Analisis Pengukuran Kinerja Pengelolaan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Batu Bara

(1)

ANALISIS PENGUKURAN KINERJA PENGELOLAAN

KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH

KABUPATEN BATU BARA

TESIS

Oleh

JOY LAND DE FARCI

097003060/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2012

S

E K O L

A H

P A

S C

A S A R JA N


(2)

ANALISIS PENGUKURAN KINERJA PENGELOLAAN

KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH

KABUPATEN BATU BARA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

JOY LAND DE FARCI

097003060/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2012


(3)

Judul Tesis : ANALISIS PENGUKURAN KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BATU BARA

Nama Mahasiswa : Joy Land De Farci Nomor Pokok : 097003060

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Prof. Erlina, SE. M.Si, Ph.D.Ak) (Dr. Drs. Rujiman, MA)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof.Dr.lic.rer.reg.Sirojuzilam,SE) (Prof.Dr.Ir.A. Rahim Matondang,MSIE)


(4)

Telah diuji pada Tanggal: 31 Juli 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Erlina, SE, M.Si, Ph.D. Ak Anggota : 1. Dr. Drs. Rujiman, MA

2. Prof. Dr.lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE 3. Agus Suriadi, S.Sos, M.Si


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain.

Sumber- sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas dalam daftar pustaka

Medan, Juli 2012 Yang membuat pernyataan


(6)

ANALISIS PENGUKURAN KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN

ABSTRAK

Implementasi otonomi daerah sebagai format kebijakan bidang pemerintahan diharapkan mampu memecahkan krisis keuangan pemerintah pusat. Sebelum era otonomi daerah diberlakukan, sumber daya keuangan pemerintah lokal atau daerah tergantung pada kemampuan keuangan pemerintah pusat yang dialokasikan dalam wujud tunjangan dan bantuan- bantuan keuangan untuk daerah guna membiayai pengembangan dan jabatan dalam pemerintah daerah. Otonomi daerah bertanggung jawab dan luas diarahkan untuk memberi penyisihan dana untuk pemerintah daerah guna mengembangkan dan mengatur daerah mereka sendiri. Dengan otonomi daerah, diharapkan pemerintah daerah harus lebih bebas dalam mengelola keuangan mereka sendiri dan lebih efisien lagi dalam mengatur sumber daya keuangan agar pembangunan diwilayah tersebut menjadi maksimal.

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Pemerintah Kabupaten Batu Bara – Sumatera Utara. Penilaian kapasitas didasarkan pada sembilan bidang utama pengelolaan keuangan: (1) Kerangka peraturan perundangan daerah; (2) Perencanaan dan penganggaran; (3) Pengelolaan kas; (4) Pengadaan; (5) Akuntasi dan pelaporan; (6) Audit internal; (7) Hutang dan investasi publik; (8) Pengelolaan aset; dan (9) Audit eksternal dan pengawasan. Setiap bidang strategis dibagi menjadi satu sampai lima hasil dan terdapat serangkaian indikator yang membutuhkan jawaban ‘ya/tidak’ untuk setiap hasil. Hasil-hasil ini mencerminkan pencapaian yang diharapkan pada setiap bidang strategis dan indikator digunakan untuk menilai sejauh mana keberhasilan pemerintah kabupaten Batu Bara dalam mencapai hasil tersebut. Kerangka PKP memberikan gambaran sekilas atas kapasitas pengelolaan keuangan untuk setiap pemerintah daerah, dengan fokus terhadap kebijakan, prosedur dan peraturan, dalam arti lingkungan pengelolaan keuangan dalam pemerintah daerah. Bidang-bidang yang menjadi kelemahan pemerintah daerah dalam pengelolaan keuangan sengaja di garis bawahi, sehingga dapat menunjukkan aspek- aspek apa saja yang perlu diperbaiki. Sebelum survei PKP dilaksanakan, pengetahuan mengenai kapasitas pemerintah daerah sangat terbatas. Oleh karena itu, diharapkan dengan adanya kajian ini dapat memberikan masukan untuk penilaian kapasitas keuangan di Kabupaten Batu Bara guna efisiensi dan efektifitas dalam penganggaran yang sesuai dengan rencana pembangunan yang telah ditetapkan.


(7)

ANALYSISFINANCIAL MANAGEMENT PERFORMANCE DISTRICT LOCAL GOVERNMENT

ABSTRACT

Implementation of regional autonomy as as a form of the government policy is expected to be able solve the financial crisis central government. Before the regional autonomy has been implemented, the financial resources of local or regional government depends on the ability of central government finances wich was allocated in the form of subsidy and financial aids for financing the development and public service. The extensive dab responsible regional autonomy is aimed to give the allowance to the regional governments to develop and manage their own areas. By regional autonomy, regioanal governments should be more independent ont heir own finances and more efficient in managing financial resources for development in the region are to be maximized.

The research was carried out in the working area of Batu Bara regency - North Sumatera. Capacity assessment is based on nine key areas of financial management: (1) the statutory framework, (2) Planning and budgeting, (3) Cash management, (4) Procurement, (5) accounting and reporting; (6) Internal Audit; ( 7) Debt and public investment; (8) Management of assets, and (9) external audit and oversight. Each strategic area is divided into one to five results and there are a series of indicators which require a yes / no 'to every result. These results reflect the expected achievement of each strategic area and the indicators used to assess the extent of Batu Bara Regency in achieving those results. Framework of PKP gives an overviewof the financial management capacity for each local government, with a focus on policies, procedures and regulations, in terms of financial management environment in local government. Areas of weakness in the financial management of local government deliberately underlined, so as to demonstrate aspects of what needs to be repaired. Before the PFM survey conducted, knowledge of local government capacity is limited. Therefore, This research can be expected to provide input for the assessment of financial capacity in Batu Bara regency to the efficiency and effectiveness in budgeting in accordance with a predetermined development plan.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat karunia dan rahmat- Nya penelitian yang berjudul “Analisis Pengukuran Kinerja Pengelolaan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Batu Bara” ini dapat diselesaikan. Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains (M.Si) pada Program Studi Magister Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Atas rampungnya tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang turut memberikan bantuan dan dukungan, baik sewaktu penulis mengikuti proses perkuliahan maupun pada saat penulis melakukan penelitian. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus dan setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE., selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE selaku Ketua Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, serta sebagai Dosen Pembanding yang telah memberikan banyak masukan dan saran bagi kesempurnaan tesis ini.

3. Bapak Bapak Ir. Supriadi, MS selaku Sekretaris Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dan sebagai Dosen Pembanding yang telah memberikan banyak arahan dan saran bagi kesempurnaan tesis ini.

4. Ibu Prof. Erlina, SE. M.Si, Ph.D.Ak dan Bapak Dr. Rujiman, MA selaku Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dengan ketulusan, keikhlasan, dan kesabaran telah banyak sekali membantu dalam hal penyusunan tesis ini sampai akhirnya bisa terselesaikan.

5. Bapak Agus Suryadi, S.Sos, M.Si, selaku Dosen Pembanding yang telah memberikan banyak masukan dan saran bagi kesempurnaan tesis ini.

6. Kepada seluruh dosen serta civitas akademika Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam proses administrasi maupun kelancaran kegiatan akademik pada Program Studi PWD USU Medan.

6. Pemerintahan Kabupaten Batu Bara yang telah memberi izin kepada Penulis untuk melakukan penelitian di wilayah kerja tersebut.

7. Untuk Orang Tua tercinta Alm. Roland Farno dan Almh. Susi Sulastri, doa kami selalu menyertai.

8. Kepada kakak- kakak tersayang Rossy Elvira, Rossa Farcia dan Rosella faridz yang selalu bersama, saling mendukung dan saling membantu satu sama lain dalam menjalani kehidupan selama ini, no matter what they say.

9. Teman-teman Kuliah pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan


(9)

semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu dengan rendah hati penulis menerima saran dan kritik membangun dari semua pihak. Akhirnya dengan rahmat Allah SWT, tesis ini penulis persembahkan bagi semua pihak yang membacanya, dengan harapan dapat memberikan arti dan manfaat.

Sekian dan terimakasih.

Medan, Juni 2012 Penulis

Joy Land De Farci NIM. 097003060


(10)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama Lengkap : Joy Land De Farci,SE

Tempat, Tgl. Lahir : Tangerang, 13 September 1984 Tinggi, Berat Badan : 176 cm/ 73 Kg

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil Status Perkawinan : Belum Nikah

Agama : Islam

Pendidikan : S-1 Ekonomi Manajemen

PENDIDIKAN • Formal

1990 - 1996 : SD Negeri 1 Tangerang 1996 - 1999 : SLTP Negeri 4 Tangerang 1999 - 2002 : SMU Yuppentek 1 Tangerang

2002 - 2007 : Sekolah Tinggi Manajemen Transpor (STMT) Trisakti Jakarta

• Non Formal

2009 : Pelatihan Akuntansi Keuangan Daerah (AKD) selama 2 bulan di Pusdiklat Pasca Sarjana Universitas Indonesia


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian... BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 9

2.1. Pengertian Sistem Pengelolaan Keuangan Daerah... 9

2.2. Tujuan Pengelolaan Keuangan Daerah... 11

2.3. Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ... 12

2.4. Prinsip- prinsip Penyusunan Anggaran... 14

2.5. Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah... 18

2.6. Penelitian Sebelumnya... 25

2.7. Kerangka Konseptual ... 26

BAB III METODE PENELITIAN... 29

3.1. Lokasi Penelitian ... 29

3.2. Desain Penelitian... 29

3.3. Tehnik Pengumpulan Data... 30

3.4. Analisis Data... 32

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 34

4.1. Gambar Umum... 34

4.2. Tingkat Pengelolaan Keuangan... 35

4.2.1. Bidang Strategis 1 : Kerangka Peraturan Perundangan Daerah... 37

4.2.2. Bidang Strategis 2 : Perencanaan dan Pengganggaran... 40

4.2.3. Bidang Strategis 3 : Pengelolaan Kas... 46

4.2.4. Bidang Strategis 4 : Pengadaan Barang dan Jasa... 48

4.2.5. Bidang Strategis 5 : Akuntansi dan Pelaporan... 49

4.2.6. Bidang Strategis 6 : Audit Internal... 54

4.2.7. Bidang Strategis 7 : Hutang dan Investasi... 57

4.2.8. Bidang Strategis 8 : Pengelolaan Aset... 57


(12)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 62

5.1. Kesimpulan... 62

5.2. Saran... 63


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Kerangka Pengukuran – Bidang Strategis dan Indikator …….. 31 4.1. Tingkat Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerh Kabupaten


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman


(16)

ANALISIS PENGUKURAN KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN

ABSTRAK

Implementasi otonomi daerah sebagai format kebijakan bidang pemerintahan diharapkan mampu memecahkan krisis keuangan pemerintah pusat. Sebelum era otonomi daerah diberlakukan, sumber daya keuangan pemerintah lokal atau daerah tergantung pada kemampuan keuangan pemerintah pusat yang dialokasikan dalam wujud tunjangan dan bantuan- bantuan keuangan untuk daerah guna membiayai pengembangan dan jabatan dalam pemerintah daerah. Otonomi daerah bertanggung jawab dan luas diarahkan untuk memberi penyisihan dana untuk pemerintah daerah guna mengembangkan dan mengatur daerah mereka sendiri. Dengan otonomi daerah, diharapkan pemerintah daerah harus lebih bebas dalam mengelola keuangan mereka sendiri dan lebih efisien lagi dalam mengatur sumber daya keuangan agar pembangunan diwilayah tersebut menjadi maksimal.

