Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular HivAids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual Ims Dan Voluntary Counseling Testing Vct Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.
USU Repository © 2009
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Human Immunodeficiency VirusAcquired Immune Deficiency Syndrom HIVAIDS merupakan salah satu dari penyakit yang harus diperhatikan serius oleh
semua pihak. Dalam hal ini bukan saja hanya pemerintah tetapi seluruh lapisan masyarakat termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat LSM harus ikut serta dalam
menangani masalah tersebut karena sadar atau tidak sadar penyakit HIVAIDS ini mengalami peningkatan yang pesat dan hal ini tentu saja tidak dapat dipandang
sebelah mata. Pada awalnya masalah HIVAIDS ini rasanya tidak mungkin berkembang di
Indonesia karena masyarakatnya sangat “agamais “. Tetapi lambat – laun masalah ini
Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular HivAids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual Ims Dan Voluntary Counseling Testing Vct Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.
USU Repository © 2009
menjadi masalah nasional yang kini menjadi perhatian khusus dari pemerintah maupun internasional Nawari, 2006.
Menurut data UNAIDS United National Joint Program on HIV AIDS tahun 2006 , jumlah orang yang terinfeksi HIV tercatat 39.5 juta jiwa. Jumlah ini
meningkat lebih dari 2.9 juta jiwa dibandingkan pada tahun 2004. Negara berkembang merupakan tempat yang paling banyak terjadi masalah HIVAIDS.
Ini terlihat bahwa dari seluruh kasus HIV, 90 terjadi pada negara berkembang seperti Thailand, India, Mynmar dan China bagian Selatan. Adapun negara – negara
industri yang lebih maju telah menekan laju infeksi HIV di negaranya Depkes RI, 2004 .
Untuk kasus AIDS di Indonesia sendiri, sampai dengan akhir September 2006 AIDS telah menyebar ke 32 provinsi dari 33 provinsi di Indonesia dengan jumlah
6987 kasus orang di Indonesia terjangkit HIVAIDS. Dari data tersebut 10 provinsi dengan kasus terbanyak sampai dengan akhir September 2006 adalah DKI Jakarta
2394 kasus , Jawa Timur 820 kasus , Papua 814 kasus , Jawa Barat 781 kasus, Bali 307 kasus , Kalimantan Barat 228 kasus , Sumatera Utara 192
kasus , Kepulauan Riau 185 kasus , Jawa Tengah 175 kasus , dan Sulawesi Selatan 143 kasus . Kasus AIDS ini jika berdasarkan jenis kelamin sampai dengan
akhir September 2006 adalah 82 laki-laki dan 16 perempuan dan 2 tidak diketahui KPA Nasional, 2006.
Di Indonesia, peningkatan persentase pengguna narkotika suntik yang tertular HIVAIDS juga terjadi. Data tahun 1987 sampai dengan akhir 1998 memperlihatkan
Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular HivAids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual Ims Dan Voluntary Counseling Testing Vct Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.
USU Repository © 2009
jumlah kumulatif kasus HIVAIDS sebanyak 819 kasus. Dari jumlah tersebut, penularan yang terjadi lewat pengguna narkotika suntik sebanyak 6 kasus 0,7 ,
jumlah tersebut telah meningkat pada akhir tahun 1999. Dari jumlah kumulatif kasus yang ada, yaitu 225 kasus, 19 kasus 1,8 di antaranya penularan terjadi lewat
pengguna narkotika. Hal ini menunjukkan jumlah kasus pengguna narkotika suntik meningkat hampir 100 persen. Ada kecenderungan jumlah penularan yang terjadi
melalui narkotika suntik terus – menerus bertambah. Hal ini tampak dari data bulan Agustus 2000 yang memperlihatkan bahwa jumlah kumulatif kasus HIVAIDS yang
ada, yaitu 1.439 kasus 10,10 di antaranya terjadi karena pengguna narkotika jarum suntik Praptoraharjo, 2005.
Di Sumatera Utara jumlah kumulatif HIVAIDS sampai dengan Juni 2007 adalah berjumlah 1017 kasus, dan berdasarkan jenis kelamin jumlah penderita
HIVAIDS di Sumatera Utara adalah laki-laki 784 jiwa, perempuan 147 jiwa, dan tidak diketahui 19 kasus. Khususnya di kota Medan jumlah penderita HIVAIDS
sampai Juni 2007 adalah berjumlah 773 kasus Dinkes ProvSU, 2007 . Meskipun belum ada data yang akurat, beberapa faktor risiko penularan
HIVAIDS yang berkembang di masyarakat adalah melalui praktek pelacuran yang semakin berkembang, pergaulan bebas yang menjurus kepada perilaku seks bebas
yang tidak aman, masih tingginya penggunaan jarum suntik dan dan kini sebagian besar dari mereka teridentifikasi positif tertular HIVAIDS karena pecandu narkoba,
di mana mereka mempunyai kebiasaan mengkonsumsi narkoba dengan menggunakan
Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular HivAids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual Ims Dan Voluntary Counseling Testing Vct Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.
