Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu faktor adanya keprihatinan terhadap kualitas pendidikan, termasuk pendidikan di Indonesia adalah bentuk atau model pembelajaran yang diterapkan dalam berbagai tingkat sekolah. Pembelajaran di sekolah mengesankan bahwa siswa diposisikan hanya sebagai objek dalam pembelajaran. Maka dalam proses pembelajaran siswa terkesan mempunyai konsep 3 D duduk, diam, dan dengar. Sekolah formal yang ada dan telah berjalan beberapa abad dengan beragam kurikulum yang diterapkan kurang membuahkan hasil yang memuaskan dari sisi moralitas-spiritual. Para siswa yang genius dari sisi intelektual tidak dibarengi dengan unggul dari sisi moralitasnya, bahkan mungkin sebaliknya. Dalam lingkungan sekolah sebagai juara intelektual tetapi di luar lingkungan formal juga menjadi juara tindakan yang a-moral. Problem seperti ini biasa ditengahi dengan perbaikan kurikulum, sehingga pergantian pimpinan, termasuk pergantian menteri Pendidikan hampir bisa dipastikan akan terjadi pergantian kurikulum. Namun, sayangnya fakta yang terjadi pergantian kurikulum yang tidak sedikit memakan pendapatan Negara tersebut belum mampu membuahkan hasil atau anak didik yang dapat dipertanggungjawabkan dari sisi intelektual, sosial dan spiritualnya. Data yang diperoleh dari paparan akhir tahun Polda Metro Jaya mengungkapkan bahwa di wilayah Jakarta dan sekitarnya saja sepanjang tahun 2007 tingkat kriminalitas meningkat dari tahun sebelumnya sebanyak 59.376 kasus menjadi 60.983 kasus tindak kejahatan atau rata-rata 167 kasus kriminalitas setiap harinya. Kenaikan 2 tertinggi adalah kenakalan remaja, yaitu hingga 36,36 persen. 1 Penyebab awal terjadinya kenakalan remaja –yang merupakan krisis moral- tersebut adalah kemerosotan akhlak dan faktor penyebab utamanya adalah kesalahan dalam pendidikan. 2 Adanya peristiwa atau keprihatinan tersebut membutuhkan penanganan yang serius dari berbagai pihak. Berkaitan dengan ini disertai dorongan untuk tetap menampilkan sekolah yang berprestasi dan berkualitas serta motivasi mencerdaskan anak bangsa, banyak bermunculan sekolah-sekolah di Indonesia yang menawarkan dan mempromosikan konsep pendidikannya masing-masing. Sekolah-sekolah tersebut selain mengacu pada kurikulum Departemen Pendidikan Nasional maupun kurikulum Departemen Agama juga mengembangkan kurikulum sendiri. 3 Inilah terobosan-terobosan baru model sekolah yang tidak hanya menguatkan intelelektual idealis atau penguasaan teoritis, tapi juga secara praktis atau terwujud dalam tingkah laku. Terobosan tersebut mengacu kepada konsep pendidikan yang dikenal dengan 1 Lihat. Kriminalitas di Jakarta meningkat pada 2007, sumber Harian Kompas: Rabu, 2 Januari 2008, Lihat juga ungkapan Sutiyoso mantan Gubernur DKI Jakarta dalam dialog bertema Pemuda dan Masa Depan Bangsa, Antara Harapan dan Tantangan, Pemuda Indonesia Kehilangan Jati Diri, Berita UIN No. 76Th.V16-31 Januari 2008. 2 Menurut Tafsir, penyebab krisis nasional adalah desain pendidikan yang salah, keimanan yang lemah, kemerosotan akhlak yang parah, korupsi yang sudah menjadi penyakit, krisis moneter, krisis ekonomi, dan krisis politik. Lihat. A Tafsir, Filsafat Pendidikan Islami, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006, h. 298 3 Bermunculan sekolah-sekolah yang menerapkan kurikulum alternative dan konsep-konsep pendidikan yang berbeda dari biasanya. Seperti adanya sekolah-sekolah unggulan yang marak berdiri pada awal tahun 1990-an, yang kebetulan berada di bawah Depdikbud. Sebagian dari sekolah-sekolah mulai menyatakan dirinya secara formal atau sebaliknya diakui oleh banyak kaum Muslim sebagai sekolah unggul atau sekolah Islam unggulan. Lihat. Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 1999, h. 73. Istilah lain dari sekolah unggulan juga dikenal dengan sekolah percontohan, sekolah akselerasi, dan dalam literatur internasional semua itu lazim disebut lab school, effectife school, experiment school atau accelerated school. Lihat. A. Chaedar Alwasiah, Tujuh Ayat Sekolah Unggul dalam http:www.iearnindonesia.org 3 istilah “belajar dari pengalaman experiental learning atau ada juga yang menyebutnya dengan sekolah alam. 4 Belajar sebatas mendengarkan hanya menyerap 10 , sedangkan belajar sambil melakukan itu akan menyerap 90 . Metode belajar dari pengalaman experiental learning sebenarnya sudah dikenal sejak zaman dahulu. Filsuf Yunani, Aristoteles pernah mengatakan pentingnya belajar dari pengalaman. Ia mengatakan bahwa, Apa yang harus kita pelajari, kita pelajari sambil melakukannya What we have to learn to do, we learn by doing. Wien Soehardjo, salah seorang pehobi petualangan di alam terbuka menjelaskan bahwa ahli psikologi pendidikan Harvard, Howard Gardner telah mengidentifikasi perbedaan antara pendidikan sekolah di dalam ruang dengan pendidikan di luar ruang outdoor education. Yang pertama tadi biasanya disebut scholastic knowledge. Pendidikan model ini sudah dibatasi secara ketat oleh setting sekolahan. Setting ini cenderung teoretis, tegas Wien. 5 Di sisi lain, belajar di luar ruang lebih mengedepankan metode connected knowing menghubungkan antara pengetahuan dengan dunia nyata. Di sini, pendidikan dianggap sebagai bagian integral dari sebuah kehidupan. Wien yang juga instruktur belajar dari pengalaman mengatakan bahwa konsep belajar di luar ruang sama sekali berbeda dengan proses belajar-mengajar di dalam kelas. Belajar di alam memakai seluruh lingkungan peserta belajar sebagai sumber pengetahuan, dalam konteks belajar. Artinya, interaksi dalam proses belajar-mengajar pada pendidikan 4 Sekolah alam adalah sekolah berbasis alam. Sekolah ini pertama kali muncul di Indonesia pada tahun 1998. Kini konsep sekolah alam tumbuh dan berkembang hampir diberbagai wilayah Indonesia, sudah ada di Bandung, Semarang, Bogor, Surabaya, Jambi, Lampung, Kalimantan, Bengkulu, dan di kota-kota lainnya. Lihat. www.sekolahalam.com. Lihat pula. Teguh Perdana dan Vera Wahyudi editor, Sekolah yang Membebaskan, Jakarta: Dewan Sekolah Alam, 2003, h. 4. Data ini juga berdasarkan hasil wawancara dengan Lendo Novo, penggagas atau perintis sekolah alam di Indonesia, di kediamannya Parung Bogor pada hari Selasa, 8 April 2008. 5 Bobbi De Porter, et al., Quantum Teaching, Bandung: Kaifa, 2000, cet. IV, h.57. 4 alam terbuka mempertemukan ide-ide atau gagasan dari setiap individu sebagai salah satu sumber belajar. Bentuk pembaharuan yang dilakukan oleh Sekolah Alam adalah mengembangkan kurikulum 6 yang telah ditetapkan dari Departemen Pendidikan. Hal ini karena kurikulum selalu menjadi faktor utama penyebab menurunnya mutu pendidikan. Kurikulum merupakan komponen pendidikan yang dijadikan acuan oleh setiap satuan pendidikan, baik oleh pengelola maupun penyelenggara, khususnya oleh guru dan kepala sekolah. Kurikulum berkaitan dengan penentuan arah, isi, dan proses pendidikan. Penerapan kurikulum sudah diatur dan diseragamkan dari pusat, tetapi pihak penyelenggara pendidikan dapat melakukan modifikasi-modifikasi yang disesuaikan dengan kondisi sekolah, lingkungan dan kebutuhan masyarakat. Dalam kebijakan kurikulum terbaru, yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP 7 sangat memberikan keleluasaan kepada