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Pemerintah Kabupaten Batu Bara – Sumatera Utara. Penilaian kapasitas didasarkan pada sembilan bidang utama pengelolaan keuangan: (1) Kerangka peraturan perundangan daerah; (2) Perencanaan dan penganggaran; (3) Pengelolaan kas; (4) Pengadaan; (5) Akuntasi dan pelaporan; (6) Audit internal; (7) Hutang dan investasi publik; (8) Pengelolaan aset; dan (9) Audit eksternal dan pengawasan. Setiap bidang strategis dibagi menjadi satu sampai lima hasil dan terdapat serangkaian indikator yang membutuhkan jawaban ‘ya/tidak’ untuk setiap hasil. Hasil-hasil ini mencerminkan pencapaian yang diharapkan pada setiap bidang strategis dan indikator digunakan untuk menilai sejauh mana keberhasilan pemerintah kabupaten Batu Bara dalam mencapai hasil tersebut. Kerangka PKP memberikan gambaran sekilas atas kapasitas pengelolaan keuangan untuk setiap pemerintah daerah, dengan fokus terhadap kebijakan, prosedur dan peraturan, dalam arti lingkungan pengelolaan keuangan dalam pemerintah daerah. Bidang-bidang yang menjadi kelemahan pemerintah daerah dalam pengelolaan keuangan sengaja di garis bawahi, sehingga dapat menunjukkan aspek- aspek apa saja yang perlu diperbaiki. Sebelum survei PKP dilaksanakan, pengetahuan mengenai kapasitas pemerintah daerah sangat terbatas. Oleh karena itu, diharapkan dengan adanya kajian ini dapat memberikan masukan untuk penilaian kapasitas keuangan di Kabupaten Batu Bara guna efisiensi dan efektifitas dalam penganggaran yang sesuai dengan rencana pembangunan yang telah ditetapkan.


(17)

ANALYSISFINANCIAL MANAGEMENT PERFORMANCE DISTRICT LOCAL GOVERNMENT

ABSTRACT

Implementation of regional autonomy as as a form of the government policy is expected to be able solve the financial crisis central government. Before the regional autonomy has been implemented, the financial resources of local or regional government depends on the ability of central government finances wich was allocated in the form of subsidy and financial aids for financing the development and public service. The extensive dab responsible regional autonomy is aimed to give the allowance to the regional governments to develop and manage their own areas. By regional autonomy, regioanal governments should be more independent ont heir own finances and more efficient in managing financial resources for development in the region are to be maximized.

The research was carried out in the working area of Batu Bara regency - North Sumatera. Capacity assessment is based on nine key areas of financial management: (1) the statutory framework, (2) Planning and budgeting, (3) Cash management, (4) Procurement, (5) accounting and reporting; (6) Internal Audit; ( 7) Debt and public investment; (8) Management of assets, and (9) external audit and oversight. Each strategic area is divided into one to five results and there are a series of indicators which require a yes / no 'to every result. These results reflect the expected achievement of each strategic area and the indicators used to assess the extent of Batu Bara Regency in achieving those results. Framework of PKP gives an overviewof the financial management capacity for each local government, with a focus on policies, procedures and regulations, in terms of financial management environment in local government. Areas of weakness in the financial management of local government deliberately underlined, so as to demonstrate aspects of what needs to be repaired. Before the PFM survey conducted, knowledge of local government capacity is limited. Therefore, This research can be expected to provide input for the assessment of financial capacity in Batu Bara regency to the efficiency and effectiveness in budgeting in accordance with a predetermined development plan.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Semangat reformasi telah mendorong para pemimpin bangsa Indonesia ntuk melakukan perubahan secara holistik terhadap pelaksaaan pemerintahan orde baru. Keinginan untuk melakukan perubahan terakumulasi dan menjadi suatu kekuatan gerak yang tidak dapat dibendung akibat sistem penyelenggaraan pemerintahan orde baru yang dianggap telah menyimpang dari semangat konstitusi, tertutup, otoriter dan sentralistik.

Reformasi yang telah bergulir sejak tahun 1998 hingga sekarang telah merubah sistem penyelenggaran pemerintahan dan ketatanegaraan secara fundamental. Hal tersebut terlihat dari amandemen Undang-Undang Dasar 1945 yang telah dilakukan sebanyak tiga kali sejak reformasi. Sejalan dengan hal tersebut, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah juga mengamanahkan bahwa pemberian otonomi kepada daerah dimaksudkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Pemberian otonomi kepada daerah juga dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing daerah dalam mengembangkan daerahnya dan kemajuan daerahnya dengan memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah. Dalam penyelenggaraan pemerintahan, Pemerintah Daerah baik itu Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten


(19)

mempunyai hak dan kewajiban untuk mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah kerjanya masing-masing.

Kabupaten Batu Bara merupakan suatu daerah pemekaran dari Kabupaten Asahan yakni berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Batu Bara di Propinsi Sumatera Utara. Ibukota Kabupaten Batu Bara berada di Lima Puluh. Kabupaten Batu Bara terdiri dari 7 kecamatan yaitu Sei Balai, Tanjung Tiram, Talawi, Lima Puluh, Air Putih, Sei Suka dan Medang Deras.

Sebagai salah satu Kabupaten baru di wilayah Provinsi Sumatera Utara yang telah berjalan kurang lebih 5 Tahun, masih banyak kendala yang dihadapi oleh Pemerintahan Kabupaten Batu Bara dalam hal peyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan serta memberikan pelayanan kepada masyarakat. Khususnya dalam hal pengelolaan keuangan yang akuntabel dan transparasi demi terwujudnya Pemerintahan yang good governance. Keterbatasan SDM keuangan dan Rendahnya SDM aparat merupakan salah satu penyebab masih buruknya pengelolaan keuangan di Kabupaten Batu Bara

Namun bukan hanya keterbatasan SDM yang memicu belum akuntabelnya pengelolaan keuangan Pemerintah Kabupaten Batu Bara, ada beberapa persoalan lain adalah seperti keterlambatan pengesahan APBD. Penyebab dari terlambatnya pengesahan APBD ini disebabkan oleh beberapa hal seperti penetapan alokasi anggaran dari pusat ke daerah yang terlambat diterima di daerah sehingga proses penetapan APBD Kabupaten Batu Bara menjadi terlambat. Beragam tantangan yang dihadapi pemerintah Kabupaten Batu Bara dalam reformasi anggaran dan keuangan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Selain berupa


(20)

peraturan yang saling bertentangan yang dikeluarkan oleh departemen di tingkat nasional, kesulitan muncul dalam keseluruhan siklus keuangan pemerintah Kabupaten Batu Bara. Mulai dari pengesahan anggaran sampai ke penyusunan laporan keuangan, yang disebabkan oleh kompleksitas peraturan, kurangnya sumber daya manusia, tidak adanya koordinasi dan belum memadainya teknologi yang digunakan padahal dokumen perencanaan dan anggaran tertentu telah disiapkan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Hal ini menyulitkan pemerintah Kabupaten Batu Bara karena kurangnya kompetensi teknis pada tingkat tersebut.

Dalam sistem akuntansi pemerintah yang nyata, meski dilakukan pencatatan transaksi dengan basis kas namun telah diadaptasi sedemikian rupa untuk menghasilkan laporan keuangan dalam format yang digunakan untuk akuntansi berbasis akural. Dalam sistem ini laporan penggunaan anggaran disusun berdasarkan catatan-catatan transaksi. Namun untuk mengubah transaksi berbasis kas ke bentuk laporan yang berbasis akural membutuhkan proses yang menyita waktu untuk memeriksa semua transaksi pendapatan dan belanja, dimana untuk ukuran pemerintah normal dapat mencapai ribuan transaksi, diantaranya adalah penggolongan beberapa jenis pendapatan, pencatatan biaya perolehan asset, perlakuan atas investasi jangka pendek dan pembayaran kembali kelebihan pajak dan retribusi. Beragam laporan keuangan tidak sesuai dengan struktur anggaran yang ditetapkan. Namun dengan berjalannya waktu, Pemerintah Kabupaten Batu Bara telah memperbaiki sistem pengelolaan keuangan.

Terkait dengan Penyelenggaraan anggaran di daerah Pemerintah Indonesia telah melakukan reformasi manajemen keuangan negara baik pada pemerintah


(21)

pusat maupun pada pemerintah daerah dengan ditetapkannya paket undang-undang bidang keuangan negara, yaitu UU 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara serta UU 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Peraturan perundang-undangan tersebut menyatakan bahwa Gubernur /Bupati /Walikota menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, selambat-lambanya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Pertanggung jawaban tersebut dituangkan dalam Laporan Keuangan yang disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (PP 71 tahun 2010). Disamping Undang-undang dan peraturan pemerintah tersebut, Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Permendagri No 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Pada Intinya semua peraturan tersebut menginginkan adanya akuntabilitas serta transparansi dalam pengelolaan keuangan daerah.

Desentralisasi melahirkan otonomi daerah yang bertujuan untuk memaksimalkan pelayananan dan lebih mendekatkan fungsi pemerintahan kepada masyarakat. Kebijakan otonomi daerah yang dicanangkan pemerintah pusat tanggal 1 Januari 2001 menciptakan terbentuknya pemerintah daerah otonom di Indonesia yang diharapkan mampu meningkatkan akselerasi pembangunan dalam usaha pencapaian tujuan negara yaitu masyarakat adil dan makmur. Bratakusumah dan Solihin (2004) berpendapat bahwa setiap penyerahan atau pelimpahan


(22)

kewenangan dari pemerintah pusat kepada daerah dalam rangka desentralisasi dan dekonsentrasi disertai dengan pengalihan sumber daya manusia, dan sarana serta pengalokasian anggaran yang diperlukan untuk kelancaran pelaksanaan penyerahan dan pelimpahan kewenangan tersebut. Untuk itu sangat dibutuhkan regulasi dalam perencanaan menajemen keuangan pemerintah yang profesional.

Pembangunan daerah Kabupaten Batubara merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang dilakukan secara terus-menerus untuk menuju ke arah perubahan yang lebih baik. Adanya perubahan paradigma dalam penyelenggaraan pemerintahan menuntut pihak pemerintah daerah untuk lebih mengutamakan prinsip-prinsip penyelenggaraan otonomi daerah yang memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi daerah. Pada era otonomi daerah paradigma baru dalam pembangunan daerah, keberhasilan pembangunan tidak lagi hanya diukur dari kemajuan fisik yang diperoleh atau berapa besar Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dapat diterima.

