Implementasi Sistem Pelayanan Anak Autis Dalam Mencapai Kemandirian di Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) Medan

(1)

SKRIPSI

IMPLEMENTASI SISTEM PELAYANAN ANAK AUTIS DALAM

MENCAPAI KEMANDIRIAN DI YAYASAN ANANDA KARSA

MANDIRI (YAKARI) MEDAN

Diajukan Oleh :

SITI RAHMA

100902082

ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(2)

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Siti Rahma 100902082

ABSTRAK

Implementasi Sistem Pelayanan Anak Autis Dalam Mencapai Kemandirian di Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) Medan

(Skripsi ini terdiri dari 6 Bab, 103 halaman, 43 tabel, 3 lampiran, 20 daftar pustaka)

Diperlukan upaya untuk meningkatkan pelayanan pendidikan maupun terapi untuk anak autis secara umum. Peningkatan pelayanan itu diharapkan dapat menampung anak autis lebih banyak serta meminimalkan problem belajar maupun komunikasi terutama pada anak-anak autis. Salah satu upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan anak autis diperlukan suatu implementasi sistem pelayanan secara terpadu.

Penelitian ini dilakukan di Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI), yang bertempat di Jl. Seibatu Rata No. 14 Medan. Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif, dengan populasi 12 orang, sehingga semua populasi dijadikan sampel. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi tempat penelitian, menyebarkan angket dan wawancara. Kemudian data yang diperoleh dianalisis melalui metode pendekatan kuantitatif.

Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa terdapat beberapa sistem pelayanan yang diberikan yayasan kepada anak autis untuk mencapai kemandirian, yaitu metode Lovas/ABA yaitu melalui pendekatan perilaku. Terapi okupasi, yaitu berfokus untuk membentuk kemampuan hidup sehari-hari anak autis. Terapi dengan menggunakan simbol atau gambar yang berfungsi untuk mengembalikan komunikasi spontanitas anak. Pemberian obat-obatan ataupun vitamin sesuai dosis dan gangguan yang terjadi. Membantu anak dengan kebutuhan khusus agar dapat mandiri, Membantu orangtua yang memiliki anak autis untuk memahami kebutuhan anak tersebut. Selain itu metode pembelajaran yang diberikan oleh yayasan berupa sistem pelayanan yang diberikan kepada anak berupa program individual class dimana anak diterapi dengan teknik online atau secara langsung. Oleh karena itu, yayasan tetap harus memperhatikan pelayanan dan dapat mengetahui hal apa yang sangat dibutuhkan oleh anak untuk dapat menunjang spontanitasnya dan melihat sejauh mana proses terapi yang diberikan memperoleh hasil yang baik bagi perkembangan anak dan juga yayasan.


(3)

SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA

 

Siti Rahma 100902082

ABSTRACT

Implementasi Sistem Pelayanan Anak Autis Dalam Mencapai Kemandirian di Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) Medan

(This thesis consists of 6 chapters, 103 pages, 43 tables, 3 attachments, 20 bibliography)

Necessary efforts to improve education and therapy services for children with autism in general. Improved service is expected to accommodate more children with autism as well as minimizing the learning and communication problems, especially in children with autism. One of the efforts to improve the quality and quantity of services required of a child with autism in an integrated service system implementation.

This research was conducted Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI), which is located on Jl. Seibatu Rata No. 14 Medan. This study includes a descriptive study, with a population of 12 people, so that all the population sampled. Data was collected by observation study sites, distributing questionnaires and interviews. Then the data were analyzed through a quantitative approach.

The results of the field study showed that there are some system services provided the foundation for autistic children to achieve independence, which is the method Lovaas / ABA that is through a behavioral approach. Occupational therapy, which is focused to for daily living abilities of autistic children. Therapy using a symbol or image that serves to restore the spontaneity of children's communication. Providing drugs or vitamins as prescribed and disturbance. Helping children with special needs to be self-sufficient, Helping parents of children with autism to understand the needs of the child. Besides learning methods provided by the foundation in the form of a system of care provided to children in the form of a class of individual programs where children are treated with the technique online or in person. Therefore, the foundation still must pay attention to the service and can find out what is needed by the child to be able to support spontaneity and see to what extent a given therapeutic process to obtain good results for children's development as well as foundations.


(4)

 

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa Allah SWT yang telah memberikan penulis kesempatan untuk dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Adapun judul skripsi ini adalah “Implementasi Sistem Pelayanan Anak Autis Dalam Mencapai Kemandirian di Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) Medan”. Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) adalah salah satu yayasan yang bergerak dalam bidang sekolah dan klinik khusus anak autis ataupun bagi anak yang berkebutuhan khusus lainnya.

Dalam penulisan skripsi ini begitu banyak pihak-pihak yang membantu penulis baik dalam hal materi, moral, maupun moril sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak Badaruddin selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Hairani Siregar selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP USU.

3. Bapak Agus Suriadi M. Si yang merupakan Dosen Pembimbing penulis yang telah memberikan arahan, bimbingan serta waktunya untuk membimbing penulis.


(5)

4. Seluruh Dosen FISIP USU terkhusus dosen-dosen Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial yang telah memberikan banyak ilmu kepada penulis dari awal semester perkuliahan hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Kedua orangtua penulis yang sangat penulis sayangi dan hormati, yang selalu memberikan dukungan baik materi, moral maupun moril selama perkuliahan. Skripsi ini ku persembahkan buat Ayah dan Ibu Ku tercinta semoga panjang umur sehat selalu dan murah rezeki.

6. Adek-adek Ku yang tercinta Fahri, Ashar, Alfi. Terima kasih buat kalian semua, semoga kita semua menjadi orang sukses yang tak lupa daratan. 7. Teman-teman yang ku sayangi TwOG, Kos Hijau, teman seperjuangan semua,

good luck for us.

8. Untuk teman-teman satu stambuk Kessos 2010, terima kasih buat semua dukungan dan kebersamaannya di Kessos 2010, sukses buat kita semua, salam Kessos.

9. Pimpinan Yayasan Ananda Karsa Mandiri Ny. Rusly, semua staf Yayasan terima kasih saya ucapkan atas bantuannya sehingga saya bisa melalukan praktikum dan penelitian di YAKARI.

10.Seluruh rekan-rekan dan semua pihak yang mendukung ku yang tak bisa ku sebutkan namanya satu persatu, semoga kita semua sehat selalu dan diberikan Tuhan rezeki yang berlimpah, amin.


(6)

Besar harapan penulis skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak yang membacanya. Dengan penuh kerendahan hati, penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengucapkan minta maaf apabila ada salah kata dalam penulisan, dan sangat mengharapkan saran dan kritik dari pembaca yang bersifat membangun ke depannya.

Akhir kata penulis mengucapkan sekian dan terima kasih.

Medan, Agustus 2014 Penulis

(Siti Rahma)

   

                       


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTARISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 7

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 7

1.4 Sistematika Penulisan ... 8

BAB IITINJAUAN PUSTAKA 2.1 Implementasi ... 10

2.1.1 Pengertian Implementasi ... 10

2.2 Pelayanan ... 11

2.2.1 Pengertian Pelayanan ... 11

2.2.2 Sistem Pelayanan Sosial ... 12

2.2.3. Fungsi sistem Pelayanan Sosial ... 13

2.3 Autis ... 15


(8)

2.3.2 Gejala Autis ... 17

2.3.3 Penyebab Autis ... 19

2.3.4 Hambatan-hambatan Anak Autis ... 20

2.3.5 Macam-macam Terapi Penunjang Bagi Anak Autis ... 21

2.3.6 Penanganan/Penatalaksanaan Terpadu ... 24

2.4 Pendidikan dan Pemberdayaan Anak Autis ... 24

2.4.1 Bentuk Pelayanan Pendidikan Bagi Anak autis ... 24

2.4.2 Pemberdayaan Anak Autis ... 25

2.5 Kemandirian ... 26

2.5.1 Kemandirian Anak autis ... 26

2.5.2 Faktor Pendukung dan Penghambat Pengembangan Kemandirian Anak Autis ……….27

2.6 Kerangka Pemikiran ... 28

2.7 Defenisi Konsep dan Operasional ... 31

2.7.1 Defenisi Konsep ... 31

2.7.2 Defenisi Operasional ... 32

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 36

3.2 Lokasi penelitian ... 36

3.3 Populasi dan Sampel ... 37

3.4 Teknik Pengumpulan data ... 37

3.5 Teknik analisis Data ... 38


(9)

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1 Latar Belakang Yayasan atau Lembaga ... 39

4.2 Landasan Hukum Yayasan ... 44

4.3 Letak dan Kedudukan Lembaga... 44

4.4 Tujuan dan Program Lembaga ... 45

4.4.1 Tujuan Lembaga... 45

4.4.2 Program Lembaga ... 45

4.4.3 Visi dan Misi Lembaga ... 46

4.5 Struktur Lembaga ... 46

BAB VANALISIS HASILPENELITIAN 5.1 Analisis Identitas Responden ... 50

5.2 Analisis Data Penelitian ... 55

BAB VIPENUTUP 6.1 Kesimpulan ... 93

6.2 Saran ... 96 DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 50

Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Usia ... 51

Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Agama ... 52

Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Suku Bangsa ... 53

Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Status Anak ... 54

Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Berapa Lama Anak Menjadi Murid di Yayasan Ananda Karsa Mandiri ... 55

Tabel 7. Distribusi Responden Berdasarkan Kecukupan Fasilitas atau Sarana dan Prasarana di YAKARI... 56

Tabel 8. Distribusi Responden Berdasarkan Apakah Anak Mendapatkan Pendidikan Yang Baik Selama Menjadi Murid di YAKARI ... 57

Tabel 9. Distribusi Responden Berdasarkan Kepuasan Terhadap Fasilitas Pendidikan yang Diberikan oleh YAKARI... 58

Tabel 10. Distribusi Responden Berdasarkan Apakah YAKARI Menyediakan Pendidikan Keterampilan ... 59

Tabel 11. Distribusi Responden Berdasarkan Kepuasan Terhadap Terapi yang Diberikan YAKARI ... 60

Tabel 12. Distribusi Responden Berdasarkan Kepuasan Terhadap Sistem Pelayanan yang Diberikan YAKARI ... 61

Tabel 13. Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja Para Terapis di YAKARI ... 62

Tabel 14. Distribusi Responden Berdasarkan Apakah YAKARI Menghadirkan Tenaga Pendidik Khusus dalam Memberikan Pelayanan ... 63


(11)

Tabel 15. Distribusi Responden Berdasarkan Apasajakah Kegiatan YAKARI Untuk Mendukung Kemandirian Anak ... 64 Tabel 16. Distribusi Responden Berdasarkan Uang Sekolah di YAKARI ... 65 Tabel 17. Distribusi Responden Berdasarkan Apakah Anak Mengalami Kemajuan

Setelah Menjadi Anak Didik di YAKARI ... 66 Tabel 18. Distribusi Responden Berdasarkan Apakah Anak Diberikan Pendidikan

yang Lain Selain di Sekolah Khusus Anak Autis ... 67 Tabel 19. Distribusi Responden Berdasarkan Apakah Terapis Sering Memberikan

Arahan ataupun Informasi Tentang Perkembangan Anak ... 68 Tabel 20. Distribusi Responden Tentang Apakah Anak Diawasi Dengan Baik oleh

YAKARI Ketika Berada di Sekolah ... 69 Tabel 21. Distribusi Responden Tentang Apakah Terapis Memberikan Hukuman Jika Anak Melanggar Disiplin ... 70 Tabel 22. Distribusi Responden Tentang Apakah YAKARI Mengalami Keterbatasan

