Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Persepsi Masyarakat Tentang Kesehatan dan Sarana Kesehatan.

Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular HivAids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual Ims Dan Voluntary Counseling Testing Vct Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008. USU Repository © 2009 Pihak Puskesmas Padang Bulan yang bertugas di klinik IMS dan VCT yang didukung oleh 9 sembilan petugas melakukan kegiatan pelayanan ke luar ke tempat- tempat lokalisasi PSK di wilayah kerja Puskesmas Padang Bulan setiap minggu pada hari Rabu. Tempat-tempat lokalisasi PSK ditentukan oleh pihak LSM yang ikut bekerjasama dengan pihak Puskesmas Padang Bulan. Menurut Rakhmat 1988 persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan – hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi yang berbeda-beda timbul karena beberapa faktor seperti : ketidaktahuan, informasi yang salah, penilaian yang prematur, dan pengalaman yang tidak menyenangkan. Berdasarkan atas beberapa penelitian yang sudah dilakukan oleh beberapa peneliti mengenai persepsi yaitu oleh Ginting 2007 bahwa persepsi informan dibentuk oleh aspek informasi yang diterima, pengetahuan yang dimiliki, penilaian, serta pengalaman yang dirasakan oleh informan. Menurut Tarmizi 2007 bahwa persepsi dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan, begitu juga oleh Pulungan 2005 persepsi dipengaruhi oleh pemahaman dan pengetahuan informan itu sendiri. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini menfokuskan pada persepsi kelompok orang yang memiliki risiko tinggi tertular HIVAIDS tentang klinik IMS dan VCT dalam pemanfaatannya di dalam penanggulangan HIVAIDS khususnya di kota Medan.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut : bagaimana persepsi kelompok risiko tinggi tertular Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular HivAids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual Ims Dan Voluntary Counseling Testing Vct Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008. USU Repository © 2009 HIVAIDS tentang klinik IMS dan VCT di Puskesmas Padang Bulan Medan tahun 2008.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan persepsi kelompok risiko tinggi tertular HIVAIDS tentang klinik IMS dan VCT di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Memberikan kontribusi kepada pihak Dinas Kesehatan Kota Medan dan Tim Penanggulangan AIDS dalam rangka pencegahan penularan HIVAIDS. 2. Memberikan masukan bagi pihak Puskesmas Padang Bulan Medan khususnya Klinik IMS dan VCT. 3. Bahan perbandingan bagi peneliti berikutnya serta diharapkan dapat memberi kontribusi pada bidang ilmu Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat. 9 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Persepsi

2.1.1. Pengertian

Persepsi pada hakikatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman. Kunci untuk memahami persepsi terletak pada pengenalan bahwa persepsi itu merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi, dan bukan suatu pencatatan yang benar terhadap situasi Thoha, 1995. Menurut Bruner yang dikutip Sarwono 2000, persepsi adalah proses kategorisasi. Organisme dirangsang oleh suatu masukan tertentu objek – objek diluar, peristiwa dan lain-lain dan organisme itu berespons dengan menghubungkan masukan itu dengan salah satu kategori golongan objek – objek atau peristiwa – peristiwa. Proses menghubungkan ini adalah proses aktif di mana individu yang bersangkutan dengan sengaja mencari kategori yang tepat sehingga ia dapat mengenali atau memberi arti kepada masukan tersebut. Menurut Hamner dan Organ yang dikutip oleh Indrawijaya 2000, persepsi adalah suatu proses di mana seseorang mengorganisasikan di dalam pikirannya, menafsirkan, mengalami, dan mengolah pertanda atau segala sesuatu yang terjadi di lingkungannya. Segala sesuatu yang mempengaruhi persepsi seseorang tersebut nantinya juga akan mempengaruhi perilaku yang akan dipilihnya. Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular HivAids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual Ims Dan Voluntary Counseling Testing Vct Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008. USU Repository © 2009 Menurut Rakhmat 1988 persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli indrawi sensory stimuli. Persepsi ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional yang mana oleh David Krech dan Richard.S.Crutch Field 1977 menyebutkan faktor fungsional dan faktor struktural. Persepsi dapat didefinisikan sebagai suatu proses dengan nama individu- individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka agar memberikan makna bagi lingkungan mereka Robbin, 1996. Menurut Robbin 1996 bahwa ada sejumlah faktor bekerja untuk membentuk dan kadang-kadang memutar balik persepsi. Faktor-faktor ini dapat berada pada pihak pelaku persepsi, dalam objeknya atau target yang dipersepsikan, atau dalam konteks dari situasi dalam mana persepsi dilakukan.