Pada umumnya ada tiga permasalahan yang biasa dihadapi pemerintan daerah yaitu ketidakefektifan, inefesiensi dan private inurement (penggunaan dana untuk kepentingan individu). Hal ini disebabkan karena tidak terdapat mekanisme dasar pertanggungjawaban yang baku seperti organisasi bisnis. Organisasi pemerintahan tidak mengenal kepemilikan (self interest) yang dapat memaksakan pencapaian tujuan. Pemerintah daerah juga tidak mementingkan faktor persaingan yang seringkali digunakan sebagai alat untuk meningkatkan efesiensi, disamping itu, pemerintah daerah tidak memilki barometer keberhasilan seperti pada organisasi bisnis sehingga sulit untuk menentukan tingkat keberhasilan dari pemerinta daerah.


(23)

Menilik pada konteks desentralisasi sebagai pelimpahan wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, konsekuensinya adalah adanya alokasi penyediaan barang publik pada pemerintah daerah dari pemerintah pusat. Selain itu, juga akan mempengaruhi tanggung jawab dan hubungan keuangan antara pemerintah pusat pusat dan daerah (intergovernmental fiscal relations). Hubungan keuangan antar pemerintah merujuk pada hubungan keuangan antara berbagai tingkatan pemerintah dalam suatu negara dalam kaitannya dengan distribusi pendapatan negaradan pola pengeluarannya termasuk kekuasaan. Mulai dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi terhadap tingkat pemerintahan yang lebih rendah. Implikasi langsungnya adalah meningkatnya pendanaan oleh pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan. Sebelum era otonomi dan desentralisasi, pendanaan utama pemerintah daerah berasal dari pemerintah pusat dan PAD dengan pajak dan retribusi sebagai instrumen utama penerimaan daerah. Situasi ini menjadi semakin kompleks mengingat kondisi geografis Indonesia yang berupa negara kepulauan dengan berbagai keanekaragamannya, sehingga potensi kesenjangan keuangan antar daerah (horizontal) semakin besar. Potensi daerah baik berupa sumber daya alam (SDA) maupun sumber daya manusia (SDM) tidak tersebar secara merata pada tiap-tiap daerah otonom. Permasalahan horizontal (antar pemerintah daerah) kemudian muncul dalam hal upaya mengumpulkan sumber pendanaan untuk biaya pembangunan. Pemerintah pusat berupaya untuk mengurangi kesejangan ini dengan mengeluarkan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Pemberian dana perimbangan ini ditujukan untuk mengurangi adanya disparitas fiskal vertikal


(24)

(antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah) dan horizontal (antar pemerintah daerah), sekaligus untuk membantu daerah dalam membiayai pengeluaran pembangunannya.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti akan melakukan penelitian dengan judul “Pengukuran Kinerja Pengelolaan Keuangan Pemerintah Daerah di Kabupaten Batu Bara”

1.2. Perumusan Masalah

Di antara pertanyaan mendasar, yang perlu diperhatikan adalah:

1. Bagaimana tingkat pengelolaan keuangan Pemerintah Kabupaten Batu Bara? 2. Faktor- faktor apa saja yang memengaruhi kualitas kinerja pengelolaan

keuangan Pemerintah Kabupaten Batu Bara?

1.3. Tujuan penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan di sebelumnya, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui tingkat pengelolaan keuangan Pemerintah Kabupaten Batu Bara.

2. Untuk mengetahui Faktor- faktor apa saja yang mempengaruhi kualitas kinerja pengelolaan keuangan Pemerintah Kabupaten Batu Bara.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pemerintah Kabupaten Batu Bara merupakan sebagai bahan informasi dan pertimbangan mengenai kinerja keuangan daerah agar dapat meningkatkan kinerja keuangannya.

2. Bagi Penulis merupakan penambahan wawasan dalam khasanah bidang ilmu pengelolaan keuangan .


(25)

3. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain yang terkait dengan pengukuran kinerja pengelolaan keuangan daerah.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Sistem Pengelolaan Keuangan Daerah

Sebelum menguraikan sistem pengelolaan keuangan daerah terlebih dahulu dikemukakan pendapat mengenai pengertian sistem itu sendiri. Adapun pengertian sistem menurut Cole adalah suatu kerangka dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan yang disusun sesuai dengan suatu skema yang menyeluruh, untuk melaksanakan suatu kegiatan atau fungsi utama dari suatu organisasi, sedangkan prosedur adalah suatu urut-urutan pekerjaan kerani (clerical), biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu bagian atau lebih, disusun untuk menjamin adanya perlakuan yang seragam terhadap transaksi-transaksi yang terjadi dalam suatu organisasi (Baridwan, 1991;3).

Berdasarkan pengertian tersebut di atas maka salah satu unsur yang paling penting dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah adalah sistem atau cara pengelolaan keuangan daerah secara berdayaguna dan berhasilguna. Hal tersebut diharapkan agar sesuai dengan aspirasi pembangunan dan tuntutan masyarakat yang semakin berkembang akhir- akhir ini.

Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah yang diatur dalam peraturan menteri ini meliputi kekuasaan pengelolaan keuangan daerah, azas umum dan struktur APBD, penyusunan rancangan APBD, penetapan APBD, penyusunan dan penetapan APBD bagi daerah yang belum memiliki DPRD, pelaksanaan


(27)

APBD, perubahan APBD, pengelolaan kas, penatausahaan keuangan daerah, akuntansi keuangan daerah, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah, kerugian daerah, dan pengelolaan keuangan BLUD.

Pengelolaaan keuangan daerah dimulai dengan perencanaan /penyusunan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD). APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah. Penyusunan APBD sebagaimana berpedoman kepada RKPD dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat untuk tercapainya tujuan bernegara.

APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD yang disusun oleh pemerintah daerah telah mengalami perubahan dari yang bersifat incramental menjadi anggaran berbasis kinerja sesuai dengan tuntutan reformasi.

Anggaran berbasis kinerja dikenal dalam pengelolaan keuangan daerah sejak diterbitkannya PP nomor 105 tahun 2000 yang dalam pasal 8 dinyatakan bahwa APBD disusun dengan pendekatan kinerja. Penerapan anggaran berbasis kinerja pada instansi pemerintah di Indonesia dicanangkan melalui pemberlakuan UU nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara dan diterapkan secara bertahap mulai tahun anggaran 2005

Dilihat dari aspek masyarakat (customer) dengan adanya peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik maka dapat meningkatnya tuntutan masyarakat akan pemerintah yang baik, hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah untuk bekerja secara lebih efisien dan efektif


(28)

terutama dalam menyediakan layanan prima bagi seluruh masyarakat. Dilihat dari sisi pengelolaan keuangan daerah khususnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) maka kontribusi terhadap APBD meningkat tiap tahun anggaran hal ini didukung pula dengan tingkat efektivitas dari penerimaan daerah secara keseluruhan sehingga adanya kemauan dari masyarakat untuk membayar kewajibannya kepada Pemerintah Daerah dalam bentuk pajak dan retribusi.

Aspek sumber daya manusia (SDM) adanya kemampuan aparat pengelola walaupun belum memadai dalam jumlah sesuai dengan kebutuhan tiap unit/satuan kerja daerah tetapi dalam pengelolaan keuangan daerah dapat memberikan pelayanan yang sebaik mungkin kepada masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi penerimaan daerah sendiri serta tingkat efektivitas dan efisiensi yang semakin meningkat tiap tahun anggaran namun demikian perlu ada pembenahan dalam arti daerah harus memanfaatkan kewenangan yang diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah pasal 76 yaitu daerah mempunyai kewenangan untuk melakukan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, gaji, tunjangan dan kesejahteraan pegawai serta pendidikan dan pelatihan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah berdasarkan peraturan perundang- undangan.

2.2. Tujuan pengelolaan keuangan daerah

Pengelolaan keuangan daerah berarti mengurus dan mengatur keuangan daerah itu sendiri dengan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan daerah menurut (Devas,dkk,1987; 279-280) adalah sebagai berikut

a. Tangung jawab (Accountability)

Pemerintah daerah harus mempertanggungjawabkan keuangannya kepada lembaga atau orang yang berkepentingan yang sah, lembaga atau orang itu termasuk pemerintah pusat, DPRD, Kepala Daerah dan masyarakat umum. Adapun unsur-unsur penting dalam tanggung jawab adalah mencakup keabsahan yaitu setiap transaksi keuangan harus berpangkal pada wewenang hukum tertentu dan pengawasan yaitu tata cara yang efektif untuk menjaga


(29)

kekayaan uang dan barang serta mencegah terjadinya penghamburan dan penyelewengan dan memastikan semua pendapatan yang sah benar-benar terpungut jelas sumbernya dan tepat penggunaanya.

b. Mampu memenuhi kewajiban keuangan

Keuangan daerah harus ditata dan dikelola sedemikian rupa sehingga mampu melunasi semua kewajiban atau ikatan keuangan baik jangka pendek, jangka panjang maupun pinjaman jangka panjang pada waktu yang telah ditentukan c. Kejujuran

Hal-hal yang menyangkut pengelolaan keuangan daerah pada prinsipnya harus diserahkan kepada pegawai yang betul-betul jujur dan dapat dipercaya.

d. Hasil guna (Efektif) dan daya guna (efisien)

Merupakan tata cara mengurus keuangan daerah harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan program dapat direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan pemerintah daerah dengan biaya yang serendah- rendahnya dan dalam waktu yang secepat- cepatnya.

e. Pengendalian

Para aparat pengelola keuangan daerah, DPRD dan petugas pengawasan harus melakukan pengendalian agar semua tujuan tersebut dapat tercapai.

2.3. Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Dengan berlandaskan pada dasar hukum di atas maka penyusunan APBD sebagai rencana kerja keuangan adalah sangat penting dalam rangka penyelenggaraan fungsi daerah otonom. Dari uraian tersebut boleh dikatakan bahwa APBD sebagai alat / wadah untuk menampung berbagai kepentingan publik (public accountability) yang diwujudkan melalui berbagai kegiatan dan


(30)

program, di mana pada saat tertentu manfaatnya benar-benar dirasakan oleh masyarakat umum.

Menurut Menteri Negara Otonomi Daerah Republik Indonesia dan PAU-SE (Universitas Gadjah Mada) menyebutkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan instrumen kebijakan yang dipakai, sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah. Oleh karena itu, DPRD dan pemerintah daerah harus berupaya secara nyata dan terstruktur guna menghasilkan APBD yang dapat mencerminkan kebutuhan riil masyarakat sesuai dengan potensi masing-masing daerah serta dapat memenuhi tuntutan terciptanya anggaran daerah yang berorientasi pada kepentingan dan akuntabilitas publik. Suatu anggaran yang telah direncanakan dengan baik hendaknya disertai dengan pelaksanaan yang tertib dan disiplin sehingga tujuan atau sasarannya dapat dicapai secara berdaya guna dan berhasil guna.

