Bidang Strategis 2 : Perencanaan dan Penganggaran

4. Belum ada Peraturan Bupati tentang Sistem Prosedur pengelolaan barang milik daerah 5. Belum adanya Peraturan Bupati tentang Kebijakan Akuntansi.

4.2.2. Bidang Strategis 2 : Perencanaan dan Penganggaran

Pengelolaan keuangan yang efektif didasari oleh perencanaan dan penganggaran yang baik. Buruknya sistem perencanaan dan pengganggaran oleh pemerintah daerah dapat menyebabkan tidak efektif dan efisen dalam pengelolaan keuangan. Tujuan strategisnya adalah untuk pembuatan anggaran daerah multi tahun yang seksama yang secara jelas terkait dengan rencana daerah. Dari enam hasil, hasil yang pertama mengenai “konsistensi antara proses perencanaan partisipatif bottom-up, pembangunan daerah, perencanaan sektoral dan APBD” merupakan sepertiga dari total nilai bidang strategis ini. Pada tingkat operasional masih ada beberapa pertanyaan mendasar mengenai keterkaitan dokumen perencanaan dan anggarannya. Misalnya bagaimana melakukan penilaian terhadap: keterkaitan program dengan sasaran pembangunan daerah; keterkaitan kegiatan dengan program; keterkaitan indikator keluaran dengan keluarannya. Untuk penilaian bidang stategis mengenai Perencanaan dan Penganggaran Pemerintah Kabupaten Batu Bara mencapai 89. Untuk hasil capaian yang pertama mengenai Bottom up planning Pemerintah Kabupaten Batu Bara mencapai 100 atau memenuhi 17 dari 17 indikator yang harus dicapai, hal ini cukup mendapatkan apresiasi mengingat Kabupaten Batu Bara baru berumur 5 Universitas Sumatera Utara Tahun. Selanjutnya menganai capaian hasil yang kedua mengenai Anggaran Jangka Menengah, Kabupaten Batu Bara mencapai 3 dari 3 indikator atau sebesar 100. Laporan pertanggung Jawaban akhir jabatan belum ada dilaksanakan oleh Kepala Daerah Kabupaten Batu Bara dikarenakan Pemerintah yang dipimpin oleh Bupati defenitif baru berjalan selama 4 tahun, namun dalam pertanggungjawaban penggunaan anggaran tahunan selalu dilaporkan ke pihak legislatif melalui LKPJ Bupati Batu Bara. Untuk hasil yang ketiga mengenai target anggaran berdasarkan penyusunan anggaran yang realistis cukup naik,dimana mencapai 7 dari 11 indikator atau sebesar 63.6, hal ini terlihat dalam pengesahaan APBD sesuai dengan kalender anggaran serta penyerapan anggaran APBD yang kurang dari 10 dari total anggaran yang disediakan, namun masih belum adanya peraturan daerah yang mengatur mengenai Dana darurat diharapkan agar secepatnya dapat terealisasi, mengingat Kabupaten Batu Bara berada di wilayah pesisir merupakan daerah rawan bencana seperti banjir dan gempa. Untuk hasil yang keempat mengenai anggaran memihak kelompok miskin mencapai 9 dari 9 indikator atau tercapai sebesar 100, telah adanya data mengenai jumlah penduduk miskin yang akurat membuat pemerintah daerah menganggarkan kegiatan yang pro poor, kebijakan kebijakan yang memihak kepada kelompok miskin tercermin dalam Renstra SKPD dan RKPD Kabupaten Batu Bara, pengeluaran pada sektor publik selalu meningkat dalam 4 tahun terakhir dalam kepemimpinan Bupati defenitif dan pada sektor kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur merupakan sektor terbesar dalam penganggaran yang dimana sesuai dengan visi misi kabupaten batu bara. Selanjutnya penilaian untuk hasil kelima mengenai Sistem pemantauan dan evaluasi dalam proses penganggaran mendapatkan nilai cukup baik dimana Universitas Sumatera Utara mencapai 7 dari 9 indikator penilaian atau sebesar 77.8, hal ini terlihat dari kegiatan prioritas yang tidak sempat dianggarkan pada APBD diteliti ulang dan disertakan dalam P-APBD atau tahun anggaran berikutnya, perencanaan anggaran berbasis outcome bukan output dan fungsi inspektorat daerah selaku pengawas sekaligus pengawal dalam pelaksanaan program yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sudah cukup berjalan dengan baik. Namun belum adanya regulasi yang mengatur sistem pemantauan dan evalusi perencanaan dan penganggaran menjadi kendala dalam pemerintahan yang akuntabel, serta tidak dilibatkannya masyarakat dalam pengawasan dan evaluasi anggaran. Untuk hasil keenam mengenai Pengendalian Pengeluaran anggaran mencapai nilai 100 dari 4 indikator, sudah terintegrasi nya pemerintah daerah dalam hal penganggaran antar SKPD. Era reformasi dan otonomi daerah telah ikut mempengaruhi perubahan paradigma dalam perencanaan dan pengelolaan keuangan daerah. Pemerintah daerah sekarang mendapat amanat untuk mengelola dana publik dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah dalam berbagai bidang atau urusan. APBD seharusnya diprioritaskan untuk layanan publik dan stimulus ekonomi lokal dengan pemerintah daerah sebagai ujung tombak pelaksanaannya. Birokrasi lokal akan dipaksa untuk efisien dan efektif dalam menjalankan tugasnya dan otomatis produktivitas mereka harus ditingkatkan sehingga pengeluaran untuk setiap aparat pemda bermanfaat meningkatkan kualitas layanan publik dan mendorong perekonomian lokal. Dasar dari segala aspek pengelolaan keuangan daerah tentunya adalah akuntansi keuangan daerah yang rapi dan sesuai Universitas Sumatera Utara kaidah yang ada sehingga APBD sendiri menjadi transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Pemerintah daerah diharapkan dapat mengelola dana publik secara efektif, efisien, ekonomis, dan