Penyiapan Sampel Proses Destruksi Kering Pembuatan Larutan Sampel Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi Uji Perolehan Kembali Recovery

20 3.6 Prosedur Penelitian 3.6.1 Pengambilan Sampel Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara sampling purposif yang dikenal juga sebagai sampling pertimbangan dimana sampel ditentukan atas dasar pertimbangan bahwa sampel yang diambil dapat mewakili populasi Sudjana, 2005.

3.6.2 Penyiapan Sampel

Sebanyak ±1 kg masing-masing 500 g daun Ranti DR dan 500 g tangkai serta daun ranti TDR yang segar dibersihkan dari pengotoran, dicuci bersih dengan air mengalir, dibilas dengan akua demineralisata, ditiriskan, dan dihaluskan dengan blender.

3.6.3 Proses Destruksi Kering

Sampel DR dan TDR ditimbang seksama sebanyak 25 gram dalam krus porselen, diarangkan di atas hot plate, lalu diabukan dalam tanur dengan temperatur awal 100°C dan perlahan-lahan temperatur dinaikkan hingga suhu 500°C dengan interval 25°C setiap 5 menit. Pengabuan dilakukan selama 24 jam dan dibiarkan hingga dingin pada desikator. Bagan alir proses destruksi kering dapat dilihat pada Lampiran 3 Halaman 45.

3.6.4 Pembuatan Larutan Sampel

Sampel DR dan TDR hasil destruksi dilarutkan dalam 5 mL HNO 3 1:1, lalu dipindahkan ke dalam labu tentukur 50 mL, dibilas krus porselen dengan 10 mL akua demineralisata sebanyak tiga kali dan dicukupkan dengan akua demineralisata hingga garis tanda Isaac, 1988. Kemudian disaring dengan kertas 21 saring Whatman No.42, filtrat pertama dibuang sebanyak 5 mL untuk menjenuhkan kertas saring kemudian filtrat selanjutnya ditampung ke dalam botol. Larutan ini digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif. Bagan alir pembuatan larutan sampel dapat dilihat pada Lampiran 4 Halaman 46. 3.6.5 Analisis Kualitatif 3.6.5.1 Kalsium Uji Kristal kalsium dengan Asam Sulfat 1 N Larutan zat diteteskan 1-2 tetespada object glass kemudian ditetesi dengan larutan asam sulfat 1N dan etanol 96 akan terbentuk endapan putih lalu diamati di bawah mikroskop. Jika terdapat kalsium akan terlihat kristal berbentuk jarum Vogel, 1979.

3.6.5.2 Besi Reaksi Kualitatif dengan Larutan K

4 [FeCN 6 ] 2 N Kedalam tabung reaksi dimasukkan 2 mL larutan sampel, ditambahkan 10 tetes kalium heksasianoferat II. Dihasilkan larutan berwarna biru tua Vogel, 1979.

3.6.5.3 Kalium Uji Kristal Kalium dengan Asam Pikrat

Larutan zat diteteskan 1-2 tetes pada object glass kemudian ditetesi dengan larutan asam pikrat, dibiarkan ± 5 menit lalu diamati di bawah mikroskop. Jika terdapat kalium, akan terlihat kristal berbentuk jarum besar Vogel, 1979. 22

3.6.5.4 Natrium Uji Kristal Natrium dengan Asam Pikrat

Larutan zat diteteskan 1-2 tetes pada object glass kemudian ditetesi dengan larutan asam pikrat, dibiarkan ± 5 menit lalu diamati di bawah mikroskop. Jika terdapat natrium, akan terlihat kristal berbentuk jarum halus Vogel, 1979. 3.6.6 Analisis Kuantitatif 3.6.6.1 Pembuatan kurva kalibrasi kalsium Larutan baku kalsium 1000 µgmL dipipet sebanyak 5 mL, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akua demineralisata. Dari larutan tersebut 100 µgmL dipipet masing-masing 1,0; 2,0; 3,0; 4,0; 5,0 mL dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL dan diencerkan dengan akua demineralisata hingga garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 2; 4; 6; 8; 10 µgmL, lalu dilakukan pengukuran pada panjang gelombang 422,7 nm dengan tipe nyala udara-asetilen.