Mardiasmo (1999: 11) mengemukakan bahwa salah satu aspek dari pemerintah daerah yang harus diatur secara hati-hati adalah masalah pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah. Anggaran daerah atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi pemerintah daerah sebagai instrumen kebijakan, anggaran daerah menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah. Anggaran Daerah seharusnya dipergunakan sebagai alat untuk menentukan besarnya pendapatan dan pengeluaran, alat bantu pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, alat otoritas pengeluaran di masa yang akan datang. Ukuran standar untuk evaluasi kinerja serta alat koordinasi bagi


(31)

semua aktivitas di berbagai unit kerja. Penentuan besarnya penerimaan/pendapatan dan pengeluaran/belanja daerah tidak terlepas dari peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sumber- sumber penerimaan daerah terdiri dari 4 bagian, yakni :

a. Pendapatan Asli Daerah yaitu hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah;

b. Dana Perimbangan; c. Pinjaman Daerah dan ;

d. Lain- lain Pendapatan Daerah yang sah.

Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 105 Tahun 2000 juga menyebutkan bahwa, penerimaan daerah adalah semua penerimaan kas daerah dalam periode tahun anggaran tertentu. Pendapatan daerah adalah semua penerimaan kas daerah dalam periode tahun anggaran tertentu yang menjadi hak daerah. Pengeluaran daerah adalah semua pengeluaran kas daerah dalam periode tahun anggaran tertentu. Belanja daerah adalah semua pengeluaran kas daerah dalam periode tahun anggaran tertentu yang menjadi beban daerah.

2.4. Prinsip-prinsip Penyusunan Anggaran Daerah

Menurut Menteri Negara Otonomi Daerah Republik Indonesia dan PAU-SE (Universitas Gadjah Mada) terdiri dari :

a. Keadilan anggaran

Keadilan merupakan salah satu misi utama yang diemban pemerintah daerah dalam melakukan berbagai kebijakan, khususnya yang berkaitan dengan pengelolaan anggaran daerah. Pelayanan umum akan meningkat dan kesempatan kerja juga akan makin bertambah apabila fungsi alokasi dan


(32)

distribusi dalam pengelolaan anggaran telah dilakukan dengan benar, baik melalui alokasi belanja maupun mekanisme perpajakan serta retribusi yang lebih adil dan transparan. Hal tersebut mengharuskan pemerintah daerah untuk merasionalkan pengeluaran atau belanja secara adil untuk dapat dinikmati hasilnya secara proporsional oleh para wajib pajak, retribusi maupun masyarakat luas. Penetapan besaran pajak daerah dan retribusi daerah harus mampu menggambarkan nilai-nilai rasional yang transparan dalam menentukan tingkat pelayanan bagi masyarakat daerah;

b. Efisiensi dan efektivitas anggaran

Hal yang perlu diperhatikan dalam prinsip ini adalah bagaimana memanfaatkan uang sebaik mungkin agar dapat menghasilkan perbaikan pelayanan kesejahteraan yang maksimal guna kepentingan masyarakat. Secara umum, kelemahan yang sangat menonjol dari anggaran selama ini adalah keterbatasan Daerah untuk mengembangkan instrumen teknis perencanaan anggaran yang berorientasi pada kinerja, bukan pendekatan incremental yang sangat lemah landasan pertimbangannya. Oleh karenanya, dalam penyusunan anggaran harus memperhatikan tingkat efisiensi alokasi dan efektivitas kegiatan dalam pencapaian tujuan dan sasaran yang jelas. Berkenan dengan itu, maka penetapan standar kinerja proyek dan kegiatan serta harga satuannya akan merupakan faktor penentu dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas anggaran;

c. Anggaran berimbang dan defisit

Pada hakekatnya penerapan prinsip anggaran berimbang adalah untuk menghindari terjadinya hutang pengeluaran akibat rencana pengeluaran yang


(33)

melampaui kapasitas penerimaannya. Apabila penerimaan yang telah ditetapkan dalam APBD tidak mampu membiayai keseluruhan pengeluaran, maka dapat dipenuhi melalui pinjaman daerah yang dilaksanakan secara taktis dan strategis sesuai dengan prinsip defisit anggaran. Penerapan prinsip ini agar alokasi belanja yang dianggarkan sesuai dengan kemampuan penerimaan daerah yang realistis, baik berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan keuangan, maupun pinjaman daerah. Di sisi lain, kelebihan target penerimaan tidak harus selalu dibelanjakan, tetapi dicantumkan dalam perubahan anggaran dalam pasal cadangan atas pengeluaran tidak tersangka, sepanjang tidak ada rencana kegiatan mendesak yang harus segera dilaksanakan;

d. Disiplin anggaran

Struktur anggaran harus disusun dan dilaksanakan secara konsisten. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah rencana pendapatan dan pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah untuk 1 (satu) tahun anggaran tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah, sedangkan pencatatan atas penggunaan anggaran daerah sesuai dengan prinsip akuntansi keuangan daerah Indonesia. Tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan/proyek yang belum/tidak tersedia anggarannya dalam APBD/perubahan APBD. Bila terdapat kegiatan baru yang harus dilaksanakan dan belum tersedia anggarannya, maka perubahan APBD dapat disegerakan atau dipercepat dengan memanfaatkan pasal pengeluaran tak tersangka, bila masih memungkinkan. Anggaran yang tersedia pada setiap pos/pasal merupakan batas tertinggi pengeluaran, oleh karenanya tidak dibenarkan melaksanakan


(34)

kegiatan/proyek melampaui batas kredit anggaran yang telah ditetapkan. Di samping itu pula, harus dihindari kemungkinan terjadinya duplikasi anggaran baik antar Unit Kerja antara Belanja Rutin dan Belanja Pembangunan serta harus diupayakan terjadinya integrasi kedua jenis belanja tersebut dalam satu indikator kinerja. Pengalokasian anggaran harus didasarkan atas skala prioritas yang telah ditetapkan, terutama untuk program yang ditujukan pada upaya peningkatan pelayanan masyarakat. Dengan demikian, akan dapat dihindari pengalokasian anggaran pada proyek- proyek yang tidak efisien;

e. Transparansi dan akuntabilitas anggaran

Transparansi dan akuntabilitas dalam penyusunan anggaran, penetapan anggaran, perubahan anggaran dan perhitungan anggaran merupakan wujud pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada masyarakat, maka dalam proses pengembangan wacana publik di daerah sebagai salah satu instrumen kontrol pengelolaan anggaran daerah, perlu diberikan keleluasaan masyarakat untuk mengakses informasi tentang kinerja dan akuntabilitas anggaran. Oleh karena itu, anggaran daerah harus mampu memberikan informasi yang lengkap, akurat dan tepat waktu untuk kepentingan masyarakat, pemerintah daerah dan pemerintah pusat, dalam format yang akomodatif dalam kaitannya dengan pengawasan dan pengendalian anggaran daerah. Sejalan dengan hal tersebut, maka perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan proyek dan kegiatan harus dilaksanakan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara teknis maupun ekonomis kepada pihak legislatif, masyarakat maupun pihak-pihak yang bersifat independen yang memerlukan.


(35)

2.5. Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah

Kinerja (performance) dapat diartikan sebagai aktivitas terukur dari suatu entitas selama periode tertentu sebagai bagian dari ukuran keberhasilan pekerjaan. Performance Measurement atau pengukuran kinerja menurut kamus yang sama diartikan sebagai suatu indikator keuangan atau non keuangan dari suatu pekerjaan yang dilaksanakan atau hasil yang dicapai dari suatu aktivitas suatu proses atau suatu unit organisasi.

Dalam penelitian ini, istilah yang penulis maksudkan tentang Kinerja Keuangan Pemerintahan Daerah adalah tingkat pencapaian dari suatu hasil kerja di bidang keuangan daerah yang meliputi penerimaan dan belanja daerah dengan menggunakan indikator keuangan yang ditetapkan melalui suatu kebijakan atau ketentuan perundang-undangan selama satu periode anggaran. Bentuk dari pengukuran kinerja tersebut berupa rasio keuangan yang terbentuk dari unsur laporan pertanggungjawaban Kepala Daerah perhitungan APBD.

Kinerja merupakan suatu prestasi atau tingkat keberhasilan yang dicapai oleh individu atau suatu organisasi dalam melaksanakan pada suatu periode tertentu. Menurut Stoner (1986:477) kinerja (performance) merupakan kuantitas dan kualitas pekerjaan yang diselesaikan oleh individu, kelompok atau organisasi. Pada sektor pemerintahan, kinerja dapat diartikan sebagai suatu prestasi yang dicapai oleh pegawai pemerintah atau instansi pemerintah dalam melaksanakan pelayanan kepada masyarakat dalam suatu periode.

Kinerja sebagai hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekolompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan


(36)

secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika (Prawirosentono, 1999).

Dalam konteks organisasi pemerintah daerah, pengukuran kinerja SKPD dilakukan untuk menilai seberapa baik SKPD tersebut melakukan tugas pokok dan fungsi yang dilimpahkan kepadanya selama periode tertentu. Pengukuran kinerja SKPD merupakan wujud dari vertical accountability yaitu pengevaluasian kinerja bawahan oleh atasannya dan sebagai bahan horizontal accounntability pemerintah daerah yaitu kepada masayarakat atas amanah yang diberikan kepadanya.

Menurut Henderson and Bruce Performance Measure for NPOs ( Not for Profit

Organizations) dalam Journal of Accounting Januari 2002 mengemukakan

terdapat indikator pengukuran kinerja organisasi non profit antara lain: a. Customer focused

b. Balanced

c. Timely

d. Cost Effective

e. Compatible and Comparable

Parker (1996:3) menyebutkan lima manfaat adanya pengukuran kinerja suatu entitas pemerintahan, yaitu:

1. Pengukuran kinerja meningkatkan mutu pengambilan keputusan.

Seringkali keputusan yang diambil pemerintah dilakukan dalam keterbatasan data dan berbagai pertimbangan politik serta tekanan dari pihak-pihak yang berkepentingan. Proses pengembangan pengukuran kinerja ini akan memungkinkan pemerintah untuk menentukan misi dan menetapkan tujuan


(37)

pencapaian hasil tertentu. Di samping itu dapat juga dipilih metode pengukuran kinerja untuk melihat kesuksesan program yang ada. Di sisi lain, adanya pengukuran kinerja membuat pihak legislatif dapat memfokuskan perhatian pada hasil yang didapat, memberikan evaluasi yang benar terhadap pelaksanaan anggaran serta melakukan diskusi mengenai usulan-usulan program baru.

2. Pengukuran kinerja meningkatkan akuntabilitas internal.

Dengan adanya pengukuran kinerja ini, secara otomatis akan tercipta akuntabilitas di seluruh lini pemerintahan, dari lini terbawah sampai teratas. Lini teratas pun kemudian akan bertanggungjawab kepada pihak legislatif. Dalam hal ini disarankan pemakaian system pengukuran standar seperti halnya management by objectives untuk mengukur outputs dan outcomes. 3. Pengukuran kinerja meningkatkan akuntabilitas publik.