Tenaga Didik ... 71 Tabel 23. Distribusi Responden Tentang Pemberian Motivasi Untuk Perkembangan

Anak ... 72 Tabel 24. Distribusi Responden Tentang Apakah Anak Lebih sering Bermain Sendiri

Setiap Hari ... 73 Tabel 25. Distribusi Responden Tentang apakah Anak Selalu Diberikan Obat Khusus Untuk Menunjang Perkembangan ... 74 Tabel 26. Distribusi Responden Tentang Apakah Anak Sering Mengamuk Tanpa

Sebab ... 75 Tabel 27. Distribusi Responden Tentang Apakah Anak Melakukan Interaksi Dengan


(12)

Sesama Anak Berkebutuhan Khusus ... 76 Tabel 28. Distribusi Responden Tentang Apakah Anak Mampu Merawat Diri Sendiri

... 77 Tabel 29. Distribusi Responden Tentang Sejak Kapan Orangtua Mengetahui Anak

Termasuk Autis ... 78 Tabel 30. Distribusi Responden Tentang Apakah Orangtua Mengetahui Program

Apasaja Untuk Mendukung Perkembangan Anak ... 79 Tabel 31. Distribusi Responden Tentang Apakah Anak Mampu Bersosialisasi dengan Adanya Treatment Pendekatan Perilaku (Lovas/ABA) ... 80 Tabel 32. Distribusi Responden Tentang Apakah anak Mampu Mengendalikan Emosi

Setelah Mendapatkan Terapi Pendekatan Perilaku ... 81 Tabel 33. Distribusi Responden Tentang Apakah Anak Mampu Mandiri Setelah

Mendapatkan Terapi Okupasi ... 82 Tabel 34. Distribusi Responden Tentang Apakah anak Mampu Melakukan Kegiatan

dengan Baik Ketika Sedang Bersama Komunitasnya di Sekolah ... 83 Tabel 35. Distribusi Responden Tentang Bagaimana Sikap Anak Selama Berada di

Lingkungan Sekolah ... 84 Tabel 36. Distribusi Responden Tentang Program Individual Class ... 85 Tabel 37. Distribusi Responden Tentang Apakah Anak Mampu Berkomunikasi

dengan Terapi Gambar atau PECS (Picture Exchange Communication System) ... 86 Tabel 38. Distribusi Responden Tentang Apakah dengan Terapi Wicara Dapat

Membuat Anak Merespon Ritme atau Bunyi... 87 Tabel 39. Distribusi Responden Berdasarkan Apakah Anak Sering Mengalami Alergi Terhadap Makanan tertentu... 88 Tabel 40. Distribusi Responden Tentang Apakah Yayasan Ananda Karsa Mandiri


(13)

Tabel 41. Distribusi Responden Tentang Apakah Pemberian Obat-obatan Berada di Bawah Pengawasan Dokter Ahli ... 90 Tabel 42. Distribusi Responden Tentang Bagaimana Respon Anak Terhadap Semua

Terapi yang Diberikan ... 91 Tabel 43. Distribusi Responden Tentang Spontanitas Anak Setelah Mendapatkan

Terapi ... 92  

 

                     


(14)

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Siti Rahma 100902082

ABSTRAK

Implementasi Sistem Pelayanan Anak Autis Dalam Mencapai Kemandirian di Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) Medan

(Skripsi ini terdiri dari 6 Bab, 103 halaman, 43 tabel, 3 lampiran, 20 daftar pustaka)

Diperlukan upaya untuk meningkatkan pelayanan pendidikan maupun terapi untuk anak autis secara umum. Peningkatan pelayanan itu diharapkan dapat menampung anak autis lebih banyak serta meminimalkan problem belajar maupun komunikasi terutama pada anak-anak autis. Salah satu upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan anak autis diperlukan suatu implementasi sistem pelayanan secara terpadu.

Penelitian ini dilakukan di Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI), yang bertempat di Jl. Seibatu Rata No. 14 Medan. Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif, dengan populasi 12 orang, sehingga semua populasi dijadikan sampel. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi tempat penelitian, menyebarkan angket dan wawancara. Kemudian data yang diperoleh dianalisis melalui metode pendekatan kuantitatif.

Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa terdapat beberapa sistem pelayanan yang diberikan yayasan kepada anak autis untuk mencapai kemandirian, yaitu metode Lovas/ABA yaitu melalui pendekatan perilaku. Terapi okupasi, yaitu berfokus untuk membentuk kemampuan hidup sehari-hari anak autis. Terapi dengan menggunakan simbol atau gambar yang berfungsi untuk mengembalikan komunikasi spontanitas anak. Pemberian obat-obatan ataupun vitamin sesuai dosis dan gangguan yang terjadi. Membantu anak dengan kebutuhan khusus agar dapat mandiri, Membantu orangtua yang memiliki anak autis untuk memahami kebutuhan anak tersebut. Selain itu metode pembelajaran yang diberikan oleh yayasan berupa sistem pelayanan yang diberikan kepada anak berupa program individual class dimana anak diterapi dengan teknik online atau secara langsung. Oleh karena itu, yayasan tetap harus memperhatikan pelayanan dan dapat mengetahui hal apa yang sangat dibutuhkan oleh anak untuk dapat menunjang spontanitasnya dan melihat sejauh mana proses terapi yang diberikan memperoleh hasil yang baik bagi perkembangan anak dan juga yayasan.


(15)

SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA

 

Siti Rahma 100902082

ABSTRACT

Implementasi Sistem Pelayanan Anak Autis Dalam Mencapai Kemandirian di Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) Medan

(This thesis consists of 6 chapters, 103 pages, 43 tables, 3 attachments, 20 bibliography)

Necessary efforts to improve education and therapy services for children with autism in general. Improved service is expected to accommodate more children with autism as well as minimizing the learning and communication problems, especially in children with autism. One of the efforts to improve the quality and quantity of services required of a child with autism in an integrated service system implementation.

This research was conducted Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI), which is located on Jl. Seibatu Rata No. 14 Medan. This study includes a descriptive study, with a population of 12 people, so that all the population sampled. Data was collected by observation study sites, distributing questionnaires and interviews. Then the data were analyzed through a quantitative approach.

The results of the field study showed that there are some system services provided the foundation for autistic children to achieve independence, which is the method Lovaas / ABA that is through a behavioral approach. Occupational therapy, which is focused to for daily living abilities of autistic children. Therapy using a symbol or image that serves to restore the spontaneity of children's communication. Providing drugs or vitamins as prescribed and disturbance. Helping children with special needs to be self-sufficient, Helping parents of children with autism to understand the needs of the child. Besides learning methods provided by the foundation in the form of a system of care provided to children in the form of a class of individual programs where children are treated with the technique online or in person. Therefore, the foundation still must pay attention to the service and can find out what is needed by the child to be able to support spontaneity and see to what extent a given therapeutic process to obtain good results for children's development as well as foundations.


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan zaman saat ini, peningkatan jumlah anak berkebutuhan khusus yang mengalami kesulitan belajar dan komunikasi, terutama penyandang autis semakin banyak. Maka diperlukan upaya untuk meningkatkan pelayanan pendidikan maupun terapi untuk anak autis secara umum. Peningkatan pelayanan itu diharapkan dapat menampung anak autis lebih banyak serta meminimalkan problem belajar maupun komunikasi terutama pada anak-anak autis. Salah satu upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan anak autis diperlukan suatu sistem pelayanan yang terpadu dan implementasinya dalam bentuk group/kelas (sekolah), individu (one on one) serta pembelajaran individual melalui modifikasi perilaku.

Di Indonesia, masalah tentang autis sudah sering dibicarakan baik di media cetak (seperti: koran, majalah dan jurnal) maupun di media elektronika (seperti: televisi, radio, dan internet). Tak jarang diadakan dialog dan seminar yang mengangkat tema gangguan perkembangan pervasif ini. Tempat-tempat terapi pun sudah banyak kita jumpai di berbagai kota di Indonesia, tentu saja dengan jenis terapi yang berbeda-beda.

Terdapat 4-5 kasus autisme pada setiap sepuluh ribu anak. Kasus ini akan bertambah hingga 20%, jika anak yang menderita gangguan retardasi mental berat dengan ciri autisme dimasukkan dalam gangguan autisme. Hal senada juga


(17)

diungkapkan oleh Budhiman (1998) perihal angka perkembangan autisme ini. Ia mengatakan bahwa sekitar 15-20 tahun yang lalu hanya terdapat 2-4 kasus autisme dari 10.000 anak. Namun saat ini kasus autisme diperkirakan meningkat hingga 20%, diseluruh dunia (Kaplan-1997 dalam skripsi Fitriyanti tentang Efektivitas Terapi Wicara Pada Anak Autis Dengan Gangguan Perkembangan Bahasa Di Pusat Terapi Anak Dengan Kebutuhan Khusus A plus).

Autis dijelaskan adanya kelainan perkembangan sistem saraf pada seseorang yang dialami sejak lahir ataupun saat masa balita. Karakteristik yang menonjol pada seseorang yang mengidap kelainan ini adalah kesulitan membina hubungan sosial, berkomunikasi secara normal maupun memahami emosi serta perasaan orang lain.

Autis merupakan salah satu gangguan perkembangan yang merupakan bagian dari kelainan spektrum autis atau autism spectrum disorders (ASD) dan juga merupakan salah satu dari lima jenis gangguan dibawah payung gangguan perkembangan pervasif atau pervasive development disorder (PDD). Autisme bukanlah penyakit kejiwaan karena ia merupakan suatu gangguan yang terjadi pada otak sehingga menyebabkan otak tersebut tidak dapat berfungsi selayaknya otak normal dan hal ini termanifestasi pada perilaku penyandang autisme (http://id.wikipedia.org/wiki/Autisme diakses pada hari Minggu, tanggal 30 Maret 2014, pukul 23:48 WIB).

Gangguan tumbuh kembang anak juga dapat dilihat secara komplek yang gejalanya tampak sebelum anak berusia tiga tahun. Gangguan autisme pada awalnya apabila seorang anak memiliki kelemahan ditiga domain tertentu, yaitu sosial, komunikasi, dan tingkah laku yang berulang. Penjelasan lain


(18)

diungkapkan gangguan pertumbuhan anak penyandang autis dianggap berasal dari faktor psikologis, yaitu karena kurangnya komunikasi dan kasih sayang dari orang tua terutama ibu atapun keluarga yang tidak berfungsi secara baik dan tidak mendukung perkembangan anak.

Autis sebagai gangguan perkembangan pervasif yang ciri utamanya adalah gangguan kualitatif pada perkembangan komunikasi baik secara verbal (berbicara dan menulis) dan non verbal (kurang bisa mengekspresikan perasaan dan kadang menunjukan ekspresi yang kurang tepat) (Peeters, 2004).

Beberapa jenis terapi bersifat tradisional dan telah teruji dari waktu ke waktu sementara terapi lainnya mungkin baru saja muncul. Tidak seperti gangguan perkembangan lainnya, tidak banyak petunjuk treatment yang telah dipublikasikan apalagi prosedur yang standar dalam menangani autisme. Bagaimanapun juga para ahli sependapat bahwa terapi harus dimulai sejak awal dan harus diarahkan pada hambatan maupun keterlambatan yang secara umum dimiliki oleh setiap anak autis, misalnya; komunikasi dan persoalan-persolan perilaku. Treatment yang komprehensif umumnya meliputi; Terapi Wicara (Speech Therapy), Okupasi Terapi (Occupational Therapy) dan Applied Behavior Analisis (ABA) untuk mengubah serta memodifikasi perilaku.