juga patuh terhadap semua aturan serta mampu mempertanggungjawabkan pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah secara tepat waktu dan akuntabel Dalam memenuhi kewajiban untuk patuh terhadap aturan terkait pengelolaan keuangan daerah yang begitu banyak, dalam pelaksanaannya tidak mudah. Padahal, pemerintah daerah juga dituntut untuk transparan, akuntabel, dan bertanggung jawab. Konsekuensi dari keterbukaan adalah teraksesnya semua prosedur dan realisasi penggunaan keuangan pemerintah daerah tidak hanya oleh instansi pemeriksa, namun juga seluruh elemen masyarakat. Pemerintah daerah sering menghadapai masalah dalam perencanaa keuangan, hal ini terlihat ketika perencanaan dan penganggaran tidak dilakukan dengan baik. Kegagalan dalam perencanaan dan penganggaran di Pemerintah daerah sesungguhnya merencanakan sebuah kegagalan. Pemerintah Indonesia telah dan sedang menggulirkan reformasi di bidang perencanaaan dan penganggaran dimulai pada tahun 2005 dengan mengacu pada Undang‐Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang‐Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan pembangunan Nasional. Sebagai tindak lanjut terhadap pelaksanaan peraturan perundangan tersebut, Pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2004 yang menegaskan bahwa rencana kerja dan anggaran yang disusun menggunakan tiga pendekatan, yaitu: Universitas Sumatera Utara 1 anggaran berbasis kinerja biasa disebut ABK performance based budget; 2 anggaran terpadu unified budget dan 3 kerangka pengeluaran jangka menengah biasa MTEF medium term expenditure framework. Selanjutnya Pemerintah mengeluarkan peraturan melalui PP no 58 tahun 2006 mengenai pengelolaan keuangan negara yang mendasari pelaksanan pengelolaan keuangan yang mencakup perencanaan, penganggaran, penatausahan, akuntansi dan pelaporan. Pada pelaksanaan di tingkat Pemerintah Daerah, ditandai dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 tahun 2002 yang mengawali penerapan anggaran berbasis kinerja. ABK mempunyai ciri yang diantaranya adalah anggaran yang disusun dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan input, dan hasil yang diharapkan outcomes, sehingga dapat memberikan informasi tentang efektivitas dan efisiensi kegiatan. Dalam penerapan ABK, Australia merupakan negara yang paling baik karena telah mengintegrasikan sistem akuntansi dengan sistem penganggarannya dan merestrukturisasi keduanya dengan berorientasi kepada outcome. Australia dalam merencanakan kinerjanya mengembangkan outcomes-outputs approach di mana pemerintah menetapkan prioritas dan platform kebijakannya, yang dimana menjadi acuan bagi menteri untuk merumuskan outcome dan untuk unit kerja di bawahnya mengembangkan output untuk mendukung outcome tersebut. Dalam merumuskan outcomeoutput-nya banyak unit kerja yang menggunakan pendekatan balance scorecard. Penyusunan Government Outcome Statement dan Agency Output dilakukan dengan konsultasi secara ekstensif dengan berbagai Universitas Sumatera Utara pihak terkait agar tercapai keselarasan kebijakan dengan outcomeoutput yang akan dihasilkan, seperti stakeholders dan grup pelanggan. Keterkaitan output unit kerja dengan outcome Menteri tergambar dengan jelas dan terpetakanterstruktur dengan baik dengan indikator yang spesifik dan terukur. Pembahasan anggaran di parlemen dilakukan dengan mempertimbangkan kinerja yang ditargetkan. Apropriasi anggaran didasarkan pada outcome yang dihasilkan. Dalam dokumen anggarannya Portfolio Budget Statement tergambar secara jelas alokasi anggaran per outcome dan output. Informasi mengenai kinerja berupa definisi indikator, target, serta cara mengukur kinerja outcome dan output diuraikan secara lengkap dalam dokumen anggaran tersebut. Outcome diukur dengan menggunakan ukuran efektivitas, yaitu dengan melihat seberapa jauh program yang dilakukan dapat mencapai sasaran dalam arti memenuhi harapanmemuaskan kepentingan masyarakatstakeholders. Sedangkan output diukur dari tiga hal, yaitu kuantitas, kualitas, dan harganya Wahyuni, 2007. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas pengelolaan keuangan daerah untuk aspek perencanaan dan penganggaran adalah : 1. Resource envelope belum digunakannya sebagai landasan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional RPJMN, Rencana Pembangunan Jangka Menegah Daerah, dan Renstra. 2. Program dan kegiatan belum menjadi alat dalam mengukur tingkat efektivitas pencapaian sasaran pembangunan daerah dan efisiensi belanja; 3. Program dan kegiatan juga belum dapat digunakan sebagai alat untuk mengukur akuntabilitas kinerja unit kerja; Universitas Sumatera Utara 4. Pada tingkat operasional masih ada beberapa pertanyaan mendasar mengenai keterkaitan dokumen perencanaan dan anggarannya. Misalnya bagaimana melakukan penilaian terhadap: keterkaitan program dengan sasaran pembangunan daerah; keterkaitan kegiatan dengan program; keterkaitan indikator keluaran dengan keluarannya. 5. ABK membutuhkan dukungan sistem manajemen kinerja, sistem akuntansi pemerintahan, dan perhitungan biaya. Perubahan menuju ABK memang merupakan proses yang kompleks karena berkaitan dengan perubahan yang fundamental baik dalam sistem, manajemen maupun perilaku manusianya.

4.2.3. Bidang Strategis 3 : Pengelolaan Kas