Meskipun bagi sebagian pihak, pelaporan evaluasi kinerja pemerintah kepada masyarakat dirasakan cukup menakutkan, namun publikasi laporan ini sangat penting dalam keberhasilan sistem pengukuran kinerja yang baik. Keterlibatan masyarakat terhadap pengambilan kebijakan pemerintah menjadi semakin besar dan kualitas hasil suatu program juga semakin diperhatikan.

4. Pengukuran kinerja mendukung perencanaan stategi dan penetapan tujuan. Proses perencanaan strategi dan tujuan akan kurang berarti tanpa adanya kemampuan untuk mengukur kinerja dan kemajuan suatu program. Tanpa ukuran-ukuran ini, kesuksesan suatu program juga tidak pernah akan dinilai dengan obyektif.


(38)

5. Pengukuran kinerja memungkinkan suatu entitas untuk menentukan penggunaan sumber daya secara efektif.

Pemerintah daerah diharapkan dapat terus meningkatkan kinerja dan akuntabilitas, hal ini mengakibatkan pemerintah daerah segera merespon perubahan yang diinginkan oleh masyarakat sebagai stakeholder. Satuan kerja perangkat daerah (SKPD) diharapkan memiliki kinerja yang baik yang menunjukkan stewardship dan akuntabilitas mereka terhadap sumberdaya masyarakat yang dikelolanya. Agar pemerintah daerah dapat menjalankan operasinya dengan baik dan mampu memperbaiki kualitas pelayanan kepada masyarakat, maka dirancang sistem pengukuran kinerja pemerintah daerah agar peningkatan dan perbaikan kinerja pemerintah daerah dapat dilakukan secara berkesinambungan.

Sistem pengukuran kinerja biasanya dilakukan karena masalah keagenan

(agency problem), yaitu pengelola program dan kegiatan cenderung akan

melakukan sesuatu yang menguntungkan dirinya sendiri tanpa menghiraukan pihak principal. Fenomena ini mendorong pihak pimpinan atau atasan untuk menerapkan sistem pengukuran kinerja agar pihak principal (atasan) dapat mengawasai pengelolan program dan kegiatan menjalankan program dan kegiatan serta memiliki skema dalam penetapan insentif dan disinsentif. Pengukuran kinerja juga berfungsi sebagai alat untuk menjamin kepentingan publik dapat terjaga.

Penetapan indikator kinerja merupakan suatu hal yang sangat penting bagi pemerintah daerah untuk menilai keberhasilan pencapaian suatu program dan kegiatan. Penetapan indikator ini dapat digunakan sebagai basis atau dasar bagi


(39)

masyarakat sebagai stakeholder untuk mengambil keputusan. Penetapan indikator kinerja di instansi pemerintah selama ini dirasakan kurang merefleksikan ukuran keberhasilan program dan kegiatan yang sebenarnya sehingga indikator kinerja tersebut tidak memberi manfaat sama sekali.

Salah satu hal penting dalam sistem pengukuran kinerja yang dapat mengindikasikan orientasi pada pemenuhan kepuasan/kebutuhan masyarakat adalah penetapan indikator dan target kinerja. Hal ini penting untuk melihat apakah ukuran atau proksi yang digunakan untuk mengukur/menilai keberhasilan suatu program dan kegiatan dalam mencapai tujuan dan misi satuan kerja perangkat daerah. Indikator kinerja juga dapat digunakan untuk mengukur keseriusan kepala satuan kerja perangkat daerah untuk mencapai tujuan satuan kerjanya.

Penetapan indikator kinerja organisasi sektor publik seperti pemerintahan daerah merupakan hal yang sulit, karena organisasi pemerintah daerah menghasilkan output dan outcome yang tidak bias dihitung dengan satuan moneter dan terkadang memiliki dampak yang tidak nyata. Ada 4 aspek yang harus diukur dalam organisasi pemerintah daerah yaitu input, output, outcome dan efesiensi. Input adalah kuantifikasi dari usaha-usaha yang dikeluarkan untuk menjalankan program dan kegiatan. Output adalah hasil jasa layanan yang dicapai atas program dan kegiatan yang telah dilaksanakan. Outcome adalah pengaruh atau efek dari jasa layanan yang telah diberikan. Sedangkan efesiensi adalah perbandingan antara input yang telah dikeluarkan dengan output dan outcome yang dicapai. Pada organisasi pemerintah daerah, output dan outcome biasanya bersifat nonfinasial. Pengukuran terhadap outcome yang telah dicapai adalah tahap yang


(40)

paling sulit karena banyak faktor yang harus dipertimbangkan. Henderson, et al (2002) mengatakan bahwa dalam penetapan outcome suatu program dan kegiatan dalam mengukur kinerja organisasi nirlaba memerlukan kreatifitas dari seorang akuntan.

Kinerja pemerintah daerah bukan dilihat dari seberapa besar laba yang yang diperoleh maupun seberapa ketat penggunaan dana, melainkan dari dampak yang diberikan atas program dan kegiatan yang telah dilakukan. Untuk mengetahui dampak apa saja yang diberikan oleh organisasi seperti pemerintah daerah tidak bias dilihat dari laporan keuangan.

Kerangka Pengelolaan Keuangan Publik (selanjutnya di singkat menjadi PKP) merupakan salah satu dari empat pilar kerangka pengukuran pemerintah daerah. Pilar-pilar lainnya adalah pemberian layanan publik, iklim investasi, dan kesehatan fiskal. Dengan mengukur kinerja dalam empat bidang utama ini, penilaian yang sistematis terhadap kinerja pemerintah daerah dapat dilakukan.

Kerangka PKP dibuat untuk menfasilitasi penilaian dan analisis kapasitas pengelolaan keuangan pada tingkat daerah. Pengetahuan ini memiliki beberapa aplikasi. Pertama, hasil dan analisis akan disebarkan kepada pemerintah daerah. Sehingga, pemerintah daerah akan mendapatkan penilaian yang akurat dan independen mengenai kapasitas pengelolaan keuangan mereka sendiri dan dapat berfokus untuk memperbaiki bidang-bidang utama yang menjadi kelemahan mereka. Diharapkan dengan adanya penelitian ini di Pemerintahan daerah dapat mengetahui kelemahan dalam pengelolaan keuangan, sehingga kedepannya Pemerintah daerah diharapkan dengan kinerja yang bagus dapat diberikan penghargaan berupa tambahan pendapatan melalui dana otonomi khusus untuk


(41)

mendorong perbaikan yang lebih jauh. Hal ini dapat menjadi bagian dari keseluruhan strategi untuk memberikan bantuan bagi pemerintah daerah dalam mengembangkan kapasitas pengelolaan keuangan mereka.

Kerangka ini dimaksudkan untuk menilai kapasitas pengelolaan keuangan pemerintah daerah, yang terbagi menjadi sembilan bidang strategis yang utama untuk pengelolaan keuangan publik

(1) kerangka peraturan perundangan daerah; (2) perencanaan dan penganggaran;

(3) pengelolaan kas; (4) pengadaan;

(5) akuntasi dan pelaporan; (6) audit internal;

(7) hutang dan investasi publik; (8) pengelolaan aset;

(9) audit eksternal dan pengawasan.

Setiap bidang stragis terdiri dari atas satu hingga lima hasil, dan sebuah daftar indikator diberikan untuk setiap hasil. Hasil-hasil ini mencerminkan pencapaian yang diharapkan pada setiap bidang strategis dan indikator-indikator digunakan untuk menilai sejauh mana pemerintah daerah Kabupaten Batu Bara telah berhasil mencapai hasil-hasil ini.

Kerangka pengukuran ini dirancang untuk menjadi sekomprehensif mungkin. Namun, beberapa kekurangan tidak dapat dihindari. Kerangka ini tidak dapat mengukur semua hal yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan dan akuntabilitas pemerintah daerah. Kerangka ini mempertimbangkan apa yang


(42)

mungkin dan yang realistis untuk dilakukan dalam pemerintah daerah Indonesia. Oleh sebab itu, indikator-indikator mengarah kepada “dasar” yang bukan saja dibutuhkan tetapi juga dinilai memungkinkan untuk dicapai.

2.6. Penelitian Sebelumnya

Thesauriyanto (2007) dalam penelitiannya Analisis Pengelolaan Keuangan Daerah terhadap Kemandirian Daerah. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa variabel jumlah transfer pemerintah pusat mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan asli daerah Provinsi Jawa Tengah. Jumlah transfer pemerintah pusat walaupun secara tidak langsung berpengaruh signifikan terhadap pendapatan asli daerah, serta menunjukkan bahwa jumlah kendaraan roda 4 atau lebih mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pendapatan asli daerah Provinsi Jawa Tengah.

Azhar (2008) dalam penelitiannya Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum dan setelah Otonomi Daerah. Hasil studi menunjukkan bahwasannya terdapat perbedaan kinerja sebelum dan setelah otonomi, dapat dilihat dari tinggi nya tingkat pembiayaan daerah dari Pemerintah Pusat dan tekanaan keuangan yang mengakibatkan kinerja pemerintah daerah bergeser naik turun. Pergeseran ini secara rata rata cenderung mengalami penurunan.

Sumardjo (2010) dalam penelitiannya Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah. Hasil studi menunjukkan bahwa ukuran (size) pemerintah daerah, leverage, dan intergovermental revenue berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Kemakmuran (wealth) tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah disebabkan


(43)

masih kecilnya peran Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Hal ini terbukti dengan masih besarnya ketergantungan pemerintah daerah terhadap trasnfer dana yang berasal dari pemerintah pusat.

2.7. Kerangka Konseptual

Kabupaten Batu Bara merupakan salah satu Kabupaten di wilayah Provinsi Sumatera Utara. Analisis Pengukuran kinerja pengelolaan keuangan di Kabupaten Batu Bara dibutuhkan untuk mengetahui tingkat efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan anggaran, serta sebagai bahan masukan bagi Pemerintahan itu sendiri untuk perumusan kebijakan keuangan daerah di masa mendatang yang akuntabel. Sehingga dengan mengetahui faktor-faktor tersebut, pengelolaan serta penggunaan anggaran daerah Kabupaten Batu Bara dapat benar- benar diarahkan ke sektor-sektor yang secara potensial dapat mendorong percepatan pembangunan daerah dan menciptakan pengembangan wilayah.

Untuk Kabupaten Batu Bara, kapasitas pengelolaan keuangan yang masih belum efektif dan efisien perlu dikaji secara mendalam, guna tercapainya akuntabilitas dan transparasi demi terwujudnya Pemerintahan yang Good Governance. Beberapa faktor telah membatasi kapasitas pengelolaan keuangan di Sumatera Utara khususnya di Kabupaten Batu Bara. Pertama, desentralisasi yang diberiikan kepada Pemerintah Kabupaten Batu Bara merupakan pengalihan tanggung jawab fiskal dan penyerahan sumber daya keuangan yang dimana tidak diikuti oleh peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam mengelola sumber daya tersebut.