Saat ini dijelaskan bahwa penyebab dasar faktor seorang anak itu mengalami gangguan tumbuh kembang seperti autis salah satunya karena faktor genetik, namun meskipun anak membawa predisposisi genetic, bila tidak ada faktor pencetus dari luar diperkirakan gejala autis tidak keluar. Faktor pencetusnya antara lain berasal dari


(19)

ibu, seperti keracunan logam berat, infeksi virus rubella, toksoplasma, jamur atau ibu memakan obat-obatan keras terutama pada trimester pertama serta ibu pada saat hamil mengalami gangguan pencernaan yang menyebabkan berbagai alergi pada makanan sehingga mengakibatkan gangguan kekebalan tubuh. Hal inilah yang dapat memicu anak sempat berkembang normal kemudian terjadi kemunduran disertai dengan adanya gejala autistik.

Beberapa pelayanan treatment yang diterapkan terhadap anak autis antara lain, pendekatan developmental yang dikaitkan dengan pendidikan yang dikenal sebagai Floortime. TEACCH (Treatment and Education of Autistic and Related Communication – Handicapped Children). Biological Treatment, meliputi tetapi tidak terbatas pada: diet, pemberian vitamin dan pemberian obat-obatan untuk mengurangi perilaku-perilaku tertentu (agresivitas, hiperaktif, melukai diri sendiri, dsb). Speech – Language Therapy (Terapi Wicara), meliputi tetapi tidak terbatas pada usaha penanganan gangguan asosiasi dan gangguan proses auditory/pendengaran. Komunikasi, peningkatan kemampuan komunikasi, seperti PECS (Picture Exchange Communication System), bahasa isyarat, strategi visual menggunakan gambar dalam berkomunikasi dan pendukung-pendukung komunikasi lainnya (http://id.wikipedia.org/wiki/Autisme diakses pada hari Minggu, tanggal 30 Maret 2014, pukul 23:48 WIB).

Pelayanan autisme intensif, meliputi kerja team dari berbagai disiplin ilmu yang memberikan intervensi baik di rumah, sekolah maupun lngkungan sosial lainnya. Terapi yang bersifat Sensoris, meliputi tetapi tidak terbatas pada Occupational Therapy (OT), dan Auditory Integration Training (AIT).


(20)

Educational Treatment, meliputi tetapi tidak terbatas pada: Applied Behavior Analysis (ABA) yang prinsip-prinsipnya digunakan dalam penelitian Lovaas sehingga sering disamakan dengan Discrete Trial Training atau Intervensi Perilaku Intensif.

Data menunjukkan bahwa jumlah penyandang autisme semakin hari semakin banyak. Dari berbagai kepustakaan, dulu diperkirakan “hanya” 4-5 per 10.000 kelahiran, kemudian meningkat pada tahun 1990-an awal menjadi 15-20 per 10.000 kelahiran. Pada tahun 2000 (ASA Confrence), meningkat lagi mencapiai 60 per 10.000 kelahiran,atau 1:250 anak. Di Amerika autisme telah dinyatakan sebagai national alarming (Purboyo, 2007).

Hasil penelitian terbaru menunjukkan satu dari 150 balita di Indonesia kini menderita autisme. Laporan terakhir badan kesehatan dunia (WHO) yang di kutip oleh Sinung (2008) tahun 2005 juga memperlihatkan hal serupa, yang mana perbandingan anak autisme dengan anak normal di seluruh dunia, termasuk Indonesia telah mencapai 1:100.

Oleh karena itu, salah satu yayasan yang menyediakan sistem pelayanan terhadap anak yang berkebutuhan khusus seperti autis di kota Medan adalah Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI), serta latar belakang pemilik yayasan dan sekolah anak berkebutuhan khusus yang memiliki riwayat anak penyandang autis, mendirikan pusat sekolah sekaligus terapi untuk anak autis. Didirikannya sekolah yakari untuk menyelenggarakan pendidikan kepada anak autistik dalam bentuk layanan individual classroom dengan individual education program sesuai kebutuhan individu anak dengan berbagai program terapi antara lain terapi wicara, terapi perilaku, terapi


(21)

okupasi, sensori integrasi yang dilakukan dengan berbagai metode antara lain COMPIC (Visual Support), floor time, classical dan games dibawah bimbingan guru dan terapis yang berpengalaman, ramah, sabar dan bersahabat.

Di samping itu, klinik YAKARI berfungsi untuk melakukan pemeriksaan dan konsultasi medis, meliputi assessment awal dan penegakan diagnosa serta konsultasi rutin secara individual yang dipimpin oleh Prof. Dr. H. M. Joesoef Simbolon, Sp. Kj (K). Hal tersebut sangat membantu para orangtua untuk mendapatkan informasi tentang autistik, sehingga penanganan dapat dilakukan dengan lebih mudah dan terarah untuk mendapatkan hasil yang optimal terhadap anak yang berkebutuhan khusus seperti anak autis dalam mencapai kemandirian anak.

Kemandirian yang dimaksud yaitu agar anak mampu untuk membantu dirinya dalam kehidupan rutin setiap hari, seperti makan, minum, mandi, ke wc, memakai dan melepas baju, memakai dan melepas kaos kaki, dan lain-lain

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka peneliti merasa tertarik untuk mengkaji sistem pelayanan tersebut yang dituangkan dalam penelitian yang berjudul “ Implementasi Sistem Pelayanan Anak Autis Dalam Mencapai Kemandirian Di Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) Medan”.

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan arah penelitan. Oleh karena itu, berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “ Bagaimana Implementasi Sistem Pelayanan Anak Autis Dalam Mencapai Kemandirian Di Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) Medan?”.


(22)

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan sistem pelayanan anak autis dalam mencapai kemandirian di Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI).

1.3.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah : 1. Secara teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan untuk menambah wawasan dan informasi serta untuk mengembangkan konsep-konsep ataupun teori-teori ilmu kesejahteraan sosial untuk meningkatkan sistem pelayanan khususnya terhadap anak penyandang autis dalam mencapai kemandirian.

2. Secara Praktis

Bagi orangtua ataupun anak penyandang autisme akan memberikan suatu alternatif terapi yang lebih aman dan terarah serta diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada pihak-pihak yang telibat dalam upaya penyelenggaraan sistem pelayanan anak autis.


(23)

1.4 Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini disajikan dalam VI bab dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini menguraikan secara teori yang berkaitan dengan penelitian, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang metodologi penellitian yang terdiri dari tipe penelitiaan, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan mengenai gambaran umum lokasi penelitian dimana penulis mengadakan penelitian.

BAB V : ANALISIS DATA

Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian dan analisisnya.


(24)

Bab ini berisikan mengenai kesimpulan dan saran dari hasil penelitian penulis sehubungan dengan penelitian yang dilakukan .


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Implementasi

2.1.1 Pengertian Implementai

Pengertian implementasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pelaksanaan atau penerapan. Dalam hal ini, implementasi diartikan sebagai sebuah pelaksanaan atau penerapan suatu program ataupun kebijakan yang telah dirancang atau didesain dan dijalankan secara keseluruhan.

Secara singkat, implementasi dapat diartikan sebagai penerapan, pelaksanaan, perwujudan dalam tindak nyata. Van Master dan Van Horn (dalam Wahab 2002), merumuskan proses implementsi atau pelaksanaan sebagai berikut: “Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah/swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tunuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan. Sedangkan implementasi dalam pengertian luas adalah pelaksanaan dan melakukan suatu program kebijaksanaan. Dan dijelaskan bahwa suatu proses interaksi diantara merancang dan menentukan sasaran yang diinginkan.

Implementasi merupakan tahap yang sangat menentukan dalam proses kebijakan karena tanpa implementasi yang efektif maka keputusan pembuat kebijakan tidak akan berhasil dilaksanakan. Implementasi kebijakan merupakan aktivitas yang terlihat setelah adanya pengarahan yang sah dari suatu kebijakan yang meliputi upaya mengelola input untuk menghasilkan implementasi baru akan dimulai apabila tujuan


(26)

dan sasaran telah ditetapkan, kemudian program kegiatan telah tersusun dan dana telah siap untuk proses pelaksanaanya dan telah disalurkan untuk mencapai sasaran atau tujuan kebijakan yang diinginkan.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa program merupakan unsur pertama yang harus ada demi tercapainya kegiatan implementasi. Program akan menunjang implementasi, karena dalam program tesebut telah dimuat berbagai aspek antara lain: 1. Adanya tujuan yang inigin dicapai.

2. Adanya kebijaksanaan-kebijaksanaan yang harus diambil dalam mencapai tujuan itu.

3. Adanya aturan-aturan yang harus dipegang dan prosedur yang harus dilalui. 4. Adanya perkiraan anggaran yang dibutuhkan.

5. Adanya strategi dalam pelaksanaan.

2.2 Pelayanan

2.2.1 Pengertian Pelayanan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pelayanan adalah sebagai usaha melayani kebutuhan orang lain. Selain itu, pengertian pelayanan menurut Kotler dalam Laksana (2008) pelayanan adalah setiap tindakan atau kegiatan yanga dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun.

Sementara itu, menurut Lovelock, Petterson & Walker dalam Tjiptono (2005) mengemukakan perspektif pelayanan sebagai sebuah sistem, dimana setiap bisnis jasa


(27)

dipandang sebagai sebuah sistem yang terdiri atas dua komponen utama: (1) operasai jasa; dan (2) penyampaian jasa.

Berdasarkan pengertian-pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pelayanan merupakan suatu bentuk sistem, prosedur atau metode tertentu diberikan kepada orang lain.

2.2.2 Sistem Pelayanan Sosial

Sistem pelayanan sosial merupakan suatu usaha yang dilakukan kelompok atau seseorang atau birokrasi untuk memberikan bantuan dan kemudahan kepada klien dalam mencapai tujuan tertentu. Pelayanan sosial adalah salah satu bentuk kebijakan sosial yang ditujukan untuk mempromosikan kesejahteraan. Namun demikian, pemberian pelayanan sosial bukan merupakan satu-satunya strategi untuk meningkatkan kesejahteraan seseorang atau masayarakat, Ia hanyalah salah satu strategi kebijakan sosial dalam mencapai tujuannya.

Dalam kesejahteraan sosial juga terdapat usaha kesejahteraan sosial, dimana pelayanan sosial juga termasuk dari salah satu di dalamnya. Perlu dibedakan dua macam pengertian pelayanan sosial, yaitu:

1. Pelayanan sosial dalam arti luas adalah pelayanan sosial yang mencakup fungsi pengembangan termasuk pelayanan sosial dalam bidang pendidikan, kesehatan, perumahan, tenaga kerja dan sebagainya.

2. Pelayanan sosial dalam arti sempit atau disebut juga pelayanan kesejahteraan sosial mencakup program pertolongan dan perlindungan kepada golongan yang tidak beruntung seperti pelayanan sosial bagi anak terlantar, keluarga miskin, cacat, tuna sosial dan sebagainya (Muhidin, 1992:41).


(28)

Luasnya konsepsi mengenai pelayanan-pelayanan sosial sebagaimana dikemukakan Romanyshyn 1971, bahwa pelayanan sosial bukan hanya sebagai usaha memulihkan, memelihara, dan meningkatkan kemampuan berfungsi sosial individu dan keluarga, melainkan juga sebagai usaha untuk menjamin berfungsinya kolektifitas seperti kelompok-kelompok sosial, organisasi serta masyarakat.

2.2.3 Fungsi Sistem Pelayanan Sosial

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengemukakan fungsi pelayanan sosial sebagai berikut:

1. Peningkatan kondisi kehidupan masyarakat. 2. Pengembangan sumber-sumber manusiawi.

3. Orientasi masyarakat terhadap perubahan-perubahan sosial dan penyesuaian. 4. Mobilisasi dan pencipta sumber-sumber masyarakat, untuk tujuan

pembangunan.

