Karakteristik Anak Autis Di Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) Medan

(1)

KARAKTERISTIK ANAK AUTIS

DI YAYASAN ANANDA KARSA MANDIRI (YAKARI) MEDAN

Oleh:

DINDA SARTIKA F J 060100188

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009


(2)

KARAKTERISTIK ANAK AUTIS

DI YAYASAN ANANDA KARSA MANDIRI (YAKARI) MEDAN

Karya Tulis Ilmiah

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Kelulusan

Sarjana Kedokteran

Oleh:

DINDA SARTIKA F J NIM: 060100188

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Karakteristik Anak Autis di Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) Medan

Nama : Dinda Sartika F. J NIM : 060100188

Pembimbing Penguji

(dr. Zairul Arifin, Sp.A, DAFK) (dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes)

Medan, 1 Desember 2009 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH) NIP. 19540220 198011 1 001


(4)

ABSTRAK

Autis merupakan gangguan perkembangan pervasif yang ditandai dengan ketidakmampuan penderita dalam berkomunikasi dan menjalin hubungan secara emosional dengan orang lain sehingga muncul gangguan dalam interaksi sosial, komunikasi, pola kesukaan dan sikap yang tidak normal. Selain tidak mampu bersosialisasi, anak autis juga tidak dapat mengendalikan emosinya. Ciri penderita autis sangat bervariasi, oleh karena itu penting untuk diketahui gambaran karakteristik autis sebenarnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik anak-anak penderita autis di Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) Medan.

Desain penelitian ini adalah penelitian survey deskriptif. Subjek penelitian berjumlah 29 orang yang didiagnosa dokter sebagai anak penderita autis yang menjalani terapi di Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) Medan. Data penelitian didapat dengan melakukan observasi langsung yang didampingi terapis dari yayasan tersebut. Selanjutnya data dianalisa dengan menggunakan program SPSS 17.

Dari penelitian ini diperoleh disribusi karakteristik dengan perincian: gangguan interaksi sosial yang paling banyak muncul yaitu ketidakmampuan anak untuk berempati dan mengekspresikan emosi sebanyak 19 anak (65,5%); gangguan berkomunikasi yang paling banyak muncul yaitu ketidakmampuan anak berbicara sesuai dengan tahap perkembangannya sebanyak 25 anak (86,2%); gangguan tingkah laku yang paling banyak muncul yaitu ketidakmampuan anak menggunakan mainan sesuai dengan fungsinya sebanyak 13 anak (44,8%).

Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa kebanyakan anak mengalami gangguan berkomunikasi.

Kata kunci: anak autis, gangguan interaksi sosial, gangguan berkomunikasi, gangguan tingkah laku.


(5)

ABSTRACT

Autism is a form of pervasive development disorder marked with the disability of the patient in communicating and interacting emotionally with another person, which lead to a disability in social interactions, communications, preferences, and abnormal behavior. Besides the social disability, autistic child also has an uncontrolled emotion. Autism has various features, so it is crucial to know the actual characteristic of the child with autism. The objective of this study is to know the characteristics of the child with autism in Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) Medan.

The study used decriptive survey design. The subjects were 29 children diagnosed with autism by the clinical practitioner who were undergoing therapy in Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) Medan. The data will be collected by direct observation with the therapist guidance. The collected datas will firther analyzed using SPSS 17 program.

The study showed distribution of the autism characteristic as described: the dominant disorders in social interaction are inability to show emphaty and express emotion in 19 children (65,5%); the dominant disorder in communication is inability to speak according to their developmental step in 25 children (86,2%); the dominant disorder in behavior is inability to use toys according to their function in 13 children (44,8%).

From the study, we can conclude that most children have communication disorder.

Keywords: autistic child, social interaction disorder, communication disorder, behavioral disorder


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmad dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Karya tulis ilmiah ini berjudul “Karakteristik Anak Autis di Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) Medan”. Dalam penyelesaian penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak dr. Zairul Arifin, Sp.A, DAFK selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberi arahan dan masukan kepada penulis sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.

3. Bapak dr. Wisman Dalimunthe, Sp.A selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah membimbing penulis dalam mengikuti perkuliahan di Fakultas Kedokteran USU.

4. Bapak/Ibu dosen Ilmu Kedokteran Komunitas (IKK) FK USU yang telah memberikan panduan, tanggapan dan saran kepada penulis sehingga proposal penelitian ini dapat terselesaikan.

5. Bapak Fahri Wandika selaku Pelaksana Harian di Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) Medan yang telah memberikan izin dan banyak bantuan kepada penulis dalam melakukan proses pengumpulan data di lokasi penelitian.

6. Terima kasih yang tiada tara penulis persembahkan kepada Ibunda dan Ayahanda tercinta, Hj. Rismawati Tanjung dan H. Anwar Jambak yang telah membesarkan dengan penuh kasih sayang dan tiada bosan-bosannya


(7)

mendoakan serta memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan.

7. Kakak dan abang-abang tersayang, Devi Prita Dina, S.T, Dodi Ichwan, S.Sos dan Rahmad Saleh, S.STP, M.Si yang selalu memotivasi penulis dalam menyelesaikan pendidikan.

8. Seluruh sahabat-sahabat penulis atas kebersamaan yang tanpa disadari telah memberikan dukungan moril kepada penulis.

Untuk seluruh bantuan baik moril maupun materiil yang diberikan kepada penulis selama ini, penulis ucapkan terima kasih dan semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan imbalan pahala yang sebasar-besarnya.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Semoga karya tulis ilmiah ini dapat berguna bagi kita semua.

Medan, November 2009


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Persetujuan ………. i

Abstrak ... ii

Abctract ... iii

Kata Pengantar ………... iv

Daftar Isi ……….. vi

Daftar Tabel ……… viii

Daftar Lampiran ... ix

BAB 1 PENDAHULUAN ………. 1

1.1. Latar Belakang ………... 1

1.2. Rumusan Masalah ………. 2

1.3. Tujuan Penelitian ………... 2

1.4. Manfaat Penelitian ………. 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ………... 4

2.1. Autis ………... 4

2.1.1 Defenisi ……….. 4

2.1.2 Etiologi ……….. 4

2.1.3 Manifestasi Klinik ………. 8

2.1.4 Penentuan Diagnosa ……….. 10

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL ... 12

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ………. 12

3.2. Defenisi Operasional ………. 12

BAB 4 METODE PENELITIAN ……… 15

4.1. Rancangan Penelitian ………. 15

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ………. 15

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ………. 15

4.4. Metode Pengumpulan Data ……….... 15

4.5. Metode Analisis Data ……… 16

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 17

5.1. Hasil Penelitian ... 17

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 17

5.1.2. Distribusi Proporsi Anak Penderita Autis berdasarkan Sosiodemografi ... 17

5.1.2. Distribusi Proporsi Anak Penderita Autis berdasarkan Latar Belakang Orang Tua ... 19

5.1.3. Distribusi Proporsi Anak Penderita Autis berdasarkan Ada Tidaknya Gangguan Interaksi Sosial ... 19 5.1.4. Distribusi Proporsi Anak Penderita Autis berdasarkan


(9)

Ada Tidaknya Gangguan Berkomunikasi ... 20

5.1.5. Distribusi Proporsi Anak Penderita Autis berdasarkan Ada Tidaknya Gangguan Tingkah Laku ... 21

5.1.6. Distribusi Proporsi Umur berdasarkan Ada Tidaknya Gangguan Interaksi Sosial ... 22

5.1.7. Distribusi Proporsi Umur berdasarkan Ada Tidaknya Gangguan Berkomunikasi ... 24

5.1.8. Distribusi Proporsi Umur berdasarkan Ada Tidaknya Gangguan Tingkah Laku ... 25

5.2. Pembahasan ... 27

5.2.1. Anak Penderita Autis Berdasarkan Sosiodemografi ... 27

5.2.1.1. Umur ... 27

5.2.1.2. Jenis Kelamin ... 28

5.2.1.3. Suku Bangsa ... 28

5.2.1.4. Agama ... 28

5.2.2. Anak Penderita Autis Berdasarkan Latar Belakang Orang Tua... 28

5.2.3. Anak Penderita Autis BerdasarkanAda Tidaknya Gangguan Interaksi Sosial... 29

5.2.4. Anak Penderita Autis BerdasarkanAda Tidaknya Gangguan Berkomunikasi... 30

5.2.5. Anak Penderita Autis BerdasarkanAda Tidaknya Gangguan Tingkah Laku ... 31

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 34

6.1. Kesimpulan ... 34

6.2. Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA ……… 36


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Kriteria Diagnostik DSM IV-TR untuk gangguan austik .……….. 10 5.1. Distribusi Proporsi Anak Penderita Autis Berdasarkan

Sosiodemografi ... 18 5.2. Distribusi Proporsi Anak Penderita Autis Berdasarkan Latar

Belakang Orang Tua ... 19 5.3. Distribusi Proporsi Anak Penderita Autis Berdasarkan Ada

Tidaknya Gangguan Interaksi Sosial ... 20 5.4. Distribusi Proporsi Anak Penderita Autis Berdasarkan Ada

Tidaknya Gangguan Berkomunikasi ... 21 5.5. Distribusi Proporsi Anak Penderita Autis Berdasarkan Ada

Tidaknya Gangguan Tingkah Laku ... 21

5.6. Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Ada Tidaknya

Gangguan Interkasi Sosial ... 23 5.7. Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Ada Tidaknya

Gangguan Berkomunikasi ... 24 5.8. Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Ada Tidaknya


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Daftar riwayat hidup Kuesioner

Surat Izin Penelitian

Surat Tanda Telah Melakukan Penelitian Data Induk


(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Autis merupakan gangguan perkembangan pervasif yang paling sering terjadi, ditandai dengan ketidakmampuan penderita dalam berkomunikasi dan menjalin hubungan secara emosional dengan orang lain (Halgin, 1997). Autis diklasifikasikan sebagai ketidaknormalan perkembangan neuro yang menyebabkan interaksi sosial, kemampuan komunikasi, pola kesukaan, dan pola sikap yang tidak normal sebagai karakteristik mereka. Selain tidak mampu bersosialisasi, anak-anak penyandang autis juga tidak dapat mengendalikan emosinya (Veskarisyanti, 2008).

Jumlah anak yang terkena autis semakin meningkat pesat di berbagai belahan dunia. Di Kanada dan Jepang pertambahan ini mencapai 40 persen sejak 1980. Di California sendiri pada tahun 2002 disimpulkan terdapat 9 kasus autis per harinya. Di Amerika Serikat disebutkan autis terjadi pada 60.000 - 15.000 anak dibawah 15 tahun. Kepustakaan lain menyebutkan prevalensi autis 10-20 kasus dalam 10.000 orang, bahkan ada yang mengatakan 1 diantara 1000 anak. Di Inggris pada awal tahun 2002 bahkan dilaporkan angka kejadian autis meningkat sangat pesat, dicurigai 1 diantara 10 anak menderita autis. Di Indonesia yang berpenduduk 200 juta, hingga saat ini belum diketahui berapa persisnya jumlah penyandang autis namun diperkirakan jumlah anak autis dapat mencapai 150 –200 ribu orang. Perbandingan antara laki dan perempuan adalah 2,6-4 : 1, namun anak perempuan yang terkena akan menunjukkan gejala yang lebih berat (Judarwanto, 2008).