Pemerintah daerah Kabupaten Batu Bara diharapkan dapat terus meningkatkan kinerja dan akuntabilitas, hal ini mengakibatkan pemerintah daerah


(44)

segera merespon perubahan yang diinginkan oleh masyarakat sebagai stakeholder. Satuan kerja perangkat daerah (SKPD) diharapkan memiliki kinerja yang baik yang menunjukkan stewardship dan akuntabilitas mereka terhadap sumberdaya masyarakat yang dikelolanya. Agar pemerintah daerah Kabupaten Batu Bara dapat menjalankan operasinya dengan baik dan mampu memperbaiki kualitas pelayanan kepada masyarakat, maka dirancang sistem pengukuran kinerja pemerintah daerah agar peningkatan dan perbaikan kinerja pemerintah daerah dapat dilakukan secara berkesinambungan.

Untuk mengukur kinerja pengelolaan publik keuangan Pemerintah Kabupaten Batu Bara yang dikembangkan oleh World Bank. Diharapkan hasilnya dapat mencerminkan pencapaian pada bidang strategis. Indikator- indikator yg digunakan untuk menilai sejauh mana pemerintah kabupaten Batu Bara telah berhasil mencapai tigkat pengelolaan publik. Adapun kerangka konseptual yang dijadikan dasar dalam penelitian ini dapat dijelaskan pada Gambar 2.1.


(45)

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Penelitian Pengukuran Kinerja

Kerangka Peraturan Perundang-

undangan

Perencanaan dan Pengangaran

Pengelolaan Kas

Pengadaan Akuntansi

dan Pelaporan

Audit Internal

Hutang Dan Investasi Publik

Pengelolaan Aset Audit eksternal

dan Pengawasan


(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara. Pertimbangan penelitian dilaksanakan di Kabupaten Batu Bara disebabkan Kabupaten tersebut merupakan daerah pemekaran wilayah Kabupaten dari Kabupaten induk Kabupaten Asahan. Selain itu untuk mengetahui sejauh mana pengelolaan keuangan anggaran di kabupaten Batu Bara digunakan secara efisien, efektif dan terukur. Penelitian ini menggunakan beberapa satuan kerja perangkat daerah (SKPD) sebagai unit analisis dari Pemerintah Kabupaten Batu Bara sehingga dapat dijadikan sebagai informan untuk melakukan pencarian data secara primer. SKPD yang terpilih sebagai unit analisis adalah Bappeda, Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD), Sekretariat Daerah, dan Sekretaris Dewan. Pemilihan unit analisis tersebut disesuaikan dengan kebutuhan data yang diperlukan.

3.2. Disain Penelitian

Penelitian ini merupakan applied research dengan pendekatan trianggulasi yaitu suatu kombinasi pendekatan kualitatif dan kuantitaif. Pendekatan kualitatif menggunakan pendekatan interprestasi (interpretative approach). Dengan pendekatan interprestasi, peneliti secara bebas memperhatikan/mengamati kondisi dan peristiwa yang terjadi secara bebas dan langsung. Pendekatan seperti ini memerlukan keahlian peneliti dalam menafsirkan kondisi subjek untuk mendapatkan informasi yang sahih. Peneliti diharapkan dapat bersifat objektif dalam menafsir dan mengambil kesimpulan dengan kondisi yang diamati. Pendekatan kuantitaif digunakan teknik analisa deskriftif yang dinyatakan dalam sebaran frekuensi dan persentase. Analisa kuantitatif


(47)

digunakan untuk memperoleh data yang dapat memberi informasi tentang pengelolaan keuangan publik.

3.3. Teknik Pengumpulan Data dan Pengembangan Instrumen Penelitian

Data primer diperoleh dengan cara melakukan wawancara mendalam (in depth interview) dan pengamatan langsung dengan teknik triangulasi untuk pendekatan kualitatif. Sementara itu pengumpulan data primer dengan pendekatan kuantitatif dilakukan dengan teknik survey melalui kuesioner. Kuesioner dirancang sedemikian rupa dengan mengkombinasikan pertanyaan terbuka dan pertanyaaan tertutup.

Data sekunder didapatkan dari bahan yang telah diterbitkan oleh pemerintah daerah yaitu Perda APBD, Laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah. peraturan-peraturan yang terkait dengan pengelolaaan keuangan daerah. Penelitian ini dilakukan melalui interview, observasi, dan analisis dokumen serta kuesioner.

Interview dilakukan di satuan kerja perangkat daerah yang terlibat dalam proses pengelolaan keuangan publik, dengan tujuan untuk memperoleh informasi tentang pengelolaan keuangan publik. Kuesioner disebarkan kepada staf yang terlibat dalam pengelolaan keuangan publik, kuesioner disebar dan diisi oleh unit kerja yang sesuai dengan bidang strategis yang akan ditanyakan.

Instrumen yang dimaksud dalam penelitian ini adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data. Pengumpulan data penelitian ini menggunakan kuesioner. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kuesioner yang dikembangkan oleh World Bank dan Kementerian dalam negeri Republik Indonesia. Kuesioner tersebut memiliki 9 bidang strategis untuk mengukur kinerja Pemerintah Daerah. Kerangka pengukuran pengelolaan keuangan publik dapat dilihat pada tabel berikut ini.


(48)

Tabel 3.1. Kerangka Pengukuran - Bidang Strategis dan Indikator

No Bidang strategis Indikator Item

Pertanyaan

1 Kerangka Peraturan

Perundangan Daerah

Adanya kerangka peraturan perundangan daerah yang komprehensif sebagaimana diamanat kan oleh kerangka hukum nasional mengenai pengelolaan keuangan daerah

12 Kerangka peraturan perundangan daerah mengatur

mengenai penegakan hukum dan struktur organisasi yang efektif

7 Kerangka peraturan perundangan daerah mencakup ketentuan untuk meningkatkan transparansi dan partisipasi masyarakat

6 25

2 Perencanaan dan

Penganggaran

Adanya hubungan yang konsisten antara proses perencanaan bottom-up yang partisipatif, perencanaan pembangunan daerah, perencanaan sektoral dan APBD

17

Anggaran berdasarkan kerangka jangka menengah 3

Target anggaran layak dan berdasarkan proses

penyusunan anggaran yang realistis 9

Anggaran memihak kelompok miskin 8

Sistem pemantauan dan evaluasi partisipatif yang komprehensif dalam proses perencanaan dan penganggaran telah terbentuk

9 Pengendalian Pengeluaran Digunakan Untuk

Memastikan Kinerja Anggaran 4

53

3 Pengelolaan Kas

Kebijakan, prosedur, dan pengendalian untuk

mendorong pengelolaan kas yang efisien telah dibentuk 10

Penerimaan kas, pembayaran kas, serta surplus kas

temporer dikelola/ dikendalikan secara efisien 11

Terdapat sistem penagihan dan pemungutan pendapatan

daerah yang efisien 17

Peningkatan dan penanganan manajemen pendapatan 6

44

4 Pengadaan barang

dan jasa

Kebijakan, prosedur, dan pengendalian untuk

mendorong effisiensi pengadaan barang dan jasa yang kompetitif ditetapkan dan dilaksanakan

47

Suatu sistem penanganan pengaduan resmi beroperasi 3

50

5 Akuntansi dan

Pelaporan

Adanya kapasitas sdm dan kelembagaan yang memadai

untuk fungsi akuntansi dan keuangan 7

Sistem informasi akuntansi dan manajemen sudah

terintegrasi 3

Seluruh transaksi dan saldo keuangan pemerintah

daerah dicatat secara akurat dan tepat waktu 9

Terdapat laporan keuangan dan informasi manajemen

yang dapat diandalkan 8

27

No Bidang strategis Indikator Item

Pertanyaan

6 Audit Internal

Inspektorat terorganisir dan diberdayakan untuk beroperasi dengan efektif

5 Standar dan prosedur audit internal yang diaplikasikan

dapat diterima

11

Temuan audit internal ditindaklanjuti segera 2

18


(49)

Publik investasi daerah yang memperhitungkan risiko telah ditetapkan dan dilaksanakan

8

8 Pengelolaan Aset

Terdapat prosedur dan mekanisme untuk memastikan

efektifitas tata kelola BUMD 10

Ditetapkan dan dilaksanakannya kebijakan, prosedur, dan pengendalian mengenai perolehan aset dan pengelolaan aset tetap yang dimiliki secara efektif

3 Basis informasi pendukung pengelolaan aset ditetapkan

dan dipelihara 8

Pengelolaan aset dihubungkan dengan perencanaan dan

penganggaran (APBD) 1

22

9 Audit Eksternal dan

Pengawasan

Audit eksternal yang rutin menjamin efektifitas

akuntabilitas pemerintah daerah 4

Audit eksternal yang rutin menjamin efektifitas

akuntabilitas pemerintah daerah 5

9

256

3.4. Analisis Data

Untuk menjawab rumusan masalah pertama dan kedua digunakan metode skoring. Pilihan pendekatan skoring memungkinkan dilakukannya peringkatan untuk setiap bidang strategis di Kabupaten Batu Bara, dan tiap hasil untuk mengidentifikasi dimana letak kelebihan dan kelemahan berada.

Alat diagnostik ini mencari respon benar atau salah untuk setiap pertanyaan. Respon tersebut dimasukkan dalam kertas kerja dan kemudian jumlah jawaban ’benar’ atau ’Ya’ dijumlahkan untuk mendapatkan skore dibandingkan dengan kemungkinan maksimumnya. Untuk mengevaluasi skore dan memfasilitasi perbandingan, system penilaian telah dikembangkan untuk menyediakan gambaran umum nilai dari skore yang diperoleh untuk setiap hasil strategis dan bidang strategis. Meskipun skore diagregatkan untuk setiap bidang strategis, skore ini tidak mewakili seberapa besar tujuan strategis tersebut kemungkinan akan dicapai, sebab hanya hasil-hasil terpilih untuk setiap bidang dimasukkan dalam kerangka kerja ini.

Sistem grading ini menggunakan lima grade (tingkatan). Pendekatan rangking linear telah dipilih untuk tujuan uji coba awal ini. Persentase dihitung berdasarkan


(50)

skore actual ‘Yes’ yang diperoleh dibandingkan dengan kemungkinan maksimum jawab ’Ya’ untuk setiap

Bidang Strategis.

100-80% Sangat memuaskan/Diterima seluruhnya 79-60% Sangat baik/Diterima secara substansial 59-40% Baik/Kurang lebih dapat diterima 39-20% Rata-rata/Diterima secara parsial 19-1% Kurang/Tidak dapat diterima

Skala grading di atas lebih dirancang untuk memberikan indikator kelebihan dan kelemahan untuk setiap bidang strategis, bukan suatu ukuran yang absolut dan sangat tepat. Analisa dan interprestasi skore yang diperoleh membutuhkan kehatian-hatian dan merujuk ke kontek di mana alat ukur ini diterapkan. Namun Sebagai contoh, skore keseluruhan untuk tiap bidang strategis dapat dengan mudah diturunkan dari alat ukur ini. Namun demikian, menarik skor agregat untuk suatu kabupaten/kota dan menginterprestasikan skor keseluruhan memiliki beberapa tantangan, seperti masalah pembobotan untuk setiap bidang perlu dipertimbangkan secara hati-hati.