pihak sekolah negeri maupun swasta untuk 6 Kurikulum yaitu suatu lingkaran pengajaran, dimana guru dan murid terlibat di dalamnya. Lihat. Horn H Herman, An Idealistic Philoshophy of Education, Chicago, University of Chicago Press, 1982, h. 158. Selanjutnya digunakan untuk menunjukkan pada sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh untuk mencapai suatu gelar atau ijazah. Lihat. Ronald C. Doll, Curriculum Development; Decision Making and Process, Boston: Allyn and Bacon, 1979, Ed. 4, h. 4. Lihat pula Poerbakawaja Soegarda dan Harahap, Ensiklopedi Pendidikan, Jakarta: Gunung Agung, 1981, h. 88. Pengertian ini sejalan dengan pendapat Crow and Crow, Lihat. Crow and Crow, Pengantar Ilmu Pendidikan, Yogyakarta: Rake Sarasin, 1990, h. 75. 7 Departemen Pendidikan Nasional menetapkan berlakunya kurikulum baru yang dikenal dengan Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan KTSP yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 222006 tentang Standar Isi Pendidikan dan Nonor 23 tentang Styandar Kompetensi Lulusan SKL tertanggal 23 Mei 2006. Maka KTSP ditetapkan pertengahan tahun ajaran 2006-2007. KTSP tersebut berlaku secara nasional untuk seluruh sekolah di Indonesia. Seluruh sekolah tingkat dasar dan menengah harus sudah menetapkan kurikulum ini paling lambat tahun ajaran 20092010. Lihat. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun 2006 pasal 2 ayat 2 yang ditetapkan Pemerintah pada pertengahan tahun ajaran 2006-2007. Berbeda dengan kurikulum- kurikulum sebelumnya yang sentralistik, kurikulum ini memberikan kewenangan seluas-luasnya kepada setiap satuan pendidikan sekolah untuk menetapkan kurikulum yang aplikatif sesuai dengan kondisi geografis dan karakteristik daerah dimana sekolah tersebut berada. Lihat. E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007, cet. Ke- 4, h. V, 19-23. Sehingga antar daerah akan terjadi fastabiqul khairat berlomba-lomba dalam kebaikan sebagai persaingan sehat dengan menunjukkan keunggulan masing-masing. 5 berkreasi dan berinovasi selama masih mengacu kepada standar kompetensi yang ditentukan. Sekolah diberi kewenangan penuh menyusun rencana pendidikannya dengan mengacu pada standar-standar yang telah ditetapkan, mulai dari tujuan, visi misi, struktur dan muatan kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan, hingga pengembangan silabusnya. 8 Maka sangat dimungkinkan akan terjadi kompetisi diantara sekolah-sekolah tentang bagaimana menampilkan profil sekolah dan keunggulan-keunggulannya dalam hal muatan materi pembelajaran dan kegiatan sekolah. Berbagai inovasi terhadap kurikulum yang dilakukan secara mandiri oleh beberapa sekolah layak diapresiasi. Namun inovasi harus dilaksanakan berdasarkan beberapa pertimbangan, diantaranya adalah asas-asas dan landasan pengembangan kurikulum. 9 Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum pada dasarnya merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum. Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum tersebut dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang atau menciptakan sendiri prinsip-prinsip baru. Dalam hal ini, ada beberapa prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang harus diperhatikan dalam suatu pengembangan kurikulum. Nana Syaodih Sukmadinata membagi dua prinsip-prinsip pengembangan kurikulum, yaitu prinsip-prinsip umum dan prinsip-prinsip khusus. Prinsip-prinsip umum diantaranya adalah: prinsip relevansi, prinsip fleksibilitas, prinsip kontinuitas, prinsip praktis, dan efektivitas. Sedangkan prinsip-prinsip khusus adalah: prinsip berkenaan dengan 8 http:rbaryans.wordpress.com. 9 Sebagaimana diungkapkan M Athiyyah Al Abrasyi bahwa setiap usaha pengembangan kurikulum harus memperhatikan asas-asas dan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum Lihat Muhammad Athiyyah Al Abrasyi, Al Tarbiyah Al Islamiyah, Mesir: Darul Ulum, tth, h. 147. Mengenai pentingnya landasan kurikulum dalam pengembangan kurikulum ini diungkapkan pula oleh Oemar Hamalik. Lihat. Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008, cet.ke- 2, h. 57. 6 tujuan pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pelajaran dan prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian. 10 Selain itu, penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang tidak didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berakibat pula terhadap kegagalan proses pengembangan manusia. Dalam hal ini, ada beberapa asas atau landasan utama dalam pengembangan kurikulum, yaitu: 11 filosofis, sosiologis, psikologis, dan organisatoris. School of Universe Parung Bogor yang menjadi objek penelitian ini merupakan representasi dari sekolah yang merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam rangka memperbaiki kualitas mutu pendidikan di Indonesia, termasuk mutu pendidikan. Berdirinya sekolah ini berangkat dari keprihatinan terhadap kualitas pendidikan di Indonesia, terutama berkaitan dengan dekadensi moral yang terjadi di negara ini. 12 Oleh karena itu, sekolah alam sangat mengedepankan pendidikan agama sebagai pondasi. 10 Lihat. Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikum; Teori dan Praktek. Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya, 1997, h. 150-155. 11 Lihat. S. Nasution, Asas-asas Kurikulum, Jakarta: Bumi Aksara, 1999, h. 11-14. Adapun Ronald C Doll menambahkan satu asas dalam bukunya, yaitu asas historis sejarah. Selain itu, ada juga yang menambahkan asas perkembangan ilmu dan teknologi, yaitu Nana Syaodih Sukmadinata. Lihat Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikum; Teori dan Praktek, h. 38. Sedangkan Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany dalam Falsafah Pendidikan Islam merincinya sebagai berikut: 1 Asas Agama, 2 Asas Falsafah, 3 Asas Psikologis, 4 Asas Kemasyarakatan. Lihat. Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany, Falsafat At-tarbiyyah Al-Islamiyyah, terj. Hasan Langgulung, Jakarta: Bulan Bintang, 1979, cet.ke- 1, h. 523-532 12 Berdasarkan hasil wawancara dengan Lendo Novo, penggagas atau perintis sekolah alam di Indonesia, Parung Bogor, Selasa, 8 April 2008. 7 Pendidikan agama di sekolah alam School of Universe tidak hanya mengacu pada kurikulum nasional yang diterapkan oleh pemerintah, namun lebih untuk mencapai apa yang telah menjadi visi, misi, dan tujuan sekolah. Maka kurikulum yang diterapkan di sekolah alam adalah merupakan hasil pengembangan kurikulum sekolah alam yang diintegrasikan. Sehingga kurikulum yang diterapkan memiliki dan menawarkan aktivitas yang khas dan tujuan yang khas pula. 13 Pendidikan agama Islam yang diterapkan di sekolah alam lebih berorientasi pada pembinaan akhlak dan penerapannya sehari-hari, sehingga muatan atau komposisi materi pendidikan agama Islam lebih menitikberatkan pada aspek akhlak. Kurikulum sekolah alam mempunyai komposisi materi pembelajaran dengan perbandingan 80:20, artinya sebanyak 80 persen merupakan kurikulum akhlak, sedangkan 20 persennya adalah kurikulum kognitif. 