Penerapan Tambahan Penghasilan Pegawai Dalam Meningkatkan Kinerja Dan Disiplin Pegawai Pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sumatera Utara

(1)

PENERAPAN TAMBAHAN PENGHASILAN PEGAWAI

DALAM MENINGKATKAN KINERJA DAN

DISIPLIN PEGAWAI PADA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH

PROVINSI SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh

ABDULLAH KHAIR HARAHAP

097024010/SP

PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENERAPAN TAMBAHAN PENGHASILAN PEGAWAI

DALAM MENINGKATKAN KINERJA DAN

DISIPLIN PEGAWAI PADA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH

PROVINSI SUMATERA UTARA

TESIS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan (MSP) dalam Program Studi Pembangunan pada

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Oleh

ABDULLAH KHAIR HARAHAP

097024010/SP

PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

PEGAWAI DALAM MENINGKATKAN KINERJA DAN DISIPLIN PEGAWAI PADA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA

Nama Mahasiswa : Abdullah Khair Harahap Nomor Pokok : 097024010

Program Studi : Studi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Drs. Kariono, M.Si) (Drs. Agus Suriadi, M.Si)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. M. Arif Nasution, M.A) (Prof. Dr. Badaruddin, M.Si)

Tanggal Lulus : 26 Mei 2011 Telah diuji pada


(4)

Tanggal 26 Mei 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Drs. Kariono, M.Si Anggota : 1. Drs. Agus Suriadi, M.Si

2. Prof. Subhilhar, Ph.D 3. Drs. Humaizi, MA


(5)

PERNYATAAN

PENERAPAN TAMBAHAN PENGHASILAN PEGAWAI DALAM MENINGKATKAN KINERJA DAN

DISIPLIN PEGAWAI PADA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Mei 2011 Penulis,


(6)

ABSTRAK

Pegawai Negeri Sipil (PNS) senantiasa menarik untuk diteliti dari mulai permasalahan pelayanan yang dilakukannya, kompetensi yang seharusnya melekat pada pekerjaannya, masalah perilaku, masalah kesejahteraan yang menyangkut faktor gaji dan tunjangan bagi PNS sampai kepada masalah keorganisasian PNS sehingga terkadang muncul asumsi bahwa rendahnya kinerja PNS disebabkan gaji yang kecil. Oleh karenanya banyak kebijakan yang dilakukan untuk mendongkrak kinerja para aparatur pemerintah di daerah dalam memberikan pelayanan yang optimal dan salah satu kebijakan yang diambil adalah pemberian Tunjangan Penghasilan Pegawai. Jadi penelitian ini mencoba membahas lebih mendalam tentang bagaimana penerapan TPP terhadap peningkatan kinerja dan disiplin kerja pegawai.

Jenis studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan analisis secara kuantitatif dimana hasil penelitian terutama yang didapat dari hasil kuesioner diolah dengan data statistik berupa tabel tunggal dan persentase dari modus jawaban responden, kemudian dari hasil penelitian ini dianalisis dan dijelaskan tentang keterkaitan penerapan TPP dan peranannya dalam meningkatkan kinerja dan disiplin pegawai pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sumatera Utara ditambah dengan hasil wawancara dengan key informan.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa, penerapan TPP dapat meningkatkan kinerja pegawai Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sumatera Utara dan Pegawai kini telah merasakan manfaat yang banyak dari adanya TPP. Hasil penelitian berikutnya menunjukkan bahwa disiplin kerja juga terwujud dengan diterapkannya TPP. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pegawai BKD mampu untuk mengembangkan diri seperti melalui jalur formal atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi seperti S2, di samping itu juga di BKD Provinsi Sumatera Utara, SDM telah ditempatkan pada bidang dan keahliannya masing-masing. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk melakukan perubahan pelayanan dan sebagai wujud memberikan pelayanan terbaik pada stakeholder dan sekaligus mewujudkan good

governance.


(7)

ABSTRACT

Civil Servants (PNS) is always interesting to study the problem of starting the service does, the competencies should be attached to the work, behavioral problems, issues concerning the welfare of the factors of salary and allowances for civil servants until the organizational problems that sometimes arise assumption that the poor performance of civil servants caused a small salary. Therefore many of the policies undertaken to boost the performance of the government apparatus in the region in providing optimum service and one of the measures taken is the provision of the Income Employee Benefits. So this study tries to discuss in more depth about how the application of TPP to improving employee performance and work discipline. Types of studies used in this research is descriptive research with quantitative analysis approach in which research results mainly obtained from the questionnaire is processed with statistical data in the form of a single table and the percentage of respondents answer mode, then from the results of this study were analyzed and explained about the relationship of the application of the TPP and its role in improving employee performance and discipline of the Human Resources Agency of North Sumatera Province plus the results of interviews with key informants. The results show that, the application of the TPP can improve employee performance Personnel Agency of North Sumatera Province, and officials have now felt the benefit of many of the TPP. The results of subsequent studies showed that the discipline of work also realized with the implementation of TPP. The results also indicate that BKD staff are able to develop themselves as through formal or continuing education to a higher level such as S2, in addition, also in North Sumatra Province BKD, HR has been placed on the field and the expertise of each. This is done as an attempt to make changes as a form of service and provide the best service to stakeholders and at the same time achieving good governance.

Keywords : Employee Income Supplement (TPP), Employee Performance, Work Discipline


(8)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR... x

BAB I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Pertanyaan panelitian ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat penelitian ... 9

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Konsep Dasar Tambahan Penghasilan ... 12

2.1.1 Kompensasi Relatif... 14

2.1.2 Katak Loncat (Leap Frogging) ... 15

2.1.3 Tingkat Upah-potong Differencial ... 15

2.1.4 Kompensasi Insentif ... 16

2.2. Pengertian Kinerja ... 23

2.3. Tambahan Penghasilan ... 25

2.4. Disiplin Kerja ... 28

2.4.1 Pengertian Disiplin ... 28

2.4.2 Disiplin Kerja ... 30

2.4.3 Macam-macam Disiplin Kerja... 32

2.4.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disiplin Kerja ... 35

2.4.5 Hal-hal yang Menunjang Kedisiplinan... 36

2.4.6 Cara Menegakkan Disiplin Kerja ... 37


(9)

2.5. Kerangka Berfikir ... 42

BAB III. METODELOGI PENELITIAN ... 44

3.1. Jenis Penilitian... 44

3.2. Defenisi Konsep ... 44

3.3. Lokasi Penelitian ... 45

3.4. Populasi dan Smapel ... 46

3.5. Teknik Pengumpulan Data ... 47

3.6. Teknik Analisa Data ... 48

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN ... 49

4.1. Deskripsi Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera... 49

4.2. Deskripsi Singkat Badan Kepegawain Daerah Provinsi Sumatra Utara ... 50

4.2.1 Tugas dan Fungsi... 52

4.2.2 Struktur Organisasi ... 58

4.2.3 Komposisi Sumber Daya Manusia di Kantor BKD SU ... 60

4.2.4 Wilayah Kerja BKD Provinsi Sumatera Utara ... 62

4.2.5 Produk yang Dihasikan BKD Provinsi Sumatera Utara ... 65

4.2.6 Pelayanan Administrasi Kepegawaian BKD Pemvrosu ... 65

4.3. Kinerja Pegawai BKD ... 70

4.4. Disiplin Kerja Prgawai BKD ... 79

4.5. Peran TPP Terhadap Peningkatan Disipilin dan Kenerja Pegawai ... 86

BAB V PENUTUP ... 100

5.1. Kesimpulan ... 100

5.2. Saran ... 101


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 1. Jumlah dan Komposisi Pegawai pada BKD Provsu……… 60 2. Komposisi Sumber Daya Manusia Berdasarkan Tingkat Pendidikan… 61 3. Komposisi Sumber Daya Manusia Berdasarkan Pangkat/golongan…… 62 4. Fungsi Tiap Bagian Pada BKD Provinsi Sumatera Utara……… 69 5. Pemahaman Responden tentang Tambahan Penghasilan Pegawai di

Pemprovsu……….. 70

6. Pandangan Responden tentang Pengaruh antara Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) dengan Kinerja Pegawai……….... 75 7. Pendapat Responden tentang Peningkatan Kinerja Pegawai Disebabkan

Adanya TPP……… 72

8. Pendapat Responden tentang Adanya TPP Terjadi Penurunan Kinerja Pegawai………...

74

9. Pendapat Responden tentang Nilai Nominal TPP Didasarkan atas

Golongan………. 75

10. Pendapat Responden tentang Waktu Pemberian TPP Per Triwulan…… 76 11. Pendapat Responden tentang Uang/gaji adalah Tujuan Utama dalam

Pekerjaan... 77 12. Pendapat Responden tentang Kerja adalah Aktivitas yang harus

Dilakukan dengan Tanggung Jawab………. 77 13. Pendapat Responden tentang Kerja Membutuhkan Ketekunan... 78 14. Pendapat Responden tentang Pengaruh antara Tambahan Penghasilan

Pegawai (TPP) dengan Disiplin Pegawai………... 80

15. Pendapat Responden tentang Peningkatan Disiplin Pegawai Disebabkan


(11)

16. Pendapat Responden tentang Adanya TPP Membuat Pegawai selalu Hadir (tidak membolos) ke Kantor………

82

17. Pendapat Responden tentang Adanya TPP yang Membuat Pegawai Patuh terhadap Tata Tertib...

82

18. Pendapat Responden tentang Adanya TPP Membuat Pegawai bisa Mengembangkan Diri……….

84

19. Pendapat Responden tentang Penerapan TPP telah sesuai dengan


(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman 1. Hubungan TPP dengan Kinerja dan Disiplin Kerja……….. 42


(13)

ABSTRAK

Pegawai Negeri Sipil (PNS) senantiasa menarik untuk diteliti dari mulai permasalahan pelayanan yang dilakukannya, kompetensi yang seharusnya melekat pada pekerjaannya, masalah perilaku, masalah kesejahteraan yang menyangkut faktor gaji dan tunjangan bagi PNS sampai kepada masalah keorganisasian PNS sehingga terkadang muncul asumsi bahwa rendahnya kinerja PNS disebabkan gaji yang kecil. Oleh karenanya banyak kebijakan yang dilakukan untuk mendongkrak kinerja para aparatur pemerintah di daerah dalam memberikan pelayanan yang optimal dan salah satu kebijakan yang diambil adalah pemberian Tunjangan Penghasilan Pegawai. Jadi penelitian ini mencoba membahas lebih mendalam tentang bagaimana penerapan TPP terhadap peningkatan kinerja dan disiplin kerja pegawai.

Jenis studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan analisis secara kuantitatif dimana hasil penelitian terutama yang didapat dari hasil kuesioner diolah dengan data statistik berupa tabel tunggal dan persentase dari modus jawaban responden, kemudian dari hasil penelitian ini dianalisis dan dijelaskan tentang keterkaitan penerapan TPP dan peranannya dalam meningkatkan kinerja dan disiplin pegawai pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sumatera Utara ditambah dengan hasil wawancara dengan key informan.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa, penerapan TPP dapat meningkatkan kinerja pegawai Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sumatera Utara dan Pegawai kini telah merasakan manfaat yang banyak dari adanya TPP. Hasil penelitian berikutnya menunjukkan bahwa disiplin kerja juga terwujud dengan diterapkannya TPP. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pegawai BKD mampu untuk mengembangkan diri seperti melalui jalur formal atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi seperti S2, di samping itu juga di BKD Provinsi Sumatera Utara, SDM telah ditempatkan pada bidang dan keahliannya masing-masing. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk melakukan perubahan pelayanan dan sebagai wujud memberikan pelayanan terbaik pada stakeholder dan sekaligus mewujudkan good

governance.


