Margaisme dalam Pemilihan Legislatif di Kabupaten Humbang Hasundutan

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

MARGAISME DALAM PEMILIHAN LEGISLATIF DI

KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

(Study Deskriptif di Dalam Punguan Marga Simamora Boru Bere dohot Ibebere di Desa Saitnihuta)

SKRIPSI

Diajukan oleh: Repita Simamora

110901027

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Medan 2015


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas izin dan kasih sayangnya sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul “Margaisme dalam Pemilihan Legislatif di Kabupaten Humbang Hasundutan”.Penelitiana ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai Sarjana S1 Sosiologi di Departeman Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan dan nasehat baik moril maupun material dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. DR Badaruddin Msi selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

2. Ibu Dra. Lina Sudarwati, Msi selaku ketua jurusan Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

3. Ibu Dra. Rosmiani, MA selaku Dosen Pembimbing dan juga Dosen Pembimbing Akademik saya selama kuliah yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran dan masukan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.

4. Bapak Drs. Muba Simanihuruk, Msi selaku dosen penguji II saya.

5. Seluruh Dosen, staf dan pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

6. Saya menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhinggakepada kedua Orang Tua tercinta A Simamora dan R Sihombing atas kasih sayang dan juga yang selalu mendoakan dan juga memotivasi penulis dalam menyelesaikan


(3)

skripsi ini dan juga kepada abang dan adik-adik saya Donal Simamora, Winda Sari Simamora, Pandya Mitra Simamora, Tio Rida Simamora, Adi Edwin Simamora yang sudah membantu dan memotivasi saya dalam menyelesaikan skripsi ini dan juga kepada seluruh keluarga.

7. Terima kasih juga saya ucapkan kepada orang terkasih MT Ronal Panjaitan dan kedua orang tua H Panjaitan dan R Marpaung yang selalu memberikan doa dan dukungan kepada saya selama ini.

8. Kepada seluruh informan dalam Punguan Marga Simamora Boru Bere dan Ibebere di desa Saitnihuta yang mau meluangkan waktunya dan membantu saya dalam penelitian skripsi ini.

9. Terimakasih kepada semua teman-teman mahasiswa/I Sosiologi stambuk 2011 atas semua kebersamaan dan juga pengalaman-pengalaman selama masa perkuliahan, terutama kepada Indah Lestari Hutapea, Dewi H Siregar, Grety, Rency, Yusni, Sarah, Kathy, Emil, Andriani, Viktor, Wawan, Hendrik, Rio, Jhon, Vera, Nahotmaasi, Fransisca, Devi, Era, Carlina, Angel, Joan, Elo, dan juga kawan-kawan PKL Defa, Melda, Kristin, Meli, Siti Khadijah, Astra, Abdurahman, Safrilah, Rama Dona dan semua kawan-kawan sosiologi 2011 yang tak bisa saya sebut satu per satu.

10. Kepada Sahabat dan kawan seperjuangan penulis saat bekerja maupun kuliah yaitu Silvia Maria Goreti Purba bang Sabam Marpaung serta semua crew Coffe Cangkir Dr. Mansyur.

11. Kepada teman-teman di organisasi Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Persatuan Mahasiswa Humbang Hasundutan (PERMATAN) dan juga Ikatan Mahasiswa Humbang USU (IMHU) yang menjadi tempat saya untuk belajar.


(4)

12. Kepada semua Teman-teman satu kost penulis Dame br Sembiring, Nirwana, Yeyen, Kak Rina, Desi, Rini, Selfia, Kak Jeli dan Jasa.

Meskipun banyak usaha yang telah dilakukan dengan semaksimal mungkin, namun sebagai manusia penulis tidak luput dari kesalahan.Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari para pembaca.

Akhirnya penulis berharap semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca terutama bagi penulis sendiri.