Penyebab autis belum diketahui secara pasti. Beberapa ahli menyebutkan autis disebabkan karena multifaktorial. Beberapa peneliti mengungkapkan terdapat gangguan biokimia, ahli lain berpendapat bahwa autis disebabkan


(14)

oleh gangguan psikiatri/jiwa. Ahli lainnya berpendapat bahwa autis disebabkan oleh karena kombinasi makanan yang salah atau lingkungan yang terkontaminasi zat-zat beracun yang mengakibatkan kerusakan pada usus besar yang mengakibatkan masalah dalam tingkah laku dan fisik anak-anak penyandang autis (Judarwanto, 2008).

Yang menarik, autis dapat terjadi pada semua kelompok masyarakat yakni mereka yang memiliki orang tua dengan latar belakang sosial, ekonomi, budaya, pendidikan yang sangat beragam. Ini membuat para pakar semakin menaruh perhatian terhadap kelainan autis pada anak sehingga penelitian tentang autis semakin pesat dan berkembang (Judarwanto, 2006).

Pusat terapi untuk menangani gangguan autis di Kota Medan sudah cukup banyak. Alasan peneliti mengambil Yayasan Ananda Karsa Mandiri adalah karena perizinan untuk penelitian hanya diberikan oleh pusat terapi ini.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana gambaran karakteristik anak-anak penderita autis di Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) Medan.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik anak-anak penderita autis di Yayasan Ananda Karsa Mandir (YAKARI) Medan.

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. untuk mengetahui distribusi proporsi anak-anak penderita autis berdasarkan sosiodemografi (umur, jenis kelamin, suku bangsa, agama).


(15)

2. untuk mengetahui distribusi proporsi anak-anak penderita autis berdasarkan latar belakang orang tua (pekerjaan, pendidikan). 3. untuk mengetahui distribusi proporsi anak-anak penderita autis

berdasarkan ada tidaknya gangguan dalam interaksi sosial.

4. untuk mengetahui distribusi proporsi anak-anak penderita autis berdasarkan ada tidaknya gangguan berkomunikasi.

5. untuk mengetauhi distribusi proporsi anak-anak penderita autis berdasarkan ada tidaknya gangguan tingkah laku.

6. untuk mengetahui perbedaan proporsi umur berdasarkan ada tidaknya gangguan dalam interaksi sosial.

7. untuk mengetahui perbedaan proporsi umur berdasarkan ada tidaknya gangguan berkomunikasi.

8. untuk mengetahui perbedaan proporsi umur berdasarkan ada tidaknya gangguan tingkah laku.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:

1. sebagai sarana informatif yang menggambarkan berbagai karakteristik anak-anak penderita autis sehingga meningkatkan wawasan baik peneliti maupun pembaca tentang anak-anak autis tersebut.

2. sebagai informasi bagi Dinas Kesehatan dalam memberikan penanganan bagi anak autis sesuai dengan karakteristiknya dan bahan masukan bagi Departemen Pendidikan Nasional dalam membuat sistem pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak autis.

3. sebagai wadah pengaplikasian ilmu dalam pengembangan penelitian dan diharapkan dapat menambah perbendaharaan pustaka dalam bidang epidemiologi penyakit autis bagi peneliti lain


(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Autis

2.1.1. Definisi

Autis merupakan salah satu kelompok dari gangguan pada anak yang ditandai munculnya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, komunikasi, ketertarikan pada interaksi sosial, dan perilakunya (Veskarisyanti, 2008). Schreibman (1988) dalam McLaughlin (2002) juga menjelaskan bahwa autis disebut juga ”the ultimate learning disability”

karena mereka mempunyai kesulitan besar dalam pemahaman bahasa dan interaksi sosial.

Istilah autis berasal dari kata “auto” yang berarti berdiri sendiri. Istilah ini diperkenalkan oleh Leo Kanner, seorang psikiater dari Harvard pada tahun 1943 karena melihat anak autis memiliki perilaku aneh, terlihat acuh dengan lingkungan dan cenderung menyendiri seakan-akan hidup dalam dunia yang berbeda (Davidson, 2006).

2.1.2. Etiologi

Beragam etiologi telah dipaparkan para peneliti. Tapi penyebab pasti autis belum sepenuhnya jelas. Adapun beberapa teori yaitu:

a. Teori Psikoanalitik

Walaupun teori modern dari autis diduduki oleh faktor biologis yang diduga mempunyai pengaruh kuat sebagai penyebab kelainan, teori psikoanalitik lebih dahulu dikenal (Herbert, 2002).

Teori yang paling dikenal adalah teori yang dikemukakan oleh Bruto Bettelheim (1967), yang sangat banyak menangani anak-anak autis. Asumsi dasarnya adalah autis sangat mirip dengan apati dan keputusasaan yang dialami oleh para penghuni kamp-kamp konsentrasi Jerman dalam Perang Dunia II yang menyebabkan kerusakan pada usia dini. Bettelheim


(17)

berpendapat bahwa balita telah menolak orang tuanya dan merasakan perasaan negatif mereka. Si bayi melihat bahwa tindakannya hanya berdampak kecil pada perilaku orang tua yang tidak responsive. Maka, si anak meyakini bahwa ia tidak memiliki dampak apa pun pada dunia, kemudian menciptakan “benteng kekosongan” autis untuk melindungi dirinya dari penderitaan dan kekecewaan (Davidson, 2006).

b. Genetik

Studi epidemiologi menunjukkan bahwa laki-laki 3-4 kali berisiko lebih tinggi dari wanita. Sementara risiko autis jika memiliki saudara kandung yang juga autis sekitar 3 %. Studi lain menunjukkan, saudara kembar dengan jenis kelamin yang sama tapi merupakan monozigotik, mempunyai risiko 300 kali lebih besar dari pada dizigotik (Yoder, 2004).

Lotspeich (1993) dan Steefenburg (1991) dalam Trottier (1999) menerangkan, bukti genetik dari laporan beberapa kasus menunjukkan adanya variasi dari keabnormalitasan kromosom. Piven (1994) menerangkan lebih lanjut, abnormalitas yang paling sering terjadi yaitu duplikasi pada kromosom 15 dan kromosom seks. Bagian 15q dari kromosom yang didapat secara maternal ditemukan paling banyak berpengaruh pada individu yang menderita autis. Bagian ini juga terlibat dalam basis genetik dari disleksia, salah satu gambaran klinis spektrum autis. Bahkan akhir-akhir ini, gen ini

dilaporkan ikut berpartisipasi dalam pengkodean gen 3-gamma–

aminobutyric acid (GABA)-A receptor subunits (Trottier, 1999).

Kelainan dari gen pembentuk metalotianin disebut-sebut juga berpengaruh pada kejadian autis. Metalotianin adalah kelompok protein yang merupakan mekanisme kontrol tubuh terhadap tembaga (Cu) dan seng (Zn). Fungsi lain yaitu perkembangan sel saraf, detoksifikasi logam berat, pematangan saluran cerna, anti oksidan, dan penguat sistem imun. Disfungsi metalotianin akan menghasilkan gambaran yang sering kita lihat pada

penderita autis seperti Leaky Gut Syndrome, pemecahan protein


(18)

kegagalan stimulasi pankreas oleh sekretin. Dapat juga memicu ketidakmampuan tubuh untuk membuang logam berat dan kelainan sistem imun. Teori ini juga dapat menerangkan penyebab lebih berisikonya laki-laki dari pada wanita. Ini dikarenakan sintesis metalotionin ditingkatkan oleh estrogen dan progesterone (Jepson, 2003).

c. Studi Biokimia dan Riset Neurologis

Menurut Klauk (1997) dalam Trottier (1999), autis sering dihubungkan dengan kelainan metabolisme serotonin dan obat dengan target 5-HT ditemukan efektif dalam meringankan gejala autis. Anderson (1997) menerangkan, beberapa penelitian menemukan perbedaan pada level neurotransmiter serotonin dan dopamine antara anak autis dengan anak yang tidak autis, walaupun perbedaan ini tidak sepenuhnya jelas (Nolen, 2007). Sementara Cook (1990) menjelaskan dari penelitian lain, ditemukan sekitar sepertiga anak autis memiliki kadar serotonin yang tinggi di dalam darah

(hyperserotonemia) (Trottier, 1999), dan kadar serotonin yang tinggi

tersebut mempunyai korelasi dengan beberapa kebiasaan autis, seperti yang diterangkan Kapperman, (1987) dalam Trottier (1999).

Penelitian menemukan adanya perbedaan ukuran dan morfologi serebelum dari penderita autis. Dengan menggunakan MRI (Magnetic

Resonance Imaging), Courchesne (1991) menemukan hipoplasia dari lobus

VI dan VII pada anak autis. Kelainan ini dihubungkan dengan gangguan mental pengalihan perhatian yang cepat pada penderita autis seperti yang diterangkan (Trottier, 1999).

Minshew (1991) dalam Alloy (2004) melaporkan bahwa sekitar 50 persen penderita autis memiliki gambaran EEG yang abnormal. Pada studi yang lebih baru menunjukkan bahwa anak autis memiliki penurunan aktivitas EEG pada daerah frontal dan medial otak jika dibandingkan dengan anak yag normal. Frith (2000) dalam Noelan (2007) juga menjelaskan hal yang sama tetapi dibuktikan melalui pemeriksaan MRI.


(19)

d. Toksisitas Merkuri

Secara fisiologis, keberadaan merkuri di tubuh dapat menimbulkan efek yang merugikan. Merkuri akan berikatan dengan kelompok sulfidril pada sejumlah protein yang menghasilkan penurunan fungsi enzim dan kehilangan integritas struktur. Merkuri juga kemungkinan memberikan kontribusi pada Leaky Gut dengan cara menghancurkan dinding mukosa intestinal. Merkuri dapat mengganggu cell-mediated immunity yang menghasilkan penurunan kemampuan dalam melawan infeksi virus dan jamur. Hal ini menyebabkan autoimunitas yang menghasilkan anti-brain antibodies. Ini menyebabkan atau bahkan memperparah defisiensi Seng (Zn) dan inaktivasi enzim yang bertugas memecah casein dan gluten. Merkuri mengubah kemampuan otak dalam apoptosis sel-sel otak. Hal ini mempengaruhi kemampuan anti-oksidasi tubuh oleh pengurangan glutation intraselular yang merupakan protein yang penting dalam pembersihan toksin dari tubuh (Jepson, 2003).

Efek klinis terhadap CNS meliputi, gangguan perencanaan motorik, pandangan mengabur, penurunan lapangan pandang, insomnia, iritabilitas, tantrum, eksitabilitas, penarikan diri dari sosial, ansietas, gangguan memori jangka pendek, kesulitan kemampuan verbal, dan kesulitan untuk berkonsentrasi (Jepson, 2003).

e. Penggunaan antibiotik yang berlebihan

Peresepan antibiotik yang berlebihan adalah masalah yang tidak dapat dipisahkan dari autis.dan sudah memicu timbulnya resistensi organisme terhadap antibiotik sehingga organisme semakin sulit untuk dieradikasi (Jepson, 2003). Selain itu, penggunaan antibibiotik yang berlebihan dapat mengganggu keseimbangan mikroorganisme di tubuh (Herbert, 2002). Anak-anak autis mempunyai masalah khusus pada keadaan ini karena pada penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa anak-anak autis mempunyai aktivitas T-helper 1 Lymphocyte yang rendah (Jepson, 2003). Hal yang sama juga dikemukakan oleh Warren (1995) dalam Trottier (1999), anak-anak


(20)

autis menunjukkan kelainan cell-mediated immunity termasuk kelainan aktivasi sel T dan penurunan jumlah helper-inducer lymphocytes. Keadaan ini menyebabkan rendahnya kemampuan untuk membersihkan organisme yang berbahaya dan mengembalikan keseimbangan flora normal intestinal. Ini dapat menghasilkan pertumbuhan jamur yang berlebihan dan bakteri yang persisten di saluran cerna mereka. Organisme tersebut dapat mengganggu proses pencernaan yang normal dan menghasilkan metabolit yang berbahaya yang pada akhirnya berpengaruh pada kelakuan autis (Jepson, 2003).

