kontrak, termasuk juga badan hukum yang merupakan subjek hukum. Dengan demikian, definisi itu, perlu dilengkapi dan disempurnakan.
B. Syarat Sahnya Perjanjian
Ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, mensyaratkan adanya 4 empat hal yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu perjanjian, yaitu :
18
1. Kesepakatan Pengertian sepakat dilukiskan sebagai persyaratan kehendak yang
disetujui overeenstemende wilsverklaring antar para pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran offerte dan pernyataan pihak yang
menerima tawaran dinamakan akseptasi acceptatie.
19
Sesuai dengan asas kebebasan berkontrak dan asas konsesualitas, maka para pihak dapat membuat perjanjian apa saja yang diinginkannya sepanjang telah
terjadi kesepakatan consensus diantara para pihak itu. Tentu saja substansi dari kesepakatan yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan undang-undang,
ketertiban umum, dan kesusilaan sebagaimana dimaksud Pasal 1337 KUHPerdata. Sesuai dengan kedua asas tersebut, kesepakatan yang telah dibuat oleh
para pihak dianggap telah terjadi pada saat dibuatnya perjanjian. Akan tetapi menurut Pasal 1321 KUHPerdata, perjanjian itu dapat dibatalkan apabila
perjanjian itu diberikan karena suatu kekhilafan, paksaan ataupun karena penipuan. Selanjutnya dalam Pasal 1449 KUHPerdata disebutkan bahwa:
18
Mohammad Amari, dan Asep N. Mulyana. Kontrak Kerja Konstruksi Dalam Perspektif Tindak Pidana Korupsi, Semarang, Aneka Ilmu, 2010. hal. 96.
19
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Cet Kedua, Bandung, Alumni, 2005, hal. 24.
Universitas Sumatera Utara
“Perikatan yang dibuat dengan paksaan, kekhilafan atau penipuan, menimbulkan tuntutan untuk membatalkannya.
” 2. Kecakapan lack of capacity
Mengenai kecakapan untuk membuat suatu perikatan, Pasal 1329 KUHPerdata menyatakan bahwa:
“Setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap.
” Selanjutnya Pasal 1330 KUHPerdata menentukan secara limitasi orang-
orang yang dinyatakan tidak cakap membuat perjanjian, yaitu :
20
a. Anak yang belum dewasa Menurut Pasal 330 KUHPerdata, pengertian belum dewasa adalah
mereka yang belum mencapai umur dua puluh satu tahun dan belum terikat dalam suatu perkawinan.
b. Orang yang berada di bawah pengampuan Istilah pengampuan sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 433
KUHPerdata, yaitu : setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, sakit otak atau mata gelap, harus ditaruh di bawah pengampuan, walaupun
bila ia kadang-kadang cakap mempergunakan pikirannya. c. Perempuan yang telah kawin
Pada dasarnya, perempuan yang terikat dalam suatu perkawinan tidak dapat melakukan perjanjian dengan pihak lain, kecuali atas izin suaminya.
Tetapi tidak berlaku lagi setelah keluarnya SEMA dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974.s
20
Mohammad Amari, dan Asep N. Mulyana, Op.Cit, hal. 98.
Universitas Sumatera Utara
3. Suatu pokok persoalan tertentu Mengenai syarat objektif telah dinyatakan dalam Pasal 1332
KUHPerdata sampai dengan Pasal 1334 KUHPerdata. Di dalam Pasal 1333 KUHPerdata, menentukan:
“Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok perjanjian berupa suatu kebendaan, yang paling sedikit ditentukan jenisnya.
Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah kebendaan tidak tentu, asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung.
” Dalam ketentuan Pasal 1333 KUHPerdata itu, menjadi jelas bahwa
apapun bentuk perjanjiannya memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu senantiasa mengenai eksistensi dari suatu pokok persoalan
tertentu. 4. Suatu sebab yang tidak terlarang
Suatu sebab tidak terlarang sebagai syarat objektif dalam perjanjian telah ditentukan dalam Pasal 1335 KUHPerdata sampai dengan Pasal 1337
KUHPerdata. Meskipun KUHPerdata tidak memberikan definisi tentang “suatu
sebab”, namun dari rumusan Pasal 1335 KUHPerdata disebutkan bahwa yang disebut de
ngan sebab yang halal, yaitu: “Bukan tanpa sebab, bukan sebab yang palsu ataupun bukan sebab yang terlarang.
” Oleh karena itu, Pasal 1336 KUHPerdata menyatakan:
“Jika tidak dinyatakan suatu sebab, tetapi ada sebab yang tidak terlarang, atau jika ada sebab lain selain daripada yang dinyatakan itu,
perjanjian itu adalah sah.”
Universitas Sumatera Utara
Dua syarat di atas yang pertama, dinamakan syarat-syarat subjektif, karena mengenai orang-orangnya atau subjeknya yang mengadakan perjanjian.
Sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat objektif karena mengenai perjanjiannya sendiri oleh objek dari perbuatan hukum yang
dilakukan.
21
Dalam hal ini juga harus dibedakan antara syarat subjektif dengan syarat objektif. Dalam hal syarat objektif, kalau syarat itu tidak terpenuhi,
perjanjian itu batal demi hukum. Artinya dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Tujuan para pihak yang
mengadakan perjanjian tersebut untuk melahirkan suatu perikatan hukum, adalah gagal. Dengan demikian, maka tiada dasar untuk saling menuntut di depan Hakim.
Dalam bahasa Inggris dikatakan bahwa perjanjian yang demikian itu Null and Void.
22
C. Jenis-Jenis Perjanjian