Medan 2014

Penulis


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR BAGAN ... ix

ABSTRAK ... x

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 13

1.3 Tujuan Penelitian ... 13

1.4 Manfaat Penelitian ... 14

1.5 Defenisi Konsep ... 15

1.5.1 Marga ... 15

1.5.2 Legislatif ... 16

1.5.3 Politik Identitas ... 16

BAB II. KAJIAN PUSTAKA ... 17

2.1 Peran Organisasi Masyarakat Batak Toba Terhadap Pembentukan Perilaku Pemilih Pada Pemilihan Umum Legislatif 2009 ... 17

2.2 Revivalisme dan Kekuatan Familisme dalam Demokrasi ... 18

2.3 Modal Sosial ... 20

2.3 Kepercayaan (trust) sebagai Modal Sosial ... 23

2.5 Jaringan Sosial (social network) sebagai Modal Sosial ... 24

BAB III. METODE PENELITIAN ... 26

3.1 Jenis Penelitian... 26


(6)

3.3 Unit Analisis dan Informan ... 27

3.3.1 Unit Analisis ... 27

3.3.2 Informan ... 27

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 28

3.4.1 Data Primer ... 28

3.4.2 Data Sekunder ... 31

3.5 Interpretasi Data ... 31

3.6 Jadwal Kegiatan ... 32

3.7 Keterbatasan Penelitian ... 32

BAB IV. DESKRIPSI DAN ONTERPRETASI DATA PENELITIAN .... 34

4.1 Deskripsi Lokasi ... 34

4.1.1 Gambaran Umum Desa Saitnihuta ... 34

4.1.2 Letak Geografis dan Batas Wilayah ... 34

4.1.3 Komposisi Penduduk ... 35

4.1.3.1 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 36

4.1.3.2 Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia ... 37

4.1.3.3 Komposisi Penduduk Berdasrakan Tingkat Pendidikan38 4.1.3.4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan ... 40

4.1.3.5 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama ... 41

4.1.4 Kondisi Sosial Ekonomi... 42

4.1.4.1 Kondisi Sosial Budaya ... 42

4.1.4.2 Sarana dan Prasarana Desa Saitnihuta ... 44


(7)

4.1.5 Visi dan Misi Desa Saitnihuta ... 48

4.2 Punguan Marga Simamora Boru Bere dohot Ibebere di Desa Saitnihuta ... 50

4.2.1 Sejarah Singkat Berdirinya Punguan Marga Simamora Boru Bere dohot Ibebere di Desa Saitnihuta ... 50

4.2.2 Deskripsi Punguan Marga Simamora Boru Bere dohot Ibebere Di Desa Saitnihuta ... 51

4.2.3 Dasar dan Tujuan Dibentuknya Punguan Marga Simamora BoruBere dohot Ibebere Desa Saitnihuta ... 52

4.2.4 Kepengurusan dan Keanggotaan Punguan Marga Simamora BoruBere dohot Ibebere Desa Saitnihuta ... 52

4.2.5 Hak dan Kewajiban Anggota ... 55

4.2.6 Struktur Kepengurusan ... 56

4.3 Profil Informan Penelitian ... 57

4.3.1 Pengurus Punguan Marga Simamora Boru Bere dohot Ibeberedan Anggota Punguan Marga Simamora Boru Bere dohotIbebere ... 57

4.3.2 TokohAdat ... 67

4.3.3 Anggota Legislatif Marga Simamora Boru Bere dohot ... Ibebere yang Menang Pada Pemilu 2014 ... 68

4.4 Interpretasi Data ... 70


(8)

4.4.2. Kontribusi dan Peran yang Dilakukan Oleh Punguan Marga Simamora Boru Bere dohot Ibebere dalam Memenangkan Calon

anggota Legislatif ... 76

4.4.3. Margaisme dalam Pemilihan Legislatif ... 83

4.4.4. Strategi Pemanfaatan Jaringan Marga dalam Mendukung Kemenangan Calon Legislatif ... 89

BAB IV. PENUTUP ... 95

5.1 Kesimpulan ... 95

5.2 Saran ... 97 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1Komposisi penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 36