(14)

ABSTRACT

Civil Servants (PNS) is always interesting to study the problem of starting the service does, the competencies should be attached to the work, behavioral problems, issues concerning the welfare of the factors of salary and allowances for civil servants until the organizational problems that sometimes arise assumption that the poor performance of civil servants caused a small salary. Therefore many of the policies undertaken to boost the performance of the government apparatus in the region in providing optimum service and one of the measures taken is the provision of the Income Employee Benefits. So this study tries to discuss in more depth about how the application of TPP to improving employee performance and work discipline. Types of studies used in this research is descriptive research with quantitative analysis approach in which research results mainly obtained from the questionnaire is processed with statistical data in the form of a single table and the percentage of respondents answer mode, then from the results of this study were analyzed and explained about the relationship of the application of the TPP and its role in improving employee performance and discipline of the Human Resources Agency of North Sumatera Province plus the results of interviews with key informants. The results show that, the application of the TPP can improve employee performance Personnel Agency of North Sumatera Province, and officials have now felt the benefit of many of the TPP. The results of subsequent studies showed that the discipline of work also realized with the implementation of TPP. The results also indicate that BKD staff are able to develop themselves as through formal or continuing education to a higher level such as S2, in addition, also in North Sumatra Province BKD, HR has been placed on the field and the expertise of each. This is done as an attempt to make changes as a form of service and provide the best service to stakeholders and at the same time achieving good governance.

Keywords : Employee Income Supplement (TPP), Employee Performance, Work Discipline


(15)

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Masyarakat saat ini sedang menghadapi perubahan dari era modern menuju informasi sehingga mempengaruhi orientasi dan nilai hidup di segala bidang; ekonomi, sosial, ilmu pengetahuan dan teknologi. Fenomena yang demikian tentunya mempunyai pengaruh terhadap tatanan dan nilai kehidupan individu maupun organisasi khususnya di lingkungan dunia industri yang dituntut selalu dapat beradaptasi dan berkembang sesuai dengan tantangan yang dihadapi salah satunya adalah pertimbangan efektivitas dalam mencapai tujuan seperti halnya dengan Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Kedudukan Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat terikat oleh peraturan hukum dan perundang-undangan serta ketentuan lainnya, mengenai norma dan etika yang disebut dengan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil. Selain itu, setiap Pegawai Negeri Sipil terikat dengan Sumpah dan Janji Pegawai Negeri Sipil sebagaimana tertuang dalam PP No. 21 Tahun 1975.

Dalam pelaksanaan tugasnya setiap Pegawai Negeri Sipil harus memahami dan melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya, menjunjung tinggi ketidakberpihakan terhadap semua golongan, masyarakat, individu, serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan. Di samping itu, setiap Pegawai Negeri Sipil harus menunjukkan akuntabilitasnya dengan mempertanggungjawabkan seluruh


(16)

pelaksanaan tugas yang dibebankan kepadanya baik kepada bangsa dan negara maupun masyarakat melalui pimpinan atau atasan langsungnya.

Pegawai Negeri Sipil (PNS) senantiasa menarik untuk diteliti dari mulai permasalahan pelayanan yang dilakukannya, kompetensi yang seharusnya melekat pada pekerjaannya, masalah perilaku, masalah kesejahteraan yang menyangkut faktor gaji dan tunjangan bagi PNS sampai kepada masalah keorganisasian PNS. Efektivitas organisasi mempunyai peranan yang cukup penting sebagai penunjang dalam merealisasikan beberapa tujuan yang telah ditetapkan (Etzioni, 1995). Penjelasan beberapa tokoh di atas agar mudah dipahami tentu ada beberapa kreteria yang dimiliki suatu organsasi. Kriteria yang dapat dipakai untuk memahami keefektifan organisasi yaitu melayani pelanggan mendapatkan keuntungan, mampu bersaing, dan luasnya pangsa pasar (Robbins, 1994).

Keefektifan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara sungguh-sungguh untuk mengubah ketidakefektifan dalam bidang apapun (Steers, 1997). Thoha (2000) menjelaskan keberadaan individu dalam organisasi sangat penting karena dapat menentukan efektif atau tidaknya dalam mencapai suatu tujuan. Manusia merupakan salah satu dimensi yang sangat penting dan salah satu faktor pendukung organisasi. Organisasi dikatakan efektif apabila dapat memenuhi tuntutan dan kebutuhan anggotanya yang menjadi pendukung secara berkelanjutan dalam mencapai tingkatan eksistensi tertentu (Robbins, 1994).

Era globalisasi telah membawa dampak terhadap tuntutan kebutuhan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Tuntutan yang telah merambah ke


(17)

berbagai lini kehidupan tersebut, kini kian menjadi inspirasi dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat. Disadari bahwa kebutuhan masyarakat dari hari ke hari semakin kompleks dan menantang untuk dihadapi secara profesional. Terutama dalam mewujudkan pelayanan masyarakat yang berkualitas oleh berbagai kalangan institusi birokrasi.

Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sumatera Utara merupakan bagian integral institusi birokrasi pelayanan publik. Tentunya tidak luput dari tuntutan untuk berkiprah melakukan tugasnya. Pelaksanaan tugas mutlak membutuhkan sumber daya manusia unggul di bidang kompetensi. Keunggulan yang diindikasikan dengan pengetahuan, keterampilan serta perilaku yang memadai.

Disiplin merupakan suatu aturan atau norma yang disepakati dan harus ditaati dalam setiap organisasi dan apabila tidak ditaati tentu akan menerima sanksi sesuai dengan aturan/norma yang ada pada setiap organisasi. Disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, ketentraman, keteraturan dan ketertiban. (Prijodarminto, 1992). Dalam kaitannya dengan disiplin kerja, Siswanto (1989) mengemukakan disiplin kerja sebagai sikap menghormati, menghargai patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis serta sanggup menjalankannya dan tidak mengelak menerima sanksi-sanksi apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya. Sementara itu, Wyckoff dan Unel, (1990) mendefinisikan disiplin sebagai suatu proses kerja yang mengarah kepada ketertiban dan pengendalian diri, dan pada bagian


(18)

lain disebutkan bahwa disiplin kerja adalah kesadaran, kemauan dan kesediaan kerja orang lain agar dapat tunduk dan taat terhadap semua peraturan dan norma yang berlaku. Kesadaran kerja adalah sikap sukarela dan merupakan panggilan akan tugas dan tanggung jawab bagi seorang karyawan (personil) dan harus memiliki prinsip dan memaksimalkan potensi kerja personil yang lain mengikutinya sehingga dapat menanamkan jiwa disiplin dalam bekerja. Jackclass (1991) membedakan disiplin dalam dua kategori, yaitu Self Discipline dan Social Discipline. Self Discipline merupakan disiplin pribadi karyawan (personil) yang tercermin dari pribadinya dalam melakukan tugas kerja rutin yang harus dilakukan, sedangkan social discipline adalah merupakan pelaksanaan disiplin dalam organisasi secara keseluruhan.

Disiplin menurut (Davis & Newstrom 1985) ada dua bentuk sifat disiplin yang merupakan tindakan manajemen untuk menegakkan standar organisasi, yaitu tindakan bersifat preventif dan tindakan bersifat korektif. Tindakan bersifat disiplin preventif (preventif discipline) adalah tindakan yang dilakukan untuk mendorong personil mentaati standar dan peraturan sehingga tidak terjadi pelanggaran. Tujuan pokoknya adalah mendorong personil untuk memiliki disiplin diri sehingga dengan cara ini para personil berusaha menegakkan disiplin diri ketimbang Pimpinan memaksakannya. Kelompok yang memiliki disiplin diri pada akhirnya merupakan sumber kebanggaan dalam setiap organisasi/satuan. Dalam menciptakan iklim organisasi/satuan dalam rangka pendisiplinan merupakan tanggung jawab Pimpinan. Pendisiplinan preventif adalah suatu sistem yang saling berkaitan, jadi pimpinan perlu bekerjasama dengan semua bagian/satuan untuk mengembangkannya.


(19)

Tindakan bersifat disiplin korektif (Corrective Discipline) adalah tindakan yang dilakukan setelah terjadinya pelanggaran peraturan tindakan ini dimaksudkan untuk mencegah timbulnya pelanggaran lebih lanjut sehingga tindakan di masa yang akan datang akan sesuai dengan standar. Tindakan korektif biasanya berupa hukuman tertentu dan disebut tindakan disipliner dan bertujuan memperbaiki perilaku pelanggar standar, mencegah personil lain melakukan tindakan yang serupa serta mempertahankan standar kelompok yang konsisten dan efektif.

Salah satu faktor yang mempengaruhi disiplin kerja adalah motivasi kerja. Motivasi kerja merupakan suatu daya pendorong atau penggerak yang dimiliki atau terdapat dalam diri setiap individu dalam melakukan suatu kegiatan agar individu mau berbuat, bekerja serta beraktifitas untuk menggunakan segenap kemampuan dan potensi yang dimilikinya guna mencapai tujuan yang dikehendaki, sebagaimana ditetapkan sebelumnya.

Robbins (2007) mengemukakan bahwa motivasi adalah sesuatu yang mendorong atau menggerakkan manusia untuk melakukan tingkah laku dan mengarahkannya pada suatu tujuan tertentu. Motivasi dapat dilihat dari cara kerja, sejauh mana kemauan untuk melaksanakan suatu pekerjaan dan berusaha memanfaatkan waktu untuk bekerja seefisien mungkin dengan tanggung jawab didasari oleh motivasi kerja yang tinggi. Motivasi merupakan hasil sejumlah proses yang bersifat internal atau eksternal bagi seorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan persistensi dalam hal melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu. Individu yang memiliki motivasi kerja tinggi akan memiliki


(20)

kesadaran terhadap pekerjaan dan akan berusaha mencapai hasil yang sebaiknya, bekerja tanpa motivasi menyebabkan kurangnya tanggung jawab dan kesungguhan dalam melaksanakan tugas dari setiap personil.

Faktor lain yang juga turut mempengaruhi disiplin kerja adalah anggapan individu mengenai sumber kontrol perilakunya. Setiap individu mempunyai anggapan yang berbeda mengenai sumber kontrol yang mempengaruhi perilaku dan hasil yang dicapai dalam hidupnya. Sebagian individu cenderung menganggap bahwa hasil yang dicapai cenderung dikendalikan oleh sumber dari dirinya sendiri (internal), sebagian individu yang lain cenderung menganggap bahwa hal-hal seperti nasib, kesempatan atau kekuatan lain diluar dirinyalah yang mempengaruhi perilaku dan hasilnya.

