5.2.1.2. Jenis Kelamin
Proporsi jenis kelamin yang tertinggi pada anak penderita autis adalah anak dengan jenis kelamin laki-laki yaitu 75,9. Sedangkan proporsi terendah
pada anak penderita autis adalah anak dengan jenis kelamin perempuan yaitu 24,1 tabel 5.1..
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Williams 2008 bahwa proporsi anak penderita autis berdasarkan jenis kelamin yang
terbanyak adalah laki-laki yaitu sebanyak 87,2.
5.2.1.3. Suku Bangsa
Proporsi suku bangsa yang tertinggi pada anak penderita autis berdasarkan suku bangsa adalah suku batak yaitu 55,2. Sedangkan proporsi terendah
adalah suku lainnya dalam hal ini adalah suku gayo sebanyak 3,4 tabel 5.1..
Belum ada penelitian yang menunjukkan pengaruh suku bangsa terhadap kejadian autis. Di Indonesia sendiri didapat hasil yang sangat beragam
tergantung lokasi penelitian.
5.2.1.4. Agama
Proporsi agama yang tertinggi pada anak penderita autis berdasarkan agama adalah agama Islam yaitu 55. Sedangkan proporsi terendah adalah agama
Budha sebesar 10 tabel 5.1.. Tidak pernah ada penelitian yang menyangkutkan agama terhadap kejadian
autis. Hasilnya pun pasti sangat beragam sesuai tempat dan lokasi penelitian.
5.2.2. Anak Penderita Autis Berdasarkan Latar Belakang Orang Tua
Hal-hal yang diamati berdasarkan latar bekalang orang tua yaitu pekerjaan dan pendidikan akhir orang tua. Proporsi yang tertinggi pada pekerjaan orang
tua dari anak penderita autis adalah wiraswasta yaitu 41. Sedangkan proporsi terendah adalah PNSPOLRIABRI sebesar 10 tabel 5.2..
Terlihat bahwa kebanyak anak penderita autis kebanyakan berasan dari kalangan ekonomi yang mapan. Memang belum ada penelitian yang khusus
membahas tentang ini. Hasil ini juga dapat dipengaruhi oleh lokasi penelitian yang merupakan tempat terapi autis terpadu. Dengan biaya yang cukup tinggi,
tentunya hanya anak dari keluarga dengan ekonomi yang mapan yang mampu mengikuti terapi ini.
Proporsi yang tertinggi pada pendidikan orang tua dari anak penderita autis adalah Sarjana yaitu 72 tabel 5.2.. Terlihat bahwa kebanyakan anak-anak
autis lahir dari orang tua dengan tingkat pendidikan yang baik.
5.2.3. Anak Penderita Autis Berdasarkan Ada Tidaknya Gangguan Interaksi Sosial
Dalam gangguan interaksi sosial, hal-hal yang diamati adalah kontak mata saat diajak bicara, ekspresi wajah dan tubuh yang sesuai, barmain dengan
anak seusianya, dan berempati dan mengekspresikan emosi yang sesuai. Tabel 5.3. menunjukkan bahwa anak yang melakukan kontak mata saat diajak
bicara sebanyak 69, anak yang menunjukkan ekspresi wajah dan tubuh yang sesuai sebanyak 55,2, anak yang bermain dengan anak seusianya
sebanyak 44,8 dan anak yang berempati dan mengekspresikan emosi yang sesuai sebanyak 34,5.
Terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil yang didapat oleh penelitian sebelumnya. Hasil penelitian yang didapat oleh Volkmar 1995
menyebutkan dari 100 anak penderita autis yang diamati, hanya 2 saja yang melakukan kontak mata saat diajak bicara. Bahkan ada 50 anak yang sama
sekali tidak melakukan kontak mata sepanjang pembicaraan. Perbedaan ini
mungkin dikarenakan, anak autis yang dijadikan sampel penelitian telah melakukan terapi yang intensif.
Sama dengan hasil penelitian ini, selain kontak mata, penelitian yang dilakukan oleh Salomon 2008 juga menunjukkan bahwa anak autis
memiliki interaksi sosial yang buruk. Hal-hal yang diamati mencakup bermain dengan teman sebaya, menggunakan bahasa non-verbal, kemampuan
bekerja sama dengan teman sebaya, berempati dan berbagi dengan sekitar menunjukkan adanya regresi yang signifikan jika dibandingkan dengan
kelompok pembanding yang merupakan anak non-autis.
5.2.4. Anak Penderita Autis Berdasarkan Ada Tidaknya Gangguan Berkomunikasi