14 Hal ini sesuai dengan paradigma yang berkembang sekarang ini, bahwa keberhasilan anak cenderung ditentukan oleh kecerdasan emosinya. Sebagaimana diungkapkan Daniel Goleman, bahwa kontribusi IQ Intelligence Quotient dalam menentukan sukses hidup seseorang maksimal 20 persen, sedangkan 80 persen sisanya ditentukan oleh faktor- faktor lain. Faktor-faktor lain inilah yang termasuk dalam wilayah kecerdasan emosional 15 dan kecerdasan spiritual. Pendidikan Agama Islam menekankan keseimbangan, keselarasan dan keserasian antara hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan 13 Berdasarkan hasil wawancara dengan Lendo Novo, Parung Bogor, Selasa, 8 April 2008. 14 Jika dilihat dari aspek ajaran Islam, komposisi tersebut sangat cocok bagi pendidikan agama Islam, karena bidang moral atau akhlak ini menempati posisi yang paling penting setelah orang beriman kepada Tuhan. Hal ini nampak jelas pada firman Allah SWT yang selalu mengaitkan iman dengan amal saleh, yaitu suatu perbuatan baik sebagai perwujudan dari imannya. Karena pentingnya masalah akhlak dalam kehidupan, maka Allah mengutus para Nabi dan menjadikan Nabi tersebut sebagai contoh teladan yang baik uswatun hasanah bagi umat manusia. Lihat. Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara: 2004, cet. 4, h. 195-196. 15 Lihat. Daniel Goleman, Emosional Intelligence, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996, h. 11 8 sesama manusia, hubungan manusia dengan diri sendiri dan hubungan manusia dengan alam sekitarnya. Salah satu tujuan dari pada sekolah alam adalah ingin membudayakan cinta melestarikan lingkungan, maka sekolah alam memberikan muatan menanamkan rasa cinta pada alam. 16 Dengan menanamkan rasa cinta sejak dini akan menjadikan anak mensyukuri anugerah terbesar dari sang Penciptanya, merasa memiliki dan memeliharanya sebagai amanah, sehingga akhirnya akan mengukuhkan keimanan, merasa dekat dengan alam dan semakin mencintai Khaliknya. Upaya pelestarian lingkungan ini sangat sejalan dengan salah satu yang ditargetkan oleh Millenium Development Goals, 17 yaitu ensure environmental sustainability atau pelestarian lingkungan hidup. Di sekolah alam, belajar bukan hanya sekedar mendengarkan, mencatat sambil duduk di bangku, akan tetapi belajar adalah proses beraktivitas dan berbuat learning by doing. Dengan beraktivitas, siswa bukan hanya dituntut untuk menguasai sejumlah informasi dengan cara menghafal, akan tetapi bagaimana memperoleh informasi secara mandiri dan kreatif melalui aktivitas mencari dan menemukan. Melalui aktivitas semacam itulah pengetahuan yang diperoleh akan lebih bermakna sebab didapatkan melalui proses pengalaman belajar, bukan sekedar hasil pemberitahuan. Belajar bukan hanya sebagai hasil, akan tetapi juga sebagai proses. Hasil dan proses keduanya sama pentingnya. Oleh karena itu, keberhasilan belajar tidak hanya 16 Teguh Iman Perdana dan Vera Wahyudi edit, Sekolah Yang Membebaskan, Jakarta: Dewan Sekolah Alam, 2003, h. 30-31 17 Millenium Development Goals MDGs adalah sebuah inisiatif pembangunan yang dibentuk pada bulan September tahun 2000 oleh perwakilan-perwakilan dari 189 negara. 8 poin tujuan yang ingin digarap salah satunya adalah Ensure environmental sustainability Pelestarian lingkungan hidup. Selain itu adalah: Eradicate extreme poverty and hunger Penghapusan kemiskinan, Achieve universal primary education Pendidikan untuk semua, Promote gender equality Persamaan gender, Combat HIVAIDS, malaria, and other diseases Perlawanan terhadap penyakit, Reduce child mortality Penurunan angka kematian anak,, Improve Naternal Health Peningkatan kesehatan ibu, Develop a global partnership for development Kerjasama global. Lihat. http:www.undp.orgmdg 9 diukur dari sejauh mana siswa dapat menguasai pelajaran, akan tetapi bagaimana proses pengusaan itu