Mengenal Tes HIV Tahun 1999-2002

Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular HivAids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual Ims Dan Voluntary Counseling Testing Vct Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008. USU Repository © 2009 promiskuitas atau mereka yang sering berganti-ganti pasangan seksual seperti PSK Pekerja Seks Komersial dan pelanggannya, homoseksual, waria, wanita pekerja di klab malampanti pijat, b. Pengguna narkotika suntik, c. Penerima tranfusi darahproduk darah yang berulang, d. Anak yang lahir dari ibu pengidap HIV AIDS Depkes RI, 2004 . Pengelompokkan masyarakat berdasarkan tingkat risiko tertular penyakit AIDS diatas ternyata kelompok remaja atau generasi muda tergolong yang berisiko rendah, akan tetapi pengguna narkoba dan jarum suntik yang bergantian merupakan kelompok risiko tinggi. Seperti kita ketahui bahwa sebagian besar pengguna obat- obatan yang berbahaya dan jarum suntik secara bergantian adalah remaja dan generasi muda. Oleh karena itu para remaja atau generasi muda merupakan sasaran yang perlu diutamakan dalam program penanggulangan penyebaran penyakit AIDS Djoerban, 2001.

2.4. Mengenal Tes HIV

Tes HIV adalah suatu tes darah yang digunakan untuk memastikan apakah seseorang sudah positif terinfeksi HIV atau tidak, yaitu dengan cara mendeteksi adanya antibodi HIV di dalam sampel darahnya. Sebenarnya semakin cepat kita mengetahui status HIV kita, semakin banyak hal positif yang bisa kita lakukan dalam hidup ini. Banyak orang yang selama ini tidak menyadari risiko perilakunya terhadap kemungkinan tertular atau pun menularkan HIV, dan karena tidak segera menjalani tes HIV perilakunya tetap saja Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular HivAids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual Ims Dan Voluntary Counseling Testing Vct Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008. USU Repository © 2009 berisiko tinggi. Hal ini tentunya berkaitan erat dengan kesadaran untuk menjaga kesehatan diri sendiri, pasangan maupun calon anak-anak. Secara umum tes HIV juga berguna untuk mengetahui perkembangan kasus HIVAIDS serta untuk menyakinkan bahwa darah untuk tranfusi dan organ untuk transplantasi tidak terinfeksi HIV. Tes HIV bersifat sukarela dan rahasia. Sukarela artinya bahwa seseorang yang akan melakukan tes HIV haruslah berdasarkan atas kesadarannya sendiri, bukan atas paksaan tekanan orang lain. Ini juga berarti bahwa dirinya setuju untuk di tes setelah mengetahui hal-hal apa saja yang tercakup didalam tes tersebut, apa keuntungannya dan apa kerugiannya dari tes tersebut, serta apa saja implikasi dari hasil positif atau pun hasil negatif. Rahasia artinya apa pun hasil tes ini nantinya baik positif maupun negatif hasilnya hanya boleh di beritahukan langsung kepada orang yang bersangkutan, tidak boleh diwakilkan kepada siapapun, baik orangtua, pasangan, atasan atau siapapun juga. Di samping itu hasil tes HIV juga harus dijamin kerahasiaannya oleh pihak yang melakukan tes tersebut dokter rumah sakit, atau laboratorium dan tidak boleh disebarluaskan. Mengingat begitu pentingnya untuk memperhatikan HAM Hak Asasi Manusia di dalam masalah tes HIV ini, maka untuk orang yang akan melakukan tes harus disediakan jasa konseling, yaitu : Konseling pre-test dan Konseling post-test. Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular HivAids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual Ims Dan Voluntary Counseling Testing Vct Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008. USU Repository © 2009 Konseling pre-test ini yaitu konseling yang dilakukan sebelum darah seseorang yang menjalani tes itu diambil. Konseling ini sangat membantu seseorang untuk mengetahui risiko dari perilakunya selama ini, dan bagaimana nantinya bersikap setelah mengetahui hasil tes. Konseling pre–test ini bermanfaat untuk meyakinkan orang terhadap keputusan untuk melakukan tes atau tidak, serta mempersiapkan dirinya bila hasil nantinya positif. Konseling Post-test yaitu konseling yang harus diberikan setelah hasil tes diketahui, baik hasilnya positif maupun hasilnya negatif. Konseling post-test sangat penting untuk membantu mereka yang hasil HIVnya positif agar dapat mengetahui cara menghindari penularan pada orang lain serta untuk bisa mengatasinya dan menjalani hidupnya secara positif. Bagi mereka yang hasil HIVnya negatif, konseling post-test bermanfaat untuk memberitahu tentang cara –cara mencegah infeksi HIV di masa yang akan datang. Cara kerja tes ini adalah jika seseorang terinfeksi oleh suatu virus, maka tubuhnya akan memproduksi antibodi untuk melawan infeksi tersebut. Antibodi ini diproduksi oleh sistem kekebalan tubuh. Antibodi jauh lebih mudah dideteksi daripada virusnya. Sebagian besar tes antibodi HIV mendeteksi antibodi terhadap HIV dalam sample darah. Jika tidak ada antibodi yang terdeteksi, hasilnya adalah seronegatif atau HIV negatif. Sebaliknya, jika ada antibodi terhadap HIV, berarti hasilnya seropositif atau HIV positif. Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular HivAids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual Ims Dan Voluntary Counseling Testing Vct Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008. USU Repository © 2009 Walau pun demikian, suatu tes bisa saja memberi hasil yang negatif bila orang yang di tes baru saja terinfeksi. Hal ini dapat terjadi karena tubuh kita membutuhkan waktu beberapa minggu untuk mulai menghasilkan antibodi sejak terjadinya infeksi. Antibodi biasanya dapat dideteksi sekitar 3-8 minggu setelah terinfeksi, dan masa ini disebut periode jendela window periode. Dalam masa seperti ini, bisa saja seseorang mendapatkan hasil tes negatif karena antibodinya belum terbentuk sehingga belum dapat dideteksi, tetapi ia sudah dapat menularkan HIV pada orang lain. Tes darah yang dilakukan biasanya menggunakan tes ELISA enzyme linked immunosorbent assay yang memiliki sensitivitas tinggi namum spesifikasinya rendah. Bila pada saat tes ELISA hasilnya positif, maka harus dikonfirmasi dengan tes Western Blot yaitu tes yang mempunyai spesifikasi tinggi namun sensitivitasnya rendah. Karena sifat kedua tes ini berbeda, maka biasanya harus dipadukan untuk mendapatkan hasil yang akurat. Selain kedua jenis tes tadi, ada juga jenis tes lain yang mampu mendeteksi antigen bagian dari virus yaitu NAT nucleic acid amplication technologies dan PCR polymerase chain reaction KPA Nasional, 2006.