2.1.2. Proses Pembentukan Persepsi

Proses pembentukan persepsi antar satu individu dan yang lain berbeda-beda, hal tersebut dikemukan oleh Thoha 1995, bahwa pembentukan persepsi tergantung berbagai faktor yang mempengaruhi, baik faktor internal seperti pengalaman, keinginan, proses belajar, pengetahuan, motivasi, pendidikan dan faktor eksternal yang meliputi lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah, faktor sosial budaya, lingkungan fisik dan hayati di mana seseorang itu bertempat tinggal. Berdasarkan pengertian tersebut di atas, maka proses pembentukan persepsi berlangsung kompleks. Atkinson dan Hilgard dalam Kusumarini 2002 Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular HivAids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual Ims Dan Voluntary Counseling Testing Vct Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008. USU Repository © 2009 mengemukakan bahwa proses terbentuknya persepsi dalam diri seseorang diawali ketika stimulus kompleks masuk kedalam otak, dan melalui proses akan menghasilkan makna, serta arti atau tafsiran terhadap stimulus tersebut. Proses pembentukan persepsi melalui proses kognisi pemikiran terhadap stimulus berupa fenomena, objek atau kejadian. Taraf permulaan persepsi adalah adanya suatu stimulus dari suatu objek yang mengenai alat indera proses fisik. Proses berikutnya adalah proses psikologis di mana individu menyadari makna yang diterima melalui alat indera atau reseptor. Intensitas frekwensi, jumlah kejadian atau objek maupun menarik perhatian seseorang sehingga dapat mempunyai tanggapan, sekalipun bersifat tertutup covert behavior dalam bentuk persepsi. Menurut Feigl yang dikutip Kusumarini 2002 menekankan bahwa ada tiga mekanisme pembentukan persepsi yaitu 1 selectivity, 2 closure, dan 3 interpretation. Proses selectivity terjadi apabila seseorang menerima pesan maka akan berlangsung proses penyeleksian pesan yang dianggap penting dan tidak penting, hal tersebut merupakan peristiwa yang saling berhubungan yang diperoleh dengan cara menyimpulkan dan menafsirkan pesan. Proses closure akan menyeleksi hasil kesimpulan, kemudian disusun suatu kesatuan kumpulan pesan atau stimuli. Interpretation terjadi apabila pesan tersebut di interprestasikan atau penafsiran pola stimulus secara menyeluruh kedalam lingkungannya. Rakhmat 2005 menyatakan bahwa pengorganisasian stimuli dengan cara melihat konteksnya. Walaupun stimuli yang diterima tidak lengkap dapat pula diisi dengan interprestasi yang konsisten dengan rangkaian stimuli yang di persepsikan. Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular HivAids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual Ims Dan Voluntary Counseling Testing Vct Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008. USU Repository © 2009 Persepsi dapat terjadi dengan dimulainya proses pengamatan, sedangkan pengamatan dapat dilaksanakan apabila muncul suatu stimuli. Pada tahap stimuli maka proses seleksi dan pengorganisasian akan berinteraksi dengan interprestasi dan closure. Menurut Notoatmodjo 1993 reaksi dari persepsi terhadap suatu stimulus rangsangan dapat terjadi dalam bentuk : 1. Receiving attending yaitu semacam kepekaan menerima stimulus dari luar dalam bentuk masalah, situasi, gejala. 2. Responding jawaban yaitu reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulus yang datang dari luar. 3. Valuing penilaian yaitu yang berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus yang diterima. 4. Organizing yaitu pengembangan dari nilai kedalam suatu sistem organisasi, termasuk hubungan suatu nilai dengan nilai lain, pemantapan dan prioritas nilai yang dimilikinya. 5. Karakteristik nilai atau internalisasi nilai yaitu keterpaduan semua sistem nilai yang dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya, termasuk keseluruhan nilai dan karateristik. Masih dalam proses pengambilan keputusan dalam persepsi. Bruner yang dikutip Sarwono 2000 menyatakan bahwa ada 4 tahap pengambilan keputusan : 1. Kategorisasi primitif, di mana objek atau peristiwa yang diamati diisolasikan dan ditandai berdasarkan ciri-ciri khusus. Pada tingkat ini pemberian arti kepada objek persepsi masih sangat minimal. Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular HivAids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual Ims Dan Voluntary Counseling Testing Vct Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008. USU Repository © 2009 2. Mencari tanda ceu search, di mana si pengamat secara cepat memeriksa scanning lingkungan untuk mencari informasi – informasi tambahan untuk memungkinkannya melakukan kategorisasi yang tepat. 3. Konfirmasi, terjadi setelah objek mendapat penggolongan sementara. Pada tahap ini si pengamat tidak lagi terbuka untuk sembarangan masukan, melainkan ia hanya menerima tambahan informasi yang akan memperkuat mengkonfirmasi keputusan. Masukan – masukan yang tidak relevan dihindari. 4. Konfirmasi tuntas. Di mana pencarian tanda- tanda diakhiri. Tanda- tanda baru diabaikan saja dan tanda- tanda yang tidak konsisten dengan kesimpulan yang sudah dibuat juga diabaikan saja atau diubah sedemikian rupa sehingga cocok dengan kategori yang sudah dipilih.