Tabel 4.2 Komposisi Penduduk berdasarkan Usia ... 37

Tabel 4.3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 38

Tabel 4.4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan ... 40

Tabel 4.5 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama ... 41

Tabel 4.6 Prasarana perhubungan ... 45

Tabel 4.7 Sarana dan Prasarana Pendidikan ... 46


(10)

DAFTAR BAGAN

Halaman Bagan 4.1 Struktur Pemerintahan Desa Saitnihuta ... 47


(11)

A B S T R A K

Pemilihan umum adalah pesta demokrasi terbesar yang dilaksanakan di Indonesia, dimana masyarakat memilih langsung Presiden dan wakil presiden, DPR, DPRD dan juga DPD pilihan mereka.Berbagai alasan dan kriteria dibuat oleh masyarakat dalam menentukan pilihannya.Demikian juga halnya dengan pemilihan DPRD di tingkat kabupaten masyarakat dalam memilih memiliki kriteria tertentu juga mulai dari memilih calon legislatif yang se agama dengan mereka, atau pun satu daerah tinggal maupun satu marga.Dalam penelitian ini peneliti melihat kecenderungan masyarakat batak toba khususnya masyarakat di desa Saitnihuta memilih karena ada ikatan keluarga dengan calon, faktor kesamaan marga maupun faktor kesamaan daerah tinggal dengan calon tersebut.

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Kontribusi apa yang diberikan oleh kelompok marga simamora dalam memenangkan calon legisalatif yang berasal dari kelompok marga Simamora yang ikut berkompetisi pada pemilihan umum legislatif tahun 2014 di Desa Saitnihuta dan bagaimana strategi yang dipergunakan oleh calon anggotan legislatif dalam memanfaatkan jaringan marga Simamora dalam mendukung kemenangannya di pemilu Legislatif 2014 di Desa Saitnihuta?

Metode penelitian yang digunakan adalah studi deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara wawancara mendalam, observasi serta studi kepustakaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Punguan Marga Simamora Boru Bere dohot Ibebere di Desa Saitnihuta memberikan dukungan penuh terhadap calon legislatif yang merupakan anggota punguan tersebut dimana semua anggota mendukung penuh calon tersebut dengan memberikan suara pada pemilihan umum, membantu calon tersebut berupa bantuan tenaga maupun moral dengan mengajak keluarga dan kerabat untuk memilih calon legislatif tersebut, dan juga membuat acara adat berupa doa pemberangkatan bagi calon legislatif tersebut. Anggota Punguan Marga Simamora Boru Bere dohot Ibebere di Desa Saitnihuta pada pemilihan legislatif pada tahun 2014 lalu dalam memilih calon legislative masih dipengaruhi oleh faktor marga atau kesukuan, faktor agama, dan juga faktor kesamaan daerah dan juga adat dan budaya yang masih dipegang kuat oleh anggota punguan. Anggota dari Punguan Marga Simamora Boru Bere dohot Ibebere di Desa Saitnihuta cenderung memilih yang satu marga dengan mereka, karena menurut mereka ada rasa bangga yang mereka rasakan jika satu marga mereka terpilih dan menang jadi anggota DPRD di daerah mereka.

Masyarakat di Desa Siatnihuta khusunya anggota Punguan Marga Simamora Boru Bere dohot Ibebere di Desa Saitnihuta masih dikenal memegang kuat adat dan budaya mereka serta masih mengamalkan nilai-nilai adat yang berlaku dimasyarakat mereka seperti pengamalan terhadap istilah “Dalihan Na Tolu” ( Tungku Berkaki Tiga) dan mereka masih memegang kuat prinsip “bolo adong do na di hita boasa pola ingkon tu halak?” ( kalau ada punya kita kenapa harus orang lain?) yang masih mempengaruhi mereka dalam menentukan pilihan. calon legislatif yang merupakan anggota dari Punguan Marga Simamora Boru Bere dohot Ibebere di Desa Saitnihuta juga memanfaatkan jaringan marga untuk mendukung kemenangannya dengan cara membuat catatan jumlah desa, kecamatan yang akan didulang suaranya pada saat pemilihan umum. Catatan ini penting


(12)

untuk mempetakan jaringan marga disetiap desa atau kecamatan dan mencari orang yang berpengaruh di daerah tersebut misalnya tokoh adat untuk dijadikan tim suksesuntuk mengajak masyarakat dan membentuk tim yang kuat pada saat kampanye, untuk mencapai sebuah kemenangan dalam mendapatkan suara dalam pemilihan umum tidak hanya membutuhkan modal ekonomi (uang), tapi harus seimbang antara modal ekonomi, pemanfaatan jaringan, dan juga modal budaya.