Permasalahannya adalah bagaimana dengan dispilin kerja PNS? Kritik terhadap mutu pelayanan PNS seakan tidak pernah berhenti. Bahkan sejak rezim orde baru telah banyak kritik yang dilontarkan. Terlebih ketika reformasi bergulir dan otonomi daerah telah terwujud maka kritik menjadi lebih gencar dari era sebelumnya. Sejalan dengan perkembangna teknologi informasi, kritik yang dilontarkan tidak hanya terbatas pada saluran media massa, tetapi kritik telah disampaikan secara bebas dan lebih terbuka, baik melalui situs resmi pemerintah maupun melalui situs interaktif yang umumnya menyatakan bahwa hingga saat ini kualitas PNS tidak kompeten.

Bukti empiris masih rendahnya mutu PNS telah banyak dilaporkan oleh banyak penelitian. Kajian yang berusaha untuk memberikan penjelasan terhadap faktor penyebab rendahnya mutu PNS di Indonesia telah banyak dilakukan yang memberikan berbagai rekomendasi yang terkait dengan beberapa persoalan utama,


(21)

antara lain menyangkut masih rendahnya pendidikan formal, sistem rekrutmen, belum memenuhi standar kebutuhan dan sebagainya.

Pada Era Reformasi Nasional disegala bidang dewasa ini, ada banyak kendala dan peluang pembangunan nasional. Penekakan pada 2 (dua) agenda besar kontradiktif yang dihadapi segenap Pegawai Negeri Sipil sebagai birokrat profesional yang merupakan unsur utama aparatur negara, serta seluruh penyelenggara Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pertama, arus gelombang dahsyat kemajuan peradaban informasi, khususnya manajemen ilmiah dalam proses organisasi, disertai meningkatnya kompetensi dan profesionalisme SDM handal yang semakin meluas masuk, berasal dari mancanegara. Termasuk dari negara-negara berkembang yang seharusnya tidak lebih maju dari negara kita. Mereka semua mempunyai kapabilitas pada syarat equal work and equal responsibility with equal pay.

Kedua, keterpurukan nasib aparatur dan penyelenggara negara dengan segala

kelemahannya, akibat keteledoran kita sendiri, lupa dan melupakan jati dirinya sebagai birokrat profesional karier.

Bahkan bisa disebut, bangsa Indonesia betul-betul menghadapi dahsyatnya kemajuan organisasi dan SDM global yang sangat menguasai era transparansi, era globalisasi, era persaingan kerja dan perdagangan bebas, era informasi dan komunikasi yang berubah secara dinamis pada abad 21 dewasa ini. Namun secara kontradiktif, dalam kutub yang berlawanan, berkembang kelemahan (akibat keteledoran sendiri) organisasi dan aparatur negara dalam berbagai dimensi budaya


(22)

kerjanya, berbagai paradigma pemerintahannya, serta karakteristik governance-nya di era desentralisasi madaniah (civil society) Indonesia.

Tidak ada alasan untuk meneruskan keteledoran itu, aparatur negara sudah waktunya untuk memperteguh makna jati diri sebagai birokrat profesional karier. TAP MPR Nomor X Tahun 1998, telah mengamanatkan: Harus diadakan koreksi

terhadap wacana pembangunan sebagai dasar pijakan dan sasaran reformasi, dengan pemerintahan yang bersih sebagai pelayan masyarakat untuk mencapai kewibawaan dan legitimasi, dalam sistem kenegaraan yang demokratis. Tidak ada

kata terlambat, tidak ada “kamusnya” untuk gagal. Kita semua tidak boleh kehilangan momentum, harus melaksanakan secara maksimal.

Muncul beberapa asumsi bahwa rendahnya kinerja PNS disebabkan gaji yang kecil. Oleh karena itu, menarik untuk diteliti ketika sudah diberlakukan TPP bagi PNS khususnya di Pemprovsu. Jadi penelitian ini mencoba membahas lebih mendalam tentang bagaimana penerapan TPP terhadap peningkatan kinerja dan disiplin kerja pegawai. perlu kita pahami bahwa sebenarnya dalam kajian studi pembangunan pada dasarnya tidaklah hanya membahas tentang konsep-konsep pembangunan ekonomi, melainkan ada hal yang perlu dibahas yaitu tentang pembangunan kinerja dan disiplin kerja. Pembangunan kinerja yang baik akan berhubungan dengan motivasi kerja dan disiplin. Pembangunan kinerja yang baik akan berdampak positif terhadap pembangunan lembaga,pembangunan daerah atau bahkan pembangunan nasional.


(23)

Dengan demikian, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Penerapan Tambahan Penghasilan Pegawai DalamMeningkatkan Kinerja dan Disiplin Pegawai Pada Pegawai Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sumatera Utara.”

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan permasalahan dalam pertanyaan penelitian yakni: Bagaimana penerapan tambahan penghasilan pegawai dalam meningkatkan kinerja dan disiplin pegawai pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sumatera Utara?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas dapat ditetapkan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui penerapan tambahan penghasilan pegawai dan peranannya dalam meningkatkan kinerja pegawai Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sumatera Utara.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Memberikan sumbangan pemikiran bagi Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dalam upaya peningkatan etos dan displin kerja di Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

b. Sebagai suatu sarana pelatihan dan penerapan ilmu yang diperoleh dalam melakukan analisis dan pengambilan kesimpulan terhadap permasalahan penghasilan PNS.


(24)

d. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya, yang ingin mengkaji masalah yang sama di masa mendatang.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Seperti yang sudah diketahui bahwa pada umumnya tenaga kerja selalu berusaha dengan keras dalam melaksanakan aktivitas kerjanya. Tetapi usaha kerasnya tersebut akan diperoleh balas jasa yang memuaskan kepada tenaga kerja tersebut. Namun jika balas jasa yang diberikan tidak memuaskan maka para tenaga kerja tidak akan berusaha dengan keras dalam melaksanakan aktivitasnya.

Di setiap perusahaan, baik pada skala kecil, menengah dan besar imbalan balas jasa kepada karyawan selalu merupakan hal fundamental bagi karyawan perusahaan bersangkutan. Dan di jaman serba modern ini ilmu pengetahuan, teknologi, organisasi, transportasi terus berkembang ditambah lagi dengan pemikiran kritis terhadap keadilan sosial dalam hubungan antarmanusia maka isu kompensasi makin menjadi kompleks. Karena itu dalam pengendalian manajemen, harus diterapkan sistem imbalan yang fair atau sesuai untuk karyawan atas kerja kerasnya.

Dalam praktik, banyak sistem kompensasi yang tidak dihubungkan dengan prilaku manusia agar mengarah pada tujuan organisasi atau memberikan balas jasa yang bertentangan dengan pelilaku untuk pencapaian tujuan. Manajemen dan dewan komisaris harus merancang rancana kompensasi insentif bagi para tenaga kerja sehingga dapat menghindari kesalahan dalam pemberian insentif dan bonus.


(26)

Manajemen organisasi biasanya menghadapi masalah dalam memotivasi manusia yang bekerja dalam organisasi agar mereka mengarah pada pencapaian tujuan stakeholders atau keuntungan maksimal. Manajemen organisasi mau mencapai tujuan stakeholders, jika tujuan pribadinya juga tercapai. Salah satu tujuan manusia bekerja dalam organisasi adalah untuk memperoleh kompensasi atau balas jasa. Balas jasa adalah gaji dan tunjangan yang diberikan pada para karyawan, yaitu mencakup gaji pokok dan tunjangan langsung maupun tidak langsung misalnya bonus, bagian laba, pensiun, asuransi jiwa, kendaraan, perumahan, pengobatan, makanan-minuman. Balas jasa merupakan intensif untuk mencapai tujuan pribadi para karyawan. Jika dihubungkan masalah kompensasi ini dengan sistem pengendalian manajemen, kompensasi memberikan pengaruh besar dalam menjalankan suatu usaha atau organisasi. Karena setiap individu berpacu melaksanakan prestasi yang terbaik untuk organisasi demi mendapat pembalasan jasa yang setimpal. Oleh karena itu pengendalian manajemen secara berkesinambungan berhubungan dengan masalah kompensasi. Termasuk makin tinggi tingkat tanggung jawab, tugas dan pengawasan maka makin tinggi pula tingkat kompensasi yang didapat. Setiap individu termotivasi jika menerima laporan umpan balik mengenai kinerja, sehingga tujuan perusahaan atau organisasi tercapai dan mencapai keselarasan tujuan.


(27)

2.1 Konsep Dasar Tambahan Penghasilan

Kompensasi bagi manajemen terdiri dari gaji, bonus, dan fasilitas yang diberikan kepada manajemen sebagai imbalan terhadap waktu, tenaga, dan fikiran yang dicurahkannya kepada perusahaan. kompensasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu kompensasi resmi (kompensasi yang diberikan perusahaan) dan kompensasi tidak resmi (kompensasi yang diterima dari rekan kerja, misalnya pengakuan tentang prestasinya). Kompensasi yang diatur dapat diatur secara taktis dapat membantu timbulnya keselarasan tujuan antara manajemen dengan pemilik. Selain itu kompensasi yang menarik juga berperan dalam usaha merekrut tenaga yang berprestasi, karena tenaga yang berprestasi menginginkan kompensasi yang tinggi. Peranan kompensasi yang lain adalah untuk mempertahankan tenaga yang berprestasi.

Di samping gaji, manajemen diberi bonus karena beberapa alasan, pertama, bonus dapat meningkatkan kinerja manajemen. Kedua, bonus merupakan sarana untuk menjaga agar manajer yang baik tidak pindah ke perusahaan lain. Terakhir adalah manajemen dapat mengatur dan menentukan kompensasinya sendiri.

Fasilitas bagi manajemen dapat berupa rumah, mobil, kantor, makan siang, hotel, pesawat terbang, dan lain sebagainya. Fasilitas tersebut membuat hidup manajemen menjadi lebih nyaman dan kadang-kadang menajemen tidak harus membayar pajak penghasilan. Dilihat dari segi pajak, fasilitas mobil tersebut dipakai


(28)

dalam menjalankan kegiatan perusahaan. sudah tentu, undang-undang pajak tidak akan mengetahui bila mobil tersebut di gunakan untuk keperluan pribadi begitu juga dengan fasilitas lainnya dengan catatan perusahaan tidak keberatan dengan hal tersebut.

Dasar penetapan kompensasi. Hal yang melandasi dasar penetapan kompensasi bagi karyawan adalah isu-isu sebagai berikut : (Edy Sukarno, 2002:246).Jumlah kompensasi yang diperlukan untuk memelihara dan memperbaiki standar hidup pekerja

1. Tingkat kompensasi karyawan perusahaan dibandingkan kompensasi karyawan lain dengan derajat dan ketrampilan sama

2. Kapasitas perusahaan dalam memberikan kompensasi

2.1.1. Kompensasi Relatif

Dalam pengendalian manajemen harus di hayati bahwa, jika mobilitas karyawan bebas sepenuhnya, maka pembayaran upah relatif yang proposional dipicu oleh persaingan untuk mendapatkan pekerjaan. Bila karyawan tidak terdidik disuatu perusahaan menerima, katakanlah Rp.10.000,- perhari dan karyawan di perusahaan lain di wilayah industri yang sama memperoleh Rp.8.000,- perhari untuk pekerjaan dan kondisi pekerjaan serupa, maka pekerja dengan kompensasi yang lebih rendah akan pindah ke perusahaan yang memberikan kompensasi lebih tinggi, atau menuntut kenaikan kompensasi.