3.6.6.2 Pembuatan kurva kalibrasi besi

Larutan baku besi 1000 µgmL dipipet sebanyak 2,5 mL, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akua demineralisata. Dari larutan tersebut 50 µgmL dipipet masing-masing 1,0; 2,0; 3,0; 4,0; 5,0 mL dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL dan diencerkan dengan akua demineralisata hingga garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 1; 2; 3; 4; 5 µgmL, lalu dilakukan pengukuran pada panjang gelombang 248,3 nm dengan tipe nyala udara-asetilen. 23

3.6.6.3 Pembuatan kurva kalibrasi kalium

Larutan baku kalium 1000 µgmL dipipet sebanyak 5 mL, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akua demineralisata. Dari larutan tersebut 100 µgmL dipipet masing-masing 1,0; 2,0; 3,0; 4,0; 5,0 mL dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL dan diencerkan dengan akua demineralisata hingga garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 2; 4; 6; 8; 10 µgmL, lalu dilakukan pengukuran pada panjang gelombang 766,5 nm dengan tipe nyala udara-asetilen.

3.6.6.4 Pembuatan kurva kalibrasi natrium

Larutan baku natrium 1000 µgmL dipipet sebanyak 0,5 mL, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akua demineralisata. Dari larutan tersebut 10 µgmL dipipet masing-masing 1,0; 2,0; 3,0; 4,0; 5,0 mL dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL dan diencerkan dengan akua demineralisata hingga garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1,0 µgmL, lalu dilakukan pengukuran pada panjang gelombang 589,0 nm dengan tipe nyala udara-asetilen.

3.6.6.5 Penetapan kadar kalsium dalam sampel

Larutan sampel DR dan TDR hasil destruksi dipipet sebanyak 0,25 mL dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akua demineralisata Faktor pengenceran = 500,25 = 200 kali. Lalu diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 422,7 nm dengan tipe nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku kalsium. 24 Konsentrasi kalsium dalam sampel dihitung berdasarkan persamaan garis regresi dan kurva kalibrasi.

3.6.6.6 Penetapan kadar besi dalam sampel

Larutan sampel DR dan TDR hasil destruksi dipipet sebanyak 5 mL dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akua demineralisata Faktor pengenceran = 505 = 10 kali. Lalu diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 248,3 nm dengan tipe nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku besi. Konsentrasi besi dalam sampel dihitung berdasarkan persamaan garis regresi dan kurva kalibrasi.

3.6.6.7 Penetapan kadar kalium dalam sampel

Larutan sampel DR dan TDR hasil destruksi dipipet sebanyak 0,1 mL dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL dan dicukupkan hingga garis tanda dengan akua demineralisata Faktor pengenceran = 500,1 = 500 kali. Lalu diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 766,5 nm dengan tipe nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku kalium. Konsentrasi kalium dalam sampel dihitung berdasarkan persamaan garis regresi dan kurva kalibrasi.

3.6.6.8 Penetapan kadar natrium dalam sampel

Larutan sampel DR dan TDR hasil destruksi dipipet sebanyak 0,5 mL dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL dan dicukupkan hingga garis tanda 25 dengan akua demineralisata Faktor pengenceran = 500,5 = 100 kali. Lalu diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 589,0 nm dengan tipe nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku natrium. Konsentrasi natrium dalam sampel dihitung berdasarkan persamaan garis regresi dan kurva kalibrasi. Kadar kalsium, besi, kalium, dan natrium dalam sampel dapat dihitung dengan cara sebagai berikut : Kadar µgg = Konsentrasi µgmL × Volume mL ×Faktor Pengenceran Berat Sampel g 3.6.7 Analisis Data SecaraStatistik 3.6.7.1 Penolakan Hasil Pengamatan Menurut Sudjana 2005, kadar mineral kalsium, besi, kalium dan natrium yang diperoleh dari hasil pengukuran masing-masing larutan sampel dianalisis dengan metode standar deviasi dengan rumus : SD = 1 - n X - Xi 2 ∑ Keterangan : Xi = Kadar sampel X = Kadar rata-rata sampel n = jumlah pengulangan Untuk mencari t hitung digunakan rumus : t hitung = n SD X Xi − 26 dan untuk menentukan kadar mineral di dalam sampel dengan interval kepercayaan 99 , α = 0.05, dk = n-1, dapat digunakan rumus : Kadar Mineral : µ = X ± tα2, dk x SD√n Keterangan : µ = interval kepercayaan X = kadar rata-rata sampel dk = derajat kebebasan dk = n-1 t = harga t tabel sesuai dengan dk = n-1 α = tingkat kepercayaan SD = standar deviasi n = jumlah pengulangan