2.1.3. Manifestasi Klinis

Veskarisyanti (2008) menjelaskan gangguan perkembangan pada anak autis muncul dalam bidang:

1. Komunikasi dimana muncul kualitas komunikasi yang tidak normal, ditunjukkan dengan:

- kemampuan wicara yang tidak berkembang atau mengalami keterlambatan.

- pada anak tidak tampak usaha untuk berkomunikasi dengan

lingkungan sekitar.

- tidak mampu untuk memulai suatu pembicaraan yang melibatkan komunikasi dua arah dengan baik.

- anak tidak imajinatif dalam hal permainan atau cenderung monoton. - bahasa yang tidak lazim yang selalu diulang-ulang atau stereotipik. 2. Interaksi sosial yang mengalami gangguan yang ditunjukkan sebagai:

- anak mengalami kegagalan untuk bertatap mata, menunjukkan wajah yang tidak berekspresi.

- ketidakmampuan untuk secara spontan mencari teman untuk berbagi kesenangan dan melakukan sesuatu bersama-sama.

- ketidakmampuan anak untuk berempati, dan mencoba membaca


(21)

3. Perilaku anak yang ditunjukkan dengan ketertarikan yang sangat terbatas dan banyak pengulangan terus-menerus dan stereotipik seperti: - adanya suatu kelekatan pada rutinitas atau ritual yang tidak berguna,

misalnya kalau mau tidur harus cuci kaki dulu, sikat gigi, pakai piyama, menggosokkan kaki di keset, baru mau naik ke tempat tidur. Bila ada aktifitas di atas yang terlewat atau terbalik urutannya, maka ia akan sangat terganggu dan menangis bahkan berteriak-teriak minta diulang.

- Adanya suatu preokupasi yang sangat terbatas pada suatu pola perilaku yang tidak normal, misalnya duduk dipojok sambil menghamburkan pasir seperti air hujan, yang bisa dilakukannya berjam-jam.

- Adanya gerakan-gerakan motorik aneh yang diulang-ulang, seperti menggoyang-goyang badan, geleng-geleng kepala.

4. Gangguan sensoris

- sangat sensitif terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk sekalipun oleh orang tua mereka.

- bila mendengar suara keras langsung menutup telinga.

- senang mencium-cium, menjilat-jilat, menggigit-gigit mainan atau benda-benda.

- Tidak sensitif terhadap rasa sakit dan rasa takut. 5. Pola bermain

- Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya. - Tidak suka bermain dengan anak-anak sebayanya.

- Tidak bermain sesuai dengan fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik lalu rodanya diputar-putar.

- Menyenangi benda-benda yang berputar, seperti kipas angin, roda sepeda.

- Dapat sangat lekat dengan benda-benda tertentu yang dipegang terus-menerus dan dibawa kemana-mana.


(22)

6. Emosi

- Sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa, menangis tanpa alasan yang jelas.

- Temper Tantrum (mengamuk tak terkendali) jika dilarang atau tidak diberikan keinginannya.

- Kadang suka menyerang dan merusak, berperilaku yang menyakiti dirinya sendiri, serta tidak mempunyai empati dan tidak mengerti perasaan orang lain.

2.1.4. Penentuan Diagnosa

Kriteria diagnostik untuk gangguan autis menurut DSM-IV-TR terdapat pada tabel berikut:

Tabel 2.1 : Kriteria diagnostik DSM-IV-TR untuk gangguan autis

A. Terdapat enam atau lebih dari kriteria (1), (2), dan (3) dengan minimal terdapat dua dari kriteria (1) dan masing-masing satu dari kriteria (2) dan (3):

(1) Kesulitan dalam interksi sosial yang terwujud dalam kriteria berikut (minimal dua):

- kesulitan yang tampak jelas dalam penggunaan perilaku nonverbal, seperti kontak mata, ekspresi wajah dan bahasa tubuh.

- lemah dalam mengembangkan hubungan yang tepat dengan anak-anak sebaya sesuai dengan tahap perkembangan.

- kurang berminat mencari dan melakukan hal-hal atau aktivitas bersama orang lain secara spontan.

- kurangnya respon sosial atau emosional.

(2) Kesulitan dalam komunikasi seperti terwujud dalam kriteria berikut (minimal satu):

- keterlambatan atau sangat kurangnya bahasa verbal tanpa upaya untuk menggantinya dengan gerakan nonverbal.

- pada mereka yang cukup mampu berbicara, kesulitan tampak jelas dalam kemampuan untuk mengawali atau mempertahankan percakapan dengan orang lain.

- bahasa yang diulang-ulang atau membeo. - kurang bermain sesuai tahap perkembangannya.

(3) Perilaku atau minat yang diulang-ulang atau stereotipe, terwujud dalam kriteria berikut (minimal satu):

- preokupasi yang tidak normal pada objek atau aktivitas tertentu. - keterikatan yang kaku pada ritual tertentu.


(23)

- tingkah laku yang stereotip dan repetitive, seperti: mengepak-ngepakkan tangan atau menjentikkan jari berulang-ulang.

- preokupasi yang tidak normal pada bagian-bagian tertentu dari suatu objek.

B. Keterlambatan atau keabnormalan fungsi (minimal satu) dari bidang berikut, berawal sebelum usia 3 tahun: interaksi sosial, bahasa untuk berkomunikasi dengan orang lain, atau permainan imajinatif.

C. Gangguan yang tidak dapat dijelaskan sebagai gangguan Rett atau gangguan disintegratif di masa kanak-kanak.


(24)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

3.2. Definisi Operasional

• Penderita autis: penderita yang didiagnosa dokter menyandang penyakit autis berdasarkan gejala-gejala yang ada.

• Umur: usia anak-anak penderita autis yang mengikuti program khusus di Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) Medan, dikategorikan atas: 1. 2 – 5 tahun

Sosiodemografi:

• umur

• jenis kelamin

• suku bangsa

• agama

Latar belakang orang tua:

• pekerjaan

• pendidikan Gangguan dalam interaksi

sosial

Gangguan berkomunikasi

Gangguan tingkah laku Karakteristik Anak-Anak


(25)

2. 6 – 10 tahun 3. 10 – 13 tahun 4. 14 – 16 tahun 5. 17 – 20 tahun

• Jenis Kelamin: jenis kelamin anak-anak penderita autis di Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) Medan, dikategorikan atas:

1. Laki-laki 2. Perempuan

• Suku Bangsa: ras atau etnik yang melekat pada anak penderita autis, didapat biasanya berdasarkan

• Agama: kepercayaan yang dianut oleh penderita autis, dikategorikan sebagai:

1. Islam

2. Kristen Protestan 3. Kristen Katolik 4. Hindu

5. Budha

• Pekerjaan: aktivitas utama yang dilaksanakan sehari-hari oleh seseorang dalam hal ini orang tua dari anak-anak penderita autis baik di dalam rumah maupun di luar rumah, dikategorikan atas:

1. PNS/POLRI/ABRI

2. Karyawan Perusahaan 3. Wiraswasta

4. Ibu Rumah Tangga 5. Pensiunan

• Pendidikan: tingkat/jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh dan berhasil diselesaikan oleh seseorang dalam hal ini orang tua dari anak-anak penderita autis, dikategorikan atas:

1. SD

2. SMP


(26)

4. Akademi/Diploma 5. Sarjana (S1, S2, S3)

• Gangguan dalam interksi sosial: gangguan kepribadian yang tidak fleksibel, tingkah maladaptif dan mengganggu fungsi individu dalam hubungan sosialnya.

• Gangguan berkomunikasi: disabilitas belajar pada anak yang gagal untuk berkembang dalam bidang bahasa hingga ke tingkat yang sesuai dengan tingkat intelektualnya (Davidson, 2006).

• Gangguan tingkah laku: gangguan perilaku yang tercermin adanya pola ketidakpatuhan ekstrim pada anak-anak (Davidson, 2006).


(27)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif yang memberikan gambaran karakteristik anak-anak penderita autis di Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) Medan.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) Jalan Sei Putih No. 30 Kel. Merdeka Kec. Medan Baru Medan.

Waktu penelitian adalah Juni-September 2009

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah anak penderita autis yang mengikuti program khusus di Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) kemudian dari populasi akan diambil sebagai sampel penelitian dengan metode total sampling.

4.4. Metode Pengumpulan Data 4.4.1. Jenis Data

Penelitian ini menggunakan data primer dimana data diambil langsung oleh peneliti untuk mengetahui karakteristik anak-anak penderita autis dengan mengamati anak-anak penderita autis tersebut.

4.4.2. Cara Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang kemudian dibagikan kepada terapis yang menangani anak-anak penderita autis di Yayasan Ananda Karsa Mandiri. Kemudian terapis mengisi lembar kuesioner sesuai dengan keadaan anak-anak penderita autis


(28)

melalui observasi dan pengalamannya menangani anak-anak penderita autis tersebut.

4.5. Metode Analisa Data

Data yang dikumpulkan kemudian diolah dengan menggunakan bantuan komputer dan dianalisa secara statistik deskriptif menggunakan program SPSS 17.


(29)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) merupakan pusat penanganan autis terpadu yang berada di jalan Sei Putih No. 30 Medan. YAKARI mengkhususkan melakukan penanganan terpadu bagi anak autis, yang

dilakukan melalui tiga divisi utama, yaitu Divisi Medis yang

menyelenggarakan klinik khusus autis, Divisi Pendidikan yang menyelenggarakan sekolah khusus autis dan Divisi Perkembangan yang

menyelenggarakan berbagai kegiatan, seminar, diskusi, sharing,

training/workshop, penyediaan obat-obatan, vitamin, supplemen, makanan

khusus diet autis dan alat bantu terapi.

Sekolah khusus YAKARI menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran kepada anak-anak autis dalam bentuk layanan Individual Class dan Individual

Education Programme (IEP), dimana satu atau dua orang guru hanya

menangani satu anak dengan kurikulum khusus sesuai dengan kebutuhan individu anak dengan berbagai program terapi antara lain terapi wicara, terapi perilaku dan terapi okupasi/sensori integrasi dengan 13 orang guru dan 10 ruang kelas. Kegiatan belajar-mengajar berlangsung selama 120 menit yang dilakukan setiap hari Senin sampai Jumat.