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Dalam masyarakat, dapat dilihat berlangsungnya perubahan-perubahan, pergeseran, dan tantangan.Perubahan itu baik di aspek ekonomi, sosial budaya maupun dalam aspek politik. Perubahan yang cepat biasanya akan menimbulkan permasalahan, karena terjadinya perubahan nilai-nilai dan norma-norma sehingga masyarakat kehilangan pegangan. Termasuk juga perubahan yang dialami oleh negara kita ini pasca reformasi baik dibidang sosial maupun politik.

Dalam era ini terjadi perubahan-perubahan yang luar biasa terhadap tatanan yang telah dibangun di era orde baru.Era reformasi ini merupakan puncak dari keruntuhan era orde baru, yaitu Pemerintahan yang sentralistik dan dominan.Dalam era ini terjadi penolakan dan perombakan-perombakan terhadap berbagai kebijakan di era orde baru.

Dari berbagai kebijakan di era reformasi ini telah memberi peluang terhadap kebebasan individu maupun kelompok masyarakat, telah memberi peluang terhadap perubahan sosial yang positif dan lebih demokratis.Pada tataran struktur pemerintahan formal nampak adanya tanda-tanda yang mendukung terwujudnya civil society.

Namun keterbukaan dan kebebasan tersebut tidak dibarengi oleh tanggungjawab, solidaritas, inklusivitas dan kepatuhan kepada hukum, sehingga perubahan sosial yang terjadi tidak didasarkan pada mekanisme demokrasi yang benar, namun mengarah pada memunculkan suatu dominansi masyarakat tertentu, seperti kelompok borjuis, kapitalis atau kelompok-kelompok yang mendasarkan diri pada ikatan primordial (kedaerahan, suku dan agama), contoh kasus: Sambas, Ambon, dan daerah-daerah lainnya. Serta berbagai gerakan yang mengatasnamakan reformasi, namun berakhir pada tindak kekerasan,


(14)

kerusuhan massal, dan penjarahan. Hal ini disebabkan oleh melemahnya dominasi negara yang diganti oleh dominasi pasar.

Oleh karena itu, di era paska reformasi ini perlu adanya koreksi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam membangun masyarakat yang demokratis, melalui penyediaan arena publik dalam bentuk open house, dan berbagai forum serta saluran lainnya sebagai tempat bertemunya negara dengan rakyat. Forum dan saluran tersebut dapat menampung aspirasi rakyat, tempat dan media dimana rakyat secara bebas melakukan pengawasan, berpartisipasi politik dan meminta pertanggungjawaban. Dengan demikian, kebebasan yang ada berdasarkan kesepakatan bersama, bukan kebebasan yang bersifat liberal, namun mempunyai batasan yang tegas, yaitu: batas kepatuhan Kepada hukum dan HAM serta Kepada batas inklusifitas dan solidaritas.

Adanya pemilihan umum (2004) yang jujur, adil, bebas, dan rahasia, pemilihan Presiden RI secara langsung, merupakan saluran-saluran partisipasi rakyat secara bebas, independen, tidak eksklusif bagi agama tertentu, daerah tertentu, suku tertentu, golongan sosial – ekonomi tertentu atau partai tertentu, namun untuk semua golongan. Hal ini merupakan salah satu bentuk penciptaan ruang bagi rakyat diakses Tanggal 16 Desember 2014 pukul 15:30 wib).

