tahun 2009 Pasal 53 ayat 1 menegaskan bahwa secara organisatoris, ketua sebagai unsur pimpinan diberi kewenangan untuk mengadakan pengawasan terhadap hakim.Namun, pasal 53 ayat 4 memperingati bahwa khusus pengawasan yang bersifat fungsional. Artinya, tidak boleh mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara. 64 Selanjutnya menurut UU no 7 tahun 1989 Pasal 7 jo. Pasal 44 mengenai struktur kepaniteraan sebagai salah satu sistem pendukung organisasi pengadilan dan sekaligus pula pendukung utama fungsi peradilan, mempunyai tugas ganda. Pada diri dan jabatannya melekat jabatan panitera merangkap sekretaris pengadilan. Untuk melancarkan tugas kepaniteraan dan kesekretariatan yang dijabat panitera sekretaris, dia dibantu oleh seorang wakil panitera dan seorang wakil sekretaris. Wakil panitera yang fungsi: 1 memimpin dan membagi hasil semua tugas fungsional peradilan, 2 memimpin dan membawahi petugas fungsional murni terdiri atas para panitera pengganti, serta petugas fungsional yang bersifat struktural yaitu para panitera muda, 3 menyeleksi jumlah panitera pengganti yang berpatokan pada jatah bezetting pengisian formasi. 65 Dalam UU no 7 tahun 1989 pasal 26 ayat 2 ditegaskan bahwa mengenai jumlah panitera muda tidak ditentukan secara pasti, hanya disebutkan beberapa panitera muda. Oleh karena itu, tepatlah pendapat yang menyatakan bahwa jumlah panitera muda yang rasional adalah disesuaikan dengan fungsi pendukung suborganisasi peradilan. Sebabnya adalah penstukturan panitera muda dalam 64 Erfaniah Zuhriah “Peradilan Agama Di Indonesia” Jakarta Uin Malang press 2008, h. 187. 65 Aris bintaria” Hukum Acara peradilan Agama” Jakarta: Raja Grafindo 2012,h.3 53 organisasi pengadilan untuk mendukung kelancaran fungsi peradilan. Tugas-tugas unsur pelayanan yang dilaksanakan oleh panitera muda adalah 1 unsur yang menangani registrasi dan penyiapan berkas perkara, 2 unsur yang membantu penyediaan peraturan dan perundang-undangan 3 Unsur yang menangani permintaan banding dan kasasi. Dengan demikian ada panitera muda bidang perkara,panitera muda bidang hukum, termasuk perpustakaan dan dukumentasi, dan panitera muda bidang banding dan kasasi.

C. Tugas dan Kewenangan Pengadilan Agama

Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar’iyah bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat petama antara orang- orang yang beragama Islam di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syariah. 66 Kewenangan Pengadilan Agama Pada waktu membahas kedudukan lingkungan peradilan Agama, sekaligus sudah dijelaskan bagaimana letak kedudukannya ditengah-tengah lingkungan Peradilan umum.. Peradilan Tata Usaha Negara dan peradilan militer.Dalam pembahasan itu sudah dijelaskan terwujudnya penjelmaan masalah hukum tentang kompetensi absolut diantara masing-masing lingkungan, sebagai rel yang menertibkan jalur batas kewenangan yurisdiksi mengadili. Dengan patokan kompetensi absolut, masing-masing disuruh tahu diri untuk tidak melewati pagar yang membatasi kandang yurisdiksi mengadili mereka. Demikian secara ringkas inti sari uraian yang berkenaan dengan kompetisi absolut pada bagian 66 Basiq djalil” Peradilan Agama Di Indonesia” Jakarta: Kencana Prenada Media Group 2006, h.137. 54 pembicaraan kedudukan lingkungan peradilan agama. Apa yang dijelaskan pada bagian itu, sudah memadai. Tidak akan diulang lagi persoalannya pada bagian ini. 67 Pada bagian ini analisanya akan lebih dititik beratnya pada pengkajian substnsi bidang hukum perdata yang menjadi yurisdiksi mengadili Peradilan Agama.Sejauh mana jangkauan fungsi kewenangan mengadili Peradilan Agama mengadili perkara-perkara yang termasuk objek perdata yang menjadi kewenangan yurisdiksinya.Kearah itulah uraian kekuasaan mengadili dititik beratkan. Sehubungan dengan itu akan berturut-turut dibahas hal-hal yang berkenaan dengan batas ruang lingkup yuridiksi mengadili, jangkauan kewenangan mengadili perkara-perkara perkawinan, jangkauan mengadili perkara warisan dan hibah. Seperti yang sudah pernah dikemukakan,bertitik tolak dari penjelasan Pasal 10 ayatI UU No. 14 tahun 1970, lingkungan Peradilan Agama adalah salah satu di antara lingkungan“Peradilan Khusus”berhadapan dengan lingkungan Peradilan Umum. Masing-masing Lingkungan Peradilan Khusus yang terdiri dari lingkungan Peradilan Agama, Peradilan Militer, Peradilan Tata Usaha Negara, hanya melaksanakan fungsi kewenangan mengadili lingkungan Peradilan Agama ditentukan dua faktor yang menjadi ciri keberadaannya, Pertama faktor,”perkara tertentu” dan yang kedua faktor golongan “rakyat tertentu”. 