5.1.2. Distribusi Proporsi Anak Penderita Autis Berdasarkan Sosiodemografi

Hasil penelitian karakteristik anak-anak penderita autis di Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) Medan, diperoleh distribusi berdasarkan sosiodemografi antara lain:


(30)

Tabel 5.1. Distribusi Proporsi Anak Penderita Autis Berdasarkan Sosiodemografi

No. Sosiodemografi Anak Penderita Autis

N %

1. Umur: a. 2-5 tahun b. 6-10 tahun c. 10-13 tahun d. 14-16 tahun e. 17-20 tahun

10 9 7 1 2 34,5 31,0 24,1 3,4 6,9

Total 29 100

2. Jenis Kelamin a. Laki-laki b. Perempuan 22 7 75,9 24,1

Total 29 100

3. Suku Bangsa: a. Batak b. Jawa c. Tionghoa d. Lainnya 16 8 4 1 55,2 27,6 13,8 3,4

Total 29 100

4. Agama:

a. Islam

b. Kristen Protestan c. Kristen Katolik d. Budha e. Hindu f. Konhucu 16 8 2 3 0 0 55,2 27,6 6,9 10,3 0 0

Total 29 100

Berdasarkan tabel diatas, didapat diketahui bahwa kelompok umur yang paling banyak adalah 2-5 tahun sebanyak 10 orang (34,5%), jenis kelamin yang paling banyak yaitu laki-laki 22 orang (75,9%), suku bangsa yang terbanyak adalah suku batak 16 orang (55,2%) , dan agama yang paling banyak adalah agama Islam 16 orang (55,2%).


(31)

5.1.3. Distribusi Proporsi Anak Penderita Autis Berdasarkan Latar Belakang Orang Tua

Hasil penelitian karakteristik anak-anak penderita autis di Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) Medan, diperoleh distribusi berdasarkan latar belakang orang tua antara lain:

Tabel 5.2. Distribusi Proporsi Anak Penderita Autis Berdasarkan Latar Belakang Oranr Tua

No. Latar Belakang Orang Tua Jumlah

N %

1. Pekerjaan:

a. PNS/POLRI/ABRI

b. Karyawan Perusahaan c. Wiraswasta

d. Ibu Rumah Tangga e. Pensiunan 9 8 12 0 0 31,0 27,6 41,4 0 0

Total 29 100

2. Pendidikan: a. SD

b. SMP

c. SMA

d. Akademi/Diploma e. Sarjana (S1, S2, S3)

0 0 8 0 21 0 0 27,6 0 72,4

Total 29 100

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa pekerjaan orang tua yang paling banyak yaitu wiraswasta sebanyak 12 orang (41,4%), dan latar pendidikan orang tua yang paling banyak yaitu Sarjana sebanyak 21 orang (72,4%).

5.1.4. Distribusi Proporsi Anak Penderita Autis Berdasarkan Ada Tidaknya Gangguan dalam Interaksi Sosial

Hasil penelitian karakteristik anak-anak penderita autis di Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) Medan, diperoleh distribusi berdasarkan ada tidaknya gangguan interaksi sosial antara lain:


(32)

Tabel 5.3. Distribusi Proporsi Anak Penderita Autis Berdasarkan Ada Tidaknya Gangguan dalam Interaksi Sosial

No. Gangguan Interasi Sosial Anak Penderita Autis

N %

1. Kontak mata saat berbicara: a. Ya b. Tidak 20 9 69 31

Total 29 100

2. Ekspresi wajah dan bahasa

tubuh yang sesuai: a. Ya b. Tidak 16 13 55,2 44,8

Total 29 100

3. Bermain dengan anak seusianya: a. Ya b. Tidak 13 16 44,8 55,2

Total 29 100

4. Berempati dan mengekspre-sikan emosi yang sesuai:

a. Ya b. Tidak 10 19 34,5 65,5

Total 29 100

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa anak yang melakukan kontak mata sebanyak 20 orang (69%), anak yang tidak mampu mengekspresikan wajah dan bahasa tubuh yang sesuai sebanyak 13 orang (44,8%), anak yang tidak mau bermain dengan teman seusianya sebanyak 16 orang (55,2%), dan anak yang tidak mampu berempati dan mengekspresikan emosi yang sesuai sebanyak 19 orang (65,5%).

5.1.5. Distribusi Proporsi Anak Penderita Autis Berdasarkan Ada Tidaknya Gangguan Berkomunikasi

Hasil penelitian karakteristik anak-anak penderita autis di Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) Medan, diperoleh distribusi berdasarkan ada tidaknya gangguan berkomunikasi antara lain:


(33)

Tabel 5.4. Distribusi Proporsi Anak Penderita Autis Berdasarkan Ada Tidaknya Gangguan Berkomunikasi

No. Gangguan Berkomunikasi Anak Penderita Autis

N %

1. Kebiasaan ekolalia: a. Ya b. Tidak 10 19 34,5 65,5

Total 29 100

2. Kemampuan berbicara sesuai dengan tahap perkembangan-nya: a. Ya b. Tidak 4 25 13,8 86,2

Total 29 100

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa anak yang menpunyai kebiasaan ekolalia sebanyak 10 orang (34,5%) dan tidak mampu berbicara sesuai dengan tahap perkembangannya sebanyak 25 orang (86,2%).

5.1.6. Distribusi Proporsi Anak Penderita Autis Berdasarkan Ada Tidaknya Gangguan Tingkah Laku

Hasil penelitian karakteristik anak-anak penderita autis di Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) Medan, diperoleh distribusi berdasarkan ada tidaknya gangguan tingkah laku antara lain:

Tabel 5.5. Distribusi Proporsi Anak Penderita Autis Berdasarkan Ada Tidaknya Gangguan Tingkah Laku

No. Gangguan Tingkah Laku Anak Penderita Autis

N %

1. Kebiasaan atau ritual tertentu yang tidak normal yang harus dilakukan setiap hari:

a. Ya b. Tidak 12 17 41,4 58,6

Total 29 100

2. Menggunakan mainan sesuai dengan fungsinya: a. Ya b. Tidak 16 13 55,2 44,8


(34)

3. Memiliki perilaku temper tantrum:

a. Ya b. Tidak

11 18

37,9 62,1

Total 29 100

4. Kecenderungan menyakiti

diri sendiri: a. Ya b. Tidak

5 24

17,2 82,8

Total 29 100

5. Tingkah laku stereotipe dan repetitif:

a. Ya b. Tidak

8 21

27,6 72,4

Total 29 100

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa anak yang memiliki kebiasaan atau ritual tertentu yang tidak normal yang harus dilakukan setiap hari sebanyak 12 orang (41,4%), anak yang tidak mampu menggunakan mainan sesuai dengan fungsinya sebanyak 13 orang (44,8%), anak yang mempunyai kebiasaan temper tantrum yaitu sebanyak 11 orang (37,9%), anak yang mempunyai kecenderungan menyakiti diri sendiri sebanyak 5 orang (17,20%) dan anak yang memiliki tingkah laku stereotip dan repetitif sebanyak 8 orang (27,6%).

5.1.7. Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Ada Tidaknya Gangguan Interaksi Sosial

Hasil penelitian karakteristik anak-anak penderita autis di Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) Medan, diperoleh distribusi proporsi umur berdasarkan ada tidaknya gangguan interaksi sosial antara lain:


(35)

Tabel 5.6. Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Ada Tidaknya Gangguan dalam Interaksi Sosial

No. Kelompok Umur

Gangguan Interaksi Sosial

KM EWB BM EE

X X X X

% % % % % % % %

1. 2-5 tahun 6

20,7 4 13,8 5 17,2 5 17,2 4 13,8 6 20,7 3 10,3 7 24,1

2. 6-10 tahun 9

31 0 0 7 24,1 3 10,3 7 24,1 2 6,9 4 13,8 5 17,2

3. 10-13 tahun 4

13,8 3 10,3 4 13,8 2 6,9 2 5 5 17,2 2 6,9 5 17,2

4. 14-16 tahun 1

3,4 0 0 0 0 1 3,4 0 0 1 3,4 1 3,4 0 0

5. 17-20 tahun 0

0 2 6,9 0 0 2 6,9 0 0 2 6,9 0 0 2 6,9

TOTAL 20 9 16 13 13 16 10 19

69 31 55,2 44,8 44,8 55,2 34,5 65,5

*Keterangan:

KM : kontak mata

EWB : ekspresi wajah dan bahasa tubuh yang sesuai BM : bermain dengan anak seusianya

EE : berempati dan Mengekspresikan emosi yang sesuai

√ : Ya

X : Tidak

Berdasarkan tabel diatas, kelompok umur yang paling banyak menunjukkan gangguan interaksi sosial adalah kelompok umur 2-5 tahun dimana yang tidak melakukan kontak mata saat diajak bicara sebanyak 4 orang (13,8%), tidak menunjukkan ekspresi wajah dan bahasa tubuh yang sesuai sebanyak 5 orang (17,2%), tidak bermain dengan anak seusianya sebanyak 6 orang (20,7%), dan tidak mampu berempati dan menunjukkan emosi yang sesuai sebanyak 7 orang (24,1%).


(36)

5.1.8. Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Ada Tidaknya Gangguan Berkomunikasi

Hasil penelitian karakteristik anak-anak penderita autis di Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) Medan, diperoleh distribusi proporsi umur berdasarkan ada tidaknya gangguan berkomunikasi antara lain:

Tabel 5.7. Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Ada Tidaknya Gangguan Berkomunikasi

No. Kelompok Umur

Gangguan Berkomunikasi

KE MB

X X

% % % %

1. 2-5 tahun 4

13,8 6 20,7 0 0 10 34,5

2. 6-10 tahun 3

10,3 6 20,7 2 6,9 7 24,1

3. 10-13 tahun 2

6,9 5 17,2 1 3,4 6 20,7

4. 14-16 tahun 0

0 1 3,4 1 3,4 0 0

5. 17-20 tahun 1

3,4 1 3,4 0 0 2 6,9

TOTAL 10 19 4 25

34,5 65,5 13,8 86,2

*Keterangan:

KE : Kebiasaan Ekolalia

MB : mampu berbicara sesuai dengan tahap perkembangannya

√ : Ya

X : Tidak

Berdasarkan tabel diatas, kelompok umur yang paling banyak menunjukkan gangguan berkomunikasi adalah kelompok umur 2-5 tahun dimana untuk kebiasaan ekolalia sebanyak 6 orang (20,7%), dan tidak dapat berbicara sesuai dengan tahap perkembangannya sebanyak 10 orang (34,5%).