(29)

2.1.2 Katak Loncat (Leap Frogging)

Dalam kondisi pertumbuhan ekonomi yang tinggi, terjadi peluang kerja penuh, jika serikat pekerjanya kuat, upaya persamaan kompensasi dapat menciptakan proses yang dinamakan katak loncat. Implikasi katak loncat yakni kompensasi naik terus dan bisa jadi lajunya cukup tinggi. Andaikata kenaikan kompensasi ditutup oleh peningkatan produktivitas, laba, dan efesiensi biaya, maka tidak ada masalah bagi perusahaan. Namun, jika sebaliknya tidak tertutup, maka bisa berdampak kurang kondusif bagi perusahaan. Situasi ini akan memicu hubungan kompensasi “spiral harga” dan harga saling berkompetisi ke tingkat yang lebih tinggi.

2.1.3. Tingkat Upah – potong Differensial

Sistem ini terdiri dari dua tingkat upah potong. Yakni tingkat yang lebih tinggi dibayarkan kepada pekerja yang mencapai standar output tertentu, dan tingkat upah yang lebih rendah dibayarkan kepada pekerja yang tidak dapat mencapai standar tertentu. Misal standar keluaran 48 unit perhari dengan upah Rp150,- per unit dan tingkat Rp120,- per unit bagi yang tidak bisa mencapainya. Pekerja yang mampu membuat 48 unit akan menerima Rp.7.200,- sedang yang gagal menghasilkan, katakanlah hanya 34 unit akan menerima Rp.4.080,- konsisi demikian pasti akan memotivasi pekerja untuk menghindari upah yang lebih rendah.


(30)

2.1.4. Kompensasi Insentif

Sistem tingkat upah potong sederhana dapat digunakan pada karyawan perorangan maupun yang bekerja sama dalam suatu pekerjaan. Kompensasi yang dibayarkan kepada pekerja merupakan rasio langsung dengan pekerjaan yang dilakukan. Insentif dapat digolongkan menjadi dua yaitu :

1. Insentif positif, secara umum disebut balas jasa, yaitu hasil-hasil yang mengakibatkan peningakatan kepuasan pemenuhan kebutuhan individu karyawan

2. Insentif negatif, atau disebut hukuman yaitu hasil-hasil yang mengakibatkan penurunan kepuasan pemenuhan kebutuhan individu karyawan.

Bentuk insentif ada dua yaitu Insentif keuangan dan Insentif non keuangan. Cara pemberian insentif ada dua yaitu (Ru Supriyono, 2000:162) :

1. Insentif formal, yaitu insentif yang ditentukan berdasarkan tujuan, wewenang, tanggung jawab, standar, metode, dan frekuensi pengukuran kinerja tertentu secara formal

2. Insentif informal, adalah pengakuan kinerja oleh kelompoknya.

Kriteria yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan insentif formal adalah sebagai berikut:


(31)

1. ukuran-ukuran kinerja harus selaras dengan tujuan – tujuan stakeholders organisasi

2. para manajer harus dievaluasi kinerjanya berdasar variabel-variabel yang secara signifikan dapat dikendalikannya

3. ukuran-ukuran kinerja harus obyektif

4. ukuran – ukuran atau standar kinerja harus menantang namun memungkinkan untuk dicapai

5. insentif sebaiknya bersaing dengan yang ditawarkan oleh organisasi yang sebanding

6. sistem insentif hendaknya sederhana dan mudah diadministrasikan.

Sistem kompensasi memerlukan alat pengukur kinerja, alat pengukur kinerja yang baik mempunyai sifat (Ru Supriyono, 2000:163) :

1. keadilan 2. kesederhanaan 3. keterterimaan 4. ketercapaian

5. keefisienan, keefektifan dan keekonomisan

Permasalahannya kemudian adalah apa perbedaan gaji dengan TPP ? Gaji merupakan kompensasi secara langsung yang diberikan kepada karyawan atau pegawai sebagai balas jasa atas hasil kerja yang telah dilakukan. Demikian juga dengan upah, hanya bedanya gaji diberikan dalam jangka waktu relatif lebih lama dan


(32)

ikatan kerjanya lebih kuat, sedangkan upah adalah balas jasa yang dibayarkan kepada pekerja harian dengan berpedoman atas perjanjian yang disepakati membayarnya (Hasibuan, 2000).

Dalam penjelasan pasal 7 UU No 8 Tahun 1974 jo. UU No. 43 Tahun 1999, sistem penggajian digolongkan dalam tiga sistem yaitu sistem skala tunggal, sistem skala ganda, dan sistem skala gabungan. Dari ketiga sistem penggajian ini, untuk Pegawai Negeri Sipil di Indonesia menggunakan sistem skala gabungan. Sistem ini dirasakan lebih adil dibandingkan sistem skala tunggal dan sistem skala ganda. Agar pemberian gaji sesuai dengan apa yang menjadi tanggung jawab seorang pegawai khususnya Pegawai Negeri Sipil, maka pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1977, yang kemudian beberapa kali direvisi dan terakhir adalah Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 2009.

Dalam Peraturan Pemerintah tentang gaji Pegawai Negeri Sipil ini diatur tentang gaji pokok yang diterima Pegawai Negeri Sipil di samping tunjangan dan lain-lain. Pada Peraturan Pemerintah ini terdapat lampiran tentang:

1. Pangkat, golongan, dan ruang.

2. Daftar Gaji Pokok Pegawai Negeri Sipil.

Di samping itu diatur pula tentang kenaikan gaji yang terdiri dari kenaikan gaji berkala maupun kenaikan gaji istimewa tunjangan dan penerimaan lain yang diterima Pegawai. Dalam hal ini, TPP termasuk dalam bagian kompensasi insentif (tambahan). Tujuan utama pemberian kompensasi tambahan yang berbentuk tunjangan, insentif, lembur dan sebagainya adalah untuk membuat pegawai hidup


(33)

lebih sejahtera. Hal ini khususnya untuk Pegawai Negeri Sipil. Untuk organisasi non-pemerintahan seperti perusahaan, pemberian tambahan kompensasi ini adalah agar pegawai mengabdikan hidupnya pada organisasi dalam jangka panjang. Dengan pemberian kompensasi tambahan ini diharapkan pegawai termotivasi untuk meningkatkan produktivitasnya.

Dalam dunia Pegawai Negeri Sipil, dikenal beberapa jenis tunjangan yaitu antara lain 1) tunjangan keluarga yang diberikan kepada suami atau istri dan anak 2) tunjangan jabatan yang terdiri dari jabatan struktural dan jabatan fungsional, 3) tunjangan pangan dan 4) tunjangan lainnya. Di samping tunjangan, Pegawai Negeri Sipil juga bisa mendapatkan uang lembur dan insentif.

Selain itu ada beberapa tunjangan yang dimasukkan ke dalam gaji PNS yaitu al:

1. Tunjangan Biaya Hidup

Diberikan untuk membiayai kebutuhan pangan, perumahan, dan transportasi PNS dan tentunya berbeda untuk setiap daerah di Indonesia sehingga dihitung penyesuaiannya dengan tingkat biaya kebutuhan hidup di daerah dimaksud beban pembiayaan ditanggung APBD daerah masing-masing, yang disebut Tunjangan Khusus Daerah. (TKD)

2. Tunjangan Khusus (insentif)

Diberikan pada PNS yang mempunyai tugas khusus seperti misalnya memungut pajak diberikan upah pungut sebagai insentif yang besarnya


(34)

bervariasi yang diberikan bergantung dari indeks prestasi pegawai dalam indikasi pencapaian target/output yang telah ditetapkan lembaga/instansi/dinas, sebutlah seperti nilai ketuntasan, batas ketuntasan minimal, kriteria ketuntasan minimal PNS.

3. Tunjangan Hari Raya dan Gaji ke 13

Diberikan setahun sekali (biasanya dekat Hari Raya Idul Fitri) dengan besarnya disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah dan gaji ke 13 yang besarnya sama besaran gaji 1 (satu) bulan masing-masing PNS. Mungkin ini nantinya disebut Gaji Ke-14 selain Gaji ke-13 yang diberikan mendekati musim anak masuk sekolah (bulan juli-agustus).

4. Tunjangan Kompensasi

Diberikan “hanya” kepada PNS yang bekerja dengan penuh dedikasi di daerah terpencil maupun daerah bergolak/ konflik (seperti mungkin masih terjadi di Poso, Maluku, Maluku Utara, NAD, Papua), di lingkungan kerja yang tidak nyaman, berbahaya, berisiko tinggi (mungkin seperti di reaktor nuklir, stasiun Radiologi Sinar X, pembangkit tenaga listrik, penjaga mercu suar, penjaga stasiun radio pantai stasiun radio komunikasi & perhubungan antar pulau-pulau terluar-perbatasan-simpangan kereta api-penyeberangan lalu lintas padat (masinis-penjaga pelintasan KA-pemadam kebakaran), stasiun RADAR, riset Bawah Laut, Stasiun Angkasa Luar, surveyor, penyidik PNS) besarnya tunjangan disesuaikan dengan faktor ketidaknyamanan dan risiko yang (mungkin) dihadapi PNS tersebut.


(35)

5. Iuran Pemeliharaan Kesehatan PNS

Diberikan sesuai dengan jumlah minimal yang sama seperti jumlah yang dipotong dari gaji PNS tersebut.

6. Iuran dana pensiun dan Jaminan Hari Tua

Diberikan sesuai dengan jumlah minimal yang sama seperti yang dibayarkan oleh PNS melalui pemotongan gaji.

Hasil riset yang dilakukan Ru Supriyono (2000;163) terhadap insentif menunjukan bahwa :

1. para individu cenderung lebih termotivasi oleh insentif positif daripada insentif negatif sehingga sistem pengendalian manajemen sebaiknya berorientasi pada insentif positif

2. insentif pribadi sifatnya situasional. Intensif moneter merupakan salah satu alat untuk memuaskan kebutuhan tertentu, namun pada level kepuasan tertentu insentif non moneter lebih penting

3. jika manajemen puncak memandang sistem pengendalian manajemen, maka para manajer pengoperasian juga memandangnya penting. Jika manajemen puncak kurang memperhatikan sistem pengendalian manajemen, para manajer pengoperasian juga kurang memperhatikannya.

4. para individu sangat termotivasi jika menerima laporan umpan balik mengenai kinerjanya. Tanpa umpan balik, orang mungkin tidak merasakan telah


(36)

5. motivasi lemah jika seseorang berpendapat bahwa insentif terlalu mudah dicapai. Motivasi kuat jika tujuan memungkinkan dapat dicapai melalui usaha keras dan jika pencapaian tujuan tersebut sangat penting untuk memenuhi kebutuhan pribadinya.

6. Insentif sangat memotivasi jika para manajer berpartisipasi secara aktif beserta para atasannya dalam menyusun anggaran, standar, atau tujuan. Dengan partisipasi tersebut mungkin manajer berpendapat bahwa anggaran, standar, atau tujuan tersebut adil sehingga menimbulkan komitmennya.

Sistem kompensasi yang efektif mendorong para manajer untuk membuat keputusan-keputusan yang relevan dengan keselarasan tujuan para stakeholders (termasuk juga tujuan para manajer). Tujuan sistem kompensasi adalah keselarasan tujuan, tetapi tidak mungkin mencapai keselarasan tujuan tersebut secara sempurna. Dalam praktik yang dituju bukanlah keselarasan sempurna tetapi keselarasan relatif.

