UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Limpa
1.Pulpa Putih 2.Pulpa Merah
3.Trabekula Jaringan normal, susunan folikel di
parakorteks
dan medula
tidak menunjukkan peningkatan aktivitas dari sel
imun. 1.Pulpa Putih
2.Pulpa Merah 3.Trabekula
Jaringan normal seperti kontrol
4.2 Pembahasan
Pada penelitian ini, sampel uji yang digunakan adalah ekstrak etanol kulit akar Ginseng Kuning Rennellia elliptica Korth., dimana kulit akar tumbuhan
tersebut merupakan koleksi yang ada di Laboratorium Fitokimia Puslit Biologi LIPI yang berasal dari Pontianak Kalimantan Barat. Kulit akar dari Ginseng
Kuning yang masih segar dilakukan uji kadar air simplisia dan diperoleh kadar air simplisia kulit akar Ginseng Kuning sebesar 3,771. Kulit akar tersebut
diekstraksi dengan etanol 96 menggunakan metode maserasi. Etanol digunakan sebagai pelarut kareana senyawa mayor dari kulit akar Ginseng Kuning adalah
rubiadin, dimana rubiadin ini merupakan polifenol. Etanol merupakan salah satu pelarut yang baik digunakan dalam ekstraksi senyawa polifenol, selain itu juga
aman jika dikonsumsi Dai, et al., 2010. Metode maserasi digunakan karena metode ini cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah
diusahakan Depkes RI, 2000. Dari 259,94 gram kulit akar Ginseng Kuning segar yang diekstrak, diperoleh 19,7820 gram ekstrak kering. Sehingga diperoleh
rendemen ekstrak sebanyak 7,61. Ekstrak kering inilah yang digunakan untuk uji toksisitas akut.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Uji toksisitas akut ini dilakukan karena pada akar tumbuhan Ginseng Kuning ini telah digunakan secara tradisional serta telah terbukti memiliki
aktivitas sebagai antiplasmodial dan sebagai antioksidan, dimana semua itu akan memiliki manfaat yang besar bagi manusia. Sehingga uji toksisitas ini perlu
dilakukan untuk mengetahui tingkat keamanan dari tumbuhan tersebut. Pada uji toksisitas akut dalam penelitian ini menggunakan metode Up and Down
Procedure UDP. Metode ini merupakan metode alternatif dalam pengujian toksisitas akut. Ketika dibandingkan dengan metode penentuan nilai LD
50
konvensional, Up and down procedure ini menggunakan hewan yang lebih sedikit, bahkan sampai sepertiga dari jumlah hewan yang digunakan dalam
metode konvensional Erkekoglu, et al., 2011. Dalam analisa perbandingan dengan metode konvensional, UDP merupakan metode yang paling sederhana
untuk digunakan dan menghasilkan nilai LD
50
yang sangat bagus dibanding dengan nilai LD
50
dari metode konvensional Lipnick, et al., 1995. Selain itu, dalam Hanbook Non-Safety Clinical Testing menyebutkan bahwa WHO
menyarankan untuk menggunakan metode ini dalam pengujian toksisitas akut. Hal ini dikarenakan bahwa metode tersebut merupakan metode yang fleksibel dan
dapat dipertimbangkan secara ekonomi, sains, dan etik. Pada penelitian ini penggunaan metode UDP dipilih uji batas dosis limit
test, dikarenakan ekstrak akar Ginseng Kuning Rennellia elliptica Korth. tersebut telah digunakan oleh masyarakat. Sehingga dapat diasumsikan bahwa
ekstrak tersebut memiliki tingkat toksisitas yang rendah. Dalam penggunaan limit test ini dipilih dosis 2000 mgkgbb, karena dalam panduan internasional
menyarankan bahwa untuk uji toksisitas akut dengan dosis tunggal disarankan untuk menggunakan dosis teratas limit dose 2000mgkgbb WHO, 2002. Selain
itu juga dalam klasifikasi tingkatan toksik dalam GHS The Globally Harmonized System of Classification and Labelling of Chemicals disebutkan bahwa diatas
dosis 2000 mgkgbb termasuk dalam kategori toksisitas yang rendah dan sudah tidak terdapat simbol atau tanda peringatan keamanan dalam pelabelan yang perlu
dicantumkan. Pada penelitian ini digunakan mencit betina galur Deutsch Denken Yokken
DDY sebagai hewan percobaan. Pemilihan hewan berupa mencit karena hewan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tersebut ekonomis, mudah didapat, perawatannya mudah Harmita, 2006. Galur DDY dipilih karena memiliki reproduksi yang baik dan pertumbuhan yang
unggul, selain itu galur ini sudah banyak digunakan dalam penelitian berbagai bidang, seperti studi farmakologi, farmakokinetik, dan toksikologi NIBIO, 2005.
