Sebagai seorang pemimpin seharusnya dia mempertimbangkan terlebih dahulu setiap tindakannya, apalagi menyangkut masalah anaknya sendiri. Rasa
kemanusiaannya telah tertutupi oleh keinginannya untuk tetap abadi sebagai raja dan memiliki kekuatan sakti yang diberikan oleh tokoh Palung, sang ayam
raksasa. Sifat lainnya dari tokoh raja tidak memiliki rasa kemanusiaan, tokoh raja juga adalah tokoh yang tidak memiliki rasa tanggung jawab. Hal ini dibuktikan
dengan sikapnya yang tidak sedikit pun merasa berdosa ketika membunuh anaknya sendiri.
Selain idak berperikemanusiaan dan tidak bertanggung jawab, tokoh raja adalah gambaran dari pemimpin yang tidak memiliki kepercayaan diri. Ia lebih
percaya kepada kekuatan orang atau benda lain dibandingkan dirinya sendiri. Ia percaya bahwa kekuatan si Palung, sang ayam raksasa, dapat membuat
bencana di kerajaannya. Padahal andai saja tokoh raja mau mengerahkan seluruh pasukan kerajaan untuk membunuh si Palung, maka tidak mustahil ayam
tersebut akan kalah. Namun ia lebih memilih membunuh anaknya sendiri ketimbang berspekulasi untuk mengalahkan si Palung. Bahkan ironisnya, tokoh
raja takluk kepada tokoh ayam tersebut.
3.2.7 Akhlak dan Moral Seorang Muslim
Secara etimologis, perkataan akhlak yang berasal dari bahasa Arab adalah bentuk jamak dari kata khulk. Khulk di dalam Kamus Al-Munjid berarti
budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat Asmaran, 1992: 1.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa akhlak ialah sifat-sifat yang dibawa manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwa dan selalu ada
padanya. Sifat itu dapat berupa perbuatan baik yang disebut akhlak yang mulia dan perbuatan buruk yang disebut akhlak yang tercela sesuai dengan
pembinaannya. Jadi pada hakikatnya akhlak merupakan suatu kondsi atau sifat yang
telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian sehingga muncullah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan tanpa memerlukan pemikiran.
Apabila dari kondisi tadi timbul kelakuan yang baik dan terpuji menurut pandangan syariat dan akal pikiran, maka ia dinamakan budi pekerti yang mulia
dan sebaliknya. Suatu perbuatan dapat dinilai baik jika timbulnya perbuatan itu dengan mudah sebagai suatu kebiasaan tanpa memerlukan pemikiran.
Seandainya ada seseorang yang memaksakan dirinya untuk mendermakan hartanya atau memaksa hatinya dengan dipikir-pikir lebih dahulu, maka
bukanlah orang semacam ini. Poerbakawatja 1976: 9 mengatakan bahwa “... akhlak adalah budi
pekerti, watak, kesusilaan kesadaran etik dan moral yaitu kelakuan baik yang merupakan akibat dari sikap jiwa yang benar terhadap khaliknya dan manusia.”
Anis dalam Asmaran 1992: 5 menegaskan bahwa, “... ilmu akhlak ialah ilmu yang objek pembahasannya adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatan
manusia yang dapat disifatkan dengan baik atau buruk”. Ya’kub 1983: 121 mengemukakan, “Adapun pengertian sepanjang
terminologi yang dikemukakan oleh ulama akhlak antara lain: a. Ilmu akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, antara yang terpuji
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
dan yang tercela, tentang perkataan dan perbuatan manusia lahir dan batin. b. Ilmu akhlak adalah ilmu pengetahuan yang memberikan pengertian tentang
baik dan buruk, ilmu yang mengajarkan pergaulan manusia dan menyatakan tujuan mereka yang terakhir dari seluruh usaha dan pekerjaan mereka.”
Dalam pembahasan akhlak ada beberapa istilah yang digunakan antara lain; etika, moral, dan susila. Etika berasal dari bahasa Yunani ethos yang
artinya adat atau kebiasaan. Etika merupakan salah satu cabang filsafat yang membahas nilai keindahan atau estetika.
Dalam estetika dibicarakan antara lain, apakah sesungguhnya keindahan itu, mengapa ada objek yang indah dan yang jelek, bagaimana
hubungan antara sesuatu objek yang indah dengan perasaan atau emosi seseorang. Dalam etika dibicarakan apa sesungguhnya yang dimaksud dengan
baik buruk, mengapa ada yang disebut perbuatan baik dan buruk, apa kriteria penilaian suatu perbuatan, apa atau siapa yang menentukan baik-buruknya
suatu perbuatan, dan sebagainya. Moral berasal dari bahasa Latin mores yaitu jamak dari mos mos yang
berarti adat kebiasaan. Poerwadarmintan 1982: 654 mengatakan, “... moral adalah baik-buruk perbuatan dan kelakukan.” Moral merupakan istilah yang
digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktivitas manusia dengan nilai baik atau buruk, benar atau salah. Dalam kehidupan sehari-hari dikatakan
bahwa orang yang mempunyai tingkah laku yang baik disebut orang yang bermoral.
