36
Sedangkan dalil analogi qiyas yang dikemukakan oleh mereka yang menentang pendapat kebanyakan ulama harus ditolak, karena
seorang hamba dapat menikah seorang hurrah “perempuan yang merdeka” dan hamba tidak dapat mewarisi harta peninggalan hurrah.
Demikian pula seorang muslim dapat memperoleh harta rampasan perang orang kafir harbiy.
Dan seorang muslim tidak dapat mewarisi harta peninggalan kafir harby. Sebab, nikah dilakukan berdasarkan keinginan untuk terus
meneruskan keturunan dan memenuhi kebutuhan biologis, sedangkan waris-mewarisi berdasarkan atas muwalahmemperkuat ikatan perwalian
dan munashara saling tolong-menolong. Keduanya antara nikah dan waris-mewarisi berbeda illat-nya , sehingga analoginya tentu menjadi
tidak tepat.
47
Orang-orang kafir yang berlainan Agama atau kepercayaan Para ahli fiqih bersepakat bahwasanya orang-orang kafir dapat
saling mewarisi satu sama lain ketika mereka berada pada satu kepercayaan, misalnya mereka sama-sama beragama Nasrani, Hal ini
berdasarkan sabda Nabi saw., Secara implisit, hadist ini memiliki arti bahwa orang-orang kafir dapat saling mewarisi atau satu sama lain.
Demikian pula hadist Nabi yang artinya.
ہ ا ﻲﻠﺻ ہ ل ﻮﺳ ر ل ﺎﻗ ﮫﻨﻋ ہ ا ﻲﺿ ر وﺮﺴﻋ ﻦﺑ ہ ا ﺪﺒﻋ ﻦﻋ ﻢﻠﺳ و ﮫﯿﻠﻋ
ﻲﺘﺳ ﻦﯿﺘﻠﻣ ﻞھ ا ث ر ا ﻮﺘﯾ ﻻ
18
Komite fakultas syari’ah Universitas Al-azhar h.49.
37
“ Dari Abdullah bin Amr ra, dia berkata, Rasulullah Saw, bersabda:Tidlak dapat saling mewarisi dua orang pengikut agama yang berbeda-beda.” HR
Ahmad,Abu Daud dan Ibnu Majah.
Hadist tersebut menunjukkan menunjukkan bahwa pemeluk satu kepercayaan dapat mewarisi satu sama lainnya. Para ulama berselisih
pendapat dalam hal waris-mewarisi antar sesama nonmuslim manakala terjadi ketidaksamaan agama Kepercayaan mereka, seperti Yahudi
dengan Nasrani atau Majusi. Perselisihan ini bermuara pada perbedaan mereka dalam memandang. Apakah agama-agama atau kepercayaan-
kepercayaan tersebut dianggap sebagai satu agama atau beberapa agama yang terdiri masing-masing.Dalam masalah ini timbul tiga pendapat,
yakni sebagai berikut.
48
Pertama, pendapat kebanyakan ulama jumhur ulama’ seluruh agama atau kepercayaan selain Islam itu dianggap satu. Dengan
pendapat ini, maka orang-orang kafir satu sama lain dapat saling mewarisi, baik satu agama maupun tidak karena seluruh agama selain
Islam pada dasarnya dalam kesesatan, dan agama-agama tersebut bagaikan satu agama. Allah swt berfirman,
ﺲﻧﻮﯾ ۱۰
۳۲
“…. Tidak ada sesudah kebenaran itu melainkan kesesatan…Yunus 10: 32
48
M. Ali Hasan” Hukum Waris Dalam Islam”, Jakarta,PT Bulan Bintang 1996 h.31
38
Hal ini dikarenakan soal warisan antara orang tua dan anak atau sebaliknya, sudah disebutkan di dalam kitab Allah secara umum baik
Taurat,Injil, maupun Al-Qur’an. Dengan demikian, tidak sesuatu pun yang ditinggalkan, melainkan sesuatu yang dikecualikan oleh syari’at .
Adapun sesuatu yang tidak dikecualikan oleh syari’at. Adapun sesuatu yang tidak dikecualikan oleh syari’at, tetap berada pada keumumannya.