5. Penyediaan dan penyelenggaraan struktur kelembagaan untuk tujuan agar pelayanan-pelayanan yang terorganisir dapat berfungsi.

Sementara Ricart M. Titmus dalam Muhidin (1992: 43) mengemukakan fungsi pelayanan sosial di tinjau dari perspektif masyarakat sebagai berikut :

1. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan untuk lebih meningkatkan kesejahteraan individu, kelompok dan masyarakat untuk masa sekarang dan masa yang akan datang.

2. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan sebagai suatu investasi yang di perlukan untuk mencapai tujuan-tujuan sosial (suatu program tenaga kerja).


(29)

3. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan untuk melindungi masyarakat.

4. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan sebagai program kompensasi bagi orang-orang yang tidak mendapat pelayanan sosial (misalnya kompensasi kecelakaan industri dan lainya).

Sedangkan Alfred J. Khan dalam Muhidin (1992: 43) menyatakan bahwa fungsi utama pelayanan sosial adalah:

1. Pelayanan sosial untuk sosialisasi dan pengembangan.

2. Pelayanan sosial untuk penyembuhan, perlindungan, dan rehabilitasi. 3. Pelayanan akses.

Pelayanan sosial untuk sosialisasi dan pengembangan dimaksudkan untuk mengadakan perubahan-perubahan dalam diri anak dan pemuda melalui program-program pemeliharaan, pendidikan (non formal), dan pengembangan. Tujuannya untuk menanamkan nilai-nilai masyarakat dalam usaha pengembangan kepribadian anak.

Pelayanan sosial untuk penyembuhan, perlindungan, dan rehabilitasi mempunyai tujuan untuk melaksanakan pertolongan pada seseorang, baik secara individual maupun di dalam kelompok atau keluarga dan masyarakat agar mampu mengatasi masalah-masalahnya.

Adanya berbagai kesenjangan dalam pelayanan sosial akses, maka pelayanan sosial mempunyai fungsi sebagai ”akses” untuk menciptakan hubungan bimbingan yang sehat antara berbagai program, sehingga program-program tersebut dapat berfungsi dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang membutuhkanya.


(30)

2.3 Autis

2.3.1 Pengertian Autis

Pengertian autis telah banyak dikemukakan oleh beberapa ahli. Secara harfiah autis berasal dari kata autos yaitu diri dan isme yang berarti paham/aliran. Autis dari kata auto (sendiri), secara etimologi : anak autis adalah anak yang memiliki gangguaan perkembangan dalam dunianya sendiri.

Mujahidin (2012), menjelaskan autis merupakan gangguan perkembangan yang mempengaruhi proses akuasi keterampilan individu manusia dalam area interaksi sosial, komunikasi dan imajinasi.

Seperti kita ketahui banyak istilah yang muncul mengenai gangguan perkembangan, diantaranya adalah:

1. Autism (autisme) yaitu nama gangguan perkembangan komunikasi, sosial, perilaku pada anak.

2. Autist (autis) yaitu, anak yang mengalami ganguan autisme.

3. Autistic child (anak autistik) merupakan keadaan anak yang mengalami gangguan autis (Kanner & Asperger, 1943).

Pengertian autis dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder R-IV merupakan salah satu dari lima jenis gangguan dibawah payung PDD (Pervasive Development Disorder) di luar ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) dan ADD (Attention Deficit Disorder). Gangguan perkembangan perpasiv (PDD) adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan beberapa kelompok gangguan perkembangan di bawah (umbrella term) PDD, yaitu:


(31)

1. Autistic Disorder (Autism) : muncul sebelum usia 3 tahun dan ditunjukkan adanya hambatan dalam interaksi sosial, komunikasi dan kemampuan bermain secara imaginatif serta adanya perilaku stereotipe pada minat dan aktivitas. 2. Asperger’s Syndrome : hambatan perkembangan interaksi sosial dan adanya

minat dan aktivitas yang terbatas, secara umum tidak menunjukkan keterlambatan bahasa dan bicara, serta memiliki tingkat intelegensia rata-rata hingga di atas rata-rata.

3. Pervasive Developmental Disorder – Not Otherwise Specified (PDD-NOS) : merujuk pada istilah atypical autism, diagnosa PDD-NOS berlaku bila seorang anak tidak menunjukkan keseluruhan kriteria pada diagnosa tertentu (Autisme, Asperger atau Rett Syndrome).

4. Rett’s Syndrome : lebih sering terjadi pada anak perempuan dan jarang terjadi pada anak laki-laki. Sempat mengalami perkembangan yang normal kemudian terjadi kemunduran/kehilangan kemampuan yang dimilikinya, kehilangan kemampuan fungsional tangan yang digantikan dengan gerakan-gerakan tangan yang berulang-ulang pada rentang usia 1-4 tahun.

5. Childhood Disintegrative Disorder (CDD) : menunjukkan perkembangan yang normal selama 2 tahun pertama usia perkembangan kemudian tiba-tiba kehilangan kemampuan-kemampuan yang telah dicapai sebelumnya.

Dari uraian yang dipaparkan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa anak autis yaitu anak-anak yang mengalami kesulitan perkembangan otak yang kompleks yang mempengaruhi banyak fungsi-fungsi, seperti persepsi (perceiving), intending,, imajinasi (imagining), dan perasaan (feeling) yang terjadi sebelum usia tiga tahun


(32)

dengan dicirikan oleh adanya hambatan kualitatif dalam interaksi sosial komunikasi dan terobsesi pada satu kegiatan atau objek yang mana mereka memerlukan layanan pendidikan khusus untuk mengembangkan potensinya.

Leo Kanner (Handojo, 2003) autis merupakan suatu jenis gangguan perkembangan pada anak, mengalami kesendirian, kecenderungan menyendiri. Chaplin (2000) mengatakan anak autis memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. cara berpikir yang dikendalikan oleh kebutuhan personal atau diri sendiri. 2. menanggapi dunia berdasarkan penglihatan dan harapan sendiri.

3. Keyakinan ekstrim dengan pikiran dan fantasi sendiri. 2.3.2 Gejala Autis

Anak dengan autis dapat tampak normal di tahun pertama maupun tahun kedua dalam kehidupannya. Para orang tua seringkali menyadari adanya keterlambatan kemampuan berbahasa dan cara-cara tertentu yang berbeda ketika bermain serta berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak tersebut mungkin dapat menjadi sangat sensitif atau bahkan tidak responsif terhadap rangsangan-rangasangan dari kelima panca inderanya (pendengaran, sentuhan, penciuman, rasa dan penglihatan). Perilaku-perilaku repetitif (mengepak-kepakan tangan atau jari, menggoyang-goyangkan badan dan mengulang-ulang kata) juga dapat ditemukan. Perilaku dapat menjadi agresif (baik kepada diri sendiri maupun orang lain) atau malah sangat pasif. Besar kemungkinan, perilaku-perilaku terdahulu yang dianggap normal mungkin menjadi gejala-gejala tambahan. Selain bermain yang berulang-ulang, minat yang terbatas dan hambatan bersosialisasi, beberapa hal lain yang juga selalu melekat pada para penyandang autis adalah respon-respon yang tidak wajar terhadap informasi sensoris


(33)

yang mereka terima, misalnya suara-suara bising, cahaya, permukaan atau tekstur dari suatu bahan tertentu dan pilihan rasa tertentu pada makanan yang menjadi kesukaan mereka.

1. Gangguan Komunikasi a. Terlambat bicara

b. Meracau, bicara tidak jelas atau tidak dimengerti c. Tidak mengerti maksud pembicaraannya sendiri d. Meniru atau membeo dengan suara monoton e. Berbicara tetapi tidak untuk komunikasi

f. Tidak memahami pembicaraan orang lain dan tidak mampu berkomunikasi 2. Gangguan Interaksi Sosial

a. Tidak ada kontak mata

b. Tidak mempunyai rasa empati c. Tidak tertarik dengan orang lain 3. Gangguan Emosi

a. Anak biasa secara mendadak tertawa/menangis/marah tanpa sebab yang jelas b. Sulit mengendalikan emosi

c. Seringkali ada ketakutan yang tidak wajar 4. Gangguan Perilaku

a. Bersikap tidak acuh, tidak mau diatur dan asyik dengan dunianya sendiri b. Hyperactive sehingga selalu mondar-mandir, berlari-lari, lompat-lompat tak


(34)

namun ada juga yang hypoactive sehingga seringkali duduk bengong dan melamun atau terpukau benda tertentu

c. Perilaku yang kaku, berulang, monoton dan merasa terganggu terhadap perubahan

5. Gangguan Persepsi Sensoris

a. Gangguan persepsi taktil sehingga sebagian anak tidak merasakan rasa sakit berlebihan, sebagian merasa terganggu menggunakan pakaian berbahan kasar b. Gangguan persepsi pengecapan

c. Gangguan persepsi auditor 2.3.3 Penyebab Autis

a. Terjadinya kelainan struktur sel otak yang disebabkan virus rubella, toxoplasma, herpes, jamur, pendarahan, keracunan makanan.

b. Faktor genetik (ada gen tertentu yang mengakibatkan kerusakan pada sistem limbic).

c. Faktor sensory interpretation errors.

Sampai sekarang belum terdeteksi faktor yang menjadi penyebab tunggal timbulnya gangguan autis. Namun demikian ada beberapa faktor yang dimungkinkan dapat menjadi penyebab timbulnya autism, sebagai berikut :

1. Menurut Teori Psikososial

Beberapa ahli (Kanner dan Bruno Bettelhem) autis dianggap sebagai akibat hubungan yang dingin, tidak akrab antara orang tua (ibu) dan anak. Demikian juga dikatakan, orang tua/pengasuh yang emosional, kaku, obsesif, tidak hangat bahkan dingin dapat menyebabkan anak asuhnya menjadi autistik.


(35)

2. Teori Biologis

a. Faktor genetik, yaitu keluarga yang terdapat anak autistik memiliki resiko lebih tinggi dibanding populasi keluarga normal.

b. Pranatal, natal dan post natal, yaitu pendarahan pada kehamilan awal, obat-obatan, tangis bayi terlambat, gangguan pernapasan, anemia.

c. Neuro anatomi, yaitu gangguan atau disfungsi pada sel-sel otak selama dalam kandungan yang mungkin disebabkan terjadinya gangguan oksigenasi, pendarahan, atau infeksi.

d. Struktur dan biokimiawi, yaitu kelainan pada cerebellum dengan sel-sel purkinje yang jumlahnya terlalu sedikit, padahal sel-sel purkinje mempunyai kandungan serotinin yang tinggi. Demikian juga kemungkinan tingginya kandungan dapomin atau opioid dalam darah.

3. Keracunan logam berat misalnya terjadi pada anak yang tinggal dekat tambang batu bara, dll.

4. Gangguan pencernaan, pendengaran dan penglihatan. Menurut data yang ada 60 % anak autis mempunyai sistem pencernaan kurang sempurna. Dan kemungkinan timbulnya gejala autistik karena adanya gangguan dalam pendengaran dan penglihatan.

2.3.4 Hambatan-hambatan Anak Autis

Ada beberapa permasalahan yang dialami oleh anak autis yaitu : anak autis memiliki hambatan kualitatif dalam interakasi social, artinya bahwa anak auitistik memiliki hambatan dalam kualitas interaksi dengan individu di sekitar


(36)

lingkungannya, seperti sering terlihat menarik diri, acuh tak acuh, lebih senang bermain sendiri, menunjukkan perilaku yang tidak hangat, tidak ada kontak mata dengan orang lain, dan bagi mereka yang keterlekatannya dengan orang tua tinggi, anak akan cemas apabila ditinggalkan olh orang tuanya.