Selain istilah di atas, di dalam bahasa Indonesia untuk membahas baik- buruk tingkah laku manusia juga sering digunakan istilah kesusilaan.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Kesusilaan berasal dari kata “susila” yang mendapat awalan ke- dan akhiran - an. Su berarti baik, bagus dan sila dasar, prinsip, peraturan hidup atau norma.
Pooerwadarminta 1982: 982 mengatakan bahwa, “... susila berarti sopan, beradab, baik budi bahasanya. Kesusilaan sama dengan kesopanan. Ini
menunjukkan bahwa kesusilaan bermaksud membimbing manusia agar hidup sopan, sesuai dengan norma-norma susila”.
Sekarang dapat dilihat persamaan antara akhlak, etika, moral, dan susila, yaitu menentukan hukum atau nilai perbuatan manusia dengan
keputusan baik atau buruk. Perbedaan terletak pada tolak ukurnya masing-- masing, akhlak dalam menilai perbuatan manusia dengan tolak ukur ajaran Al-
Quran dan Sunnah, etika dengan pertimbangan akal pikiran, sedangkan moral dan susila dengan adat kebiasaan yang umum berlaku di masyarakat
Asmaran, 1992: 9. Dalam syair, sang penyair perpesan kepada pembaca agar berakhlak mulia. Akhlak seorang Muslim pada umumnya dapat digolongkan ke
dalam dua golongan, yaitu budi pekerja yang mulia dan sikap atau kelakuan yang tercela. Mengenai budi pekerja atau akhlak yang mulia ini, Iman al-Gazali
sebagai mana dikutip Asmaran 1992 : 204 menerangkan: “Berakhlak baik atau berakhlak terpuji itu berarti artinya
menghilangkansemua adat- adat kebiasaan yang tercela yang sudah dirincikan oleh agama Islam serta menjauhkan
diri daripadanya, sebagaimana menjauhkan diri dari tiap najis dan
kotoran, kemudian membiasakan adat kebiasaan yang baik, menggemarinya, melakukannya dan mencintainnya.”
Pada dasarnya budi pekerja baik atau akhlak terpuji merupakan sifat atau tingkah laku yang sesuai dengan norma atau ajaran agama Islam. Yang
termasuk ke dalam akhlak yang mulia adalah melakukan seluruh amal ibadah
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
yang diwajibkan oleh Allah SWT, seperti mengucapkan kalimat syahadat, menegakkan sholat, selanjutnya seperti yang tercantum dalam rukun Islam.
Selain itu termasuk segala perbuatan baik terhadap manusia maupun alam sekitar.
Dalam pergaulan sehari-hari seorang Muslimin haruslah selalu menjaga lidahnya dari perkataan yang dapat menyakitkan hati orang lain. Tutur bahasa
yang lembut menunjukkan ketinggian budi pekerti seseorang. Orang yang berbicara sombong menunjukkan bahwa orang itu tidak terdidik. Ini sesuai
dengan pribahasa yang mengatakan bahwa “bahasa menunjukkan bangsa”. Perangai yang lembut yang dimaksudkan pengarang di sini adalah sikap
halus atau lembut dalam menghadapi orang lain. Lembut dalam mengucapkan kata-kata, roman muka, sikap anggota badan, dan lain-lain dalam pergaulan
baik dalam masyarakat kecil atau keluarga maupun dalam masyarakat luas. Perangai halus atau lembut merupakan gambaran hati yang tulus serta cinta
kasih terhadap sesama. Orang yang bersikap halus biasanya suka memperhatikan kepentingan orang lain, dan suka menolong. Sikap lembut
merupakan perwujudan dari sifat-sifat ramah, sopan, dan sederhana dalam pergaulan.
Perangai yang lembut juga dimiliki oleh orang yang bersikap rendah hati, karena orang yang bersikap rendah hati merupakan orang yang halus tutur
bahasanya, sopan tingkah lakunya, tidak sombong, tidak membedakan pangkat dan derajat dalam pergaulan.
Yang dimaksud dengan sabar menurut pengertian Islam ialah tahan menderita sesuatu yang tidak disenangi dengan ridha dan ikhlas serta berserah
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
dari kepada Allah. Secara umum, sabar adalah kemampuan atau daya tahan manusia menguasai sifat jelek yang terdapat dalam jiwa, yaitu hawa nafsu. Jadi
sabar mengandung unsur perjuangan, pergaulan, tidak menyerah dan menerima begitu saja.
Dari anggota badan atau lahir, perkataan termasuk yang terbanyak membuat maksiat. Dalam hal ini, tidak ada satu usahapun yang dapat
menyelamatkannya kecuali dengan jalan membiasakannya berkata-kata yang baik dan bermanfaat. Rasullullah SAW mengajarkan yang diriwayatkan oleh
Bukhori dan Muslim, yang artinya, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka
hendaklah ia berkata yang baik, atau kalau tidak dapat berkata yang baik hendaklah berdiam diri saja.”