Agar sistem kompensasi efektif, harus memenuhi tujuh kriteria dibawah ini: 1. Mencukupi (memenuhi ketentuan minimum pemerintah, serikat kerja dna

peringkat manajemen)

2. Adil ( setiap orang diberi kompensasi selaras dengan jumlah usaha yang dicurahkan , kemampuan ,pelatihan, dan sebagainya


(37)

3. Imbang ( jumlah gaji, tunjangan, dan lainnyaimbang)

4. Efektif dari segi biaya (gaji harus sepadan dengan kemampuan perusahaan) 5. Memenuhi kebutuhan orang

6. Memotivasi orang untuk bekerja dengan efektif dan meningkatkan produktivitas

7. Dapat dimengerti oleh tenaga kerja.

Dalam penelitian ini kita akan lebih memfokuskan pada Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP).

2.2. Pengertian Kinerja

Untuk membangun suatu penelitian, kerangka teori sangat diperlukan terutama sebagai landasan untuk menjawab masalah atau pertanyaan penelitian. Bagi setiap organisasi, penilaian terhadap kinerja merupakan suatu hal yang penting untuk dapat mengetahui sejauh mana tujuan organisasi tersebut berhasil diwujudkan dalam jangka waktu atau periode tertentu. Secara umum kinerja adalah padanan kata dari “performance”. Menurut The Scribner-Bantam English Dictionary tahun 1979

performance berasal dari akar kata “ to perform” yang mempunyai arti melakukan,

menjalankan, melaksanakan, memenuhi atau menjalankan kewajiban sesuatu nazar, menyempurnakan tanggung jawab dan melakukan sesuatu yang diharapkan seseorang atau mesin. Dapat disimpulkan bahwa dari beberapa arti “to perform” adalah


(38)

melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakan sesuai dengan tanggung jawab atau hasil yang diharapkan, sedangkan arti kata performance merupakan kata benda dimana salah satunya adalah sesuatu hasil yang telah dikerjakan.

Performace atau kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau

sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan tanggung jawab masing-masing. Dalam rangka mencapai tujuan organisasi secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika (Prawiro Sentono, 1999:2). Dengan demikian kinerja merupakan kondisi yang harus diketahui dan diinformasikan kepada pihak-pihak tertentu untuk mengetahui sejauh mana tingkat pencapaian suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi. Secara umum kinerja merupakan prestasi yang dapat dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu dan merupakan efektifitas operasional organisasi.

Konsep kinerja menurut Rue dan Byars (1981) (dalam Keban, 1995 :1) dapat didefinisikan sebagai pencapai hasil atau the degree of accomplishment. Dengan kata lain, kinerja merupakan tingkat pencapaian tujuan organisasi. Dengan demikian bahwa kinerja merupakan suatu tingkatan sejauhmana proses kegiatan organisasi itu memberikan hasil atau mencapai tujuan.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat dijelaskan bahwa kinerja berhubungan dengan bagaimana melakukan suatu pekerjaan dan menyempurnakan hasil pekerjaan berdasarkan tanggungjawab namun tetap mentaati segala peraturan-peraturan, moral maupun etika. Dari beberapa pendapat pakar di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh suatu organisasi sesuai dengan wewenang


(39)

dan tanggung jawabnya atau sebagai gambaran mengenai tentang besar kecilnya hasil yang dicapai dari suatu kegiatan baik dilihat secara kualitas maupun kuantitas sesuai dengan visi, misi suatu organisasi yang bersangkutan.

2.3. Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP)

Sistem penggajian Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diberlakukan di Indonesia mengacu kepada sistem pemberian gaji dasar yang sangat rendah, serta tidak secara langsung menyesuaikan dinamika perubahan inflasi dan biaya hidup dari tahun ke tahun. Dengan tingkat inflasi Indonesia yang relatif tinggi, mata uang rupiah terus mengalami depresiasi terhadap mata uang jangkar (US $). Kondisi tersebut berdampak terhadap semakin lemahnya daya beli masyarakat, termasuk PNS. Dengan sistem penggajian sekarang ini, mayoritas PNS di Indonesia akan merasa sulit untuk mendukung pemenuhan kebutuhan primer sehari-hari setiap bulannya, walaupun dalam kategori hidup sederhana. Sistem penggajian ini diyakini merupakan salah satu penyebab timbulnya korupsi (corruption by need). Bentuk korupsi tersebut adalah dengan melakukan penyalahgunaan wewenang dengan memanfaatkan aturan hukum yang lemah untuk tujuan memenuhi kebutuhan hidup. Kenyataan bahwa gaji PNS tidak memadai menumbuhkan sikap permisif masyarakat terhadap perilaku korupstif PNS. Demikian pula, sikap toleransi PNS terhadap lingkungan kerja yang korup menjadi semakin meluas di seluruh Indonesia, seiring berkembangnya pola hidup masyarakat yang semakin konsumtif. Kondisi tersebut menjadikan Indonesia


(40)

merupakan salah satu Negara yang terkorup di dunia sehingga harus segera dicarikan solusinya.

Kebijakan pemberian honorarium kepada PNS yang selama ini dilakukan hanya terbatas kepada PNS yang terlibat pada kegiatan proyek, pada unit kerja teknis tertentu justru menimbukan ketimpangan dan berpotensi menyulut kecemburuan antar PNS. Kondisi tersebut mengakibatkan demotivasi kerja bagi sebagian besar PNS. Usaha telah dilakukan oleh beberapa pemerintah daerah misalnya Kabupaten Solok (pada tahun 2003), Pemerintah Provinsi Gorontalo (pada tahun 2004) dan Pemerintah Kota Pekanbaru (pada tahun 2006) dalam mencari solusi untuk mengatasi rendahnya pendapatan PNS. Cara yang diterapkan hampir sama yaitu dengan memberikan tambahan pendapatan secara merata kepada seluruh pegawai, namun yang berbeda adalah syarat pemberian tambahan pendapatan tersebut. Pemberian tambahan pendapatan tersebut dimaksud supaya tidak menimbulkan kecemburuan diantara PNS.

Berdasarkan peraturan baru yaitu Permendagri No. 13 tahun 2006, pasal 39 ayat (2) berbunyi: “Tambahan penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam rangka peningkatan kesejahteraan pegawai berdasarkan beban kerja atau tempat bertugas atau kondisi kerja atau kelangkaan profesi atau prestasi kerja”. Dengan ketentuan tersebut maka memungkinkan bagi pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota untuk memberikan tunjangan berupa tambahan penghasilan


(41)

bagi PNS daerah asalkan berdasarkan kepada beban kerja atau tempat bertugas atau kondisi kerja atau kelangkaan profesi atau prestasi kerja. Pendekatan untuk memberikan tambahan penghasilan terhadap PNS diatas sebagai salah satu solusi yang obyektif dalam mengatasi rendahnya pendapatan PNS. Harapan kebijakan Tambahan Penghasilan bagi PNS Daerah Dengan diberlakukannya kebijakan tambahan penghasilan bagi PNS daerah diharapkan berdampak kepada peningkatan kesejahteraan pegawai. Pemberian tambahan penghasilan tersebut bersifat rutin diterima pegawai per-bulan sehingga menumbuhkan keyakinan pegawai dalam menetapkan perencanaan kebutuhan hidupnya. Disisi lain pemberian tambahan penghasilan diarahkan agar seluruh PNS termasuk pegawai pada garis depan pelayanan agar dapat meningkatkan disiplin dan kinerjanya dan dapat memberikan kualitas layanan sesuai standar prosedur baku (SOP) yang ditetapkan. Pemerintah di daerah dapat memberlakukan sanksi yang tegas bagi pegawai yang menerima suap dalam memberikan layanan masyarakat. Di Provinsi Sumatera Utara, TPP itu diformalkan melalui Peraturan Gubernur Nomor 36 tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Aturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 11 Tahun 2010 tentang Tambahan Penghasilan Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2010.


(42)

2.4. Disiplin Kerja

2.4.1. Pengertian Disiplin

Disiplin adalah kegiatan manajemen untuk menjalankan standar organisasi. Secara etimologis kata “disiplin” berasal dari kata latin “disciplina” yang berarti latihan atau pendidikan kesopanan dan kerohanian serta pengembangan tabiat. (Moukijat 1984).

Pengertian disiplin dikemukakan juga oleh Nitisemito (1988). yang mengartikan disiplin sebagai suatu sikap, perilaku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan dari sebuah organisasi (perusahaan/lembaga/instansi) baik tertulis maupun tidak tertulis.

Perilaku Disiplin merupakan suatu yang tidak muncul dengan sendirinya, tetapi perlu dibentuk. Oleh karena, pembentukan perilaku disiplin kerja dapat dilakukan melalui dua cara yaitu bersifat preventive discipline dan corrective

discipline. Keith & Newstrom, (1995) menyatakan bahwa disiplin dapat

menimbulkan dampak yang kuat terhadap individu dalam organisasi dan tindakan manajemen untuk menegakkan standar organisasi.

Heidjrachman dan Husnan, (2002: 15) mengungkapkan “Disiplin adalah setiap perseorangan dan juga kelompok yang menjamin adanya kepatuhan terhadap perintah” dan berinisiatif untuk melakukan suatu tindakan yang diperlukan seandainya tidak ada perintah”. Menurut Davis (2002: 112) “Disiplin adalah tindakan manajemen untuk memberikan semangat kepada pelaksanaan standar organisasi, ini adalah pelatihan yang mengarah pada upaya membenarkan dan melibatkan


(43)

pengetahuan-pengetahuan sikap dan perilaku pegawai sehingga ada kemauan pada diri pegawai untuk menuju pada kerjasama dan prestasi yang lebih baik”. Disiplin itu sendiri diartikan sebagai kesediaan seseorang yang timbul dengan kesadaran sendiri untuk mengikuti peraturan-peratuan yang berlaku dalam organisasi. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil telah diatur secara jelas bahwa kewajiban yang harus ditaati oleh setiap pegawai negeri sipil merupakan bentuk disiplin yang ditanamkan kepada setiap pegawai negeri sipil. Menurut Handoko (2001: 208) disiplin adalah kegiatan manajemen untuk menjalankan standar-standar organisasional. Ada dua tipe kegiatan pendisiplinan yaitu preventif dan korektif. Dalam pelaksanaan disiplin, untuk memperoleh hasil seperti yang diharapkan, maka pemimpin dalam usahanya perlu menggunakan pedoman tertentu sebagai landasan pelaksanaan.

Poerwadarminto (1976) menjelaskan mengenai disiplin dalam Kamus Bahasa Indonesianya sebagai berikut:

a). Latihan batin dan watak dengan maksud supaya segala perbuatannya selalu tertib (ditempat kerja/komitmen).

b). Ketaatan pada suatu aturan dan tata tertib.

Disiplin merupakan sesuatu kekuatan yang berkembang dalam diri individu dalam melakukan pekerjaan yang mengakibatkan individu dapat menyesuaikan diri dengan sukarela terhadap peraturan, keputusan dan nilai-nilai yang tertinggi dari pekerjaan dan tingkah laku (Lateiner, 1985). Strausse dan Sayles (1990) menjelaskan


(44)

disiplin sering didefinisikan sebagai proses latihan individu agar individu dapat mengembangkan kontrol diri sehingga dapat menjadi lebih efektif dalam bekerja.