Pemilihan Umum 2014 merupakan pemilu yang ke-11 dalam dinamika pesta demokrasi di Indonesia untuk pemilihan anggota Legisatif. Sedangkan untuk Pemilihan Presiden, tahun ini adalah yang ketiga kalinya setelah tahun 2004 dan 2009. Selama 11 kali penyelenggaraan Pemilu banyak dinamika yang berkembang baik dari partai politik peserta pemilu maupun nuansa politik pada jaman itu. Berikut sekilas perjalanan pesta demokrasi di tanah air dari masa ke masa.


(15)

Pemilihan Umum Indonesia 1955 adalah pemilihan umum pertama di Indonesia dan diadakan pada tahun 1955. Pemilu ini sering dikatakan sebagai pemilu Indonesia yang paling demokratis. Pemilu tahun 1955 ini dilaksanakan saat keamanan negara masih kurang kondusif; beberapa daerah dirundung kekacauan oleh DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) khususnya pimpinan Kartosuwiryo. Dalam keadaan seperti ini, anggota angkatan bersenjata dan polisi juga memilih. Mereka yang bertugas di daerah rawan digilir datang ke tempat pemilihan. Pemilu akhirnya pun berlangsung aman.

Pemilu ini bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante. Jumlah kursi DPR yang diperebutkan berjumlah 260, sedangkan kursi Konstituante berjumlah 520 (dua kali lipat kursi DPR) ditambah 14 wakil golongan minoritas yang diangkat pemerintah. Pemilu berikutnya diselenggarakan pada tahun 1971, tepatnya pada tanggal 5 Juli 1971. Pemilu ini adalah Pemilu pertama setelah orde baru, dan diikuti oleh 10 partai politik. Lima besar dalam Pemilu ini adalah Golongan Karya, Nahdlatul Ulama, Parmusi, Partai Nasional Indonesia, dan Partai Syarikat Islam Indonesia.

Pada tahun 1975, melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar, diadakanlah fusi (penggabungan) partai-partai politik, menjadi hanya dua partai politik (yaitu Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia) dan satu Golongan Karya. Pemilu-Pemilu berikutnya dilangsungkan pada tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Pemilu-Pemilu ini diselenggarakan dibawah pemerintahan Presiden Soeharto. Pemilu-Pemilu ini seringkali disebut dengan Pemilu Orde Baru. Sesuai peraturan Fusi Partai Politik tahun 1975, Pemilu-Pemilu tersebut hanya diikuti dua partai politik dan satu Golongan Karya. Pemilu-Pemilu tersebut kesemuanya dimenangkan oleh Golongan Karya.

Pemilu berikutnya, sekaligus Pemilu pertama setelah runtuhnya orde baru, yaitu Pemilu 1999 dilangsungkan pada tahun 1999 (tepatnya pada tanggal 7 Juni 1999) di bawah


(16)

pemerintahan Presiden BJ Habibie dan diikuti oleh 48 partai politik. Lima besar Pemilu 1999 adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Amanat Nasional. Walaupun Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan meraih suara terbanyak (dengan perolehan suara sekitar 35 persen), yang diangkat menjadi presiden bukanlah calon dari partai itu, yaitu Megawati Soekarnoputri, melainkan dari Partai Kebangkitan Bangsa, yaitu Abdurrahman Wahid (Pada saat itu, Megawati hanya menjadi calon presiden). Hal ini dimungkinkan untuk terjadi karena Pemilu 1999 hanya bertujuan untuk memilih anggota MPR, DPR, dan DPRD, sementara pemilihan presiden dan wakilnya dilakukan oleh anggota MPR.

Pemilihan Umum Indonesia 2004 adalah pemilu pertama yang memungkinkan rakyat untuk memilih presiden secara langsung, dan cara pemilihannya benar-benar berbeda dari Pemilu sebelumnya. Pada pemilu ini, rakyat dapat memilih langsung presiden dan wakil presiden (sebelumnya presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR yang anggota-anggotanya dipilih melalui Presiden). Selain itu, pada Pemilu ini pemilihan presiden dan wakil presiden tidak dilakukan secara terpisah (seperti Pemilu 1999) — pada pemilu ini, yang dipilih adalah pasangan calon (pasangan calon presiden dan wakil presiden), bukan calon presiden dan calon wakil presiden secara terpisah.