2.1.3. Faktor – faktor yang Memengaruhi Persepsi

1. Faktor Fungsional Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu, dan lain-lain yang termasuk dengan apa yang disebut sebagai faktor-faktor personal yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karateristik orang yang memberikan respon terhadap stimuli itu Rakhmat, 2005. 2. Faktor Struktural Faktor struktural berasal semata-mata dari sifat stimuli fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkannya pada sistem saraf individu. Bila kita mempersepsi sesuatu, kita mempersepsinya sebagai suatu keseluruhan, bukan melihat bagian- bagiannya lalu menghimpunnya Rakhmat, 2005. Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular HivAids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual Ims Dan Voluntary Counseling Testing Vct Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008. USU Repository © 2009 Menurut Rakhmat 2005, persepsi yang berbeda-beda timbul karena beberapa faktor seperti: ketidaktahuan, informasi yang salah, penilaian yang prematur, pengalaman yang tidak menyenangkan. Menurut Robbin 1996 faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi adalah pelaku persepsi, objeknya atau target yang dipersepsikan dan situasi dalam mana persepsi itu dilakukan. 1. Pelaku Persepsi Bila seorang individu memandang pada suatu target dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya, penafsiran itu sarat dipengaruhi oleh karateristik- karateristik pribadi dari pelaku persepsi individu itu. Di antara karateristik pribadi yang lebih relevan yang mempengaruhi persepsi adalah sikap, motif, kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu dan pengharapan. 2. Target Karakteristik-karateristik dalam target yang akan diamati dapat memengaruhi apa yang dipersepsikan. Apa yang kita lihat bergantung pada bagaimana kita memisahkan suatu bentuk figure dalam latar belakangnya yang umum. Objek-objek yang berdekatan satu sama lain akan cenderung dipersepsikan bersama-sama bukan secara terpisah. 3. Situasi Adalah penting dalam mana kita melihat objek-objek atau peristiwa-peristiwa. Unsur-unsur dalam lingkungan sekitar memengaruhi persepsi-persepsi kita. Selain itu Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular HivAids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual Ims Dan Voluntary Counseling Testing Vct Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008. USU Repository © 2009 waktu dan keadaan di mana suatu objek atau peristiwa itu dilihat dapat memengaruhi persepsi.

2.2. Persepsi Masyarakat Tentang Kesehatan dan Sarana Kesehatan.

Persepsi adalah pengamatan yang merupakan kombinasi dari penglihatan, pendengaran, penciuman serta pengalaman masa lalu. Hal ini sangat berpengaruh dalam pembentukan dan perubahan perilaku. Suatu objek yang sama dapat dipersepsikan secara berbeda oleh beberapa orang. Menurut Jordan dan Sudarti dikutip oleh Sarwono 1997 persepsi masyarakat tentang sehat dan sakit dipengaruhi oleh unsur pengalaman masa lalu, di samping unsur sosial budaya. Sebaliknya petugas kesehatan berusaha sedapat mungkin menerapkan kriteria medis yang objektif berdasarkan gejala yang tampak guna mendiagnosa kondisi fisik seseorang. Perbedaan persepsi masyarakat dan petugas kesehatan inilah yang sering menimbulkan masalah dalam melaksanakan program kesehatan. Kadang – kadang orang tidak pergi berobat atau menggunakan sarana kesehatan yang tersedia sebab ia merasa tidak mengidap penyakit. Masyarakat mulai menghubungi sarana kesehatan sesuai dengan pengalaman atau informasi yang diperoleh dari orang lain tentang tersedianya jenis – jenis layanan kesehatan. Pilihan terhadap sarana pelayanan kesehatan itu dengan sendirinya didasari atas kepercayaan atau keyakinan akan kemajuan sarana tersebut Sarwono, 1997. Rika Hesti Bangun : Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular HivAids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual Ims Dan Voluntary Counseling Testing Vct Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008, 2008. USU Repository © 2009

2.3. Mengenal HIV AIDS

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Layanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) pada Kelompok Risiko HIV/AIDS di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan

5 90 147

Gambaran Karakteristik Infeksi Menular Seksual (IMS) Di RSUD Dr. Pirngadi Medan Pada Tahun 2012

4 62 85

Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Masyarakat Terhadap Penyakit Menular Seksual Di Puskesmas Padang Bulan Medan

3 82 77

Keputusan Waria Melakukan Tes HIV/AIDS Pasca Konseling Di Klinik Infeksi Menular Seksual Dan Voluntary Counselling And Testing Veteran Medan Tahun 2009

0 68 124

Karakteristik Penderita HIV/Aids Di Pusat Pelayanan Khusus (PUSYANSUS) Klinik Voluntary Counseling And Testing (VCT) RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2006 – 2007

2 59 101

Persepsi Kelompok Risiko Tinggi Tertular Hiv/Aids Tentang Klinik Infeksi Menular Seksual (IMS) Dan Voluntary Counseling & Testing (VCT) Di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2008

0 21 103

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Risiko HIV/AIDS terhadap Kelompok Waria di Klinik Infeksi Menular Seksual (IMS) Bestari Kota Medan Tahun 2014

5 54 177

Gaya Hidup Seksual “Ayam Kampus” dan Dampaknya Terhadap Risiko Penularan Infeksi Menular Seksual (IMS)

0 3 8

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Layanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) pada Kelompok Risiko HIV/AIDS di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan

0 0 13

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Layanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) pada Kelompok Risiko HIV/AIDS di Klinik IMS dan VCT Veteran Medan

0 0 16