USU Repository © 2009
jarum suntik yang tidak steril dan bahkan terkontaminasi virus HIVAIDS Munijaya, 1998 .
Kemungkinan seseorang tertular HIVAIDS setiap kali berbagi jarum adalah 99 dan sekitar 1 setiap kali melakukan hubungan seks yang tidak aman.
Behaviour Surveillance Survey yang dilakukan oleh Center for Health Research CHR, Universitas Indonesia, juga menemukan bahwa 54 dari pengguna adalah
seksual aktif, baik dengan pasangannya maupun dengan pekerja seks perempuan. Artinya, mereka berisiko sangat tinggi tertular HIVAIDS lewat narkotika suntik
ataupun hubungan seks Praptoraharjo, 2005. Sexually Transmitted Infections STI dalam bahasa Indonesia diterjemahkan
sebagai Penyakit Infeksi Menular Seksual IMS mencerminkan masalah terbesar dalam kesehatan masyarakat di negara berkembang. Pada seorang individu, penyakit
IMS membuat individu tersebut rentan terhadap infeksi HIV. Penularan IMS melalui hubungan seksual diikuti dengan perilaku yang menempatkan individu dalam risiko
mencapai HIV, seperti mereka berperilaku bergantian pasangan seksual, dan tidak konsisten menggunakan kondom BNN, 2004.
Dengan semakin meningkatnya penderita HIVAIDS di tengah-tengah masyarakat, pemerintah menganggap perlu dilakukannya penyebaran informasi yang
benar tentang penyebab penularan, bagaimana dapat tertular, bagaimana cara penularannya, dan gejala apa yang timbulkan bagi yang sudah tertular. Dengan
adanya pengetahuan yang benar tentang HIVAIDS ini diharapkan masyarakat umum dapat menentukan sikap yang terbaik terhadap penderita.
Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular HivAids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual Ims Dan Voluntary Counseling Testing Vct Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.
USU Repository © 2009
Baru sekitar 25 dari 250 juta penduduk Indonesia yang paham tentang penyakit HIVAIDS. Padahal, penyakit yang menyerang kekebalan tubuh itu sudah
masuk ke Indonesia sejak 20 tahun yang lalu. Karena itu, penyakit HIVAIDS harus mendapat perhatian. Bila tidak, satu generasi akan hilang tanpa disadari. HIVAIDS
masih menjadi ancaman bagi Sumber Daya Manusia SDM kita di masa depan Wahyuni T, 2007.
Oleh karena itu, penanganannya juga harus berdasarkan pendekatan kesehatan masyarakat melalui upaya pencegahan primer, sekunder dan tertier. Pemerintah
sendiri dalam hal ini sudah melakukan banyak program dalam penanggulangan HIVAIDS baik untuk kabupatenkota yang bekerjasama dengan WHO dan sejumlah
LSM. Pemerintah saat sekarang ini sudah membuat program penanggulangan
HIVAIDS di Kabupaten Kota. Di mana cara yang paling efisien untuk menurunkan penyebaran HIVAIDS dalam semua populasi adalah mencari populasi terget
kelompok berisiko tinggi tertular HIVAIDS yaitu pengguna narkoba dengan jarum suntik, pekerja seks perempuan, pekerja seks pria, gay, waria dan pelanggan dari
pekerja seks perempuan, pria dan waria Depkes RI, 2004. Ada 6 enam program yang dilaksanakan untuk menanggulangi
permasalahan HIVAIDS yaitu Program KIE Knowlegde, Information Education = BCC Behavior Change Communication = KPP Komunikasi Perubah Perilaku,
Program Kondom 100, Program IMS Infeksi Menular seksual, Program Harm Reduction, Program VCT Voluntary Counseling Testing, dan Program CST
Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular HivAids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual Ims Dan Voluntary Counseling Testing Vct Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.
USU Repository © 2009
Care, Support TreatmentPerawatan, Dukungan dan Pengobatan KPA Nasional, 2006.