3.6.7.2 Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Antar Sampel

Menurut Sudjana 2005, sampel yang dibandingkan adalah independen dan jumlah pengamatan masing- masing lebih kecil dari 30 dan variansi σ tidak diketahui sehingga dilakukan uji F untuk mengetahui apakah variansi kedua populasi sama σ 1 = σ 2 atau berbeda σ 1 ≠ σ 2 dengan menggunakan rumus di bawah ini : Fo= 2 2 2 1 S S Keterangan : F = Beda nilai yang dihitung S 1 = Standar deviasi terbesar S 2 = Standar deviasi terkecil Apabila dari hasilnya diperoleh Fo tidak melewati nilai kritis F maka dilanjutkan uji dengan distribusi t dengan rumus : t o = 2 1 2 1 1 1 x - x n n Sp + 27 Keterangan : X 1 = kadar rata-rata sampel 1 n 1 = Jumlah perlakuan sampel 1 X 2 = kadar rata-rata sampel 2 n 2 = Jumlah perlakuan sampel 2 Sp = Simpangan baku Jika Fo melewati nilai kritis F, dilanjutkan uji dengan distribusi t dengan rumus : t o = 2 2 2 1 2 1 2 1 x - x n S n S + Keterangan : X 1 = kadar rata-rata sampel 1 S 1 = Standar deviasi sampel 1 X 2 = kadar rata-rata sampel 2 S 2 = Standar deviasi sampel 2 n 1 = Jumlah perlakuan sampel 1 n 2 = Jumlah perlakuan sampel 2 Kedua sampel dinyatakan berbeda apabila t yang diperoleh melewati nilai kritis, t, dan sebaliknnya.

3.6.8 Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan, sedangkan batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama Harmita, 2004. Menurut Harmita 2004, batas deteksi dan batas kuantitasi ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Simpangan Baku 2 - n Y - Yi 2 ∑ = x Sy Batas deteksi LOD = Slope x Sy x 3 Batas kuantitasi LOQ = Slope x Sy x 10 28

3.6.9. Uji Perolehan Kembali Recovery

Menurut Harmita 2004, uji perolehan kembali recovery dilakukan dengan metode penambahan larutan standar standard addition method. Dalam metode ini, kadar mineral dalam sampel ditentukan terlebih dahulu, selanjutnya dilakukan penentuan kadar mineral dalam sampel setelah penambahan larutan baku dengan konsentrasi tertentu Ermer dan Miller, 2005. Larutan baku yang ditambahkan yaitu, 5 mL larutan baku kalsium konsentrasi 1000 µgmL, 1 mL larutan baku besi konsentrasi 1000 µgmL, 10 mL larutan baku kalium konsentrasi 1000 µgmL dan 0,5 mL larutan baku natrium konsentrasi 1000 µgmL. Daun ranti yang telah dihaluskan ditimbang seksama sebanyak 25 gram di dalam krus porselen, lalu ditambahkan 5 mL larutan baku kalsium konsentrasi 1000 µgmL, 1 mL larutan baku besi konsentrasi 1000 µgmL, 10 mL larutan baku kalium konsentrasi 1000 µgmL dan 0,5 mL larutan baku natrium konsentrasi 1000 µgmL, kemudian dilanjutkan dengan proses destruksi kering seperti yang telah dilakukan sebelumnya. Menurut Harmita 2004, persen perolehan kembali dapat dihitung dengan rumus di bawah ini: Perolehan Kembali = C F - C A C A x 100 Keterangan: C A = Kadar logam dalam sampel sebelum penambahan baku C F = Kadar logam dalam sampel setelah penambahan baku C A = Kadar larutan baku yang ditambahkan 29

3.6.10 Simpangan Baku Relatif