(37)

5.1.9. Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Ada Tidaknya Gangguan Tingkah Laku

Hasil penelitian karakteristik anak-anak penderita autis di Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) Medan, diperoleh distribusi proporsi umur berdasarkan ada tidaknya gangguan berkomunikasi antara lain:


(38)

Tabel 5.8. Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Ada Tidaknya Gangguan Berkomunikasi

*Keterangan:

RTN : Kebiasaan atau ritual tertentu yang tidak normal yang harus dilakukan MF : Menggunakan mainan sesuai dengan fungsinya

TT : Memiliki perilaku temper tantrum MDS : Kecenderungan menyakiti diri sendiri SR : Tingkah laku stereotipe dan repetitif

√ : Ya

X : Tidak

No. Kelompok Umur

Gangguan Tingkah Laku

RTN MF TT MDS SR

X X X X X

% % % % % % % % % %

1. 2-5 tahun 4

13,8 6 20,7 6 20,7 4 13,8 2 6,9 8 27,6 1 3,4 9 31 1 3,4 9 31

2. 6-10 tahun 3

10,3 6 20,7 6 20,7 3 10,3 5 17,2 4 13,8 0 0 9 31 2 6,9 7 24,1

3. 10-13 tahun 3

10,3 4 13,8 4 13,8 3 10,3 2 6,9 5 17,2 2 6,9 5 17,2 4 13,8 3 10,3

4. 14-16 tahun 0

0 1 3,4 0 0 1 3,4 0 0 1 3,4 0 0 1 3,4 0 0 1 3,4

5. 17-20 tahun 2

6,9 0 0 0 0 2 6,9 2 6,9 0 0 2 6,9 0 0 1 3,4 1 3,4

TOTAL 12 17 16 13 11 18 5 24 8 21


(39)

Dari tabel diatas, kelompok umur yang paling banyak menunjukkan gangguan tingkah laku sangat beragam. Kebiasaan atau ritual tertentu yang tidak normal yang harus dilakukan setiap hari paling banyak pada kelompok umur 2-5 tahun sebanyak 4 orang (13,8%), tidak menggunakan mainan sesuai dengan fungsinya paling banyak pada kelompok umur 2-5 tahun sebanyak 4 orang (13,8%), memiliki perilaku temper tantrum paling banyak pada kelompok umur 6-10 tahun sebanyak 5 (17,2%), memiliki kecenderungan menyakiti diri sendiri paling banyak pada kelompok umur 10-13 tahun dan kelompok umur 17-20 tahun masing-masing sebanyak 2 orang (6,9%) dan mempunyai tingkah laku stereotipe dan repetitif paling banyak pada kelompok umur 10-13 tahun sebanyak 4 orang (13,8%).

5.2. Pembahasan

5.2.1. Anak Penderita Autis Berdasarkan Sosiodemografi

Hal-hal yang diamati berdasarkan sosiodemografi yaitu umur, jenis kelamin, suku bangsa dan agama.

5.2.1.1. Umur

Proporsi umur yang tertinggi pada anak penderita autis adalah anak dengan kelompok umur 2-5 tahun yaitu 34,5%. Sedangkan proporsi terendah pada anak penderita autis adalah anak dengan kelompok umru 14-16 tahun yaitu 3,4% (tabel 5.1.).

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Williams (2008), dimana pada penelitian tersebut menunjukkan umur untuk anak autis yang paling banyak berada pada rentang 2-5 tahun atau tepatnya usia 45 bulan. Peneliti juga berasumsi, hal ini juga dikarenakan adanya kegiatan terapi yang tidak mengikat dan memaksa. Artinya setelah beberapa waktu menjalani terapi, dengan berbagai alasan orang tua menghentikan kegiatan terapinya di Yayasan ini. Karena dari data yang didapat dari yayasan, lebih dari 50% kegiatan terapi dimulai pada rentang umur 2-5 tahun.


(40)

5.2.1.2. Jenis Kelamin

Proporsi jenis kelamin yang tertinggi pada anak penderita autis adalah anak dengan jenis kelamin laki-laki yaitu 75,9%. Sedangkan proporsi terendah pada anak penderita autis adalah anak dengan jenis kelamin perempuan yaitu 24,1% (tabel 5.1.).

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Williams (2008) bahwa proporsi anak penderita autis berdasarkan jenis kelamin yang terbanyak adalah laki-laki yaitu sebanyak 87,2%.

5.2.1.3. Suku Bangsa

Proporsi suku bangsa yang tertinggi pada anak penderita autis berdasarkan suku bangsa adalah suku batak yaitu 55,2%. Sedangkan proporsi terendah adalah suku lainnya dalam hal ini adalah suku gayo sebanyak 3,4% (tabel 5.1.).

Belum ada penelitian yang menunjukkan pengaruh suku bangsa terhadap kejadian autis. Di Indonesia sendiri didapat hasil yang sangat beragam tergantung lokasi penelitian.

5.2.1.4. Agama

Proporsi agama yang tertinggi pada anak penderita autis berdasarkan agama adalah agama Islam yaitu 55%. Sedangkan proporsi terendah adalah agama Budha sebesar 10% (tabel 5.1.).

Tidak pernah ada penelitian yang menyangkutkan agama terhadap kejadian autis. Hasilnya pun pasti sangat beragam sesuai tempat dan lokasi penelitian.

5.2.2. Anak Penderita Autis Berdasarkan Latar Belakang Orang Tua

Hal-hal yang diamati berdasarkan latar bekalang orang tua yaitu pekerjaan dan pendidikan akhir orang tua. Proporsi yang tertinggi pada pekerjaan orang


(41)

tua dari anak penderita autis adalah wiraswasta yaitu 41%. Sedangkan proporsi terendah adalah PNS/POLRI/ABRI sebesar 10% (tabel 5.2.).

Terlihat bahwa kebanyak anak penderita autis kebanyakan berasan dari kalangan ekonomi yang mapan. Memang belum ada penelitian yang khusus membahas tentang ini. Hasil ini juga dapat dipengaruhi oleh lokasi penelitian yang merupakan tempat terapi autis terpadu. Dengan biaya yang cukup tinggi, tentunya hanya anak dari keluarga dengan ekonomi yang mapan yang mampu mengikuti terapi ini.

Proporsi yang tertinggi pada pendidikan orang tua dari anak penderita autis adalah Sarjana yaitu 72% (tabel 5.2.). Terlihat bahwa kebanyakan anak-anak autis lahir dari orang tua dengan tingkat pendidikan yang baik.

5.2.3. Anak Penderita Autis Berdasarkan Ada Tidaknya Gangguan Interaksi Sosial

Dalam gangguan interaksi sosial, hal-hal yang diamati adalah kontak mata saat diajak bicara, ekspresi wajah dan tubuh yang sesuai, barmain dengan anak seusianya, dan berempati dan mengekspresikan emosi yang sesuai. Tabel 5.3. menunjukkan bahwa anak yang melakukan kontak mata saat diajak bicara sebanyak 69%, anak yang menunjukkan ekspresi wajah dan tubuh yang sesuai sebanyak 55,2%, anak yang bermain dengan anak seusianya sebanyak 44,8% dan anak yang berempati dan mengekspresikan emosi yang sesuai sebanyak 34,5%.

Terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil yang didapat oleh penelitian sebelumnya. Hasil penelitian yang didapat oleh Volkmar (1995) menyebutkan dari 100 anak penderita autis yang diamati, hanya 2% saja yang melakukan kontak mata saat diajak bicara. Bahkan ada 50% anak yang sama sekali tidak melakukan kontak mata sepanjang pembicaraan. Perbedaan ini


(42)

mungkin dikarenakan, anak autis yang dijadikan sampel penelitian telah melakukan terapi yang intensif.

Sama dengan hasil penelitian ini, selain kontak mata, penelitian yang dilakukan oleh Salomon (2008) juga menunjukkan bahwa anak autis memiliki interaksi sosial yang buruk. Hal-hal yang diamati mencakup bermain dengan teman sebaya, menggunakan bahasa non-verbal, kemampuan bekerja sama dengan teman sebaya, berempati dan berbagi dengan sekitar menunjukkan adanya regresi yang signifikan jika dibandingkan dengan kelompok pembanding yang merupakan anak non-autis.

5.2.4. Anak Penderita Autis Berdasarkan Ada Tidaknya Gangguan Berkomunikasi

Berdasarkan ada tidaknya gangguan berkomunikasi, hasil yang didapat yaitu anak yang memiliki kebiasaan ekolalia yaitu 34,4% dan anak yang mampu berbicara sesuai dengan tahap perkembangannya hanya 13,8% (tabel 5.4.). Paul (1987) dalam Davidson (2006), menjelaskan sekitar 50% anak penderita autis tidak pernah belajar berbicara sama sekali. Namun pada mereka yang belajar berbicara, bicaranya mencakup berbagai keanehan termasuk ekolalia. Namun hal ini dapat menghilang seiring kemampuan berbahasanya melalui pelatihan yang intensif.

Penelitian yang dilakukan oleh Baird (2008), 30% anak menunjukkan keterlambatan kemampuan berbicara sesuai dengan tahap perkembangannya dan 8% dari 30% tersebut menunjukkan kemampuan berbahasa yang sangat buruk.

Seperti yang dijelaskan oleh Paul (1987) dalam Davidson (2006), kelemahan komunikasi dapat menjadi penyebab kelemahan sosial pada anak penderita autis dan bukan sebaliknya. Meskipun demikian, sekalipun anak mereka telah belajar berbicara sering kali kurang memiliki spontanitas verbal dan jarang berekspresi secara verbal serta pengguanaan bahasa mereka tidak selalu tepat.


(43)

5.2.5. Anak Penderita Autis Berdasarkan Ada Tidaknya Gangguan Tingkah Laku

Berdasarkan ada tidaknya gangguan tingkah laku, hasil yang didapat yaitu anak yang memiliki kebiasaan atau ritual tertentu yang tidak normal yang harus dilakukan setiap hari yaitu 41,4%, anak yang mampu mengguanakan mainan sesuai dengan fungsinya sebanyak 55,2%, anak yang mempunya kebiasaan temper tantrum yaitu sebanyak 37,9%, anak yang mempunya kecenderungan menyakiti diri sendiri sebanyak 17,20% dan anak yang memiliki tingkah laku stereotip dan repetitif sebanyak 27,6% (tabel 5.5.). Kebiasaan atau ritual yang tidak normal yang harus dilakukan setiap hari dan akan sangat marah jika kebiasaan itu tidak dilakukan atau bahkan berubah, merupakan kebiasaan anak yang sering muncul di awal masa sekolah yaitu antara umur 6-10 tahun (Davidson, 2006). Pada penelitian kali ini, kebiasaan yang terlihat saat observasi yaitu jongkok disudut kelas tiap jam 11 selama 10 menit, menjentik-jentikkan jari setiap mendengar dentingan jam yang berbunyi setiap jam, menatap sangat lama kipas angin atau benda berputar dan peneliti juga mendapat informasi dari terapis bahwa beberapa anak juga mempunya kebiasaan menggosok gigi setiap jam 9 malam dan akan sangat marah jika ternyata dia tahu dia belum gosok gigi padahal sudah lewat jam 9 malam.

Bauminger (2008) juga meneliti ketidakmampuan anak autis dalam menggunakan mainan sesuai dengan fungsinya dan mendapatkan hasil yang tidak terlalu bermakna. Pada penelitian ini, saat observasi peneliti mendapat ada 44,8% anak yang tidak mampu menggunakan mainan sesuai dengan fungsinya misalnya saat diberikan sebuah crayon warna, anak tersebut langsung menghancurkannya dan membuang krayon dengan sembarangan.


(44)

Perilaku temper tantrum dan kecenderungan menyakiti diri sendiri merupakan gangguan tingkah laku yang paling meresahkan orang tua yang memiliki anak penderita autis. Penelitian yang dilakukan oleh West (2009), menyebutkan bahwa sekitar 17% anak autis mengalami depresi yang diungkapkan dengan cara kecenderungan menyakiti diri sendiri dan adanya perilaku temper tantrum. Atau dengan istilah yang lain, mereka menyebutnya dengan sebutan

mood disorder.

Beberapa penelitian sering menyebutkan bahwa adanya kebiasaan anak autis berupa gerakan aneh yang diulang-ulang (stereotip dan repetitif) sering diartikan sebagai gangguan neurologi (Williams, 2008). Hasil yang tidak berbeda didapatkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Goldman (2009), dimana 44% anak mempunyai kebiasaan kebiasaan berupa gerakan-gerakan aneh yang diulang-ulang dan harus dilakukan setiap hari. Namun penelitian ini tidak menerangkan gerakan aneh seperti apa yang dimaksud. Pada penelitian kali ini, saat observasi terlihat gerakan aneh tersebut berupa menggerakkan kepala ke kiri terus menerus sesering mungkin dan mengedip-ngedipkan mata.