Hodgs (1990) menjelaskan bahwa disiplin menunjukkan pada sikap individu atau kelompok individu yang mempunyai niat untuk mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan. Bahwa disiplin mengandung tiga hal pokok yaitu:

a) Suatu sikap mental tertentu yang merupakan sikap taat dan tertib.

b) Suatu pengetahuan tentang sistem aturan-aturan perilaku, norma, kriteria, standar sedemikian rupa sehingga menimbulkan kesadaran pentingnya ketaatan ini untuk mencapai keberhasilan.

c) Suatu perilaku yang secara wajar menunjukkan kesanggupan hati untuk menaati segala yang diketahui secara cermat dan tertib.

Westra (1987) menjelaskan bahwa disiplin merupakan keadaan tertib dimana individu-individu yang bergabung didalam organisasi tunduk dan patuh pada peraturan yang telah ada dengan rasa senang hati.

Berdasarkan penjelasan para ahli di atas dapat disimpulkan disiplin adalah bentuk kesadaran yang dimiliki individu untuk selalau mentaati terhadap aturan yang telah ditetapkan.

2.4.2. Disiplin Kerja

Disiplin kerja merupakan sikap, tingkah laku yang mencerminkan ketaatan individu terhadap peraturan yang berlaku dalam melaksanakan tugas. Harapannya


(45)

untuk mewujudkan tujuan organisasi dan sebagai sarana untuk mempertahankan eksistensi organisasi (Lateiner, 1985).

Lateiner (1985) menjelaskan disiplin kerja sebagai suatu sikap, tingkah laku yang menunjukkan ketaatan individu pada peraturan yang berlaku dalam melakukan tugas sangat diharapkan dalam melaksanakan tugas untuk mewujudkan tujuan organisasi dan sekaligus menjadi sarana untuk mempertahankan eksistensi organisasi. Nitisemito (1992) menjelaskan disiplin kerja merupakan sikap individu yang sesuai dengan peraturan organisasi, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Disiplin kerja merupakan sikap menghormati, patuh, menghargai dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku baik tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankannya, tidak mengelak untuk menerima sanksi-sanksi apalagi melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya (Siswanto, 1989).

Disiplin kerja merupakan upaya yang dilakukan oleh individu atas prakarsa sendiri dalam melaksanakan tugas berwujud kontrol terhadap tingkah laku, yang berupa ketaatan terhadap keteraturan, baik yang ditetapkan sendiri maupun ditetapkan oleh pihak lain (Drever, 1986).

Disiplin kerja merupakan bentuk kesadaran yang dimiliki individu dalam melakukan pekerjaan dengan mengikuti, menaati peraturan yang telah ditetapkan dengan maksud untuk mencapai tujuan bersama. Disiplin kerja pada diri individu erat kaitannya dengan usaha mencapai tujuan individu dan organisasi (Wursanto, 1985). Lateiner dan Levine (1985) berpendapat bahwa disiplin kerja merupakan suatu kekuatan yang berkembang dalam tubuh individu sendiri, menyebabkan pekerjaan


(46)

dapat menyesuaikan diri dengan sukarela pada keputusan, peraturan-peraturan dan nilai-nilai yang tertinggi dari pekerjaan dan tingkah laku dengan harapan pekerjaan yang akan dilakukan seefektif dan seefisien mungkin.

Penjelasan para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja adalah kesadaran individu dalam bekerja untuk selalu mentaati peraturan yang telah ditetapkan organisasi.

2.4.3. Macam-macam Disiplin Kerja

Menurut Davis & Newstrom (1995) dapat dikemukakan beberapa macam disiplin kerja antara lain :

a. Disiplin preventif (preventive discipline)

Disiplin preventif dalah tindakan yang dilakukan untuk mendorong personil mentaati standar dan peraturan sehingga tidak terjadi pelanggaran. Tujuan pokoknya adalah mendorong personil untuk memiliki disiplin diri dengan cara ini para personil berusaha menegakkan disiplin diri sendiri ketimbang pimpinan memaksakannya dan kelompok yang memilki disiplin diri merupakan sumber kebanggan dalam setiap organisasi/satuan. Pimpinan bertanggung jawab untuk menciptakan iklim organisasi/satuan dalam rangka pendisiplinan preventif. Pendisiplinan preventif adalah suatu sistem yang saling berkaitan, jadi pimpinan perlu bekerjasama dengan semua bagian/satuan untuk mengembangkannya.


(47)

b. Disiplin korektif

Disiplin korektif (Corrective discipline) adalah tindakan yang dilakukan setelah terjadinya pelanggaran peraturan tindakan ini dimaksudkan untuk mencegah timbunya pelanggaran lebih lanjut sehingga tindakan di masa yang akan datang akan sesuai dengan standar. Tindakan korektif biasanya berupa hukuman tertentu dan disebut tindakan disipliner dan bertujuan memperbaiki perilaku pelanggar standar, mencegah personil lain melakukan tindakan yang serupa serta mempertahankan standar kelompok yang konsisten dan efektif. Tindakan sanksi korektif seyogyanya dilakukan secara bertahap, mulai dari yang paling ringan hingga yang paling berat. Menurut Davis & Newstrom (1995) ada empat pemberian sanksi korektif yaitu :

1. Peringatan lisan (oral warning); berupa teguran dari atasan secara lisan (face to face)

2. Peringatan tulisan (written warning); berupa teguran secara tertulis jika teguran secara lisan tidak diindahkan

3. Disiplin pemberhentian sementara (discipline lay off); dilakukan setelah adanya peringatan lisan dan tulisan diberikan beberapa kali tetapi tidak ada perubahan perilaku.

4. Pemecatan (discharge); langkah terakhir yang diambil jika personil tidak menunjukkan perilaku untuk berubah untuk menuruti peraturan disiplin yang telah ditetapkan


(48)

Disiplin merupakan suatu aturan atau norma yang disepakati dan harus ditaati dalam setiap organisasi demikian pula halnya dengan Pegawai BKD Provinsi Sumatera Utara dimana disiplin merupakan nafas dari organisasi itu sendiri diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga disiplin dapat menimbulkan dampak yang kuat terhadap individu dalam organisasi/satuan.

c. Disiplin Diri

Disiplin diri menurut Jasin (1989) merupakan disiplin yang dikembangkan atau dikontrol oleh diri sendiri. Hal ini merupakan manifestasi atau aktualisasi dari tanggungjawab pribadi, yang berarti mengakui dan menerima nilai-nilai yang ada di luar dirinya. Melalui disiplin diri, karyawan-karyawan merasa bertanggungjawab dan dapat mengatur diri sendiri untuk kepentingan organisasi.

d. Disiplin Kelompok

Kegiatan organisasi bukanlah kegiatan yang bersifat individual semata. Selain disiplin diri masih diperlukan disiplin kelompok. Hal ini didasarkan atas pandangan bahwa didalam kelompok kerja terdapat standar ukuran prestasi yang telah ditentukan. Disiplin kelompok akan tercapai jika disiplin diri telah tumbuh dalam diri karyawan. Artinya, kelompok akan menghasilkan pekerjaan yang optimal jika masing-masing anggota kelompok dapat memberikan andil yang sesuai dengan hak dan tanggungjawabnya.

Dari beberapa pendapat ahli dapat disimpulkan bahwa jenis disiplin kerja adalah Disiplin preventif (preventive dicipline), Disiplin korektif, Disiplin Diri, dan Disiplin Kelompok


(49)

2.4.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disiplin Kerja

Banyak faktor yang mempengaruhi tegak tidaknya suatu disiplin kerja dalam suatu perusahaan. Menurut Saydam (1996), faktor-faktor tersebut antara lain :

a. Besar kecilnya pemberian kompensasi

b. Ada tidaknya keteladanan pimpinan dalam perusahaan c. Ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangan d. Keberanian pimpinan dalam mengambil tindakan

e. Ada tidaknya pengawasan pimpinan

f. Ada tidaknya perhatian kepada para karyawan

g. Diciptakan kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin.

Menurut Lewin (1996) disiplin kerja merupakan suatu sikap dan perilaku, pembentukan perilaku adalah interaksi antara faktor kepribadian dan faktor lingkungan (situasional) yaitu :

a. Faktor Kepribadian

Faktor yang penting dalam kepribadian seseorang adalah sistem nilai yang dianut. Sistem nilai dalam hal ini yang berkaitan langsung dengan disiplin. Nilai-nilai yang menjunjung disiplin yang diajarkan atau ditanamkan orang tua, guru, dan masyarakat akan digunakan sebagai kerangka acuan bagi penerapan disiplin di tempat kerja. Sistem ini akan terlihat dari sikap seseorang, sikap diharapkan akan tercermin dalam perilaku.


(50)

b. Faktor Lingkungan

Disiplin kerja yang tinggi tidak muncul begitu saja tetapi merupakan suatu proses belajar yang terus-menerus. Proses pembelajaran agar dapat efektif maka pemimpin yang merupakan agen pengubah perlu memperhatikan prinsip-prinsip konsisten, adil bersikap, positif, dan terbuka.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disiplin Kerja adalah ; factor kepribadian dan factor lingkungan.

2.4.5. Hal-hal yang Menunjang Kedisiplinan

Menurut Nitisemito (1984) ada beberapa hal yang dapat menunjang keberhasilan dalam pendisiplinan karyawan yaitu :

a. Ancaman

Dalam rangka menegakkan kedisiplinan kadang kala perlu adanya ancaman yang diberikan tidak bertujuan untuk menghukum, tetapi lebih bertujuan untuk mendidik supaya bertingkah laku sesuai dengan yang kita harapkan.

b. Kesejahteraan

Untuk menegakkan kedisiplinan maka tidak cukup dengan ancaman saja, tetapi perlu kesejahteraan yang cukup yaitu besarnya upah yang mereka terima, sehingga minimal mereka dapat hidup secara layak.


(51)

c. Ketegasan

Jangan sampai suatu pelanggaran yang diketahui dibiarkan tanpa tindakan atau membiarkan pelanggaran tersebut berlarut-larut tanpa tindakan yang tegas.

d. Partisipasi

Dengan jalan memasukkan unsur partisipasi maka para karyawan akan merasa bahwa peraturan tentang ancaman hukuman adalah hasil persetujuan bersama.

e. Tujuan dan Kemampuan

Agar kedisiplinan dapat dilaksanakan dalam praktek, maka kedisiplinan hendaknya dapat menunjang tujuan perusahaan (organsiasi) serta sesuai dengan kemampuan dari karyawan.

f. Keteladanan Pimpinan

Mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam menegakkan kedisiplinan sehingga keteladanan pimpinan harus diperhatikan.

2.4.6. Cara Menegakkan Disiplin Kerja

Salah satu tugas yang paling sulit bagi seorang atasan adalah bagaimana menegakkan disiplin kerja secara tepat. Jika karyawan melanggar aturan tata tertib, seperti terlalu sering terlambat atau membolos kerja, berkelahi, tidak jujur atau bertingkahlaku lain yang dapat merusak kelancaran kerja suatu bagian, atasan harus


(52)

turun tangan. Kesalahan semacam itu harus dihukum dan atasan harus mengusahakan agar tingkahlaku seperti itu tidak terulang.