49
Kedua, pendapat kalangan Malikiyyah. Menurut kalangan Malikiyyah, golongan lain yang tidak beragama Islam terbagi menjadi
tiga, yaitu Yahudi, Nasrani, dan agama-agama yang lainnya, yang dianggap satu agama. Hal tersebdut ditetapkan karena mereka tidak
mempunyai satu kata untuk mereka sendiri. Dengan demikian, orang yang beragama Yahudi tidak dapat mewarisi dari orang yang beragama
Nasrani, dan salah satu dari mereka tidak dapat mewarisi dari orang yang beragama Majusi dan Watsniy.
Ketiga , pendapat kalangan Hambaliyyah. Orang kafir mempunyai agama yang beraneka ragam, maka pemeluk suatu agama
selain Islam tidak dapat mewaririsi dari pemeluk agama yang berbeda. Ulama yang memegang pendapat ini, termasuk Dalil hadist yang
digunakan oleh penentang pendapat kebanyakan ulama dijawab, bahwa maksud dari hadist: “ Tidak dapat saling mewarisi dua orng pengikut
agama yang berbeda-beda.” Salah satunya adalah agama Islam dan yang satunya lagi ialah agama orang-orang kafir. Hadist ini menyerupakan
49
Teungku Muhammad ash shiddieqy, Fiqh Mawaris, Jakarta, PT: Pustaka Riski putra, 2001, h.44.
39
hadist, “ Orang Islam tidak dapat mewarisi harta orang kafir dan orang kafir tidak dapat mewarisi harta orang Islam.” Kesimpulan dari hal-hal
tersebut adalah agama yang berlainan merupakan salah satu penghalang mewarisi bagi kedua belah pihak.
50
D. Pembagian Waris Non Muslim.
1. Menurut Fuqaha Mazhab
Kitab-kitab fiqh memberi judul dengan : Beberapa penghalang Mendapat Warisan, Penghalang yang menggugurkan hak seseorang
untuk mewarisi harta peninggalan.Salah satunya adalah beda agama. Berlainan agama antara orang yang mewarisi dengan penerima waris
merupakan salah satu penghalang dari beberapa penghalang mewarisi, orang kafir tidak bisa mewarisi harta orang Islam.
51
Para ahli fikih telah sepakat dan seorang muslim tidak dapat mewarisi harta orang kafir-
ulama fikih berbeda pendapat, yakni ada yang membolehkan dan ada pula yang tidak membolehkan.
Dalam hadist Rasulullah SAW dinyatakan:
ﻢﻠﺳ و ﮫﯿﻠﻋ ہ ا ل ﻮﺳ ر لﺎﻗ ﮫﻨﻋ ہ ا ﻲﺿ ر ﺪﯾز ﻦﺑ ﮫﻣ ﺎﺳ ا ﻦﻋ ﻢﻠﺴﻤﻟا ﺮﻓﺎﻛاا ﻻو ﺮﻓﺎﻛاا ﻢﻠﺴﻤﻟا ثﺮﯾﻻ
Dari Usamah bin Zaid ra, ia berkata, bahwa Rasulullah Saw, bersabda: Muslim tidak mempusakai orang kafir dan kafir tidak
mempusakai orang muslim. HR.Jamaah, kecuali An-Nasai.
50
. Drs.Amin Husain Nasution, “Hukum Kewarisan” Jakarta,PT. Raja Grafindo Persada 2012.h. 78.
51
Habiburrahman “ Rekonsruksi Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia” Kementrian Agama RI 2011,H.190 .
40
Mencermati kesimpulan Ulama fikih dititik dari sudut pandang Grand Theory kedaulatan Tuhan, bahwa kesimpulan tersebut atas dasar
hadist yaitu muttafaq’ alaihi, maka dapat diyakini kebenarannya, karena apa yang diucapkan Rasulullah SAW diyakini kebenarannya, sesuai
dengan firman Allah Ta’ala.
52
Ulama-ulama Mujtahid sepakat atas dasar nash-nash hadist tersebut, bahwa keluarga dekat anak kandung sekalipun yang tidak
muslim muslimah bukan ahli waris.Non muslim masuk kategori penghalang untuk mendapatkan warisan, hal ini sesuai dengan yang
dikemukakan oleh al- syathiby dalam teori maqasid al-syari’ah nya, yang artinya: Syari’at dibuat sesungguhnya demi kemaslahatan manusia,
baik di dunia maupun di akirat.