Sekitar 50 persen anak autis yang mengalami keterlambatan dalam berbicara dan berbahasa. Mereka mengalami kesulitan dalam memahami pembicaraan orang lain yang dilakukan pada mereka, kesulitan dalam memahami arti kata-kata dan apabila berbicara tidak pada konteks yang tepat. Sering mengulang kata-kata tanpa bermaksud untuk berkomunikasi, dan sering salah dalam menggunakan kata ganti orang, contohnya menggunakan kata saya untuk orang lain dan kata kamu untuk diri sendiri.

Mereka tidak mengkompensasikan ketidakmampuannya dalam berbicara dengan bahasa yang lain, sehingga apabila mereka menginginkan sesuatu tidak meminta dengan bahasa lisan atau menunjuk dengan tubuh, tetapi menarik tangan orang tuanya untuk mengambil objek yang diinginkannya. Mereka juga sukar mengatur volume suaranya, kurang dapat menggunakan bahasa tubuh untuk berkomunikasi seperti : menggeleng, mengangguk, melambaikan tangan, dan lain sebagainya. Anak autis memiliki minat yang terbatas, mereka cenderung menyenangi lingkungan yang rutin dan menolak perubahan lingkungan, minat mereka terbatas artinya apabila mereka menyukai suatu perbuatan maka akan terus – menerus mengulangi perbuatan itu. Anak autis juga menyenangi keteraturan yang berlebihan.


(37)

2.3.5 Macam-Macam Terapi Penunjang Bagi Anak Atis

Anak autis dapat dilatih melalui terapi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan anak antara lain:

1. Metode Lovas atau ABA

Metode Lovas atau ABA merupakan bentuk dari applied behaviourial analisys (ABA). Di mana dasar metode ini adalah dengan menggunakan pendekatan perilaku (behavioural) yang pada setiap tahap intervensi dini anak pada autis ditekankan pada kepatuhan, keterampilan dalam meniru dan membangun kontak mata.

2. Metode TEACCH (Treatment and Education of Autistic and Communication Handicapped Children)

TEACCH dilakukan dan ditujukan untuk anak-anak autis secara terstruktur dan bersifat rutin dalam kehidupan sehari-hari anak. Inti dari program ini adalah agar anak-anak dapat bekerja dengan tujuan yang jelas dalam komunitasnya. Dengan cara membuat lingkungan teratur dan terstruktur, jadwal kerja yang jelas, membuat sistem kerja yang dibantu melalui instruksi-instruksi berbentuk gambar atau simbol.

3. Terapi Okupasi

Terapi okupasi berfokus unuk membentuk kemampuan hidup sehari-hari. Penekanan terapi ini adalah pada sensomotorik dan proses neurologi dengan cara memanipulasi, memfasilitasi lingkungan, sehingga tercapai peningkatan, perbaikan dan pemeliharaan kemampuan anak. Metode pendekatan terapi okupasi ini menggunakan beberapa kerangka acuan yang terstandarisasi oleh WFOT (World Federation of Occupational Therapy), meliputi:


(38)

a. Kerangka Acuan Psikososial: 1. Behavior/perilaku

2. Object relation 3. Cognitive behavior

b. Kerangka Acuan Sensorimotorik-Multisensoris: 1. NDT (Neuro Development treatment)

2. Sensori integrasi (Sensory Treatment) 3. Movement therapy

Terapi tersebut sangat dibutuhkan seorang anak autis untuk dapat berinteraksi secara aktif dengan lingkungannya seperti di sekolah, di rumah maupun dengan masyarakat.

5. Terapi PECS (Picture Exchange Communicaton System)

PECS dirancang untuk mengajarkan anak autis dapat mengembalikan fungsi komunikasinya dengan fokus awal pada spontanitas. PECS hanya menggunakan simbol gambar sebagai modalitas.

6. Terapi Wicara

Terapi wicara dapat dilakukan, seperti bertepuk tangan dengan ritme yang berbeda-beda, mengimitasi bunyi vocal, kata dan kalimat, belajar mengenal kata benda dan sifat, merespon bunyi-bunyi dari lingkungan sekitar dan belajar membedakannya, mengembangkan kemampuan organ artikulasi, belajar berbagai ekspresi yang mewakili perasaan (sedih, senang, cemas, sakit, dan marah). Berlatih mengangguk untuk mengatakan “ya”, menggeleng untuk “tidak”, dan lain-lain.


(39)

7. Terapi Diet atau Makanan

Melalui makanan, orangtua dapat melakukan terapi bagi anak-anak dengan gejala autis. Makanan yang disajikan tentu terdiri atas bahan-bahan yang bebas dari zat-zat pemicu autisme. Terapi diet dapat dilakukan dengan terapi biomedical yaitu berupa pengaturan makanan karena anak dengan autisme umumnya alergi terhadap makanan. 8. Terapi Medikamentosa

Pemberian obat-obatan atau vitamin sesuai dengan pengawasan dokter yang berwenang.

2.3.6 Penanganan/Penatalaksanaan Terpadu

Pada anak dengan gejala autistik, penanganan harus dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh dan sedini mungkin. Sehingga selain penanganan dari luar seperti terapi perilaku, sensori atau okupasi juga dilakukan penanganan dari dalam dengan pemeriksaan metabolisme yang mungkin menjadi faktor pencetus gejala autistik melalui serangkaian pemeriksaan dan terapi biomedis.

2.4 Pendidikan dan Pemberdayaan Anak Autis

2.4.1 Bentuk Pelayanan Pendidikan Bagi Anak Autis

Pendidikan untuk anak autis usia sekolah bisa dilakukan di berbagai penempatan. Berbagai model antara lain:

1. Sekolah Khusus Autis

Sekolah ini diperuntukkan khusus bagi anak autis terutama yang tidak memungkinkan dapat mengikuti pendidikan di sekolah reguler. Anak di sekolah ini sangat sulit untuk dapat berkonsentrasi dengan adanya distraksi sekeliling mereka.


(40)

Pendidikan di sekolah difokuskan pada program fungsional seperti bina diri, bakat, dan minat yang sesuai dengan potensi mereka.

2. Individual Program

Sistem pelayanan yang diberikan kepada anak berupa individual program dimana anak diterapi dengan teknik online, yaitu satu anak yang berkebutuhan khusus diterapi oleh satu orang terapis. Proses terapi bisa berupa terapi dengan metode Lovas atau ABA, metode TEACCH (Treatment and Education of Autistic and Communication Handicapped Children), terapi okupasi, terapi PECS (Picture Exchange Communication System), terapi wicara, terapi diet makanan ataupun terapi medikamentosa.

2.4.2 Pemberdayaan Anak Autis

Jika dilihat lebih jauh pemberdayaan hampir sama dengan pendidikan yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang lemah atau tidak beruntung. Jadi pemberdayaan dapat diartikan suatu proses atau serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah atau anak dengan autisme dalam masyarakat sehingga mereka dapat:

1. Memenuhi kebutuhan dasarnya agar dapat memiliki kebebasan dalam mengemukakan pendapat, dan tidak hanya itu saja melainkan juga bebas dari kesakitan.

2. Menyangkut sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan


(41)

3. Dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang dapat mempengaruhi mereka (Mujahiddin, 2012: 144).

Agar ketiga hal tersebut dapat terlaksana maka pendidikan bermodelkan pemberdayaan perlu diberikan kepada anak autis. Seperti contoh dalam kasus penderita autisme ditemukan suatu fakta tentang keinginan atau kesukaan anak dengan autisme dalam bidang menggambar atau bermain music, berarti ada konten kreatif mereka yang perlu dikembangkan dan diberdayakan. Kreatifitas-kreatifitas inilah yang kemudian harus diberdayakan sehingga anak mampu mandiri dan memenuhi kehidupannya kelak.

2.5 Kemandirian

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, mandiri adalah ”berdiri sendiri”. Kemandirian berasal dari kata dasar diri, maka pembahasan mengenai kemandirian tidak dapat dilepaskan dari perkembangan diri itu sendiri. Diri adalah inti dari kepribadian dan merupakan titik pusat yang menyelaraskan dan mengkoordinasikan seluruh aspek kepribadian (Bahara, 2008). Kemandirian juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi dimana seseorang tidak bergantung kepada otoritas dan tidak membutuhkan arahan secara penuh.

Menurut Masrun (1986: 8) kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk bertindak bebas, melakukan sesuatu atas dorongan sendiri dan untuk kebutuhannya sendiri tanpa bantuan dari orang lain, maupun berpikir dan bertindak original/kreatif, dan penuh inisiatif, mampu mempengaruhi lingkungan, mempunyai rasa percaya diri dan memperoleh kepuasan dari usahanya.


(42)

2.5.1 Kemandirian Anak Autis

Untuk mengembangkan tingkat kemandirian dalam diri seorang anak autis seharusnya dilatih sejak dini baik yang dilakukan oleh orangtua atau keluarga maupun guru di sekolah khusus untuk anak yang berkebutuhan khusus seperti autis.

Ketergantungan anak autis kepada guru selama proses belajar mengajar ataupun seorang terapis dengan anak autis sebagai kliennya sangatlah dominan maka sekolah berkewajiban mengembangkan kemandirian dan kemampuan khususnya dalam merawat diri, keterampilan diri yang dimiliki oleh anak melalui pemberian layanan pendidikan maupun kesehatan.

2.5.2 Faktor Pendukung Dan Penghambat Pengembangan Kemandirian Anak Autis

Adapun faktor pendukung dan penghambat anak autis dalam proses pencapaian dan pengembangan kemandirian adalah sebagai berikut:

a. Faktor Pendukung

1. Motivasi yang datang dari anak tersebut.

2. Kesamaan hak dengan anak normal dalam memperoleh pendidikan dan informal.

3. Terapis atau guru pembimbing yang profesional dan berpengalaman. 4. Sarana dan prasarana yang mendukung.

5. Orangtua atau keluarga yang mendukung serta memberikan perhatian pendidikan dan kesehatan kepada anaknya.

b. Faktor Penghambat


(43)

2. Keterbatasan tenaga pengajar dalam menghadapi anak. 3. Sarana dan prasana yang kurang memadai.

4. Lingkungan yang kurang mendukung anak untuk mandiri.

5. Keluarga yang tidak memperdulikan proses tumbuh kembang anak karena dianggap tidak seperti anak normal.

2.6 Kerangka Pemikiran

Pada dasarnya setiap anak memiliki hak yang sama dengan semua anak lainnya. Anak-anak berhak atas kesejahteraan, perawatan asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan baik. Hal ini juga termasuk kepada anak autis yang merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang berhubungan dengan komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya tampak pada sebelum usia 3 tahun

Berdasarkan hal tersebut, maka Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) dibentuk untuk mewadahi pendidikan dan pelayanan kesehatan bagi anak-anak autis di Kota Medan. Disamping itu, pendiri YAKARI memiliki anak yang berkebutuhan khusus seperti autis. Hal ini juga yang mendorong pendiri yayasan untuk mengembangkan sekolah khusus anak autis.