Mencit betina yang digunakan dalam keadaan nulipara belum pernah melahirkan dan tidak hamil. Hewan betina digunakan karena dalam pengujian
toksisitas akut menggunakan hewan jantan dan betina akan diperoleh hasil yang sama. Ketika terdapat perbedaan respon yang diberikan antara jantan dan betina,
secara umum hewan betina lebih sensitif dibanding dengan jantan Lipnick, et al., 1995.
Mencit yang digunakan terlebih dahulu diaklimatisasi selama 10 hari untuk proses adaptasi dengan kondisi lingkungan baru kandang mencit. Selama
masa aklimatisasi tersebut, mencit diberi makan pellet dan minum ad libitum dan ditempatkan pada kandang dengan suhu 23
C ±3 OECD, 2008.
Aklimatisasi ini dilakukan agar mencit dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru.
Pada pengujian ini mencit diberikan bahan uji secara oral menggunakan sonde. Rute oral dipilih karena disesuaikan dengan rute yang biasanya digunakan
pada manusia dalam mengonsumsi ekstrak kulit akar Ginseng Kuning. Saat sampel diujikan pada mencit, ekstrak kering kulit akar Ginseng Kuning
disuspensikan dengan Na CMC 1, karena ekstrak tersebut tidak larut sempurna dalam air. Dalam Handbook of Exipience disebutkan bahwa Na CMC merupakan
senyawa yang tidak toksik dan tidak menimbulkan iritan. Sehingga dapat dikatakan bahwa zat pembawa tersebut tidak berpengaruh pada pengujian
toksisitas ini. Uji toksisitas akut ini dilakukan terdapat 5 mencit perlakuan dan 2 mencit
kontrol. Dalam metode UDP dengan pengujian limit test, hewan yang diberikan perlakuan bahan uji adalah maksimal 5 hewan OECD, 2008, sedangkan
digunakannya 2 mencit sebagai kontrol karena dalam ICCVAM Interagency Coordinating Committee on the Validation of Alternative Methods menyebutkan
bahwa dalam penggunaan hewan kontrol sebaiknya tidak lebih dari empat hewan,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tetapi minimal menggunakan dua hewan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi penggunaan hewan yang berlebihan dalam suatu pengujian.
Uji toksisitas ini dilakukan pada satu mencit betina perlakuan yang telah dipuasakan tidak diberi makan selama 3-4 jam dengan tetap diberikan minum.
Dipuasakannya mencit tersebut bertujuan agar nantinya ketika mencit tersebut diberikan sampel diharapkan sampel tersebut dapat langsung kontak dengan
sistem pencernaan mencit dan tidak terganggu oleh adanya makanan yang ada di pencernaan mencit. Setelah diberikan ekstrak secara oral, mencit juga tidak diberi
makan selama 1-2 jam, tetapi tetap diberi minum secara ad libitum. Hal ini dilakukan untuk memaksimalkan penyerapan ekstrak pada pencernaan mencit.
Pemgamatan terhadap tanda-tanda toksisitas dilakukan setiap 30 menit setelah pemberian ekstrak selama 4 jam. Dalam pengamatan diperoleh bahwa
hewan beraktivitas seperti hewan kontrol yang tidak diberikan ekstrak. Setelah 24 jam dan 48 jam pengujian, satu hewan tersebut tidak mati ataupun menunjukkan
tanda-tanda toksisitas. Kemudian pada hari tersebut dilakukan pemberian ekstrak pada 4 mencit yang lain dengan perlakuan yang sama pada mencit sebelumnya.
Kelima mencit perlakuan ini sampai 14 hari tidak mati ataupun menunjukkan tanda-tanda toksisitas. Sehingga dapat dikatakan bahwa ekstrak kulit akar Ginseng
Kuning memiliki nilai LD
50
lebih dari 2000 mgkgbb, dimana menurut kategori dari GHS The Globally Harmonized System of Classification and Labelling of
Chemicals dosis tersebut termasuk dalam kategori 5 yang dapat dikatakan memiliki tingkat toksisitas yang rendah. Selain itu, perubahan bobot mencit
selama 14 hari tidak terjadi perbedaan yang bermakna jika dibandingkan dengan mencit kontrol, karena setelah data bobot mencit diolah secara statistik diperoleh
p≥0,05. Pada hari ke-15 dilakukan pembedahan terhadap hewan coba untuk
mengamati organ hewan setelah diberikan ekstrak tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengamati patologi yang muncul pada organ hati, ginjal, dan limpa mencit
ketika di amati secara mikroskopis akibat pemberian ekstrak etanol kulit akar Ginseng Kuning. Pengamatan pada organ hati, ginjal, dan limpa mencit tersebut
dilakukan karena hati merupakan organ terbesar dan secara metabolisme paling kompleks di dalam tubuh. Organ ini terlibat dalam metabolisme zat makanan dan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sebagian besar obat dan toksikan. Sedangan ginjal mencit diamati karena urin merupakan jalur utama ekskresi sebagian besar toksikan. Akibatnya ginjal
mempunyai volume aliran darah yang tinggi, mengkonsentrasi toksikan pada filtrat, membawa toksikan melalui sel tubulus, dan megaktifkan toksikan tertentu.