53
Mengacu kepada teori maslahah dalam pelaksanaan pembagian waris, menolak hadist muttafaq alaih dan memiliki pola pikir hukum
Adat, sama saja dengan mengedepankan adat dari pada syari’at.Sehingga pendapat Hazairin yang mengatakan dengan terminologi, apakah sesuatu
yang telah menjadi tradisi dalam masyarakat Indonesia dapat dibenarkan bila tujuannya sama dengan mashlahah al-ummah, tidak sepenuhnya bisa
diterima jika ia bertrntangan dengan nash.
54
Di sinilah konsep maqasid al-syari’ah yang mempertimbangkan aspek pemeliharaan agama hifdz al-din merupakan tujuan utama
52
Habiburrahman ” Rekontruksi Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia”h. 19.
53
Muhammad Abu Zuhrah” Hukum Waris” Jakarta: Lentera Baristama 2001,h. 83.
54
Komite Fakultas Syari’ah Universitas AL- azhar Mesir, Hukum Waris, Jakarta, PT.Senayan Abadi Publising 2000. h.45.
41
syari’atkan hukum kewarisan dalam islam, yakni untuk menguji keimanan umat manusia, khususnya yang menyakinkan al-qur’an sebagai
wahyu Allah. Apakah mereka tetap beriman dan mengikuti hukum Allah dengan menyatakan sami’na wa atha’na atau menolaknya dengan
menyatakan sami’na wa’ashoina. Menurut Imamiyah
Imamiyah telah menetapkan bahwa perbedaan agama menghalangi non- muslim dan orang yang murtad untuk mewarisi dari
muslim, namun tidak menghalangi Muslim untuk mewarisi dari non- muslim dan murtad. Maka, bila seorang non-muslim mempunyai seorang
anak Muslim, maka anaknya mewarisinya,bahkan anaknya itu menghalangi ahli waris lainnya yang non- muslim untuk mendapatkan
warisan. Penghalangan ini berlaku bahkan bila si muslim memiliki hubungan kekerabatan yang lebih jauh daripada si non- muslim.
Misalnya, bila seseorang mempunyai anak non- muslim dan budak yang telah bebes itu,bila seorang mempunyai ayah non- muslim dan maula
muwalat atau, dalam istilah Imamiyah, dhaman al- jarirah yang Muslim
55
, maka warisannya untuk dhaman al- jarirah. Oleh karena itu, di dalam al- Qawa’id disebutkan tentang warisan non-muslim, “Bila
bersama mereka para ahli waris non-muslim, maka seluruh warisan diserahkan kepada si muslim, baik dia lebih dekat maupun jauh,
termasuk jika dia itu maula ni’mah atau bahkan dhaman al-jarirah.
55
Muhammad Abu Zuhrah “Hukum Waris”Jakarta, PT: Lentera Basritama 2001,h.82.
42
Atas dasar itu, menurut Imamiyah ada tiga masalah:
Pertama , non- muslim tidak Mewarisi Muslim. Ini disepakati
oleh jumhur Muslimin. Oleh karena itu, terdapat ijmak di kalangan fukaha muslim secara menyeluruh bahwa non-muslim sama sekali tidak
mewarisi Muslim.
56
Kedua, Muslim mewarisi non-muslim. Atas dasar ini,Muawiyah
bin Abi Sofyan memerintahkan para hakimnya untuk memberikan hak waris bagi Muslim dari non- muslim dan tidak sebaliknya. Syarih adalah
seorang tabi’in sekaligus hakimKufah. Ia biasa menyertakan vonisnya dengan kata-kata.” Ini adalah hukum Allah dan Rasul-Nya”. tetapi,
dalam masalah ini, dia biasa berkata, “Ini adalah keputusan Amirul Mukminin Muawiyah.
Ketiga, bila ada seorang muslim meskipun tingkatan-nya jauh,
dia harus didahulukan atas non- muslim meskipun tingkatannya lebih dekat. Dalam masalah ini, kami tak mengetahui ada orang lain yang
berpendapat demikian selain Syiah Imamiyah. Imamiyah telah menjelaskan alasan di balik dari muslim. yaitu
tidak adanya pewaris non- muslim. Yaitu, warisan itu adalah kekuasaan wilayah dan pengalihan khilafah, dan tidak ada wilayah bagi non-
muslim atas muslim. Tetapi seorang kafir dzimi ketika ahli warisnya terdiri Muslim dan non- muslim.
57
56
Habiburrahman” Rekontruksi Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia” Jakarta: Kementrian Agama RI 2011, H. 192.
57
Muhammad Abu Zuhrah “ Hukum Waris “ h.86