68 Tentang siapa yang dimaksud dengan golongan rakyat tertentu yang tunduk sebagai subjek hukum ke dalam UU No. 7 Tahun 1989. Pertama,tercantum 67 Aris Bintaria” Hukum Acara Peradilan Agama dalam rangka fiqh qadha”Jakarta,PT.Raja Grafindo Persada 2012, h. 39 68 Sulaikin Lubis, Wismar,dkk,” Hukum Acara Perdata Di Indonesia” h. 86. 55 dalam Pasal 2 dan Pasal 49 ayat I. Kemudian dipertengas lagi dalam penjelasan umum, angka 2 alinia ketiga. Untuk lebih jelasnya mari kita lihat Pasal 2, yang berbunyi: “Peradilan Agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan Kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu yang diatur dalam undang-undang ini”. Begitu juga yang digariskan dalam pasal 49 ayat I, berbunyi:”“ Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memerisa,memutus,dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam...”. 69 Hal yang sama juga telah dicantumkan dalam Penjelasan Umum,angka 2, alinea ketiga yang berbunyi:“ Pengadilan Agama merupakan pengadilan tingkat pertama untuk memeriksa,memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara antara orang yang beragama Islam di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, shadaqah berdasarkan hukum Islam. Dari bunyi rumusan ketentuan di atas, salah satu asas sentral yang terdapat dalam UU No.7 Tahun 1989 ialah asas “ personalitas ke- Islaman”. Hal itu sudah diuraikan pada bagian yang membahas asas-asas UU No. 7 Tahun 1989. Dan bagaimana acuan menerapkan asas personalitas ke-Islaman. Pihak-pihak yang bersengketa harus sama-sama beragama Islam. Atau hubungan hukum yang terjadi dilakukan menurut hukum Islam maka pihak-pihak tetap tunduk kepada kewenangan Peradilan Agama sekalipun pada 69 Mahkamah Agung RI Direktorat Jendral Badan Peradilan Agama 2010 h. 42 56 saat terjadi sengketa salah satu pihak beralih agama dari Islam ke agama lain. Dalam kasus yang seperti itu penyelesaian perkara tetap tunduk ke lingkungan Peradilan Agama, lebih lanjut sampai sejauh mana ruang lingkup kewenangan mengadili lingkungan Peradilan Agama, Jawabnya, hanya meliputi bidang perkara-perkara perdata”tertentu”. Inilah yang digariskan dalam penjelasan Pasal 10 ayat I UU No. 14 Tahun 1970 UU no 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman lembaran negara republik Indonesia tahun 2009 nomor 157 tambahan lembaran negara republik Indonesia nomor 5076. Akan, masih mengambang. Bisa menimbulkan keisruhan dalam menentukan batas-batas kompetensi absolut. Oleh karna itu, apa yang dimaksud dengan bidang bidang perkara-perkara perdata“tertentu”sangat memerlukan konkretisasi dan rincian yang tegas dan jelas. Ketidakjelasan bidang perkara tertentu dimasa lalu,merupakan pengalaman pahit dalam menentukan batas menyangkut perkara harta bersama dan warisan.Tentang masalah kekalutan tersebut sudah disinggung pada uraian yang membicarakan kedudukan Pengadlian Agama. Pada bagian itu sudah ditegaskan salah satu misi utama UU No. 7 Tahun 1989, untuk memperjelas batas kewenangan mengadili antara lingkungan Peradilan Agama. Misi penegasan batas kewenangan mengadili yang lebih jernih dari masa yang lalu seperti yang diamanatkan St. 1937-116 maupun PP No.45 Tahun 1957,memang terdapat dalam UU No.7 Tahun 1989. 70 Penegasan tersebut dapat dilihat pada penjelasan umum UU no 3 tahun 2006 angka 2 alinia ketiga yang sama bunyinya dengan apa yang tercantum dalam pasal 49 Ayat I dihubungkan dengan penjelasan Uuno 3 tahun 2006 pasal 49 70 Abdul Manan Dan M. Fauzan “ Pokok-Pokok Hukum Perdata: Jakarta: Raja Grafindo Persada 2002,h.105