Tujuan berdirinya YAKARI berupaya secara maksimal mensosialisasikan serta memberikan berbagai informasi kepada masyarakat. Sehingga cepat menangani anak yang terkena autis. Ada beberapa tujuan di lembaga ini untuk meningkatkan program kerja pelayanan sosial agar anak autis mampu mencapai kemandirian, antara lain:


(44)

1. Memberikan pelayanan kesehatan dan pendidikan bagi anak dengan berkebutuhan khusus (special needs).

2. Membantu anak dengan kebutuhan khusus agar dapat mandiri.

3. Membantu orangtua yang memiliki anak autis dengan kebutuhan khusus untuk memahami kebutuhan anak tersebut.

Selain itu, Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) bertujuan untuk meningkatkan kemandirian anak autis baik berupa cara berkomunikasi ataupun mampu untuk membantu dirinya dalam kehidupan sehari-hari.

Adanya sistem pelayanan yang menunjang untuk mencapai kemandirian anak-anak yang berkebutuhan khusus seperti anak-anak autis, diharapkan dapat membantu perkembangan anak autis. Sistem pelayanan yang diterapkan dalam program kerja untuk meningkatkan kemandirian, kesejahteraan serta pemberdayaan anak autis, yaitu sebagai berikut:

1. Sistem pendidikan atau pembelajaran yang dilakukan oleh para terapis yang terlatih.

2. Sistem treatment meliputi: a. Metode Lovas atau ABA

b. Metode TEACCH (treatment and Education of Autistic and Communication Handicapped Children

c. Terapi okupasi

e. Terapi PECS (Picture Exchange Communication System) f. Terapi wicara


(45)

(46)

Bagan Alur Pikir

 

Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI)

Sistem Pelayanan:

1. Sistem pendidikan atau pembelajaran 2. Sistem treatment meliputi:

a. Metode Lovas atau ABA

b. Metode TEACCH (treatment and Education of Autistic and

Communication Handicapped Children

c. Terapi okupasi

d. Terapi PECS (Picture Exchange Communication System)

e. Terapi wicara

f. Terapi diet atau makanan

Pemberdayaan anak autis dalam mencapai kemandirian:

1. Mampu berkomunikasi 2. Mampu untuk

membantu dirinya dalam kehidupan Anak Autis


(47)

2.7

Defenisi Konsep dan Operasional

2.7.1

Defenisi Konsep

Konsep merupakan istilah khusus yang digunakan para ahli dalam upaya menggambarkan secara cermat fenomena sosial yang akan dikaji. Setidaknya ada dua sifat konsep dalam ilmu-ilmu sosial. Konsep itu sangat luas cakupannya. Akibatnya, kajian akan konsep itu dapat dilakukan secara multi dimensi atau dapat dikaji dari berbagai aspek (Siagian, 2011:136).

Jika dikaitkan dengan realitas sosial, maka konsep-konsep yang ada dalam ilmu-ilmu sosial dapat dibedakan ke dalam dua jenis, yaitu:

1. Konsep-konsep yang secara eksplisit menunjukkan hubungannya dengan realitas sosial yang diwakili dan dideskripsikan.

2. Konsep yang menunjukkan hubungannya secara implisit dengan realitas sosial. Dengan demikian sifat hubungan itu kabur dan abstrak. Bahkan tidak mudah mengetahui hubungan konsep-konsep tersebut dengan fenomena sosial yang diwakili dan dideskripsikan.

Untuk menghindari salah pengertian atas makna konsep-konsep yang dijadikan objek penelitian, maka seorang peneliti harus menegaskan dan membatasi makna konsep-konsep yang diteliti. Proses dan upaya penegasan dan pembatasan makna konsep dalam suatu penelitian disebut dengan defenisi konsep. Secara sederhana defenisi disini diartikan sebagai batasan arti.


(48)

Oleh karena itu, untuk menunjukkan bahwa peneliti ingin mencegah salah pengertian atas konsep yang diteliti, maka peneliti membatasi konsep yang digunakan sebagai berikut:

a. Implementasi adalah sebagai penerapan, pelaksanaan, perwujudan dalam tindak nyata suatu program ataupun kebijakan.

b. Sistem pelayanan adalah suatu satu kesatuan yang dibutuhkan dalam terselenggaranya suatu pelayanan untuk mencapai tujuan.

c. Anak autis adalah anak-anak yang mengalami kesulitan perkembangan otak yang kompleks yang mempengaruhi banyak fungsi-fungsi : persepsi (perceiving), intending,, imajinasi (imagining), dan perasaan (feeling) yang terjadi sebelum usia tiga tahun dengan dicirikan oleh adanya hambatan kualitatif dalam interaksi sosial komunikasi dan terobsesi pada satu kegiatan atau objek yang mana mereka memerlukan layanan pendidikan khusus untuk mengembangkan potensinya.

d. Kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk bertindak bebas, melakukan sesuatu atas dorongan sendiri dan untuk kebutuhannya sendiri tanpa bantuan dari orang lain.

e. Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) adalah yayasan yang memberikan pelayanan kepada anak autis maupun anak-anak yang berkebutuhan khusus lainnya yang didirikan berupa klinik dan sekolah untuk anak autis.

2.7.2 Defenisi Operasional

Defenisi operasional merupakan seperangkat petunjuk atau kriteria atau operasi lengkap tentang apa yang harus diamati dan bagaimana mengamatinya


(49)

dengan memiliki rujukan-rujukan empiris. Defenisi operasional bertujuan untuk memudahkan penelitian di lapangan. Sehingga peneliti dapat mengetahui baik atau buruknya pengukuran dan mengetahui ukuran suatu variabel.

Ditinjau dari proses atau langkah-langkah penelitian, dapat dikemukakan bahwa perumusan defenisi operasional adalah langkah lanjutan dari perumusan defenisi konsep. Jika perumusan defenisi konsep ditujukan untuk mencapai keseragaman pemahaman tentang konsep-konsep, baik berupa objek, peristiwa maupun fenomena yang diteliti maka perumusan operasional ditujukan dalam upaya transformasi konsep ke dunia nyata sehingga konsep-konsep penelitian dapat diobservasi (Siagian, 2011: 141).

Adapun yang menjadi defenisi operasional dengan melihat berbagai indikator yang akan diteliti dari keberhasilan program dan tujuan dari Yayasan Ananda Karsa Mandiri, sebagai berikut:

1. Sistem pendidikan dan pembelajaran, yaitu Pendidikan untuk anak autis usia sekolah bisa dilakukan di berbagai penempatan. Berbagai model antara lain: a. Sekolah Khusus Autis

Sekolah ini diperuntukkan khusus bagi anak autis terutama yang tidak memungkinkan dapat mengikuti pendidikan di sekolah reguler. Anak di sekolah ini sangat sulit untuk dapat berkonsentrasi dengan adanya distraksi sekeliling mereka. Pendidikan di sekolah difokuskan pada program fungsional seperti bina diri, bakat, dan minat yang sesuai dengan potensi mereka.


(50)

Sistem pelayanan yang diberikan kepada anak berupa individual program dimana anak diterapi dengan teknik online, yaitu satu anak yang berkebutuhan khusus diterapi oleh satu orang terapis. Proses terapi bisa berupa terapi dengan metode Lovas atau ABA, metode TEACCH (Treatment and Education of Autistic and Communication Handicapped Children), terapi okupasi, terapi PECS (Picture Exchange Communication System), terapi wicara, terapi diet makanan ataupun terapi medikamentosa.

2. Sistem treatment meliputi:

a. Metode Lovas atau ABA, yaitu dasar metode ini adalah dengan menggunakan pendekatan perilaku.

b. Metode TEACCH (treatment and Education of Autistic and Communication Handicapped Children, yaitu anak-anak autis melakukan kegiatannya secara terstruktur dan jelas dalam komunitasnya.

c. Terapi okupasi, yaitu berfokus untuk membentuk kemampuan hidup sehari-hari.

d. Terapi PECS (Picture Exchange Communication System), yaitu dirancang untuk mengajarkan anak autis dapat mengembalikan fungsi komunikasinya dengan fokus awal pada spontanitas.

e. Terapi wicara, yaitu dapat dilakukan seperti bertepuk tangan dengan ritme yang berbeda, merespon bunyi, dan lain-lain.

f. Terapi diet atau makanan dapat dilakukan dengan terapi biomedical, yaitu berupa pengaturan makanan karena anak dengan autis umumnya alergi terhadap makanan.


(51)

g. Terapi medikamentosa, yaitu pemberian obat-obatan atau vitamin di bawah pengawasan dokter ahli.


(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Metode Penelitian

Tipe penelitian dalam penelitian ini termasuk tipe penelitian deskriptif, yaitu bertujuan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan objek atau fenomena yang diteliti. Termasuk didalamnya bagaimana unsur-unsur yang ada dalam variabel penelitian itu berinteraksi satu sama lain dan apa pula produk interaksinya yang berlangsung (Siagian, 2011: 52).

Oleh karena itu penelitian ini memusatkan perhatian kepada masalah-masalah yang terjadi pada saat penelitian dengan membuat gambaran secara menyeluruh sejauh mana implementasi dan keefektifan penerapan dan pelaksanan program di Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) Medan.

3.2Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) yang berkedudukan di jalan Iskandar Muda atau Sei Batu Rata No.14 Medan yang merupakan pusat penanganan autistik terpadu berupa sekolah dan klinik khusus autistik. Alasan peneliti memilih lokasi ini adalah karena merupakan salah satu lembaga non-pemerintah (yayasan) yang memberikan penanganan terhadap anak-anak yang berkebutuhan khusus seperti autis yang berupaya secara maksimal mensosialisasikan berbagai informasi terhadap masyarakat serta memberikan pelayanan berupa terapi terhadap anak autis.


(53)

3.3Populasi dan Sampel

Istilah populasi sangat popular dalam penelitian. Secara sederhana populasi dapat diartikan sebagai sekumpulan objek, benda, peristiwa ataupun individu yang akan dikaji dalam suatu penelitian. Berdasarkan pengertian ini dapat dipahami bahwa mengenal populasi termasuk langkah awal dan penting dalam proses penelitian. Dalam populasi penelitian terdapat serangkaian ukuran khusus yang berlaku bagi seluruh unsur-unsur yang menjadi bagian dari populasi itu (Siagian, 2011:155).

Berdasarkan pendapat tersebut, maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah orangtua atau terapis dari anak penyandang autis yang mengikuti program maupun sistem pelayanan di Yayasan Ananda Karsa Mandiri dimana anak-anak autis diberdayakan melalui pembelajaran atau pun pendidikan untuk mencapai kemandirian. Jumlah populasi dalam penelitian ini sebanyak 12 orang. Untuk penelitian ini, peneliti menggunakan sampel yang merupakan unit analisis berjumlah 12 orang.

3.4Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan informasi atau data yang dibutuhkan, maka peneliti menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:

1. Studi kepustakaan, yaitu teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data atau informasi menyangkut masalah yang diteliti dengan mempelajari naskah-naskah yang sudah diterbitkan berupa buku, surat kabar, jurnal, arsip-arsip dan majalah yang ada relevansinya terhadap masalah yang diteliti.


(54)

2. Studi Lapangan, yaitu pengumpulan data yang diperoleh melalui kegiatan penelitian dengan turun langsung ke lokasi penelitian untuk mencari fakta yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, yaitu:

a. Observasi, yaitu pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti untuk mendapatkan gambaran yang tepat mengenai objek penelitian. b. Kuesioner, yaitu teknik pengumpulan data yang dilaksanakan dengan

menyebar angket kepada masyarakat yang menjadi responden.

c. Wawancara, yaitu mengajukan beberapa pertanyaan kepada responden yang bertujuan untuk melengkapi data yang diperlukan.

