Dua syarat di atas yang pertama, dinamakan syarat-syarat subjektif, karena mengenai orang-orangnya atau subjeknya yang mengadakan perjanjian.
Sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat objektif karena mengenai perjanjiannya sendiri oleh objek dari perbuatan hukum yang
dilakukan.
21
Dalam hal ini juga harus dibedakan antara syarat subjektif dengan syarat objektif. Dalam hal syarat objektif, kalau syarat itu tidak terpenuhi,
perjanjian itu batal demi hukum. Artinya dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Tujuan para pihak yang
mengadakan perjanjian tersebut untuk melahirkan suatu perikatan hukum, adalah gagal. Dengan demikian, maka tiada dasar untuk saling menuntut di depan Hakim.
Dalam bahasa Inggris dikatakan bahwa perjanjian yang demikian itu Null and Void.
22
C. Jenis-Jenis Perjanjian
Perjanjian atau kontrak ini dapat dibedakan menurut berbagai aspek tinjauan, sehingga timbullah berbagai jenis perjanjian.
Jenis-jenis perjanjian ini secara umum dikelompokkan menjadi 5, yaitu:
23
1. Perjanjian Konsensuil, Perjanjian Formil dan Perjanjian Riil Perjanjian menurut Persyaratan TerjadiTerbentuknya
a. Perjanjian Konsensual
21
Mohammad Amari dan Asep N. Mulyana, Op.Cit, hal. 17.
22
Ibid, hal. 20.
23
“Jenis-Jenis Perjanjian”, http:berbagitentanghukum.blogspot.com, diakses pada tanggal 18 Juni 2014.
Universitas Sumatera Utara
Perjanjian konsensuil ini adalah perjanjian yang dianggap sah kalau sudah ada consensus diantara para pihak yang membuat. Perjanjian semacam ini
untuk sahnya tidak memerlukan bentuk tertentu. Misalnya, perjanjian jual-beli menurut Pasal 1457 KUHPerdata terjadi sepakat mengenai barang dan harganya.
b. Perjanjian Formil Suatu perjanjian yang harus diadakan dengan bentuk tertentu, seperti
harus dibuat dengan akta notariil. Jadi perjanjian semacam ini baru dianggap sah jika dibuat dengan akta notaris dan tanpa itu maka perjanjian dianggap tidak
pernah ada. c. Perjanjian Riil
Perjanjian riil, yaitu perjanjian yang memerlukan kata sepakat, tetapi barangnyapun harus diserahkan. Misalnya, perjanjian penitipan barang menurut
Pasal 1741 KUHPerdata dan perjanjian pinjam mengganti menurut Pasal 1754 KUHPerdata.
2. Perjanjian Sepihak dan Perjanjian Timbal Balik Perjanjian menurut Hak dan Kewajiban para pihak yang membuatnya
a. Perjanjian Sepihak Suatu perjanjian dengan mana hak dan kewajiban hanya ada pada
salah satu pihak saja. Misalnya : perjanjian hibahpemberian menurut Pasal 1666 KUHPerdata, maka dalam hal itu yang dibebani kewajiban hanya salah satu
pihak, yaitu pihak yang memberi, dan pihak yang diberi tidak dibebani kewajiban untuk berprestasi kepada pihak yang memberi.
Universitas Sumatera Utara
b. Perjanjian Timbal Balik Suatu perjanjian yang membebankan hak dan kewajiban kepada
kedua belah pihak. Contoh dari perjanjian timbal balik ini adalah perjanjian jual beli.
3. Perjanjian Obligatoir dan Perjanjian Kebendaan Perjanjian menurut Sifat dan Akibat Hukumnya
a. Perjanjian Obligatoir Obligatoire Overeenkomst Suatu perjanjian yang hanya membebankan kewajiban bagi para
pihak, sehingga dengan perjanjian disitu baru menimbulkan perikatan. Perjanjian Obligatoir ini juga menurut Pasal 1313 Jo. Pasal 1349 KUHPerdata, adalah
perjanjian yang timbul karena kesepakatan kedua belah pihak atau lebih dengan tujuan timbulnya suatu perikatan untuk kepentingan yang satu atas beban yang
lain. Misalkan: perjanjian jual beli, maka dengan sahnya perjanjian jual beli itu belum akan menyebabkan beralihnya benda yang dijual. Tetapi dari perjanjian itu
menimbulkan perikatan, yaitu bahwa pihak penjual diwajibkan menyerahkan barang dan pihak pembeli diwajibkan membayar sesuai dengan harganya.
Selanjutnya untuk beralihnya suatu benda
secara nyata harus ada leveringpenyerahan, baik secara yuridis maupun empiris.
b. Perjanjian Kebendaan Zakelijke Overeenkomst Perjanjian penyerahan benda atau levering yang menyebabkan
seorang yang memperoleh itu menjadi mempunyai hak milik atas benda yang bersangkutan. Jadi perjanjian itu tidak menimbulkan perikatan, dan justru
perjanjian itu sendiri yang menyebabkan beralihnya hak milik atas benda.
Universitas Sumatera Utara
4. Perjanjian Pokok dan Perjanjian Accessoir a. Perjanjian Pokok
Suatu perjanjian yang dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada perjanjian yang lainnya.
b. Perjanjian Accessoir Suatu perjanjian yang keberadaannya tergantung pada perjanjian
pokok. Dengan demikian perjanjian accessoir tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya perjanjian pokok. Misalnya : perjanjian hak tanggungan, perjanjian
pendidikan dan perjanjian penjaminan. 5. Perjanjian Bernama dan Perjanjian Tidak Bernama Perjanjian menurut
Penamaan dan Sifat Pengaturan Hukumnya a. Perjanjian Bernama BenoemdeContract atau NominaatContract
Perjanjian-perjanjian yang disebut serta diatur dalam buku III KUHPerdata atau di dalam KUHD, seperti : perjanjian jual-beli, perjanjian
pemberian kuasa, perjanjian kredit, perjanjian asuransi, dan lain-lain. Perjanjian bernama ini juga mempunyai nama sendiri yang telah diatur secara khusus dalam
KUHPerdata bab V sampai dengan Bab XVIII. b. Perjanjian Tidak Bernama
Perjanjian yang tidak diatur dalam KUHPerdata dan KUHD, dan yang tidak diatur secara khusus dalam KUH Pedata, tetapi timbul dan berkembang
di masyarakat berdasarkan atas kebebasan membuat kontrak menurut Pasal 1338 KUHPerdata, antara lain perjanjian penyerahan hak milik sebagai jaminan dan
perjanjian jual-beli dengan angsurancicilan.
Universitas Sumatera Utara
Kedua perjanjian tersebut tunduk pada ketentuan yang terdapat dalam Bab I, Bab II, dan Bab IV buku III KUHPerdata Pasal 1319.
- Bab I: mengatur ketentuan-ketentuan tentang perikatan-perikatan pada umumnya.
- Bab II: mengatur ketentuan-ketentuan tentang perjanjian sebagai sumber daripada perikatan.
- Bab IV: mengatur ketentuan-ketentuan tentang hapusnya perikatan. Bab I, Bab II, dan Bab IV dalam hukum perdata disebut sebagai ajaran umum
daripada perikatan.
D. Prinsip Hukum Perjanjian