Adapun perkataan yang tercela yang harus dihindari, antara lain: berkata yang tidak memberikan manfaat, berlebih-lebihan dalam percakapan, berbicara
hal yang batil, berkata kotor atau mencaci maki, mentertawakan dan merendahkan orang lain, dan berdusa.
Sombong atau takabur adalah suatu perasaan yang terdapat di dalam hati manusia bahwa dirinya hebat, mempunyai kelebihan dari orang lain,
misalnya merasa lebih dalam ilmu pengetahuan, kekayaan, kecantikan, dan sebagainya. Perasaan yang lebih ini kelihatan dalam sikap dan tindak tanduk
sehari-hari dalam penampilan di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat. Sifat sombong ini amatlah tercela, baik di sisi Allah maupun di mata
manusia dan akan membawa kerugian dan bahaya yang besar. Orang yang sombong pasti tidak dapat memiliki sifat rendah hati. Orang yang sombong
tidak dapat meninggalkan sifat dengki dan dusta, begitu pula ia tentu tidak bisa
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
menahan hawa nafsunya, juga tidak mungkin dapat memberikan nasehat yang baik kepada orang lain. Kesukaannya hanyalah menghina dan mencemoohkan,
ia suka mencari-cari dan membongkar kemaluan orang lain, terlebih terhadap orang yang dipandang sebagai saingannya. Orang yang bersifat sombong
akhirnya akan tersesat karena ia meniru sifat syaitan. Islam melarang manusia untuk bersifat sombong dan Allah tidak
menyukainya. Allah menegaskan bahwa nerakalah tempat bagi orang-orang yang sombong, sebagaimana firmanNya dalam surah al-Mukmin ayat 60, yang
artinya: ”Dan Tuhanmu berfirman: berdoalah kepada-Ku, niscaya akan
Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang
menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk ke
neraka jahanam dalam keadaan hina dina.” Rasulullah SAW juga pernah bersabda, yang artinya
“.....tidak akan masuk surga orang yang dalam hatinya ada sebesar biji sawi dari kesombongan” HR Muslim.
Berbahagialah orang-orang yang berakhlak mulia dan berbudi pekerti utama, dan celakalah mereka yang bersikap dan bertingkah laku tercela. Dalam
al-Quran surah al-Infithar ayat 13-14, Allah SWT berfirman “....sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti benar-benar
berada dalam surga yang penuh kenikmatan. Dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar- benar berada dalam neraka.”
Menurut ayat di atas, hanya orang yang berbakti benar-benar atau berbudi pekerti utama yang dijanjikan Allah akan memasuki surga, maka
Rasulullah SAW memerintahkan manusia, khususnya orang Muslim selalu berbudi pekerti luhur kapan dan di manapun berada, seperti sabda Nabi
“.......bertaqwalah kepadaAllah di mana saja engkau berada, ikutilah suatu kejelekan
itu dengan kebaikan, karena itu dapat
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
menghapus kejelekan, dan pergaulilah seluruh manusia dengan budi pekerti yang baik” HR Tirmizi.
Berdasarkan paparan di atas maka akhlak atau moral tokoh raja sebagai
tokoh sentral dalam cerita Tuan Putri Pucuk Kelumpang digambarkan
sebagai tokoh yang tidak bermoral atau tidak berakhlak mulia, baik sebagai orang tua maupun sebagai pemimpin.
Sebagai orang tua, sudah seharusnyalah tokoh raja menyayangi, mengasihi, dan melindungi anaknya dari ancaman apapun. Bahkan seharusnya
rela mati demi anaknya. Namun dalam cerita Tuan Putri Pucuk Kelumpang
tokoh raja malah bersikap sebaliknya. Tokoh ini rela bahkan ikhlas anaknya mendapat bahaya demi menyelamatkan harta bendanya, yaitu kerajaannya.
Orang tua mana pun di dunia ini pasti akan membela anaknya apabila terancam bahaya dan bukan menyerahkan anaknya pada bahaya tersebut,
seperti yang tergambar ketika tokoh raja meninggalkan amanah kepada istrinya agar memberikan anaknya kepada tokoh ayam raksasa, si Palung, apabila
anaknya adalah seorang wanita. Berikut kutipannya yang mendukung pernyataan ini.
Pada zaman dahulu ada seorang raja yang sangat berkuasa. Raja itu akan pergi berlayar meninggalkan istrinya yang sedang
mengandung. Sebelum berangkat, raja berpesan pada istrinya, apabila kelak anaknya laki-laki harus diasuh dengan baik, apabila
perempuan harus dibunuh dan diberikan kepada si Palung. Si Palung adalah ayam kesayangan raja.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
3.2.8 Patuh terhadap Orang Tua