2.5. Program Klinik IMS dan VCT

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Layanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) pada Kelompok Risiko HIV/AIDS di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan

5 90 147

Gambaran Karakteristik Infeksi Menular Seksual (IMS) Di RSUD Dr. Pirngadi Medan Pada Tahun 2012

4 62 85

Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Masyarakat Terhadap Penyakit Menular Seksual Di Puskesmas Padang Bulan Medan

3 82 77

Keputusan Waria Melakukan Tes HIV/AIDS Pasca Konseling Di Klinik Infeksi Menular Seksual Dan Voluntary Counselling And Testing Veteran Medan Tahun 2009

0 68 124

Karakteristik Penderita HIV/Aids Di Pusat Pelayanan Khusus (PUSYANSUS) Klinik Voluntary Counseling And Testing (VCT) RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2006 – 2007

2 59 101

Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (IMS) Dan Voluntary Counseling & Testing (VCT) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008

0 21 103

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Risiko HIV/AIDS terhadap Kelompok Waria di Klinik Infeksi Menular Seksual (IMS) Bestari Kota Medan Tahun 2014

5 54 177

Gaya Hidup Seksual “Ayam Kampus” dan Dampaknya Terhadap Risiko Penularan Infeksi Menular Seksual (IMS)

0 3 8

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Layanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) pada Kelompok Risiko HIV/AIDS di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan

0 0 13

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Layanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) pada Kelompok Risiko HIV/AIDS di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan

0 0 16