5.2.6. Distribusi Umur Bedasarkan Gangguan Interaksi Sosial, Berkomunikasi dan Tingkah Laku

Dari tabel 5.6., tabel 5.7. dan tabel 5.8. dapat dilihat sebagian besar gangguan berada pada kelompok umur 2-5 tahun. Untuk gangguan interaksi sosial dan gangguan berkomunikasi, kelompok umur 2-5 tahun merupakan kelompok paling banyak jumlahnya.

Hasil yang tidak berbeda didapatkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Shumway (2009), dimana kebanyakan anak mulai terlihat gangguan dalam berbahasa pada kelompok umur 2-5 tahun. Menurut penelitian ini, masa rentang umur ini adalah saat yang sangat kritis untuk melakukan pemeriksaan terhadap pola komunikasinya khususnya pada anak yang belum mengikuti pendidikan formal maupun informal. Dari hasil penelitiannya, ditemukan


(45)

anak pada rentang umur ini, hampir selalu tidak melakukan kontak mata saat berkomunikasi, bagi anak yang melakukannya pandangan seolah-olah menembus terhadap apa yang dilihatnya (fokus pandangan tak terhingga). Peneliti juga berasumsi, hasil ini dikarenakan anak pada kelompok umur ini baru memulai terapi nya di sekolah khusus autis, sehingga gejala-gejala masih muncul. Sedangkan pada kelompok umur yang lebih tinggi, anak-anak tersebut telah lama menjalani terapi sehingga gejala terlihat lebih ringan. Pada penelitian yang menghubungkan antara tingkah laku stereotip dan kecenderungan menyakiti diri sendiri, oleh Gal E (2008) dikatakan bahwa anak yang memiliki tingkah laku stereotip mempunyai kebiasaan yang lebih besar untuk menyakiti diri sendiri. Hal yang sama didapatkan pada penelitian ini dimana tingkah laku stereotip dan repetitif paling banyak pada kelompok umur 10-13 tahun (13,8%). Sementara itu, dari 17,2% anak yang memiliki kecenderungan menyakiti diri sendiri, 6,9 % diantaranya berada pada kelompok umur 10-13 tahun juga.


(46)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dalam penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu:

1. Distribusi proporsi anak penderita autis berdasarkan sosiodemografi yaitu umur yang terbanyak adalah anak dengan kelompok umur 2-5 tahun (34,5%), jenis kelamin yang terbanyak adalah laki-laki (75,9%), suku bangsa yang terbanyak adalah suku batak (55,2%), dan agama yang terbanyak adalah agama Islam (55%).

2. Distribusi proporsi anak penderita autis berdasarkan latar belakang orang tua yaitu pekerjaan orang tua yang tertinggi adalah wiraswasta (41%), pendidikan orang tua dari anak penderita autis yang terbanyak adalah Sarjana (72%).

3. Distribusi proporsi anak penderita autis berdasarkan ada tidaknya gangguan interaksi sosial yaitu anak yang melakukan kontak mata saat diajak bicara sebanyak 69%, anak yang menunjukkan ekspresi wajah dan tubuh yang sesuai sebanyak 55,2%, anak yang bermain dengan anak seusianya sebanyak 44,8% dan anak yang berempati dan mengekspresikan emosi yang sesuai sebanyak 34,5%.

4. Distribusi proprsi anak penderita autis berdasarkan ada tidaknya gangguan berkomunikasi yaitu anak yang memiliki kebiasaan ekolalia yaitu 34,4% dan anak yang mampu berbicara sesuai dengan tahap perkembangannya hanya 13,8%.

5. Distribusi proporsi anak penderita autis berdasarkan ada tidaknya gangguan tingkah laku yaitu anak yang memiliki kebiasaan atau ritual tertentu yang tidak normal yang harus dilakukan setiap hari yaitu 41,4%, anak yang mampu mengguanakan mainan sesuai dengan fungsinya sebanyak 55,2%, anak yang mempunya kebiasaan temper tantrum yaitu


(47)

sebanyak 37,9%, anak yang mempunya kecenderungan menyakiti diri sendiri sebanyak 17,20% dan anak yang memiliki tingkah laku stereotip dan repetitif sebanyak 27,6%.

6. Sebagian besar gangguan berada pada kelompok umur 2-5 tahun. Untuk gangguan interaksi sosial dan gangguan berkomunikasi, kelompok umur 2-5 tahun merupakan kelompok paling banyak jumlahnya.

6.2. Saran

Dari seluruh proses penelitian yang telah dijalani oleh penulis dalam menyelesaikan penelitian ini, maka dapat diungkapkan beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berperan dalam penelitian ini. Adapun saran tersebut, yaitu:

1. Penyakit autis merupakan penyakit yang belum terlalu dikenal

masyarakat luas. Diharapkan kepada Dinas Kesehatan untuk lebih mensosialisasikan penyakit autis untuk deteksi dini sehingga tercapai penanganan yang maksimal.

2. Melalui hasil yang didapat dari penelitian ini, dengan beragamnya karakteristik anak autis, diharapkan kepada Dinas Kesehatan untuk dapat memberikan acuan dalam memberikan penanganan bagi anak autis sesuai dengan karakteristiknya.

3. Penelitian ini hanya menggunakan 1 kali observasi, diharapkan pada penelitian selanjutnya bisa melakukan observasi lebih dari 1 kali untuk benar-benar melihat gejala-gejala yang ada yang mungkin tidak dapat muncul setiap hari.


(48)

DAFTAR PUSTAKA

Alloy, L.B., Riskind, J.H., Manos, M.J., 2005. Abnormal Psychology: Current Perspectives Ninth Edition. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.

Association, American Psychiatric, 2000. Diagnostic and Statistical Manual of

Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision, DSM-IV-TR. American

Psychiatric Association, Washington DC.

Bauminger, N., Marjorie, S., Anat, A., Kelly, H., Lilach, G., John, B., Sally, J. R., 2008. Children with Autism and Their Friends: A Multidimensional Study of

Friendship in High-Functioning Autism Spectrum Disorders. Available

from:

Baird, G., Charman, T., Pickles, A., Chandler, S., Loucas, T., Meldrum, D., Carcani, R. I., Serkana, D., Simonof, E., 2008. Regression, developmental trajectory and associated problems in disorders in the autism spectrum: the SNAP study. Available from:

[Accesed 1 November 2009]

Davidson, G.C., Neale, J.M., and Kring, A.M., 2006. Psikologi Abnormal Edisi ke-9. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Feigelman, S., 2008. Growth, Development, and Behavior. In: Kliegman, R.M., Behrman, R.E., Jenson, H.B., Stanton, B.F.,. Nelson Textbook of Pediatrics 18th Edition. New York: Saunders Elsevier, 54-65.

Goldman, S., Cuiling, W., Miran, W. S., Paul, E. G., 2009. Motor Stereotypies in Children with Autism and other Developmental Disorders. Available from:


(49)

Halgin, R.P., and Whitbourne, S.R., 1997. Abnormal Psychology: The Human

Expenence of Psychological Disorders. USA: Times Minor Higher

Education Group, Inc.

Jepson, B.M.D., 2003. Understanding Autism: The Physiological Basis and Biomedical Intervention Options of Autism Spectrum Disorders, Children’s Biomedical Center of Utah. Available from:

Judarwanto, W., 2008a. Deteksi Dini dan Skrining Autis. Available from:

February 2009].

________, 2008b. Pencegahan Autis Pada Anak. Available from:

2009

Noelan and Hoksema, 2007. Abnormal Psychology. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.

Perko, S., and McLaughlin, T.F., 2002. Autism: Characteristic, Causes, and some Educational Intervention. International Journal of Special Education Vol 17. No.2. Available from:

[Accesed 22

March 2009].

Shumway, S., Amy, M. W., 2009. Communicative Acts of Children with Autosm

Spectrum Disorders in The Second Year of Life. Available from:


(50)

&sid=1&Fmt=4&VInst=PROD&VType=PQD&RQT=309&VName=PQD &TS=1258548082&clientId=63928. [Accesed 23 October 2009]

Soetjiningsih, 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kkedokteran EGC

Trottier, G., Srivastava, L. , Walker, C.D., 1999. Etiology of Infantile Autism: a Review of Recent Advance in Genetic and Neurobiological Research. Journal of Psychiatry and Neuroscience. Available from:

[Accesed 20 March 2009]

Veskarisyanti, G.A., 2008. 12 Terapi Autis Paling Efektif & Hemat: untuk Autis, Hiperaktif, dan Retardasi Mental. Yogyakarta: Pustaka Anggrek.

Volkmar, F. R., et al. 1995. An Evaluating of DSM-III Criteria for Infantile

Autism. Journal of the American Academy of Child Psychiatry. Available

from:

Willian, E., Kate, T., Helen, S., Alan, E., 2008. Prevalence and Characteristic oc

Autistic Spectrum Disorders in ALSPAC Cohort. Available from:

Yoder, K.E., 2004. Exploring Autism: the Search for a Genetc Etiology, Penn State College of Medicine. Available from:

2009]


(51)

LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Dinda Sartika F J

Tempat/Tanggal Lahir : Sibolga/21Juni 1988

Agama : Islam

Alamat : Jl. D. I. Panjaitan No. 2 Medan

Riwayat Pendidikan : 1. Tahun 1994 lulus Taman Kanak-Kanak Aisyiyah Sibolga

2. Tahun 2000 lulus SD Negeri No. 084089 Sibolga 3. Tahun 2003 lulus SMP Swasta Almuslimin Pandan 4. Tahun 2006 lulus SMA N 1 (PLUS) Matauli Pandan Riwayat Pelatihan : 1. Seminar dan Workshop Resusitasi Jantung Paru

Otak (RJPO) TBM FK USU 2007

Riwayat Organisasi : 1. Anggota/Pengurus TIM BANTUAN MEDIS (TBM) FK USU Periode 2007-2008


(52)

LEMBAR PENGAMATAN

1. Identitas Anak dan Keluarga

Data Diri Anak

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Agama :

Suku Bangsa :

Data Diri Orang Tua

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Agama :

Suku Bangsa :

Pekerjaan :

Pendidikan Terakhir :

2. Karakteristik yang diamati

A. Interaksi Sosial:

1. Apakah anak melakukan kontak mata saat diajak berbicara?

a. Ya b. Tidak

2. Apakah anak memperlihatkan ekspresi wajah dan bahasa tubuh yang sesuai saat diajak berbicara?

a. Ya b. Tidak

3. Apakah anak mau bermain dengan anak seusianya?

a. Ya b. Tidak

4. Apakah anak mampu berempati dan mengekspresikan emosi yang

seharusnya pada teman ataupun orang lain?