3.5Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, teknik analisa data yang dipergunakan adalah teknik deskriptif , yaitu analisis data yang ada pada tiap-tiap sampel kajian dan tidak digunakan dalam rangka merumuskan generalisasi menyeluruh. Analisis deskriptif sering juga disebut analisis statistik deskriptif. Dengan demikian kesimpulan pada analisis data statistik deskriptif hanya berlaku bagi masing-masing tabel atau hanya berlaku pada satu tabel, tanpa generalisasi (Siagian, 2011: 228).


(55)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1 Latar Belakang Yayasan atau Lembaga

Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) Medan adalah suatu yayasan yang didirikan sebagai pusat penanganan autistik terpadu. Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) dibentuk untuk mewadahi pendidikan dan pelayanan kesehatan bagi anak-anak autis di Kota Medan. Pada awalnya keluarga Drs. Ahmad Rusly yang tinggal dan bekerja di Medan, mendapatkan anak pertama mereka Ahmad Dzaky Yusran yang lahir pada tanggal 30 mei 1996 memiliki sikap dan perilaku yang menurut mereka sebagai orangtua muda agak aneh dan berbeda dengan anak-anak lain yang pernah mereka lihat.

Ketika anak mereka berusia 18 bulan, semuanya kelihatan berjalan normal dan sesuai perkembangannya dengan Kartu Menuju Sehat (KMS) yang mereka dapatkan pada klinik anak di Medan. Namun seiring dengan berjalannya waktu, Dzaky yang pada saat berusian dua tahun, mulai menunjukkan gejala-gejala aneh dan tidak seperti anak-anak lain, antara lain tidak merespon teguran atau sapaan, tidak mau bergabung dengan anak-anak lain, senang menyendiri, menangis dan tertawa tanpa ada sebab, berlari-lari tanpa tujuan dan bertepuk-tepuk tangan. Hal ini segera dikonsultasikan kepada dokter anak, namun mereka merasa tenang dan bahagia karena menurut dokter hal itu biasa terjadi pada anak pertama, nanti lama-lama juga akan seperti anak lainnya.

Ketika Dzaky berusia 30 Bulan, ketenangan Rusly dan Istrinya kembali terusik, ketika melihat apa yang diharapkan dan sesuai analisa dokter bahwa Dzaky


(56)

akan kembali normal tidak menjadi kenyataan bahkan makin menjadi-jadi. Saat itu Dzaky mulai menunjukkan sikap agresif baik terhadap diri sendiri (Self Abuse) maupun terhadap sekelilingnya. Rusly dan Istrinya menduga adanya kelainan pada syaraf Dzaky, karena mereka sebagai orang awam berpikir kalau ada hal-hal aneh pada anak tentu berasal dari sentral atau pusatnya yaitu otak. Mereka pun bergegas menuju ahli syaraf anak yang ada di Medan, namun kali ini pun mereka berusaha ditenangkan oleh sang Neurolog yang menyatakan hal itu adalah biasa.

Namun Rusly dan Istrinya tidak dapat ditenangkan lagi melihat kenyataan anak mereka yang terlihat sangat berbeda dengan anak-anak lain di play groupnya, mereka pun mulai berburu informasi kemana saja termasuk melalaui internet, dan akhirnya mereka menemukannya.

Dari hasil kirim-mengirim email dengan para netter dari berbagai negara, akhirnya mereka mengetahui bahwa gejala-gejala yang dialami Dzaky mereka sebut sebagai “AUTIS” dan sekaligus memberitahu situs-situs yang menyediakan layanan bagi orangtua anak-anak autis sedunia.

Bagaikan disambar gledek, Rusly dan Istrinya seperti kehilangan nyawa, ketika mereka akhirnya mengerti anak mereka menderita autis, yang sampai saat ini belum diketahui secara pasti penyebabnya dan belum ditemukan obatnya. Dari situs itu juga mereka mendapatkan informasi bahwa saat itu telah ada ahli autis di Indonesia yaitu Dr. Melly Budhiman SP. Kj dan Dr. Rudy Sutady, Sp. A.

Berbekal informasi tersebut, Rusly dan Istrinya berangkat ke Jakarta membawa anaknya yang kala itu sudah berusia 40 bulan mendatangi Dr. Rudy


(57)

Sutady yang telah dihubungi sebelumnya. Setelah melewati berbagai test dan observasi, Dzaky dinyatakan positif Autis.

Setelah beberapa saat berkonsultasi termasuk mengkonsumsi obat-obatan, berikutnya adalah melakukan terapi bagi Dzaky antara lain terapi tingkah laku yang dikenal dengan DTT (Discrete Trial Training) dengan pola ABA (Applied Behaviour Analysis) temuan Prof. Ivaar Lovaas dan Speech Therapy, sambil menunggu perkembangan dan analisa lain yang mengharuskannya mengikuti terapi lain.

Masalahnya adalah: Tidaklah mudah mencari tempat terapi bagi anak autis di Jakarta, walaupun tempat yang direkomendasikan cukup banyak, namun hampir seluruhnya menyatakan Full House. Jadilah Rusly dan Istri menunggu urutan, Dzaky bisa masuk bila ada anak lain keluar.

Didasari pengalaman dan pemikiran itu, Rusly berpikir tentu banyak anak-anak lain yang memiliki nasib sama dengan anak-anaknya di Kota tempat tinggalnya Medan. Akhirnya Rusly memutuskan : Istrinya tinggal di Jakarta untuk menunggu giliran terapi bagi Dzaky, yang sebulan kemudian di terima, sedangkan Rusly kembali ke Medan untuk menghimpun masyarakat warga Medan yang senasib dengannya.

Dengan bantuan beberapa wartawan kerabatnya, Rusly mulai menceritakan pengalamannya serta mengekspose gejala-gejala autis yang dialami anaknya di berbagai media massa di Medan. Pada akhirnya terkumpul belasan orangtua yang menyatakan senasib dengannya dan tidak tahu harus berbuat apa terhadap anaknya. Dengan di motori oleh Rusly, mereka berusaha menghubungi dinas kesehatan Medan untuk mencari solusi, namun saat itu, dinas yang paling kompeten tersebut pun tidak


(58)

mengetahui apa itu autisme. Namun beruntung upaya-upaya Rusly mendapat perhatian dari seorang psikiater anak dr. Joesoef Simbolon SP. KJ yang kebetulan telah mendapat pelatihan autisme di Universitas Indonesia Jakarta. Akhirnya wadah disiapkan, yang saat itu masih berupa kelompok informal. Namun masalahnya kini adalah siapa yang akan menjadi terapis bagi anak-anak mereka.

Namun tuhan mendengar doa mereka, istri Rusly yang saat itu masih di Jakarta dalam proses terapi anaknya, mendapat tawaran dari beberapa terapis di Jakarta yang kebetulan warga asal Sumatera Utara untuk mengembangkan pusat terapi sejenis di Medan. Tepat tanggal 12 September 2000, Yayasan Ananda Karsa Mandiri memulai operasionalnya dengan empat kelas terapi yang di asuh oleh para terapis dari Jakarta serta beberapa co terapis yang diambil dari Medan serta dibawah pengawasan medis Dr. Joesoef Simbolon. Didasari pengalaman dan kesulitan-kesulitan yang di alami oleh Rusly dan Istrinya, mereka bertekad mengembangkan YAKARI sebagai lembaga pendidikan atau terapi serta pusat informasi autisme di Medan sehingga orangtua-orangtua lainnya tidak mengalami kesulitan seperti yang pernah dialaminya.

YAKARI kini memiliki kelas terapi yang bergabung dalam bendera sekolah khusus autis Yakari serta Klinik Autis Yakari yang fokus bidang medis, telah sering melakukan kegiatan-kegiatan bagi penyebaran informasi serta pengembangan pelayanan serta penerimaan masyarakat terhadap anak Autis. Beberapa seminar, diskusi, ceramah umum, serta publikasi telah menunjukkan hasilnya, Yakari kini telah sering didatangi serta mendapat kunjungan baik para orangtua yang mencari


(59)

informasi, maupun dinas kesehatan bagi kepentingan pendataan serta para mahasiswa yang melakukan penelitian terhadap anak autis.

Juni 2003, Yakari dengan menggandeng LSM-LSM antara lain Pusaka Indonesia, LBH, IDAI, PPAI, Galatea, JKM telah berhasil melaksanakan semiloka yang bertajuk menyiapkan Anak Autis memasuki sekolah umum bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Medan, dan hasilnya: pada tahun ajaran 2003/2004 anak autis boleh bersekolah di sekolah umum.

Masih banyak program-program yang harus dilaksanakan oleh yayasan ini, antara lain mensosialisasikan fenomena ini kepada masyarakat luas agar masyarakat mengerti serta sedini mungkin dan bagaimana solusinya, sebab semakin dini penanganan terhadap anak ini semakin maksimal hasil yang akan dicapai. Memang saat ini fenomena ini masih awam bagi masyarakat, walaupun penderitanya makin hari makin banyak, banyak masyarakat salah mempersepsikan anak-anak autis sebagai anak cacat mental atau bisu, sehingga Rusly banyak menemui anak-anak ini di SLB-SLB di sekitar kota Medan. Hal ini tentu saja mengakibatkan penanganan anak tersebut tidak mengenai sasaran. Dan lebih parah lagi, sebagian masyarakat mendiamkan begitu saja anaknya karena mereka sudah tidak punya harapan terhadap masa depan anak tersebut. Yayasan ini berupaya secara maksimal mensosialisasikan serta memberikan berbagai informasi kepada masyarakat, namun karena keterbatasan kemampuan terutama pembiayaan upaya-upaya tersebut tidak dapat maksimal.

Demikian pula, penanganan terhadap anak-anak autis masih belum optimal, karena jumlah yang dapat ditangani sangat sedikit dibanding jumlah yang ada pada data maupun anak-anak yang telah datang keyayasan, hal ini disebabkan karena


(60)

keterbatasan tenaga, fasilitas dan keuangan yayasan. Sedangkan menurut beberapa penelitian, jumlah anak penderita autis ini meningkat tajam dari 1 : 5.000 pada tahun 90-an menjadi 1 : 150 pada tahun 2001, artinya bila Kota Medan berpenduduk 2 juta jiwa dengan tingkat pertumbuhan penduduk 1,6% dan disinyalir 1 dari 150 yang lahir adalah anak autis, maka setiap tahun anak autis yang lahir di Medan berjumlah 265 orang atau setiap 3 hari lahir 2 anak autis.

Yayasan dalam operasionalnya sepenuhnya bergantung kepada sumbangan-sumbangan kolektif orangtua anak-anak yang mampu dengan sistem subsidi silang untuk mendukung anak-anak yang lainnya. Namun jumlah yang datang makin hari makin banyak. Akhirnya operasional yayasan mencapai stagnasi atau jalan ditempat, karena dana yang sangat terbatas sehingga hanya cukup untuk operasional sehari-hari saja, sementara untuk pengembangan seperti penambahan fasilitas ruang belajar, tenaga pendidik serta operasional sosialisasi terpaksa ditunda menunggu bantuan dari pihak-pihak pemerintah maupun swasta yang telah berkali-kali dicoba dihubungi, namun sampai hari ini melum menunjukkan tanda-tanda memberikan respon.

4.2 Landasan Hukum Yayasan

Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) yang merupakan sekolah dan klinik autis didirikan berdasarkan akte pendirian yayasan No. 62 tanggak 30 Maret 2002 yang disahkan oleh notaris Adi Pinem SH.

Klinik YAKARI didirikan berdasarkan Surat Izin Sarana Pelayanan Kesehatan Dasar Swasta (SISPKDS) No. 445/5441/IX/03 tanggal 23 Sepetember 2003 yang dikeluarkan dinas kesehatan kota Medan.