Tahun 2009 merupakan tahun Pemilihan Umum (pemilu) untuk Indonesia. Pada tanggal 9 April, lebih dari 100 juta pemilih telah memberikan suara mereka dalam pemilihan legislatif untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pada tanggal 8 Juli, masyarakat Indonesia sekali lagi akan memberikan suara mereka untuk memilih presiden dan wakil presiden dalam pemilihan langsung kedua sejak Indonesia bergerak menuju demokrasi di tahun 1998. Jika tidak ada calon yang mendapatkan lebih dari 50 persen suara, maka pemilihan babak kedua akan diadakan pada tanggal 8 September.


(17)

Hasil pemilihan anggota DPR pada tanggal 9 April terdapat tiga partai yang mendapatkan jumlah suara terbanyak adalah Partai Demokrat (PD) dengan 20,8 persen perolehan suara, Golkar dengan 14,45 persen perolehan suara, dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan 14,03 persen perolehan suara. Empat partai Islam – Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Kebangkitan Nasional (PKB) masing-masing hanya memperoleh 7,88 persen; 6,01 persen; 5,32 persen; dan 4,94 persen suara. Dua partai lainnya (Gerindra dan Hanura), yang juga bukan merupakan partai agama, memperoleh 4,46 persen dan 3,77 persen suara.

Pemilu tanggal 9 April juga mengurangi jumlah partai yang duduk di DPR. Hanya sembilan partai yang disebutkan di atas yang mendapatkan kursi di DPR. Sementara 29 partai lainnya gagal mencapai ketentuan minimum perolehan suara pemilu sebesar 2,5 persen dan tidak mendapatkan kursi di DPR. Hal ini diharapkan mengurangi jumlah partai politik yang akan bersaing untuk pemilu tahun 2014.

Pemilu 2014. diikuti oleh 12 Partai politik nasional dan ditambah dengan 3 partai politik lokal (khusus Aceh). Hasil Pemilu Legislatif 2014 yang telah diumumkan KPU menempatkan sepuluh partai yang lolos ambang batas parlemen, yakni Partai NasDem, PKB, PKS, PDIP, Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Demokrat, PAN, PPP, dan Partai Hanura. Sedangkan dua partai yang tak lolos yaitu PBB dan PKPI. Urutan lima besar partai peraih suara terbanyak yakni : PDIP, Golkar, Gerindra, Demokrat dan PKB.( 16 Desember 2014 pukul 18:25 Wib).

Dinegara-negara demokrasi konsep partisipasi politik bertolak dari paham bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat, yang dilaksanakan melalui kegiatan bersama untuk menetapkan tujuan-tujuan serta masa depan masyarakat itu dan untuk menentukan


(18)

orang-orang yang akan memegang tampuk pimpinan, sehingga partisipasi politik erat sekali kaitannya dengan kesadaran politik, karena semakin sadar dirinya diperintah. Anggota masyarakat secara langsung memilih wakil-wakil yang akan duduk dilembaga pemerintahan. Dengan kata lain partisipasi langsung dari masyarakat yang seperti ini merupakan penyelenggaraan kekuasaan politik yang absah oleh rakyat.

Keikutsertaan masyarakat dalam berpartisipasi sangatlah penting karena teori demokrasi menyebut bahwa perlunya partisipasi politik masyarakat pada dasarnya disebabkan bahwa masyarakat tersebut sangatlah mengetahui apa yang mereka kehendaki. Masyarakat sebagai kumpulan individu memiliki harapan sekaligus tujuan yang hendak diwujudkan, dan untuk mewujudkan harapan tersebut diperlukan adanya norma-norma atau kaidah-kaidah yang mengatur berbagai kegiatan bersama dalam rangka menempatkan dirinya ditengah-tengah masyarakat yang senantiasa ditegakkan.