terjadi. Hal ini terutama ditujukan untuk menentukan perubahan tingkah laku yang non kognitif. Sistem penilaian di sekolah alam, selain berupa laporan nilai, juga ada laporan perkembangan, yaitu: perkembangan akhlak, perkembangan kepemimpinan, perkembangan emosi, perkembangan kemampuan dasar, dan perkembangan iqro atau tahfidz. Sehingga selain sistem penilaian berupa angka dalam raport, sekolah juga membuat raport atau penilaian berupa narasi. Hal ini adalah karena sekolah alam percaya bahwa setiap manusia mempunyai kecerdasan yang berbeda-beda. Selanjutnya sekolah alam menawarkan bentuk sekolah yang berbeda dengan sekolah lain pada umumnya, seperti fisik bangunan dan sistem pembelajarannya. Semua ruang atau tempat belajar di sekolah alam adalah berupa ruang terbuka seperti saung terbuat dari papan atau kayu. Kemudian metode pembelajaran lebih ditekankan kepada metode belajar yang tidak membosankan, seperti metode cerita, diskusi, dan permainan game. Sekolah alam School of Universe berprinsip bahwa proses pembelajaran bisa berlangsung dimana saja. Proses pembelajaran tidak terpaku di dalam sebuah ruangan, belajar bisa juga berlangsung di alam terbuka seperti di kebun, halaman, atau pergi ke tempat sesuai materi yang sedang dipelajari. 18 Bahkan dalam 18 Meski ketentuan tersebut fleksibel. Jika cuaca memungkinkan, maka proses belajar mengajar dilakukan di alam bebas. Karena siswa akan terlihat lebih segar dan merasa nyaman. Mengenai tempat belajar ini, sesuai dengan konsep dalam Islam, bahwa setidaknya ada tiga hal penting yang dijadikan sebagai tempat belajar dalam pendidikan, yaitu: mesjid, rumah, tempat pada umumnya atau alam. Tempat yang nyaman dan baik serta kondusif akan berpengaruh bagi psikologis siswa untuk giat mengikuti pelajaran. Lingkungan alam yang luas merupakan tempat belajar yang dapat dimanfaatkan, seperti diadakannya tadabbur alam untuk mendekatkan diri siswa kepada ciptaan-ciptaan Allah dengan harapan keimanan dan kecintaan mereka kepada sang Khalik. Sebagai pendidik, Allah SWT telah mempersiapkan alam sebagai sarana tempat belajar dalam proses pendidikannya. Ini ditandai dengan banyaknya ayat al-Qur’an yang menjelaskan untuk memperhatikan alam semesta. Lihat. M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1994, h. 31. Sedangkan Al-Ghazali yang dikutip Sidi Gazalba, mengutarakan sekitar 763 ayat yang berhubungan dengan adanya memperhatikan alam. 10 penyampaian pembelajarannya, termasuk pembelajaran Pendidikan Agama Islam, kegiatan pembelajarannya lebih banyak dilakukan di luar kelas atau outdoor activity. Artinya, tempat pembelajaran yang permanen seperti kelas bukanlah satu-satunya tempat belajar siswa. Siswa dapat memanfaatkan berbagai tempat belajar sesuai dengan kebutuhan dan sifat materi pelajaran. Ketika siswa akan belajar tentang praktek shalat misalnya, maka mesjid merupakan tempat belajar siswa. Atau tentang adab bertetangga, maka berkunjung ke tetangga adalah tempat belajar siswa. Selain itu, pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah alam tidak hanya sebatas mentransfer ilmu, tapi juga ditekankan pada aplikasi pengamalan ajarannya, sehingga menjadi kebiasaan. Hal itu diterapkan pada pergaulan sehari-hari di sekolah, seperti membiasakan bersifat jujur sesama teman, mengucapkan salam setiap masuk dan keluar kelas, shalat sunnah dhuha dan shalat dzuhur berjamaah serta membiasakan melestarikan lingkungan. Merujuk pada empat pilar pendidikan yang dikeluarkan UNESCO, 19 maka proses pendidikan agama Islam tersebut akan efektif Sidi Gazalba, Mesjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Pustaka