(51)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum

Kabupaten Batu Bara adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui Rancangan Undang-Undang pembentukannya tanggal 8 Desember 2006. Dengan disahkannya Rancangan Undang-Undangan Pembentukan Kabupaten Batu Bara melalui Usul Inisiatif Pemerintah oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada tanggal 7 Desember 2006 di Jakarta selanjutnya diundangkan menjadi UU No.5 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Batu Bara di Provinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 No.7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4681) maka harus dipikirkan secara konsepsional, strategis dan taktis untuk pengelolaan pemerintah baru serbagai bentuk pelayanan kepada masyarakat menuju taraf hidup yang lebih baik.

Kabupaten Batubara adalah salah satu dari 16 kabupaten dan kota baru yang dimekarkan pada dalam kurun tahun 2006. Kabupaten Batubara merupakan pemekaran dari Kabupaten Asahan dimana tujuh kecamatan di Kabupaten Asahan dikurangi dan dipindahkan wilayahnya menjadi wilayah kabupaten Batubara. Batu Bara berada di kawasan Pantai Timur Sumatera Utara yang berbatasan dengan Selat Malaka. Kabupaten Batu Bara menempati area seluas 90.496 Ha yang terdiri dari 7 Kecamatan serta 100 Desa/ Kelurahan Definitif. Berdasarkan luas daerah menurut kecamatan, daerah Lima Puluh merupakan kecamatan terluas dengan luas wilayah mencapai 239,55 Km² atau 26,47 persen dari luas total Batu Bara. Sedangkan


(52)

Kecamatan Medang Deras merupakan wilayah terkecil dengan luas 65,47 Km² atau 7,23 persen dari luas total Batu Bara.

Kabupaten ini diresmikan pada tanggal 15 Juni 2007, bersamaan dengan dilantiknya Drs. H. Sofyan Nasution, S.H sebagai Penjabat Bupati Batubara. Setelah Sofyan Nasution memimpin selama kurang lebih 1 Tahun, Pelaksana Bupati selanjutnya dijabat oleh Syaiful Syafri yang mana dipersiapkan Pilkada Kabupaten Batu Bara untuk pertama kalinya. Saat Pilkada, OK Arya Zulkarnain,SH menang dan pada 28 Desember 2008 dilantik menjadi bupati defenitif yang pertama selama periode 2008-2013

4.2. Tingkat Pengelolaan Keuangan

Berdasarkan hasil pengumpulan data maka dapat diperoleh tingkat kinerja pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Batubara pada Tabel 4.1 sebagai berikut:


(53)

BIDANG HASIL JUMLAH INDIKATOR JUMLAH YANG TERCAPAI %

BIDANG 1 : KERANGKA PERATURAN PERUNDANGAN DAERAH

ADANYA KERANGKA PERATURAN PERATURAN PERUNDANGAN DAERAH YANG KOMPREHENSIF SEBAGAIMANA DIAMANATKAN OLEH KERANGKA HUKUM NASIONAL

MENGENAI PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH 12 7

58.3%

KERANGKA PERATURAN PERUNDANGAN DAERAH MENGATUR MENGENAI PENEGAKAN

HUKUM DAN STRUKTUR ORGANISASI YANG EFEKTIF 7 5 71.4%

KERANGKA PERATURAN PERUNDANGAN DAERAH MENCAKUP KETENTUAN-KETENTUAN

UNTUK MENINGKATKAN TRANSPARANSI DAN PARTISIPASI MASYARAKAT 6 5 83.3%

TOTAL 25 17 68.0%

BIDANG 2: PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN

ADANYA HUBUNGAN YANG KONSISTEN ANTARA PROSES PERENCANAAN BOTTOM-UP YANG PARTISIPATIF, PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH, PERENCANAAN

SEKTORAL DAN APBD 17 17

100%

ANGGARAN BERDASARKAN KERANGKA JANGKA MENENGAH 3 3 100

TARGET ANGGARAN LAYAK DAN BERDASARKAN PROSES PENYUSUNAN ANGGARAN

YANG REALISTIS 11 7 63.6

ANGGARAN MEMIHAK KELOMPOK-MISKIN 9 9 100

SISTEM PEMANTAUAN DAN EVALUASI PARTISIPATIF YANG KOMPREHENSIF DALAM

PROSES PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN TELAH TERBENTUK 9 7 77.8

PENGENDALIAN PENGELUARAN DIGUNAKAN UNTUK MEMASTIKAN KINERJA ANGGARAN 4 4 100

TOTAL 53 47 89%

BIDANG 3: PENGELOLAAN KAS

KEBIJAKAN, PROSEDUR, DAN PENGENDALIAN UNTUK MENDORONG PENGELOLAAN KAS

YANG EFISIEN TELAH DIBENTUK 10 9 90

PENERIMAAN KAS, PEMBAYARAN KAS, SERTA SURPLUS KAS TEMPORER DIKELOLA DAN

DIKENDALIKAN SECARA EFISIEN 11 8 72.7

TERDAPAT SISTEM PENAGIHAN DAN PEMUNGUTAN PENDAPATAN DAERAH YANG

EFISIEN 17 12 70.6

PENINGKATAN DAN PENANGANAN MANAJEMEN PENDAPATAN 6 3 50

TOTAL 44 32 73%

BIDANG 4: PENGADAAN BARANG DAN JASA

KEBIJAKAN, PROSEDUR, DAN PENGENDALIAN UNTUK MENDORONG EFFISIENSI

PENGADAAN BARANG DAN JASA YANG KOMPETITIF DITETAPKAN DAN DILAKSANAKAN 49 41 84 SUATU SISTEM PENANGANAN PENGADUAN RESMI BEROPERASI

3 1 33.3

TOTAL 52 42 81%

BIDANG 5: AKUNTANSI DAN PELAPORAN

ADANYA KAPASITAS SDM DAN KELEMBAGAAN YANG MEMADAI UNTUK FUNGSI

AKUNTANSI DAN KEUANGAN 7 5 71.4

SISTEM INFORMASI AKUNTANSI DAN MANAJEMEN sudah TERINTEGRASI 3 0 0

SELURUH TRANSAKSI DAN SALDO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DICATAT SECARA

AKURAT DAN TEPAT WAKTU 9 7 77.78

TERDAPAT LAPORAN KEUANGAN DAN INFORMASI MANAJEMEN YANG DAPAT

DIANDALKAN 8 7 87.5

TOTAL 27 14 52%

BIDANG 6: PENGAWASAN INTERN

INSPEKTORAT TERORGANISIR DAN DIBERDAYAKAN UNTUK BEROPERASI DENGAN

EFEKTIF 5 3 60

STANDAR DAN PROSEDUR AUDIT INTERNAL YANG DIAPLIKASIKAN DAPAT DITERIMA 11 2 18.18

TEMUAN AUDIT INTERNAL DITINDAKLANJUTI SEGERA 2 1 50

TOTAL

18 6 33.3%

BIDANG 7: HUTANG DAN INVESTASI PUBLIK

KEBIJAKAN, PROSEDUR, SERTA PENGENDALIAN PINJAMAN DAN INVESTASI DAERAH

YANG MEMPERHITUNGKAN RISIKO TELAH DITETAPKAN DAN DILAKSANAKAN 8 3 37.5%

TOTAL 8 3 37.5%

BIDANG 8: PENGELOLAAN ASET

TERDAPAT PROSEDUR DAN MEKANISME UNTUK MEMASTIKAN EFEKTIFITAS TATA KELOLA BUMD

10 1 10

DITETAPKAN DAN DILAKSANAKANNYA KEBIJAKAN, PROSEDUR, DAN PENGENDALIAN

MENGENAI perolehan ASET DAN PENGELOLAAN ASET tetap YANG dimiliki secara EFEKTIF 3 1 33.33


(54)

Berdasarkan rekapitulasi hasil penelitian, maka dapat dijelaskan tingkat pengelolaaan dan faktor-faktor yang menyebabkan tinggi rendahnya tingkat pengelolaan keuangan daerah kabupaten Batubara untuk masing-masing bidang strategis.

4.2.1. Bidang Strategis 1 : Kerangka Peraturan Perundang Daerah

Dalam konteks desentralisasi pemerintahan baik di Kabupaten Batu Bara maupun di daerah-daerah lain di Indonesia, kerangka hukum untuk pengelolaan keuangan yang komprehensif, yang sejalan dengan perundang-undangan nasional dan ditegakkan secara efektif merupakan hal yang penting. Semenjak desentralisasi dilaksanakan, pemerintah daerah diwajibkan agar memiliki peraturan daerah yang mengatur pengelolaan keuangan dimasing- masing wilayah kerja. Sebelum desentralisasi, pemerintah daerah mengacu kepada undang-undang nasional dalam administrasi keuangan tetapi dengan penyerahan kewenangan dan tanggung jawab fiskal ke pemerintah daerah. Dengan berjalannya waktu pemerintah daerah telah menjawab kebutuhan ini dengan berbagai cara, yang di antaranya segera menerbitkan Perda sesuai dengan kewajiban nasional, dan yang lainnya menerbitkan SK Bupati (Surat Keputusan Bupati) untuk menjawab keperluan yang sama, sementara yang lainnya masih bergantung pada peraturan tingkat nasional yang ada sekarang. Perbedaan utama antara SK Bupati dengan

BASIS INFORMASI PENDUKUNG PENGELOLAAN ASET DITETAPKAN DAN DIPELIHARA

8 6 75

PENGELOLAAN ASET DIHUBUNGKAN DENGAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN

(APBD) 1 1 100

TOTAL 22 9 41%

BIDANG 9: AUDIT EKSTERNAL DAN PENGAWASAN

AUDIT EKSTERNAL YANG RUTIN MENJAMIN EFEKTIFITAS AKUNTABILITAS PEMERINTAH

DAERAH 4 0 0

ADANYA PEMANTAU INDEPENDEN YANG EFEKTIF TERHADAP MANAJEMEN KEUANGAN

DAERAH 5 3 60

TOTAL 9 3 33.3%


(55)

Perda adalah Perda perlu disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sementara SK Bupati, sesuai dengan namanya, diterbitkan oleh badan eksekutif tanpa adanya persetujuan legislatif. Pada pelaksanaannya, SK Bupati memiliki beban hukum yang lebih ringan dan hal ini berdampak pada ketaatan dan penegakan hukum.

Maksud dan tujuan strategis secara keseluruhan adalah untuk menciptakan kerangka peraturan perundangan daerah yang mendukung untuk mendorong tata kelola keuangan yang efektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan nasional. Bidang strategis kerangka peraturan perundangan daerah terbagi menjadi tiga hasil yang diiginkan: (1) terdapat kerangka peraturan perundangan daerah yang komprehensif mengenai pengelolaan keuangan daerah; (2) kerangka ini memfasilitasi penegakan hukum dan struktur organisasi yang efektif; dan (3) kerangka ini meliputi cara-cara untuk meningkatkan transparansi dan keterlibatan publik.