Upaya menegakkan norma-norma tersebut mengharuskan adanya lembaga pemerintah yang memiliki otoritas tertentu agar norma-norma yang ada ditaati. Dengan demikian kegiatan individu dalam masyarakat terjadi sekurang-kurangnya karena kesempatan, norma-norma serta kekuatan untuk mengatur tertib masyarakat kearah pencapaian tujuan.

Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman suku dan etnik, dengan adat serta budaya yang berbeda-beda. Dari Sabang sampai Merauke terdapat sekitar 400 lebih etnis yang memiliki budaya tersendiri. Sebagai masyarakat yang menghargai budaya dan adat istiadat yang ada, maka masyarakat kerap menjalani kehidupan yang berlandaskan budaya yang ada. Proses kehidupan berpolitik pun tidak luput dari pengaruh budaya dari setiap etnis yang ada.

Proses pengambilan keputusan di negara ini sering dilakukan berdasarkan pendekatan budaya (culture approach). Hal tersebut dilakukan karena banyak para pemikir


(19)

kita beranggapan bahwa masyarakat lokallah yang mengetahui dengan pasti apa yang mereka butuhkan. Oleh karena itu, kebijakan yang diambil harus berdasarkan pendekatan budaya terhadap masyarakat yang bersangkutan. Untuk lebih mudah bagi pemerintah dalam melaksanakan apa kebutuhan masyarakat setiap etnik maka di berlakukanlah pemerintahan dengan cara desentralisasi melalui otonomi daerah.

Lebih dari satu dekade, desentralisasi melalui otonomi daerah berlangsung di Negara ini. Otonomi daerah di Indonesia ditandai semenjak diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah yang kemudian direvisi menjadi UU No. 32/2004. Dimana provinsi menjadi wakil pemerintah pusat didaerah yang mengkordinir , membina serta mengawasi pelaksanaan otonomi daerah diwilayah provinsi yang bersangkutan.

Otonomi daerah yang merupakan anak kandung dari desentralisasi sebenarnya adalah merupakan kas pemberian Negara, yakni pemberian kewenangan mengelola kebijakan dan juga keuangan oleh pengelola Negara di tingkat nasional kepada pengelola Negara di tingkat lokal. Mulai tahun 2000 otonomi daerah berkembang. Dan setelah satu dasawarsa terakhir otonomi daerah berjalan otonomi daerah telah berdampak terhadap wajah politik Indonesia menjadi sangat berbeda dari sebelum-sebelumnya. Dimana semangat awalnya bermaksud menciptakan pemerintahan yang baik (good govermance) ditingkat lokal.

Otonomi daerah menjanjikan perubahan bagi eksistensi lokal. Ia dipercaya mendekatkan Negara kepada masyarakat lokal, serta memperkuat akuntabilitas lokal. Tetapi dalam praktiknya otonomi daerah justru memunculkan berbagai persoalan baru yang berdampak terhadap perpolitikan Indonesia. Dengan kebebasan otonomi daerah ini sehingga menimbulkan dampak terhadap politik Indonesia.


(20)

Terdapat dua dampak dari desentralisasi tersebut yaitu dampak negatif dan dampak positif. Dampak positifnya ialah seperti kebebasan pers, kebebasan berpendapat dan menyampaikan kritik, inovasi dan kreativitas pemerintah daerah dalam melakukan tata kelola pemerintahan dan akses terhadap sumber-sumber ekonomi. Sedangkan dampak negatifnya seperti langgengnya politik uang (money politics) dalam praktik pemilihan kepala daerah dan juga pemilihan legislatif, tumbuh suburnya praktik shadow state dan rent seeking, meratanya praktik KKN ( Korupsi, Kolusi dan Nepotisme ), booming pemekaran wilayah, eksploitasi sumber daya alam (SDA) yang tidak terkendali, dan terbentuknya politik identitas. Tentang dampak negatif tersebut dari berbagai studi mempertegas bahwa kebijakan desentralisasi dengan pilihan demokrasi liberatif telah menjadi pintu masuk kebangkitan politik identitas ( Etnik/Marga).