Antara, 1975, h. 58. Rasa takwa kepada Allah yang diterapkan pada anak dapat dikembangkan dengan menghayati keagungan dan kebesaran Tuhan lewat perhatian kepada alam semesta beserta segala isinya, dan kepada lingkungan sekitar. Sebab menurut al-Qur’an hanyalah mereka yang memahami alam sekitar dan menghayati hikmah dan kebesaran yang terkandung di dalammya sebagai ciptaan Ilahi yang dapat dengan benar-benar merasakan kehadiran Tuhan sehingga bertakwa kepada-Nya. Lihat. Nurcholis Madjid dkk, ed Rama Furkona, “Peran Pendidikan Agama Bagi Pertumbuhan Anak Saleh” dalam Pendidikan Agama dan Akhlak Bagi Anak dan Remaja, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2002, h. 26- 27. 19 Dipermulaan memasuki abad ke-21 Badan Pendidikan dan Sosial Budaya Perserikatan Bangsa-bangsa UNESCO telah merekomendasikan kepada seluruh anggotanya untuk menyatukan visi pendidikan dunia. Dalam rekomendasi tersebut, UNESCO menetapkan empat pilar pendidikan yang harus diperhatikan oleh pengelola dunia pendidikan di Negara-negara anggotanya, yaitu 1 belajar untuk mengetahui learning to know, 2 belajar untuk bisa melakukan sesuatu learning to do, 3 belajar untuk hidup bermasyarakat learning to live together, 4 belajar untuk mengembangkan diri secara maksimal learning to be. Hal ini juga sejalan dengan tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam UU SISDIKNAS No 20 Tahun 2003, yaitu bahwa tujuan pendidikan adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa., berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Lihat. Tim Redaksi Fokusmedia, UU RI No 20 Tahun 2003 SISDIKNAS, Bandung: Fokusmedia, 2006, h. 6. 11 karena didukung empat hal, yaitu proses internalisasi, proses aktualisasi, proses sosialisasi dan proses menjadi. Sekolah atau guru tidak hanya memberi tahu learning to know siswa tentang teori apalagi hanya bersifat normatif, tapi juga mampu mengaktualisasikannya learning to do dalam lingkungan learning to live together yang agamis. Kemudian akhirnya terbentuk learning to be generasi yang agamis. Siswa tidak hanya membiasakan di sekolah, tapi sudah menjadi kebiasaan dimanapun dan kapanpun. Proses internalisasi pengetahuan disampaikan dan dibimbing oleh guru sekolah alam dengan berbagai metode dan cara yang tepat dan sesuai, sehingga siswa dapat dengan baik menelaah dan memahami pengetahuan tersebut. Kemudian pengetahuan yang telah diperoleh siswa tersebut akan diaktualisasikan oleh siswa dalam kegiatan sehari-hari. Proses aktualisasi diikuti oleh guru dengan cara memberikan contoh kepada siswa. Proses aktualisasi tersebut dilaksanakan secara rutin, sehingga menjadi kebiasaan bagi siswa dimanapun dan kapanpun. Dari beberapa alasan dan latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut keberadaan sekolah alam School of Universe Parung terutama pada cara pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam yang telah diterapkannya, mengingat bahwa kurikulum yang diterapkan di School of Universe mempunyai karakteristik tersendiri. Dengan demikian, pendidikan agama yang diberikannya tentu saja memiliki warna tersendiri yang berbeda dengan pendidikan pada sekolah umum lainnya. Penulis tertarik untuk mengkaji pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam yang dikembangkan oleh School of Universe. Permasalahan inilah yang mengusik rasa keingintahuan penulis sehingga menimbulkan kegelisahan akademik yang menuntut penulis untuk melakukan 12 penelitian dengan judul: Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah Alam; Studi Kasus di Sekolah Alam School of Universe Bogor”

B. Identifikasi Masalah