Menurut Nitisemito (1984), ada beberapa cara menegakkan disiplin kerja dalam suatu perusahaan :

a. Disiplin Harus Ditegakkan Seketika; Hukuman harus dijatuhkan sesegera mungkin setelah terjadi pelanggaran jangan sampai terlambat, karena jika terlambat akan kurang efektif.

b. Disiplin Harus Didahului Peringatan dini; Dengan peringatan dini dimaksudkan bahwa semua karyawan harus benar-benar tahu secara pasti tindakan-tindakan mana yang dibenarkan dan mana yang tidak.

c. Disiplin Harus Konsistan; Konsisten artinya seluruh karyawan yang melakukan pelanggaran akan diganjar hukuman yang sama. Jangan sampai terjadi pengecualian, mungkin karena alasan masa kerja telah lama, punya keterampilan yang tinggi atau karena mempunyai hubungan dengan atasan itu sendiri.

d. Disiplin Harus Impersonal; Seorang atasan sebaiknya jangan menegakkan disiplin dengan perasaan marah atau emosi. Jika ada perasaan semacam ini ada baiknya atasan menunggu beberapa menit agar rasa marah dan emosinya reda sebelum mendisiplin karyawan tersebut. Pada akhir pembicaraan sebaiknya diberikan suatu pengarahan yang positif guna memperkuat jalinan hubungan antara karyawan dan atasan.


(53)

e. Disiplin Harus Setimpal; Hukuman itu setimpal artinya bahwa hukuman itu layak dan sesuai dengan tindak pelanggaran yang dilakukan. Tidak terlalu ringan dan juga tidak terlalu berat. Jika hukuman terlalu ringan, hukuman itu akan dianggap sepele oleh pelaku pelanggaran dan jika terlalu berat mungkin akan menimbulkan kegelisahan dan menurunkan prestasi.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa cara menerapkan disiplin kerja adalah dengan (a) disiplin harus ditegakkan seketika, (b) disiplin harus didahului peringatan dini, (c). disiplin harus konsistan; (d). disiplin harus impersonal, dan (e). disiplin harus setimpal

2.4.7. Aspek-aspek Disiplin Kerja

Ada beberapa aspek yang mempunyai hubungan dalam mewujudkan disiplin kerja. Sagir ( 1982) menjelaskan bahwa disiplin kerja pada individu dalam organisasi di pengaruhi oleh beberapa hal antara lain lingkungan (environment), dalam arti fisik misalnya tempat kerja yang luas, bersih yang membuat betah bekerja dan iklim organisasi atau sasaran kerja yang berkaiatan hubungan antar manusia. Disiplin kerja merupakan keadaan mental yang cenderung selalau mentaati peraturan yang berhubungan erat antara moral atau motivasi yang tinggi.

Jika individu merasa senang dalam bekerja, maka secara umum memiliki disiplin kerja yang baik dan apabila terjadi sebaliknya, maka individu akan menyesuaikan diri dengan kebiasaan-kebiasaan tidak baik (Moekijat, 1989).


(54)

Berdasarkan penjelasan di atas bahwa individu akan mempunyai sikap disiplin dalam bekerja karena dipengaruhi oleh aspek yang berasal dari luar dirinya seperti lingkungan dan iklim organisasi maupun aspek yang berasal dari dalam dirinya seperti moral dan semangat bekerja.

Aspek dari dalam tersebut mempunyai peranan tidak kalah penting dalam mencapai keberhasilan suatu organisasi jika dibandingkan dengan aspek yang berasal dari luar dirinya. Disiplin kerja merupakan salah satu bentuk gejala psikis yang positif dimana setiap organisasi membutuhkannya agar dapat mendukung pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

Charles (1996) memberikan penjelasan yang berbeda, individu akan dapat memunculkan kecenderungannya yang baik yaitu disiplin dalam bekerja apabila didukung oleh beberapa aspek yang mempengaruhinya antara lain seperti memahami peraturan, ketaatan terhadap peraturan dan keinginan bekerja secara harmonis dalam mencapai tujuan bersama. Alferd (1995) menjelaskan mengenai beberapa aspek yang dapat mempengaruhi disiplin kerja pada individu dalam suatu organisasi yaitu:

a) memahami peraturan yang berlaku; b) semangat kerjanya baik;

c) menggunakan perlengkapan organisasi hati-hati; d) datang dan pulang tepat pada waktunya;

e) kualitas pekerjaan memuaskan.

Disiplin kerja individu yang berkaitan dengan kualitas pelaksanaan tugas dan tunggung jawab dipengaruhi oleh beberapa aspek seperti, nilai yang dikembangkan


(55)

dalam kehidupannya yang membiasakan disiplin diri segala hal, pemahamannya pada aturan dan kesediaannya melakukan sesuatu aktivitas (pekerjaan) sesuai dengan waktu yang ditentukan (Saad dan Sackett, 2002) Beberapa penjelasan para ahli di atas dapat diambil kesimpulan bahwa disiplin kerja pada individu terdiri atas beberapa aspek yaitu:

1) Aspek Pemahaman Terhadap Peraturan.

Individu menunjukkan disiplin kerjanya baik jika perilakunya menunjukkan usaha untuk memahami secara baik mengenai suatu peraturan.

2) Aspek Ketaatan Terhadap Peraturan.

Ketaatan individu terhadap aturan organisasi menggambarkan disiplin kerjanya cukup baik dan tidak memiliki catatan berbagai pelanggaran selama kerja.

3) Aspek Ketepatan Waktu Dalam Pelaksanaan Dan Penyelesaian Pekerjaan. Individu yang mempunyai disiplin kerja baik cenderung menghargai waktu sehingga dalam bekerja akan tepat waktu, mengetahui kapan memulai dan mengakhiri pekerjaan termasuk waktu istirahat.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek disiplin kerja adalah ; aspek pemahaman terhadap peraturan, aspek ketaatan terhadap peraturan, dan aspek ketepatan waktu dalam pelaksanaan dan penyelesaian pekerjaan.


(56)

2.5. Kerangka Berfikir

Pembatasan ruang lingkup penelitian lebih diarahkan terhadap permasalahan yang terkait dengan hakekat kerja bagi manusia. Penulisan ini bermaksud memberikan wacana secara mendetail, mengenai permasalahan yang terkait dengan hubungan antara TPP dengan kinerja dan displin kerja. Adapun kerangka berpikir penelitian ini seperti pada Gambar berikut ini :

KINERJA  Penilaian hasil kerja

 Pandangan kerja

 Kerja sebagai aktivitas

TAMBAHAN PENGHASILAN

DISPLIN KERJA  Waktu masuk Dinas

 Kepatuhan terhadap tata tertib

 Kepatuhan terhadap Atasan

 Pengembangan

 Kerja Butuh Ketekunan

Gambar 1. Hubungan TPP dengan Kinerja dan Disiplin Kerja

Gambar di atas menjadi kerangka berfikir dalam penelitian ini yang mencoba menjelaskan bahwa dengan diterapkannya TPP diharapkan akan membawa pengaruh positif terhadap peningkatan kinerja dan disiplin pegawai pada Badan Kepegawaian


(57)

Daerah Provinsi Sumatera Utara. Dalam hal disiplin kerja, kita akan melihat indikator seperti waktu masuk kerja, patuh terhadap tata tertib peraturan, patuh kepada atasan dan pengembangan diri. Selanjutnya terkait dengan kinerja, indikatornya adalah penilaian hasil kerja, pandangan kerja, kerja sebagai aktivitas dan kerja membutuhkan ketekunan, indikator-indikator itulah yang diteliti melalui teknik kuesioner dan juga ada wawancara dengan para pegawai BKD yang telah mendapat TPP sejak diberlakukannya aturan tersebut pada Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara.


(58)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Jenis studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan analisis secara kuantitatif dimana hasil penelitian terutama yang didapat dari hasil kuesioner diolah dengan data statistik berupa tabel tunggal dan persentase dari modus jawaban responden, kemudian dari hasil penelitian ini dianalisis dan dijelaskan tentang keterkaitan penerapan TPP dan peranannya dalam meningkatkan kinerja dan disiplin pegawai pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sumatera Utara ditambah dengan hasil wawancara dengan key informan.

3.2. Definisi Konsep

Konsep sebagai suatu istilah untuk mendeskripsikan secara abstrak tentang suatu kejadian, kelompok, atau individu yang menjadi perhatian dalam ilmu sosial. Adapun definisi konsep yang digunakan dalam penelitian adalah :

Disiplin Kerja merupakan kesadaran individu dalam bekerja untuk selalu mentaati peraturan yang telah ditetapkan organisasi.

Tambahan Penghasilan Pegawai diberikan dalam rangka peningkatan kesejahteraan pegawai berdasarkan beban kerja atau tempat bertugas atau kondisi kerja atau kelangkaan profesi atau prestasi kerja. Dengan ketentuan tersebut maka memungkinkan bagi pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota untuk memberikan tunjangan berupa tambahan penghasilan bagi PNS daerah asalkan berdasarkan kepada


(59)

beban kerja atau tempat bertugas atau kondisi kerja atau kelangkaan profesi atau prestasi kerja.

Kinerja karyawan adalah hasil kerja yang dicapai individu yang disesuaikan dengan peran atau tugasnya dalam periode tertentu, dihubungkan dengan suatu ukuran nilai atau standar tertentu dari perusahaan tempat individu bekerja. Komponen dari kinerja karyawan adalah : Kualitas kerja dan Kuantitas kerja. Kualitas kerja meliputi keterampilan, ketelitian/kecermatan, kerapian, kerjasama, tanggungjawab, prakarsa, dan absensi. Kuantitas kerja meliputi hasil yang diproses, jumlah waktu yang digunakan, dan jumlah kesalahan.

3.3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sumatera Utara dengan asumsi bahwa sesuai dengan tupoksinya bahwa instansi ini merupakan instansi yang memiliki kewenangan dalam melihat persoalan-persoalan yang berkaitan dengan pengembangan SDM aparatur pemerintah di daerah, termasuk di dalamnya melihat persoalan-persoalan yang berkaitan dengan kinerja dan disiplin pegawai sehingga paling tidak gambaran yang di dapat dari hasil penelitian pada BKD Provinsi Sumatera Utara bisa menjadi bagian dari representasi gambaran kinerja dan disiplin pegawai di jajaran Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara.


(60)

a. Populasi

Menurut Sugiono (dalam Riduwan, 2004) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek atau subyek yang menjadi kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Riduwan (2004) mengatakan bahwa populasi adalah keseluruhan dari karakteristik atau unit hasil pengukuran yang menjadi obyek penelitian.

Populasi adalah seluruh unit yang akan diteliti dan memiliki sedikitnya sifat yang sama (Neuman, 2000; Sugiarto dkk., 2003) sedangkan sampel adalah sebagian anggota dari populasi yang dipilih dengan menggunakan prosedur tertentu sehingga diharapkan dapat mewakili populasinya (Neuman, 2000; Sugiarto dkk., 2003). Dalampenelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh pegawai yang ada pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sumatera Utara.

b. Sampel

Sampel adalah sebahagian dari populasi yang dipandang dapat mewakili populasi untuk menjadikan sumber informasi atau sumber data suatu penelitian. Total pegawai Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Sumatera Utara berjumlah 128 orang.

