Revivalisme dan Kekuatan Familisme dalam Demokrasi

Ketiga, anggota PSSSIB yang berumur 50 tahun keatas atau yang sudah menjadi anggota PSSSIB selama 30 tahun masih cenderung dipengaruhi oleh adat-istiadat atau tradisi-tradisi lama budaya Batak Toba dalam menjatuhkan pilihannya dalam pemilihan legislative 2009. Keempat, etnisitas mempunyai kaitan yang erat denga preferensi politik masyarakat, karena masyarakat menjatuhkan pilihannya masih berdasarkan etnis yang berkaitan dengan dirinya, Kelima, selain faktor suku dan etnisitas ternyata anggota PSSSIB memiliki kecenderungan memilih calon yang berasal dari organisasi itu sendiri. Bisa dikatakan, faktor organisasi perkumpulan satu marga inilah yang sebenarnya paling dominan mempengaruhi mereka dalam menjatuhkan pilihan dalam pemilihan umum legislative 2009 yang lalu. Hal ini dibuktikan ketika ada calon dari luar PSSSIB yang satu etnis maupun satu suku dengan mereka yang memiliki dukungan pencalonan, mereka tetap memilih anggota dari organisasinya sendiri dalam pemilihan umum legislatif 2009 yang lalu.

2.2 Revivalisme dan Kekuatan Familisme dalam Demokrasi

Dalam sebuah jurnal hasil karya Wasisto Raharjo Djati tahun 2013 dengan judul Revivalisme Familisme dalam Demokrasi: Dinasti Politik di Aras Lokal penelitian dilakukan di dalam keluarga besar Gubernur Banten yaitu Ratu Atut Chosiyah, dengan metode penelitian yaitu analisis kepustakaan. Yang bisa saya ambil kesimpulannya adalah sebagai berikut. Secara garis besar, gejala yang timbul dalam proses demokratisasi lokal adalah proses reorganisasi kekuatan tradisional untuk berkuasa di daerah dalam arena demokrasi. Revitalisasi kekuatan politik tradisional tersebut tumbuh seiring dengan proses otonomi daerah sehingga kelompok elit mendapat kesempatan untuk mengukuhkan pengaruhnya kembali. Selain adanya revitalisasi kelompok politik tradisional, gejala lainyang timbul adalah demokratisasi lokal adalah fungsi partai politik yang melemah dalam melakukan kaderisasi sehingga menimbulkan adanya pragmatism politik dengan mengangkat para kelompok elit tersebut. Hal itu juga diikuti proses demokrasi yang mahal dimana masyarakat memilih pasif dalam proses demokrasi dan cenderung menghendaki status quo pemerintah sekarang. Sementara itu, kepala daerah memiliki tren untuk mewariskan kekuasaannya kepada kerabat demi menjaga kekuasaan dan menutupi aib politik. Semua itu mengkondisikan terbentuknya dinasti politik diranah lokal.Dinasti politik yang mengandalkan kekuatan personal, klientelisme, dan relasi patrimordial yang menempatkan elit diatas masyarakat.Pada level ini, familisme kemudian mengorganisasikan diri menjadi dinasti politik untuk menjaga kelanggengan kuasa dan mengontrol sepenuhnya suara masyarakat. Perspektif budaya politik familisme yang dikembangkan dalam tulisan ini memberikan konteks kebaruan dalam memahami fenomena dinasti politik, terutama menyangkut pembentukan preferensi politik yang kemudian mendorong pemerintahan dinasti.Pertama, analisis dinasti politik tidak boleh terpaku pada hubungan petronasi keluarga secara umum, tetapi lebih terspesialisasikan menurut preferensi politik keluarga yang terbagi dalam tiga hal, yakni familisme, quasi familisme, dan ego familisme. Kedua, pembentukan dinasti politik dipahami dalam dua nalar besar yakni by design yang mengarah achieved status atau by design yang mengarah pada by accident.Kedua nalar itu penting untuk membantu kita agar tidak terjebak pada pemikiran elit.Ketiga, sumber dinasti politik tidak hanya relasi keluarga inti atau demokrasi pasutri yang selama ini menjadi diskursus dominan, namun terdapat empat aspek, seperti tribalisme, feodalisme, jaringan maupun populisme. Perspektif budaya politik familisme secara garis besar juga telah memetakan bahwa preferensi budaya politik familisme yang kemudian mendorong terjadinya dinasti ternyata tidak hanya terjadi dalam internal keluarga kepala daerah, tetapi juga masyarakat dan elemen masyarakat yang juga memiliki preferensi kuat dorongan publik atas dinasti. Studi tentang budaya politik familisme sendiri layak dikembangkan kedalam penelitian sosial dan politik yang membahas dinasti politik dalam studi kasus di tingkat kabupaten dan kota.

2.3 Modal Sosial