(53)

B. Gangguan berbahasa dan berbicara:

1. Apakah anak mempunyai kebiasaan ekolalia (membeo atau mengulangi apa yang kita ucapkan)?

a. Ya b. Tidak

2. Apakah anak memiliki keterlambatan dalam hal berbicara dan berbahasa sesuai tahap perkembangannya?

Umur Kemampuan

2-3 tahun Mampu menyusun kalimat dan

mempergunakan kata-kata saya, mampu bertanya, mengerti kata-kata yang ditujukan kepadanya

Ya Tidak

3-4 tahun Mampu menyebut namanya, jenis kelamin dan umurnya dan banyak bertanya

Ya Tidak

4-5 tahun Dapat menyebut hari-hari dalam

seminggu, dapat mengulang cerita yang baru didengarnya

Ya Tidak

5-6 tahun Mampu menggunakan kalimat yang menujukan masa depan, misalnya: hal-hal yang dilakukannya dan mampu

menceritakan cita-citanya

Ya Tidak

6-10 tahun Mampu mengulangi dengan tepat kalimat-kalimat panjang dalam sebuah paragraf atau cerita yang baru dibacanya

Ya Tidak

10-20 tahun Mampu mengekspresikan pikirannya dengan bahasa dan artikulasi yang tepat

Ya Tidak


(54)

C. Gangguan Tingkah Laku:

1. Apakah anak mempunyai kebiasaan atau ritual tertentu yang tidak normal yang harus selalu dilakukan tiap hari?

a. Ya b. Tidak

2. Apakah anak mampu menggunakan mainan sesuai dengan fungsinya?

a. Ya b. Tidak

3. Apakah anak memperlihatkan perilaku temper tantrum (mengamuk tak terkendali) jika dilarang atau tidak diberi keinginannya?

a. Ya b. Tidak

4. Apakah anak mempunyai kecenderungan menyakiti diri sendiri?

a. Ya b. Tidak

5. Apakah anak punya tingkah laku stereotip dan repetitivef misalnya mengepakkan tangan atau menjentikkan jari berulang-ulang?


(55)

D 2 6 - 10 tahun Laki-laki Islam Batak Karyawan Perusahaan Sarjana

D 3 6 - 10 tahun Laki-laki Islam Batak Wiraswasta Sarjana

D 4 17 - 20 tahun Laki-laki Kristen Protestan tionghoa PNS/POLRI/ABRI Sarjana

D 5 2 - 5 tahun Laki-laki Kristen Protestan Batak Karyawan Perusahaan Sarjana

D 6 2 - 5 tahun Perempuan Islam lainnya Karyawan Perusahaan Sarjana

D 7 6 - 10 tahun Perempuan Islam Batak PNS/POLRI/ABRI SMA

D 8 10 - 13 tahun Laki-laki Islam Jawa Karyawan Perusahaan Sarjana

D 9 2 - 5 tahun Laki-laki Kristen Protestan Batak Wiraswasta SMA

D 10 6 - 10 tahun Laki-laki Kristen Protestan Batak Karyawan Perusahaan Sarjana

D 11 10 - 13 tahun Laki-laki Islam Jawa PNS/POLRI/ABRI Sarjana

D 12 6 - 10 tahun Laki-laki Islam Jawa PNS/POLRI/ABRI Sarjana

D 13 2 - 5 tahun Laki-laki Islam Jawa PNS/POLRI/ABRI SMA

D 14 10 - 13 tahun Laki-laki Islam Batak Wiraswasta Sarjana

D 15 6 - 10 tahun Laki-laki Budha tionghoa Wiraswasta SMA

D 16 17 - 20 tahun Perempuan Budha tionghoa Wiraswasta Sarjana

D 17 6 - 10 tahun Laki-laki Kristen Protestan Batak PNS/POLRI/ABRI SMA

D 18 10 - 13 tahun Perempuan Islam Jawa Karyawan Perusahaan Sarjana

D 19 2 - 5 tahun Perempuan Islam Batak PNS/POLRI/ABRI Sarjana

D 20 2 - 5 tahun Laki-laki Kristen Katolik Batak Karyawan Perusahaan Sarjana

D 21 2 - 5 tahun Laki-laki Islam Jawa Wiraswasta Sarjana

D 22 2 - 5 tahun Laki-laki Kristen Protestan Batak Wiraswasta Sarjana

D 23 10 - 13 tahun Laki-laki Islam Jawa PNS/POLRI/ABRI Sarjana

D 24 6 - 10 tahun Laki-laki Budha tionghoa Wiraswasta Sarjana

D 25 10 - 13 tahun Laki-laki Kristen Protestan Batak Wiraswasta SMA

D 26 10 - 13 tahun Laki-laki Kristen Katolik Batak Wiraswasta SMA


(56)

D 2 Ya Ya Ya Ya Tidak Ya Tidak Ya Ya Tidak Tidak

D 3 Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Ya Tidak Tidak Tidak

D 4 Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Ya Ya

D 5 Ya Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Ya Ya

D 6 Ya Ya Ya Tidak Ya Tidak Tidak Ya Tidak Tidak Tidak

D 7 Ya Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Tidak Tidak

D 8 Tidak Tidak Ya Ya Tidak Tidak Ya Ya Ya Ya Ya

D 9 Ya Ya Ya Ya Ya Tidak Tidak Ya Tidak Tidak Tidak

D 10 Ya Ya Ya Tidak Ya Tidak Ya Ya Ya Tidak Ya

D 11 Ya Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Tidak Tidak

D 12 Ya Ya Ya Ya Tidak Tidak Tidak Ya Ya Tidak Tidak

D 13 Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak

D 14 Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Tidak Ya

D 15 Ya Tidak Ya Ya Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Tidak Tidak

D 16 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Ya Ya Tidak

D 17 Ya Ya Tidak Tidak Ya Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Tidak

D 18 Ya Ya Tidak Ya Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak

D 19 Ya Ya Ya Ya Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Tidak Tidak

D20 Ya Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Ya Ya Tidak Tidak Tidak

D21 Tidak Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Tidak Tidak

D22 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Tidak Tidak Tidak

D23 Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Ya Ya

D24 Ya Ya Tidak Ya Tidak Ya Ya Tidak Ya Tidak Ya

D25 Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Ya Tidak Tidak Tidak

D26 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya

D27 Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Ya Ya Tidak Tidak


(57)

Umur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 2 - 5 tahun 10 34.5 34.5 34.5

6 - 10 tahun 9 31.0 31.0 65.5

10 - 13 tahun 7 24.1 24.1 89.7

14 - 16 tahun 1 3.4 3.4 93.1

17 - 20 tahun 2 6.9 6.9 100.0

Total 29 100.0 100.0

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Laki-laki 22 75.9 75.9 75.9

Perempuan 7 24.1 24.1 100.0

Total 29 100.0 100.0

Suku Bangsa

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid batak 16 55.2 55.2 55.2

jawa 8 27.6 27.6 82.8

tionghoa 4 13.8 13.8 96.6

lainnya 1 3.4 3.4 100.0


(58)

Agama

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Islam 16 55.2 55.2 55.2

Kristen Protestan 8 27.6 27.6 82.8

Kristen Katolik 2 6.9 6.9 89.7

Budha 3 10.3 10.3 100.0

Total 29 100.0 100.0

Statistics

Umur Jenis Kelamin Agama Suku Bangsa

N Valid 29 29 29 29

Missing 0 0 0 0

Mean 2.1724 1.24 1.8276 1.66

Median 2.0000 1.00 1.0000 1.00

Std. Deviation 1.16708 .435 1.25553 .857

Variance 1.362 .190 1.576 .734

Range 4.00 1 4.00 3

Minimum 1.00 1 1.00 1

Maximum 5.00 2 5.00 4

Pekerjaan Orang Tua

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid PNS/POLRI/ABRI 9 31.0 31.0 31.0

Karyawan Perusahaan

8 27.6 27.6 58.6

Wiraswasta 12 41.4 41.4 100.0


(59)

Pendidikan Orang Tua

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid SMA 8 27.6 27.6 27.6

Sarjana 21 72.4 72.4 100.0

Total 29 100.0 100.0

Statistics

Pekerjaan Orang Tua

Pendidikan Orang Tua

N Valid 29 29

Missing 0 0

Mean 2.1034 4.4483

Median 2.0000 5.0000

Std. Deviation .85960 .90972

Variance .739 .828

Range 2.00 2.00

Minimum 1.00 3.00

Maximum 3.00 5.00

Kontak Mata

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 20 69.0 69.0 69.0

Tidak 9 31.0 31.0 100.0


(60)

Ekspresi Wajah

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 16 55.2 55.2 55.2

Tidak 13 44.8 44.8 100.0

Total 29 100.0 100.0

Bermain

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 13 44.8 44.8 44.8

Tidak 16 55.2 55.2 100.0

Total 29 100.0 100.0

Ekspresi Emosi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 10 34.5 34.5 34.5

Tidak 19 65.5 65.5 100.0

Total 29 100.0 100.0

Ekolalia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 10 34.5 34.5 34.5

Tidak 19 65.5 65.5 100.0


(61)

Statistics

Kontak Mata

Ekspresi

Wajah Bermain

Ekspresi Emosi

N Valid 29 29 29 29

Missing 0 0 0 0

Mean 1.3103 1.4483 1.5517 1.6552

Median 1.0000 1.0000 2.0000 2.0000

Std. Deviation .47082 .50612 .50612 .48373

Variance .222 .256 .256 .234

Range 1.00 1.00 1.00 1.00

Minimum 1.00 1.00 1.00 1.00

Maximum 2.00 2.00 2.00 2.00

Berbicara dan berbahasa

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 4 13.8 13.8 13.8

Tidak 25 86.2 86.2 100.0

Total 29 100.0 100.0

Statistics

Ekolalia

Berbicara dan berbahasa

N Valid 29 29

Missing 0 0

Mean 1.6552 1.8621

Median 2.0000 2.0000

Std. Deviation .48373 .35093

Variance .234 .123

Range 1.00 1.00


(62)

Statistics

Ekolalia

Berbicara dan berbahasa

N Valid 29 29

Missing 0 0

Mean 1.6552 1.8621

Median 2.0000 2.0000

Std. Deviation .48373 .35093

Variance .234 .123

Range 1.00 1.00

Minimum 1.00 1.00

Maximum 2.00 2.00

Ritual yang tidak normal

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 12 41.4 41.4 41.4

Tidak 17 58.6 58.6 100.0

Total 29 100.0 100.0

gunakan mainan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 16 55.2 55.2 55.2

Tidak 13 44.8 44.8 100.0

Total 29 100.0 100.0

Temper tantrum

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 11 37.9 37.9 37.9

Tidak 18 62.1 62.1 100.0

Total 29 100.0 100.0


(63)

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 5 17.2 17.2 17.2

Tidak 24 82.8 82.8 100.0

Total 29 100.0 100.0

Tingkah laku stereotip

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 8 27.6 27.6 27.6

Tidak 21 72.4 72.4 100.0

Total 29 100.0 100.0

Statistics

Ritual yang tidak normal

gunakan mainan

Temper tantrum

Menyakiti diri

Tingkah laku stereotip

N Valid 29 29 29 29 29

Missing 0 0 0 0 0

Mean 1.5862 1.4483 1.6207 1.8276 1.7241

Median 2.0000 1.0000 2.0000 2.0000 2.0000

Std. Deviation .50123 .50612 .49380 .38443 .45486

Variance .251 .256 .244 .148 .207

Range 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00

Minimum 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00

Maximum 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00

Umur * Kontak Mata Crosstabulation

Kontak Mata

Total

Ya Tidak

Umur 2 - 5 tahun Count 6 4 10

% of Total 20.7% 13.8% 34.5%

6 - 10 tahun Count 9 0 9


(64)