Dalam menentukan jumlah sample untuk kuesioner penulis menggunakan rumus Taro Yamane, yaitu :

1 ) ( 2 

d N

N n


(61)

n = Jumlah Sampel N = Jumlah Populasi

d = Presisi 10% dengan tingkat kepercayaan 95%.

Populasi yang diambil merupakan pegawain BKD Provinsi Sumatera Utara berjumlah 128 orang. Oleh karena itu, sampel yang diambil adalah :

n = 128 128 (0,1)2 + 1 n = 128

2,28 n = 56

Sampel yang diambil adalah berjumlah 56 orang, dengan teknik pengambilan sampel dilakukan secara acak (random).

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini maka digunakan teknik sebagai berikut :

a. Wawancara (interview)

Wawancara ditujukan kepada key informan yang memahami kondisi yang berkaitan dengan PNS di tempat unit kerja jajaran Pemprovsu.


(62)

Membuat daftar pertanyaan (kusioner) dan menyebarkannya kepada responden yang telah ditetapkan berdasarkan jumlah sampel.

c. Studi Dokumentasi

Data berupa laporan maupun publikasi yang ada pada kantor Badan Kepegawaian Daerah Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara yang berhubungan dengan penelitian.

3.6. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dalam bentuk penyajian melalui Analisis Tabel Tunggal, yang menurut Singarimbun (2002: 263) bahwa Analisis Tabel Tunggal adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Jadi analisis tabel tunggal digunakan untuk membagi indikator-indikator variabel penelitian ke dalam jumlah frekuensi dan persentase dari hasil penelitian yang dilakukan di lapangan melalui penyebaran kuesioner.


(63)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara

Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara dipimpin oleh seorang Sekretaris Daerah yang membawahi 4 (empat) asisten yakni Asisten Pemerintahan, Asisten Perekonomian dan Pembangunan, Asisten Kesejahteraan Sosial dan yang terakhir Asisten Administrasi Umum dan Aset.

Masing – masing Asisten membawahi beberapa Biro yang merupakan unsur Staf berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Sekretaris Daerah melalui Asisten yang membawahinya.

Sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 7 Tahun 2008 bahwa Asisten Pemerintahan membawahi Biro Pemerintahan Umum, Biro Otonomi dan Kerjasama, Biro Hukum dan Biro Organisasi. Selanjutnya Asisten Perekonomian dan Pembangunan membawahi 2 biro yakni Biro Perekonomian dan Biro Administrasi Pembangunan. Kemudian Asisten Kesejahteraan Sosial membawahi 2 biro yakni Biro Bina Kemasyarakatan dan Sosial, dan Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana. Dan yang terakhir, Asisten Administrasi Umum dan Aset membawahi 3 biro yakni Biro Umum, Biro Keuangan, dan Biro Perlengkapan dan Pengelolaan Aset.


(1)

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dengan metode yang telah digunakan maka ada beberapa kesimpulan yang bisa diambil yaitu Pertama, penerapan TPP dapat meningkatkan kinerja pegawai BKD Provinsi Sumatera Utara sehingga pada tataran implementasinya Penerapan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) berpengaruh pada kinerja Pegawai.

Kedua, Pegawai BKD kini telah merasakan manfaat yang banyak dari adanya

TPP.

Ketiga, disiplin kerja juga terwujud dengan dibuktikan sebesar 100% responden

mengatakan dengan adanya TPP meningkatkan disiplin kerja pegawai.

Keempat, Kemampuan mengembangkan diri. Baik-buruknya pelayanan publik

yang diberikan oleh birokrasi sangat terkait dengan kemampuan dan kualitas dari birokrasi itu sendiri. Kemampuan birokrat pemerintahan selain dibentuk melalui pengembangan dan peningkatan pengetahuan dan keahlian individu juga sangat dipengaruhi oleh sistem organisasi tersebut seperti orientasi kerja, struktur organisasi, model kepemimpinan serta renumerasi yang diterima oleh aparatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 75% pegawai BKD mengatakan mampu untuk mengembangkan diri seperti melalui jalur formal atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi seperti S2.


(2)

Kelima,, faktor yang mempengaruhi kinerja PNS juga disebabkan oleh

kemampuan SDM yang ada. Hasil penelitian juga memperlihatkan bahwa di BKD Provinsi Sumatera Utara, SDM telah ditempatkan pada bidang dan keahliannya masing-masing. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk melakukan perubahan pelayanan dan sebagai wujud memberikan pelayanan terbaik pada stakeholder dan sekaligus mewujudkan good governance.

5.2 Saran

Dari penelitian yang telah dilakukan maka rekomendasikan yang bisa diberikan bagi kepentingan BKD Provinsi Sumatera Utara khususnya dan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara umumnya adalah:

Pertama, banyak harapan dari pegawai dimana TPP hendaknya bisa diberikan perbulan. Hal ini dilakukan mengingat kebutuhan hidup yang semakin besar.

Kedua, kualitas dan kompetensi aparat birokrasi (lack of competencies). Oleh

karena itu, peningkatan SDM pegawai perlu dilakukan dalam bentuk pelatihan yang lebih aplikatif dan tepat guna.

Ketiga, harus ada upaya bersama dari pemerintah dan PNS itu sendiri untuk

merubah image birokrasi yang penuh dengan kerumitan

Keempat, Profesionalisasi Birokrasi yang harus terus dilakukan. Di

kebanyakan negara-negara berkembang yang sudah mengalami transformasi ke negara maju, reformasi birokrasi merupakan langkah awal dan prioritas dalam pembangunan. Birokrasi menjadi sektor pembangunan (administrative Development)


(3)

sekaligus menjadi instrumen penting pembangunan (Development Administration). Reformasi birokrasi negara di negara-negara tersebut pada umumnya dilakukan melalui dua strategi yaitu; (1) merevitalisasi kedudukan, peran dan fungsi kelembagaan yang menjadi motor penggerak reformasi administrasi, dan (2) menata kembali sistem administrasi negara baik dalam hal struktur, proses, sumber daya manusia (PNS) serta relasi antara negara dan masyarakat. Strategi pertama dapat dilakukan melalui penguatan peran dan fungsi Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Lembaga Administrasi Negara sebagai motor reformasi administrasi. Sedangkan menyangkut penataan sistem birokrasi negara harus merupakan program yang terintegrasi dari hulu sampai hilir dalam bidang-bidang pembangunan administrasi. Strategi ini dapat dimulai dari proses rekrutmen pegawai, sistem promosi pegawai berdasarkan kinerja, perubahan paradigma dan spirit administrasi publik, sistem dan besarnya penggajian, perubahan struktur dan proses kerja, dan pengawasan disiplin pegawai negeri sipil. Demikian banyaknya hal yang perlu dilakukan dalam reformasi birokrasi, maka perlu dibuat rencana proritas. Menurut pandangan penulis, prioritas harus diberikan utamanya pada penataan kembali kebutuhan dan proses rekrutmen PNS, penataan sistem penggajian PNS, pengawasan dan penegakkan hukum terhadap kekayaan negara pegawai negeri sipil, pengawasan dan penegakkan hukum penerimaan hadiah oleh PNS, restrukturisasi pemerintah pusat, deregulasi dan simplikasi prosedur administrasi, serta penguatan peran masyarakat dalam kontrol pelaksanaan pemerintahan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Alford, Juechter, 1998, Five Condition For High Performance Culture, Journal Of Training and Development

Anoraga, P. 1992. Psikologi Kerja. Jakarta : PT. Rineka Cipta

As’ad, M. 1995. Psikologi Industri, Edisi Sumber Daya Manusia, Yogyakarta : Liberti.

Etzioni, Amitai. 1982. Organisasi-Organisasi Modern, Terjemahan Suryatim, Jakarta : UI Press

Gaspersz, V., 1994, Manajemen Kualitas, Gramedia, Jakarta..

Gibson, dkk. 1992. Organisasi, Perilaku,Struktur dan Proses, Jakarta :Erlangga. Gibson, James L., Invancevich, John M., dan Donnelly, Jame H. Jr., 1996.

Organisasi,

Hadi, S. 1987. Metodologi Research I, Untuk Penelitian Paper, Skripsi, Thesis dan Sertasi, Yogyakarta : Yayasan Penerbit Fakultas Fsikologi Universitas Gajah Mada.

Haditono, S. R., Morks, F.S., dan Knoers, A.M.P., 1991,. Psikologi Perkembangan Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya, Gajah Mada University Press.

Hasibuan, 1997, Organisasi dan Motivasi, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta. Heidarachman, dkk, 1993. Manajemen Personalia, Yogyakarta, BPFE.

Haditono, S. R./Monks, F. J./Knoers, A. M. P. 1999. Psikologi Perkembangan Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Heidjrachman dan Husnan, Suad, 2002, Manajemen Personalia. BPFE-Yogyakarta. Hurlock, E. B. 1992. Psikologi Perkembangan. Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang

Kehidupan. Cetakan Kelima. Jakarta : Erlangga


(5)

Moekijat, 1991, Latihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusi, Mandar Maju, Bandung

Suyadi, Prawiro Sentono, 1999, Manajemen Sumber Daya Manusia Kebijakan

Kinerja Karyawan, Ed.1 Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.

Suyadi, Prawirosentono 1999, Kebijakan Kinerja Karyawan – Kiat Membangun

Organisasi Kompetitif Menjelang Perdagangan Bebas Dunia, BPFE,

Yogyakarta.

Singarimbun, 1995, Metode Penelitian Survey, PT. Pustaka LP3ES Indonesia.

Soeling, D. 2002. Antara Kompetensi dan Komitmen Mana Lebih Utama?, Jurnal Administrasi Negara Terapan Vol. II: November 2002

Siagian, 2004, Teori motivasi dan aplikasinya, PT. Rineke Cipta

Sedarmayanti, 2003, Good Governance : Dalam Rangka Otonomi daerah Upaya

Membangun Organisasi Efektif dan Efesien Melalui REkstrurisasi dan Pemberdayaan, Ed, Bandung : Mandar Maju.

Simamora, Henry, 1997, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Kedua, Penerbit STIE YKPN, Yogyakarta.

Singgih Santoso, 2001, SPSS Versi 10 Mengolah Data Statistik Secara Profesional, PT. Alex Media Komputindo, Jakarta

Robbins, SP, 1996, Perlaku Organisasi : Konsep Kontroversi, Aplikasi, ED Indonesia, PT. Prenhallindo, Jakarta.

Thoha, Miftah, 1998, Deregulasi dan Debirokratisasi dalam Upaya Peningkatan

Mutu Pelayanan Masyarakat : dalam Pembangunan Administrasi di Indonesia, LP3ES, Jakarta.

Timpe, 2004, Seri Manajemen Sumber Daya Manusia “Kinerja”

Triguno, 2004, Budaya Kerja : Menciptakan Lingkungan Yang kondusif Untuk

Meningkatkan Produktifitas Kerja, Ed. PT. Golden Trayon Press ,Jakarta.

Wahjosumidjo, 1987, Kepemimpinan dan Motivasi, Ghalia Indonesia, Jakarta.

West, M.A. 2000, Mengembangkan Kreatifitas Dalam Organisasi, Ed.1 Yogyakrta, Kanisius.


(6)

Sumber Lain:

Peraturan Gubernur Nomor 36 tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Aturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 11 Tahun 2010 tentang Tambahan Penghasilan Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2010