Salah satu program tersebut yang juga merupakan kerjasama antara pemerintah dan LSM yang sangat populer di seluruh Indonesia dan sampai saat ini
terus dikembangkan adalah program pengadaan klinik IMS dan VCT . Layanan kesehatan IMS merupakan kegiatan pemeriksaan dan pengobatan rutin masalah IMS
bagi pekerja seks perempuan, pria dan waria. Program ini dilaksanakan di Puskesmas atau klinik swasta yang sudah ada di wilayah yang terdekat dengan konsentrasi
sebaran populasi berisiko. Layanan kesehatan IMS memiliki fungsi kontrol terhadap penularan IMS agar penularan IMS dapat dipersempit dan untuk mengendalikan laju
penularan IMS-HIVAIDS Depkes RI, 2004. Klinik IMS dan VCT ini sudah mulai dipusatkan di Puskesmas dengan tujuan
untuk lebih menjangkau penderita IMS dan HIV AIDS seperti di Kabupaten Madiun yang dipusatkan di Puskesmas Dalopo, Puskesmas Gurah di Jawa Timur – Surabaya,
Puskesmas Dinoyo-Malang, Puskesmas Kosambi, Puskesmas Ciputat dan Puskesmas
Jalan Emas di Tanggerang, Puskesmas Kosambi, Puskesmas Ciputat dan Puskesmas Jalan Emas di Kabupaten Banyumas Jawa Timur, Puskesmas Kelurahan Mangga
Besar dan Kecamatan Tamansari Jakarta Barat serta Puskesmas Padang Bulan Medan, Puskesmas Bandar Baru dan Puskesmas Datuk Bandar Tanjung Balai,
Puskesmas Stabat Langkat, Puskesmas HKBP Tobasa dan Puskesmas Kerasaan Simalungun di mana memberikan layanan pelayanan , perawatan dan pengobatan
bagi setiap kliennya Sudijo, 2007.
Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular HivAids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual Ims Dan Voluntary Counseling Testing Vct Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.
USU Repository © 2009
Klinik Layanan kesehatan IMS bertujuan untuk menjalankan fungsi kontrol dan menekan penyebaran IMS pada PSK perempuan, pria, waria, pelanggan PSK dan
pasangan seks tetapnya. Adapun VCT merupakan program pencegahan sekaligus jembatan untuk mengakses layanan manajemen kasus MK dan CST bagi ODHA
Orang Dengan HIVAIDS. Layanan VCT mencakup pre – test konseling, testing HIV, dan post- test konseling. Kegiatan tes dan hasil tes pasien harus dijalankan atas
dasar prinsip kerahasiaan KPA Nasional, 2006. Berdasarkan laporan data dari klinik IMS dan VCT Puskesmas Padang Bulan
Medan Maret 2007 - Desember 2007, pemeriksaan IMS berkisar 50 – 60 orang per bulan dan jumlah pemeriksaan ini sudah termasuk kegiatan dari pihak Puskesmas
Padang Bulan yang melakukan “jemput bola” setiap minggunya ke tempat-tempat lokalisasi PSK di wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan Medan.
Pemeriksaan HIVAIDS pada pengguna narkoba dengan jarum suntik berdasarkan data pada klinik IMS dan VCT Juni 2007 – Desember 2007 berkisar
30-40 orang per bulan. Sedangkan kunjungan pasien ke Puskesmas Padang Bulan
setiap harinya berkisar antara 90-100 orang.
Berdasarkan data di atas, dapat dilihat bahwa jumlah pasien yang memanfaatkan fasilitas klinik IMS dan VCT di Puskesmas Padang Bulan relatif
sedikit, dan pasien yang berkunjung ke klinik IMS dan VCT di Puskesmas Padang Bulan pada umumnya lebih banyak yang dibawa atau diantar langsung oleh pihak
LSM dengan kata lain bukan atas kesadaran dari pasien itu sendiri walaupun ada beberapa yang datang atas kemauan sendiri.
Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular HivAids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual Ims Dan Voluntary Counseling Testing Vct Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008.
USU Repository © 2009
Pihak Puskesmas Padang Bulan yang bertugas di klinik IMS dan VCT yang didukung oleh 9 sembilan petugas melakukan kegiatan pelayanan ke luar ke tempat-
tempat lokalisasi PSK di wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan setiap minggu pada hari Rabu. Tempat-tempat lokalisasi PSK ditentukan oleh pihak LSM yang ikut
bekerjasama dengan pihak Puskesmas Padang Bulan. Menurut Rakhmat 1988 persepsi adalah pengalaman tentang objek,
peristiwa, atau hubungan – hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi yang berbeda-beda timbul karena
beberapa faktor seperti : ketidaktahuan, informasi yang salah, penilaian yang prematur, dan pengalaman yang tidak menyenangkan.
Berdasarkan atas beberapa penelitian yang sudah dilakukan oleh beberapa peneliti mengenai persepsi yaitu oleh Ginting 2007 bahwa persepsi informan
dibentuk oleh aspek informasi yang diterima, pengetahuan yang dimiliki, penilaian, serta pengalaman yang dirasakan oleh informan. Menurut Tarmizi 2007 bahwa
persepsi dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan, begitu juga oleh Pulungan 2005 persepsi dipengaruhi oleh pemahaman dan pengetahuan informan itu sendiri.
Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini menfokuskan pada persepsi kelompok orang yang memiliki risiko tinggi tertular HIVAIDS tentang klinik IMS
dan VCT dalam pemanfaatannya di dalam penanggulangan HIVAIDS khususnya di kota Medan.
1.2. Perumusan Masalah