(61)

4.3 Letak dan Kedudukan Lembaga

Yayasan Ananda Karsa Mandiri beralamt di Jalan Iskandar Muda atau Sei Batu Rata No. 14 Medan, dengan No Telpon. (061) 4522697/ 081370692388/ 087868152288/ 0819897998.

Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) adalah suatu yayasan yang bergerak dibidang sosial yang bertujuan untuk memberikan penanganan autistik terpadu terhadap anak penyandang autis dengan mendirikan sekolah dan klinik khusus autis.

4.4 Tujuan dan Program Lembaga 4.4.1 Tujuan Lembaga

Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) berupaya secara maksimal mensosialisasikan serta memberikan berbagai informasi kepada masyarakat sehingga cepat menangani anaknya yang terkena autis. Ada beberapa tujuan-tujuan yang ada di lembaga ini antaralain:

1. Memberikan pelayanan kesehatan dan pendidikan bagi anak dengan kebutuhan khusus (special needs).

2. Membantu anak dengan kebutuhan khusus agar dapat mandiri.

3. Membantu orangtua yang memiliki anak autis dengan kebutuhan khusus untuk mengetahui kebutuhan anak tersebut.

4.4.2 Program Lembaga

Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) memiliki program kerja sebagai berikut:


(62)

2. Penyusun program individu 3. Terapi perilaku

4. Terapi bicara

5. Terapi okupasi dan sensori integrasi

6. Terapi biomedis, meliputi: pemeriksaan laboratorium (Jakarta,Bandung,USA) 7. Pengadaan obat, vitamin dan suplemen

8. Pengadaan bahan makanan diet khusus Autis 9. Pengadaan referensi dan buku

10.Penyelenggaraan diskusi, seminar, sharing, dan workshop 4.4.3 Visi dan Misi Lembaga

a. Visi Lembaga

“ pusat penanganan autistik terpadu” b. Misi Lembaga

“Kami melakukan semua yang terbaik untuk penanganan autistik” 4.5 Struktur Organisasi

Yayasan Ananda Karsa Mandiri didirikan pada tanggal 12 September 200 berada di Jalan. Iskandar Muda atau Sei Batu Rata No. 14 Medan.


(1)

Tabel 43

Distribusi Responden Tentang Spontanitas Anak Setelah Mendapatkan Terapi

No Spontanitas Anak Frekuensi %

1 Baik 12 100

2 Tidak Baik - -

3 Kurang Baik - -

Jumlah 12 100

Sumber: Data Primer

Terapi sangat bermanfaat untuk perkembangan anak, baik itu untuk kemandirian, ataupun interaksi anak autis. Setelah dilakukan beberapa terapi secara berulang, berdasarkan tabel 43 tersebut diketahui bahwa tingkat spontanitas anak menunjukkan baik. Frekuensinya sebanyak 12 orang, yaitu sekitar (100 %).


(2)

BAB VI

PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang didapat dari hasil penelitian. Kesimpulan yang terdapat di bab ini merupakan hasil yang dicapai dari analisis data dalam penelitian tentang implementasi sistem pelayanan anak autis dalam mencapai kemandirian di Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) Medan.

6.1 Kesimpulan

1. Implementasi sistem pelayanan anak autis dalam mencapai kemandirian di Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) Medan meliputi beberapa langkah treatment, yaitu:

a. Metode Lovas atau ABA, yaitu dasar metode ini adalah dengan menggunakan pendekatan perilaku.

b. Metode TEACCH (treatment and Education of Autistic and Communication Handicapped Children, yaitu anak-anak autis melakukan kegiatannya secara terstruktur dan jelas dalam komunitasnya.

c. Terapi okupasi, yaitu berfokus untuk membentuk kemampuan hidup sehari-hari.

d. Terapi PECS (Picture Exchange Communication System), yaitu dirancang untuk mengajarkan anak autis dapat mengembalikan fungsi komunikasinya dengan fokus awal pada spontanitas.

e. Terapi wicara, yaitu dapat dilakukan seperti bertepuk tangan dengan ritme yang berbeda, merespon bunyi, dan lain-lain.


(3)

f. Terapi diet atau makanan dapat dilakukan dengan terapi biomedical, yaitu berupa pengaturan makanan karena anak dengan autis umumnya alergi terhadap makanan.

g. Terapi medikamentosa, yaitu pemberian obat-obatan atau vitamin di bawah pengawasan dokter ahli.

Terapi-terapi yang diberikan kepada anak autis bertujuan untuk menunjang kemandirian anak dalam kehidupan sehari, agar anak mampu membantu dirinya sendiri tanpa harus tergantung kepada orang lain, seperti memakai baju, makan, dan lain-lain.

2. Sistem pelayanan yang diterapkan dalam program kerja untuk meningkatkan kemandirian, kesejahteraan serta pemberdayaan anak autis, yaitu sebagai berikut:

a. Sistem pendidikan atau pembelajaran yang dilakukan oleh para terapis yang terlatih.

Pendidikan dan pembelajaran yang diterapkan merupakan program yang diberikan kepada anak autis maupun anak berkebutuhan khusus lainnya yang dimaksudkan agar anak lebih terlatih yang diasuh oleh para terapis yang berpengalaman dan lebih memahami setiap bimbingan yang diberikan.

3. Tujuan berdirinya YAKARI berupaya secara maksimal mensosialisasikan serta memberikan berbagai informasi kepada masyarakat. Sehingga cepat menangani anak yang terkena autis. Ada beberapa tujuan di lembaga ini untuk meningkatkan program kerja pelayanan sosial agar anak autis mampu mencapai kemandirian, antara lain:


(4)

a. Memberikan pelayanan kesehatan dan pendidikan bagi anak dengan berkebutuhan khusus (special needs).

b. Membantu anak dengan kebutuhan khusus agar dapat mandiri.

c. Membantu orangtua yang memiliki anak autis dengan kebutuhan khusus untuk memahami kebutuhan anak tersebut.

4. Pendidikan untuk anak autis usia sekolah bisa dilakukan di berbagai penempatan. Berbagai model antara lain:

a. Sekolah Khusus Autis

Sekolah ini diperuntukkan khusus bagi anak autis terutama yang tidak memungkinkan dapat mengikuti pendidikan di sekolah reguler. Anak di sekolah ini sangat sulit untuk dapat berkonsentrasi dengan adanya distraksi sekeliling mereka. Pendidikan di sekolah difokuskan pada program fungsional seperti bina diri, bakat, dan minat yang sesuai dengan potensi mereka. Sekolah ini diutamakan bagi anak yang berkebutuhan khusus baik itu anak autis maupun anak berkebutuhan khusus lainnya. Hal ini merupakan salah satu tujuan yayasan untuk memberikan pelayanan pendidikan kepada anak-anak yang berkebutuhan khusus.

b. Individual Program

Sistem pelayanan yang diberikan kepada anak berupa individual program dimana anak diterapi dengan teknik online, yaitu satu anak yang berkebutuhan khusus diterapi oleh satu orang terapis. Teknik seperti ini dilakukan bertujuan agar anak yang diterapi lebih dapat fokus terhadap terapi yang diberikan agar memaksimalkan tingkat spontanitas anak autis.


(5)

6.2 SARAN

1. Kepada Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) sebagai yayasan yang bergerak dibidang Sekolah khusus anak autis agar dalam melakukan pelayanan dan lebih memperhatikan hal apa yang sangat dibutuhkan oleh anak untuk dapat menunjang spontanitasnya dan melihat sejauh mana proses terapi yang diberikan memperoleh hasil yang baik bagi perkembangan anak dan juga yayasan.

2. Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) perlu melihat metode dan cara yang paling tepat untuk meningkatkan sistem pelayanan yang diterapkan kepada anak autis apakah dengan adanya diterapkan terapi-terapi tersebut anak sudah mengalami kemajuan dan kemandirian. Hal ini sangat penting untuk mencapai system pelayanan yang maksimal.

3. Kepada pimpinan yayasan, dan seluruh staf diharapkan agar semakin mampu melihat cara-cara yang lebih efektif dalam pelaksanaan treatment, serta memperhatikan fasilitas, ataupun sarana dan prasarana yang dapat menunjang pembelajaran anak autis. Secara khusus bagi yayasan maupun stafnya agar lebih menggunakan metode-metode terapi yang tidak monoton dan pasif dan lebih giat lagi memberikan pelayanan terhadap anak autis karena orangtua anak-anak yang berkebutuhan khusus telah mempercayakan anaknya diasuh oleh Yayasan Ananda Karsa Mandiri. Sebaiknya kepercayaan ini dijaga baik oleh pihak yayasan, dan anak diperlakukan sebaik mungkin karena anak-anak yang berkebutuhan khusus memerlukan pelayanan yang khusus pula.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Chaplin, J. P. 1997. Kamus Lengkap Psikologi: Alih Bahasa. Jakarta: PT. Raya Grafindo Persada.

Danuatmaja,B. 2003. Terapi Anak Autis di Rumah. Jakarta: Puspa Suara.

Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Handojo, Y. 2003. Autisma: Petunjuk Praktis & Pedoman Materi Untuk Mengajar Anak Normal, Autis dan Perilaku Lain. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer.

Makalah, pengenalan Anak Berkebutuhan Khusus.

Masrun, Dkk. 1986. Studi Mengenal Kemandirian Pada Penduduk di Tiga Suku Bangsa (Jawa, Batak, Bugis), Laporan Penelitian. Yogyakarta: FE-UGM.

Meter, Donald Van, dan Carl Van Horn, 1975, The Policy Implementation Process: A Conceptual Framework dalam Administration and Society 6, London: Sage.

Muhidin, Syarif, Drs. Msc. 1992. Pengantar Kesejahteraan Sosial. Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial. Bandung.

Mujahidin. 2012. Memahami Dan Mendidik Anak Autis Melalui Perspektif Dan Prinsip-Prinsip Metode Pekerjaan Sosial. Medan: Penerbit Mataniari Project.

Laura Lipton dan Deborah hubble. 2005. Menumbuhkembangkan Kemandirian Belajar: Mengoptimalkan Kecerdasan Baca-Tulis, Membangun Lingkungan Belajar, Mengevaluasi Perkembangan Siswa. Bandung: Penerbit Nuansa.

Siagian, Matias. 2011. Metode Penelitian Sosial. Medan: PT. Grasindo Monoratama. Silalahi, Ulber. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Refika Aditama..

Wahab, Solichin Abdul, 2002, Analisis Kebijaksanaan: dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara, Jakarta: Sinar Grafika.

Webe, Agung. 2005. Belajar Mandiri (Rahasia Mencapai Kemandirian). Yogyakarta: Saujana.

Yusuf, elvi Andriani. 2003. Autisme Masa Anak. FK USU.

Sumber-sumber Lain:

eprints.uny.ac.id diakses pada hari Jum’at, tanggal 28 Maret 2014, pukul 20:45 WIB http://id.wikipedia.org/wiki/Autisme diakses pada hari Minggu, tanggal 30 Maret 2014, pukul 23:48 WIB

http://rninggalih.wordpress.com/2011/10/21/melatih-kemandirian-pada-anak/ diakses pada hari Senin, tanggal 05 mei 2014, pukul 03:15 WIB

http://lompoulu.blogspot.com/2014/04/pengertian-implementasi-menurut-kbbi.html diakses pada hari Rabu, tanggal 04 Juni 2014, pukul 11:26 WIB

jeffrisianipar.blogspot.com/2011/11/kebijakan.sosial.dan.pelayanan.sosial.html  diakses pada hari Sabtu, tanggal 22 Maret 2014, pukul 22:30 WIB

repository.usu.ac.id/ diakses pada hari Jum’at, tanggal 28 Maret 2014, pukul 20:45 WIB