Selanjutnya bidang strategis ini berfokus pada peraturan daerah yang diterbitkan, termasuk Perda dan SK Bupati, bidang strategis lainnya lebih berfokus pada kebijakan dan prosedur. Untuk hasil satu meliputi indikator-indikator mengenai keberadaan peraturan daerah mengenai Rencana Pembangunan Jangka Mengenah Daerah (RPJMD) dan peraturan daerah mengenai dana cadangan dan perubahan anggaran tahunan dan hasil tiga meliputi indikator indikator yang menyangkut transparansi dan proses konsultasi.

Kabupaten Batu Bara mendapatkan nilai pencapaian sebesar 68% untuk bidang strategis Kerangka Peraturan Perundangan Daerah. Untuk hasil capaian yang pertama mengenai perundangan daerah yang komprehensif Pemerintah


(56)

Kabupaten Batu Bara hanya memenuhi 7 dari 12 indikator yang harus dicapai atau sebesar 58.3%, dari 4 indikator yang belum tercapai diantaranya masih belum adanya perencanaan pembangunan yang jelas, dapat dilihat pada belum terealisasinya peraturan daerah mengenai RPJPD dan RPJMD kabupaten Batu Bara. Untuk hasil yang kedua mengenai penegakan dan struktur organisasi pemerintah daerah memenuhi 5 dari 7 indikator atau sebesar 71.4%, dari 2 indikator yang tidak tercapai diantaranya meliputi ketiadaan pengukuran kinerja dan ketiadaan struktur insentif/ sanksi yang jelas bagi para pegawai. Untuk hasil yang ketiga mengenai transparasi dan partisipasi masyarakat Kabupaten Batu Bara mencapai 5 dari 6 indikator atau sebesar 83.3%, hal ini dapat diartikan bahwa Pemerintah kabupaten batu bara sudah menuju Pemerintahan yang good governance yang diantaranya transparasi dan partisipasi terhadap masyarakat dalam penganggaran pembangunan.

Meski Kabupaten Batu Bara baru berumur kurang lebih 5 tahun secara keseluruhan dalam capaian bidang strategis yang pertama cukup baik, dapat dilihat dari capaian sebesar 17 dari 25 total indikator atau sebesar 68.8%.

Dari uraian dan hasil penelitian dapat disimpulkaan faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas pengelolaan keuangan daerah untuk aspek Peratruran perundangan daerah adalah sbb :

1. Belum rampungnya penyusunan RPJPD dan RPJMD Kabupaten Batu Bara yang sampai tahun ke- 4 kepempinan Bupati Batu Bara belum di perda kan 2. Belum adanya Peraturan Daerah tentang pengelolaan keuangan daerah

3. Belum adanya Peraturan Bupati tentang Sistem dan Prosedur pengelolaan keuangan daerah


(57)

4. Belum ada Peraturan Bupati tentang Sistem Prosedur pengelolaan barang milik daerah

5. Belum adanya Peraturan Bupati tentang Kebijakan Akuntansi.

4.2.2. Bidang Strategis 2 : Perencanaan dan Penganggaran

Pengelolaan keuangan yang efektif didasari oleh perencanaan dan penganggaran yang baik. Buruknya sistem perencanaan dan pengganggaran oleh pemerintah daerah dapat menyebabkan tidak efektif dan efisen dalam pengelolaan keuangan. Tujuan strategisnya adalah untuk pembuatan anggaran daerah multi tahun yang seksama yang secara jelas terkait dengan rencana daerah. Dari enam hasil, hasil yang pertama mengenai “konsistensi antara proses perencanaan partisipatif bottom-up, pembangunan daerah, perencanaan sektoral dan APBD” merupakan sepertiga dari total nilai bidang strategis ini.

Pada tingkat operasional masih ada beberapa pertanyaan mendasar mengenai keterkaitan dokumen perencanaan dan anggarannya. Misalnya bagaimana melakukan penilaian terhadap: keterkaitan program dengan sasaran pembangunan daerah; keterkaitan kegiatan dengan program; keterkaitan indikator keluaran dengan keluarannya.

Untuk penilaian bidang stategis mengenai Perencanaan dan Penganggaran Pemerintah Kabupaten Batu Bara mencapai 89%. Untuk hasil capaian yang pertama mengenai Bottom up planning Pemerintah Kabupaten Batu Bara mencapai 100% atau memenuhi 17 dari 17 indikator yang harus dicapai, hal ini cukup mendapatkan apresiasi mengingat Kabupaten Batu Bara baru berumur 5


(1)

6. Gaji dewan komisaris, direktur, serta pejabat senior BUMD disetujui oleh pemegang saham, pemerintah daerah.

1 Belum ada BUMD Periksa dengan sekretaris daerah dan/atau pimpinan BUMD.

7. Anggaran BUMD mencantumkan indikator kinerja serta ukuran pendukung.

1 Belum ada BUMD Periksa anggaran BUMD.

8. Anggaran/rencana kerja BUMD disetujui pemegang saham, pemerintah daerah.

1 Belum ada BUMD Periksa dengan sekretaris daerah dan/atau pimpinan BUMD.

9. Pemerintah daerah menunjuk dewan komisaris dan direktur non-partisan di semua BUMD yang seluruh atau sebagian sahamnya dimiliki oleh pemerintah daerah sesuai dengan proses yang ditetapkan dalam peraturan daerah.

1 Belum ada BUMD Periksa dengan sekretaris daerah dan/atau pimpinan BUMD.

10. Pemerintah daerah telah menetapkan proses untuk memonitor kinerja BUMD oleh Wali Kota/Bupati.

1 Belum ada BUMD Periksa dengan sekretaris daerah dan/atau pimpinan BUMD.

HASIL SKOR 1 1 9

HASIL NO. 2

X X

DITETAPKAN DAN DILAKSANAKANNYA KEBIJAKAN, PROSEDUR, DAN PENGENDALIAN MENGENAI perolehan ASET DAN PENGELOLAAN ASET tetap YANG dimiliki secara EFEKTIF

1. Peraturan daerah yang berlaku menetapkan kebijakan dan rencana pengelolaan kekayaan daerah, termasuk aset tetap (aset fisik jangka panjang)

1 Cek Perda mengenai pengelolaan keuangan apakah

mengatur mengenai pengelolaan aset. Atau dalam Perda yang terpisah?

2. Tugas pejabat yang diberi tanggung jawab tertentu untuk mengelola aset ditetapkan dalam peraturan daerah.

1 Periksa Perda mengenai pengelolaan keuangan untuk

permasalahan ini. Atau dalam Perda yang terpisah? Minta praktiknya ke BPKD.

3. Kebijakan dan prosedur manual pengelolaan aset yang komprehensif telah disiapkan, yang memberikan panduan terinci mengenai kegiatan pengelolaan aset daerah.


(2)

HASIL SKOR 2 1 2 HASIL NO. 3

X X

BASIS INFORMASI PENDUKUNG PENGELOLAAN ASET

DITETAPKAN DAN DIPELIHARA

1. Deskripsi mengenai aset fisik dijelaskan 1 Cek pelaksanaanya ke BPKD dan mintalah contoh

2. Aset diberi nomor identifikasi yang khusus 1 Cek pelaksanaanya ke BPKD dan mintalah contoh

3. Rincian pembelian dicatat 1 Cek pelaksanaanya ke BPKD dan mintalah contoh

4. Lokasi aset dicatat 1 Cek pelaksanaanya ke BPKD dan mintalah contoh

5. Nama pejabat yang bertanggung jawab atas aset dicatat 1 Cek pelaksanaanya ke BPKD dan mintalah contoh

6. Kondisi aset saat ini dicatat 1 Cek pelaksanaanya ke BPKD dan mintalah contoh

7. Informasi akuntansi dicatat (nilai buku) 1 Cek pelaksanaanya ke BPKD dan mintalah contoh

8. Aset bergerak dicek secara fisik paling tidak sekali setahun dan hasilnya dibandingkan dengan catatan.

1 Cek pelaksanaanya ke BPKD dan mintalah contoh

HASIL SKOR 3 6 2

HASIL NO. 4

X X

PENGELOLAAN ASET DIHUBUNGKAN DENGAN

PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN (APBD)

1. Rencana kerja dan anggaran daerah (APBD) mencerminkan biaya pemeliharaan yang tercatat dalam rencana pemeliharaan aset

1 Periksa rencana kerja tahunan dan APBD, DASK, dan

Renja SKPD

HASIL SKOR 4 1 0


(3)

BIDANG 9: AUDIT EKSTERNAL DAN PENGAWASAN

TUJUAN STRATEGIS: Meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan melalui audit eksternal dan pengawasan yang efektif dan independen


(4)

INDIKATOR YA TIDAK PEDOMAN HASIL NO. 1

X X

AUDIT EKSTERNAL YANG RUTIN MENJAMIN

EFEKTIFITAS AKUNTABILITAS PEMERINTAH DAERAH

1. Laporan keuangan tahunan disampaikan kepada BPK tepat waktu sesuai dengan ketentuan perundangan

1 Cek ke BPKD apakah laporan keuangan telah dikirimkan kepada BPK

2. Laporan keuangan yang telah audit dipublikasikan misalnya dalam media massa setempat dan pada papan pengumuman resmi

1

Apabila dalam dua tahun terakhir tidak diaudit oleh auditor eksternal, maka tidak mendapat skor. Cek di bagian Keuangan (kliping)

3. Publik dapat menghadiri sidang DPRD yang membahas laporan audit

1 Cek ke anggota DPRD atau Sekwan

4. Laporan audit eksternal berisikan pendapat audit wajar tanpa syarat

1 Periksa laporan audit apabila memungkin dan dapat diperoleh dengan mudah?

HASIL SKOR 1 0 4

HASIL NO. 2

X X

ADANYA PEMANTAU INDEPENDEN YANG EFEKTIF

TERHADAP MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH

1. DPRD mengawasi dan mengevaluasi kinerja Pemda berdasarkan laporan keuangan, laporan audit dan laporan pertanggung jawaban

1 Cek dengan anggota DPRD

2. DPRD telah mengesahkan laporan akhir tahun tanpa syarat 1 Adakah Notulensi Sidang? 3.a. Tidak ada pernyataan keberatan yang disampaikan oleh

auditor (BPK)

Jawab pertanyaan a atau b saja (yang mana yang lebih tepat) 3.b. Dalam kasus ada pernyataan keberatan (sangsi) dari BPK,

sanksi langsung diterapkan

1

Cek ke Sekda

4. Tidak ada denda atau pembayaran diterapkan sebagai akibat adanya temuan audit


(5)

5. Laporan eksternal auditor tidak berisi saran untuk penyelidikan korupsi sektor pemerintahan

Minta laporan audit BPK

HASIL SKOR 2 3 0


(6)