10 - 13 tahun Count 4 3 7

% of Total 13.8% 10.3% 24.1%

14 - 16 tahun Count 1 0 1

% of Total 3.4% .0% 3.4%

17 - 20 tahun Count 0 2 2

% of Total .0% 6.9% 6.9%

Total Count 20 9 29

% of Total 69.0% 31.0% 100.0%

Umur * Ekspresi Wajah Crosstabulation

Ekspresi Wajah

Total

Ya Tidak

Umur 2 - 5 tahun Count 5 5 10

% of Total 17.2% 17.2% 34.5%

6 - 10 tahun Count 7 2 9

% of Total 24.1% 6.9% 31.0%

10 - 13 tahun Count 4 3 7

% of Total 13.8% 10.3% 24.1%

14 - 16 tahun Count 0 1 1

% of Total .0% 3.4% 3.4%

17 - 20 tahun Count 0 2 2

% of Total .0% 6.9% 6.9%

Total Count 16 13 29

% of Total 55.2% 44.8% 100.0%

Umur * Bermain Crosstabulation

Bermain

Total

Ya Tidak

Umur 2 - 5 tahun Count 4 6 10


(65)

6 - 10 tahun Count 7 2 9

% of Total 24.1% 6.9% 31.0%

10 - 13 tahun Count 2 5 7

% of Total 6.9% 17.2% 24.1%

14 - 16 tahun Count 0 1 1

% of Total .0% 3.4% 3.4%

17 - 20 tahun Count 0 2 2

% of Total .0% 6.9% 6.9%

Total Count 13 16 29

% of Total 44.8% 55.2% 100.0%

Umur * Ekspresi Emosi Crosstabulation

Ekspresi Emosi

Total

Ya Tidak

Umur 2 - 5 tahun Count 3 7 10

% of Total 10.3% 24.1% 34.5%

6 - 10 tahun Count 4 5 9

% of Total 13.8% 17.2% 31.0%

10 - 13 tahun Count 2 5 7

% of Total 6.9% 17.2% 24.1%

14 - 16 tahun Count 1 0 1

% of Total 3.4% .0% 3.4%

17 - 20 tahun Count 0 2 2

% of Total .0% 6.9% 6.9%

Total Count 10 19 29

% of Total 34.5% 65.5% 100.0%

Umur * Ekolalia Crosstabulation

Ekolalia

Total

Ya Tidak

Umur 2 - 5 tahun Count 4 6 10


(66)

6 - 10 tahun Count 3 6 9

% of Total 10.3% 20.7% 31.0%

10 - 13 tahun Count 2 5 7

% of Total 6.9% 17.2% 24.1%

14 - 16 tahun Count 0 1 1

% of Total .0% 3.4% 3.4%

17 - 20 tahun Count 1 1 2

% of Total 3.4% 3.4% 6.9%

Total Count 10 19 29

% of Total 34.5% 65.5% 100.0%

Umur * Pembicaraan Crosstabulation

Pembicaraan

Total

Ya Tidak

Umur 2 - 5 tahun Count 0 10 10

% of Total .0% 34.5% 34.5%

6 - 10 tahun Count 4 5 9

% of Total 13.8% 17.2% 31.0%

10 - 13 tahun Count 0 7 7

% of Total .0% 24.1% 24.1%

14 - 16 tahun Count 0 1 1

% of Total .0% 3.4% 3.4%

17 - 20 tahun Count 0 2 2

% of Total .0% 6.9% 6.9%

Total Count 4 25 29

% of Total 13.8% 86.2% 100.0%

Umur * Berbicara dan berbahasa Crosstabulation

Berbicara dan berbahasa

Total

Ya Tidak


(67)

% of Total .0% 34.5% 34.5%

6 - 10 tahun Count 2 7 9

% of Total 6.9% 24.1% 31.0%

10 - 13 tahun Count 1 6 7

% of Total 3.4% 20.7% 24.1%

14 - 16 tahun Count 1 0 1

% of Total 3.4% .0% 3.4%

17 - 20 tahun Count 0 2 2

% of Total .0% 6.9% 6.9%

Total Count 4 25 29

% of Total 13.8% 86.2% 100.0%

Umur * gunakan mainan Crosstabulation

gunakan mainan

Total

Ya Tidak

Umur 2 - 5 tahun Count 6 4 10

% of Total 20.7% 13.8% 34.5%

6 - 10 tahun Count 6 3 9

% of Total 20.7% 10.3% 31.0%

10 - 13 tahun Count 4 3 7

% of Total 13.8% 10.3% 24.1%

14 - 16 tahun Count 0 1 1

% of Total .0% 3.4% 3.4%

17 - 20 tahun Count 0 2 2

% of Total .0% 6.9% 6.9%

Total Count 16 13 29

% of Total 55.2% 44.8% 100.0%

Umur * Temper tantrum Crosstabulation

Temper tantrum

Total


(1)

10 - 13 tahun Count 4 3 7 % of Total 13.8% 10.3% 24.1%

14 - 16 tahun Count 1 0 1

% of Total 3.4% .0% 3.4%

17 - 20 tahun Count 0 2 2

% of Total .0% 6.9% 6.9%

Total Count 20 9 29

% of Total 69.0% 31.0% 100.0%

Umur * Ekspresi Wajah Crosstabulation Ekspresi Wajah

Total Ya Tidak

Umur 2 - 5 tahun Count 5 5 10

% of Total 17.2% 17.2% 34.5%

6 - 10 tahun Count 7 2 9

% of Total 24.1% 6.9% 31.0%

10 - 13 tahun Count 4 3 7

% of Total 13.8% 10.3% 24.1%

14 - 16 tahun Count 0 1 1

% of Total .0% 3.4% 3.4%

17 - 20 tahun Count 0 2 2

% of Total .0% 6.9% 6.9%

Total Count 16 13 29

% of Total 55.2% 44.8% 100.0% Umur * Bermain Crosstabulation

Bermain

Total Ya Tidak

Umur 2 - 5 tahun Count 4 6 10


(2)

6 - 10 tahun Count 7 2 9 % of Total 24.1% 6.9% 31.0%

10 - 13 tahun Count 2 5 7

% of Total 6.9% 17.2% 24.1%

14 - 16 tahun Count 0 1 1

% of Total .0% 3.4% 3.4%

17 - 20 tahun Count 0 2 2

% of Total .0% 6.9% 6.9%

Total Count 13 16 29

% of Total 44.8% 55.2% 100.0%

Umur * Ekspresi Emosi Crosstabulation Ekspresi Emosi

Total Ya Tidak

Umur 2 - 5 tahun Count 3 7 10

% of Total 10.3% 24.1% 34.5%

6 - 10 tahun Count 4 5 9

% of Total 13.8% 17.2% 31.0%

10 - 13 tahun Count 2 5 7

% of Total 6.9% 17.2% 24.1%

14 - 16 tahun Count 1 0 1

% of Total 3.4% .0% 3.4%

17 - 20 tahun Count 0 2 2

% of Total .0% 6.9% 6.9%

Total Count 10 19 29

% of Total 34.5% 65.5% 100.0% Umur * Ekolalia Crosstabulation

Ekolalia

Total Ya Tidak

Umur 2 - 5 tahun Count 4 6 10


(3)

6 - 10 tahun Count 3 6 9 % of Total 10.3% 20.7% 31.0%

10 - 13 tahun Count 2 5 7

% of Total 6.9% 17.2% 24.1%

14 - 16 tahun Count 0 1 1

% of Total .0% 3.4% 3.4%

17 - 20 tahun Count 1 1 2

% of Total 3.4% 3.4% 6.9%

Total Count 10 19 29

% of Total 34.5% 65.5% 100.0%

Umur * Pembicaraan Crosstabulation Pembicaraan

Total Ya Tidak

Umur 2 - 5 tahun Count 0 10 10 % of Total .0% 34.5% 34.5%

6 - 10 tahun Count 4 5 9

% of Total 13.8% 17.2% 31.0%

10 - 13 tahun Count 0 7 7

% of Total .0% 24.1% 24.1%

14 - 16 tahun Count 0 1 1

% of Total .0% 3.4% 3.4%

17 - 20 tahun Count 0 2 2

% of Total .0% 6.9% 6.9%

Total Count 4 25 29

% of Total 13.8% 86.2% 100.0% Umur * Berbicara dan berbahasa Crosstabulation

Berbicara dan berbahasa

Total Ya Tidak


(4)

% of Total .0% 34.5% 34.5%

6 - 10 tahun Count 2 7 9

% of Total 6.9% 24.1% 31.0%

10 - 13 tahun Count 1 6 7

% of Total 3.4% 20.7% 24.1%

14 - 16 tahun Count 1 0 1

% of Total 3.4% .0% 3.4%

17 - 20 tahun Count 0 2 2

% of Total .0% 6.9% 6.9%

Total Count 4 25 29

% of Total 13.8% 86.2% 100.0%

Umur * gunakan mainan Crosstabulation gunakan mainan

Total Ya Tidak

Umur 2 - 5 tahun Count 6 4 10

% of Total 20.7% 13.8% 34.5%

6 - 10 tahun Count 6 3 9

% of Total 20.7% 10.3% 31.0%

10 - 13 tahun Count 4 3 7

% of Total 13.8% 10.3% 24.1%

14 - 16 tahun Count 0 1 1

% of Total .0% 3.4% 3.4%

17 - 20 tahun Count 0 2 2

% of Total .0% 6.9% 6.9%

Total Count 16 13 29

% of Total 55.2% 44.8% 100.0%

Umur * Temper tantrum Crosstabulation Temper tantrum

Total Ya Tidak


(5)

Umur 2 - 5 tahun Count 2 8 10 % of Total 6.9% 27.6% 34.5%

6 - 10 tahun Count 5 4 9

% of Total 17.2% 13.8% 31.0%

10 - 13 tahun Count 2 5 7

% of Total 6.9% 17.2% 24.1%

14 - 16 tahun Count 0 1 1

% of Total .0% 3.4% 3.4%

17 - 20 tahun Count 2 0 2

% of Total 6.9% .0% 6.9%

Total Count 11 18 29

% of Total 37.9% 62.1% 100.0%

Umur * Menyakiti diri Crosstabulation Menyakiti diri

Total Ya Tidak

Umur 2 - 5 tahun Count 1 9 10

% of Total 3.4% 31.0% 34.5%

6 - 10 tahun Count 0 9 9

% of Total .0% 31.0% 31.0%

10 - 13 tahun Count 2 5 7

% of Total 6.9% 17.2% 24.1%

14 - 16 tahun Count 0 1 1

% of Total .0% 3.4% 3.4%

17 - 20 tahun Count 2 0 2

% of Total 6.9% .0% 6.9%

Total Count 5 24 29

% of Total 17.2% 82.8% 100.0% Umur * Tingkah laku stereotip Crosstabulation

Tingkah laku


(6)

Ya Tidak

Umur 2 - 5 tahun Count 1 9 10

% of Total 3.4% 31.0% 34.5%

6 - 10 tahun Count 2 7 9

% of Total 6.9% 24.1% 31.0%

10 - 13 tahun Count 4 3 7

% of Total 13.8% 10.3% 24.1%

14 - 16 tahun Count 0 1 1

% of Total .0% 3.4% 3.4%

17 - 20 tahun Count 1 1 2

% of Total 3.4% 3.4% 6.9%

Total Count 8 21 29