Selain itu, limpa juga merupakan organ sasaran karena limpa merupakan salah satu organ sistem imun. Berbagai toksikan diketahui dapat menekan fungsi imun.
Penekanan ini akan mengakibatkan menurunnya resistensi pejamu terhadap infeksi dan menurunnya kemampuan mengendalikan neoplasma dan zat asing lain
Lu, 1995. Hasil pengamatan histopatologi organ hati, ginjal, dan limpa
menunjukkan bahwa organ hati mencit kontrol dan perlakuan tidak ditemukan kelainan pada jaringan hati tersebut. Pada hati mencit kontrol, susunan sel-sel
hepatosit bermuara ke vena sentralis serta tidak ditemukan tanda-tanda patologi. Begitu juga pada jaringan hati mencit perlakuan terlihat normal seperti mencit
kontrol. Pada histopatologi organ ginjal mencit kontrol menunjukkan bahwa struktur glomerulus maupun tubular masih normal, dan tidak ditemukan adanya
tanda-tanda patologi. Dari lima mencit perlakuan, terdapat 2 mencit dengan jaringan pada ginjal normal seperti pada jaringan ginjal mencit kontrol, dan
terdapat 2 mencit yang mengalami atrofi glomerulus glomerulus mengkerut, serta terdapat satu mencit yang mengalami udem bengkak yang bersifat
reversibel dan disertai dengan atrofi glomerulus. Dimana hal tersebut dapat kembali normal bila penyebab kerusakan paparan toksin dihentikan.
Munculnya atrofi glomerulus menggambarkan adanya reaksi antara makromolekul yang terfiltrasi dengan dinding filter glomerulus. Atrofi glomerulus
ditandai dengan mengecilnya glomerulus dalam kapsula Bowman sehingga ruang diantara glomerulus dan kapsula Bowman makin melebar. Atrofi glomerulus
dapat terjadi akibat masuknya senyawa-senyawa yang bersifat toksik ke dalam filter glomerulus, yang menyebabkan pengecilan morfologi dan aktivitas sel-sel
tubuli yang menjadi barier dari filter glomerulus Jones, et al., 2006. Pada histopatologi organ limpa mencit kontrol menunjukkan bahwa
susunan folikel di parakorteks dan medulla tidak menunjukkan peningkatan aktivitas dari sel imun dan tidak ditemukan adanya tanda-tanda patologi, dimana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat organism asing, neoplasma, dan zat-zat asing lain yang mengganggu sistem imun pada organ limpa mencit. Sehingga
dapat dikatakan bahwa ekstrak etanol kulit akar Ginseng Kuning dosis 2000 mgkgbb tidak menyebabkan patologi pada organ hati dan limpa mencit, tetapi
dapat menyebabkan atrofi glomerulus pada ginjal mencit.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
1.1 Kesimpulan
1. Perubahan bobot mencit kontrol dan mencit yang diberikan perlakuan dari sebelum diberikan ekstrak dan 14 hari setelahnya tidak terjadi perbedaan
yang bermakna. p≥0,05
2. Nilai LD
50
yang didapat dari hasil uji toksisitas akut eksrak etanol kulit akar Ginseng Kuning Rennellia elliptica Korth. yaitu lebih besar dari
2000 mgkgbb. Sehingga dapat dikategorikan memiliki tingkat toksisitas yang rendah
3. Secara mikroskopis, ekstrak etanol kulit akar Ginseng Kuning dengan dosis 2000 mgkgbb tidak menyebabkan kerusakan pada organ hati dan
limpa mencit, tetapi dapat menyebabkan glomerulus mengkerut atrofi pada ginjal mencit.
1.2 Saran
Perlu dilakukan lebih lanjut mengenai uji toksisitas subkronik dan kronik untuk mengetahui pengaruhnya terhadap organ sasaran jika dipergunakan dalam
jangka waktu yang lama dalam penggunaan atau konsumsi terhadap ekstrak etanol kulit akar Ginseng Kuning Rennellia elliptica Korth..