Politik identitas adalah pemberian garis yang tegas untuk menentukan siapa yang akan disertakan dan siapa yang akan ditolak. Karena garis-garis penentuan tersebut tampak tidak dapat dirubah, maka status sebagai anggota bukan anggota dengan serta merta tampak bersifat permanen.

Di arena politik identitas etnik di produksi sebagai pembuat isu “Putra daerah” yang kebanyakan dilakukan oleh elit lokal untuk merebut dan melanggengkan kekuasaan politiknya. Mengenai hal ini tegas dikatakan bahwa momentum reformasi telah menghantarkan para elit lokal mengonsolidasikan kekuatan indentitas (marga/etnik) untuk menolak atau tidak memilih kepala daerah maupun calon legeslatif yang berasal dari entik/marga lain.

Politik identitas sebagai buah dari dampak negatif otonomi daerah tersebut sudah lama menjadi bahan pembicaraan menarik dikalangan para ahli ilmu-ilmu social. Seperti Clifford Geertz dalam tulisannya tentang “primordial sentiment” yang menyatakan bahwa


(21)

studi tentang politik identitas ini akan terus berkembang, terutama yang berkaitan dengan identitas keetnisan, gender, masyarakat pribumi, dan masyarakat lokal.

Akhir-akhir ini kita melihat banyak ketimpangan pembangunan-pembangunan yang terjadi. Dimana pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah lebih banyak dan dominan di kota. Fasilitas yang canggih dan mewah juga lebih banyak dibangun dikota dibandingkan di desa. Bukan hanya fasilitas dan juga pembangunan, mulai dari sarana dan prasarana pendidikan, kesehatan, pusat ekonomi juga lebih banyak dibangun dikota dibandingkan di desa. Salah satu faktor pendorong dari politik identitas ini adalah akibat dari pembangunan yang tidak merata yang dilakukan oleh pemerintah.

Banyak etnis yang mulai menyadari ketimpangan pembangunan yang terjadi saat ini. Misalnya di Indonesia sendiri kita lihat bahwa pembangunan dan juga fasilitas canggih serta pusat eknomi, politik, pendidikan, dan juga kesehatan lebih banyak berpusat di Jakarta dan juga lebih banyak dinikmati oleh masyarakat yang tinggal di pulau Jawa dibandingkan pulau-pulau lain di Indonesia. Memang tidak bisa kita pungkiri hal tersebut. Karena hal tersebut juga yang menimbulkan kecemburuan sosial dimasyarakat dan ingin maju agar merasakan pembangunan sehingga mereka maju dan membentuk satu kekuatan politik dalam pemilihan yang dilakukan di Indonesia terlebih dalam pemilihan DPR, kepala daerah dan juga Gubernur.

Pemilihan legislatif secara langsung terkait dengan peran serta masyarakatnya dalam memberikan dukungan suara kepada partai politik dan kandidat yang ada. Proses pemilihan legislatif langsung ini akan menghadirkan partisispasi politik masyarakat.Partisipasi merupakan aspek yang penting dari demokrasi, dimana prinsip dasar demokrasi adalah setiap orang dapat ikut serta secara aktif baik dalam kehidupan politik dengan jalan untuk memilih pemimpin secara langsung, dan juga dapat


(22)

mempengaruhi kebijakan pemerintah. Partisipasi dari masyarakat tersebut dengan melalui mereka yang ikut serta dalam mengubah keputusan diatas oleh penguasa yang akan digantikan dengan mempertahan kan kekuasaannya. Dalam hal ini perorangan baik dalam kelompok akan selalu berusaha untuk mempengaruhi pemerintah baik yang akan ditentukan oleh alternatif yang akan digunakan mencapai tujuan mereka sendiri. Dan banyak faktor yang akan mempengaruhi prefensi kandidat dari pemilih tersebut. Salah satu faktor tersebut adalah etnis yang dianggap sebagai faktor paling penting dalam perilaku pemilih Indonesia.

Pada pemilihan umum legislatif para calon legislatif melakukan berbagai cara untuk mendapatkan suara dari masyarakat. Baik itu dengan menjual identitas agama, suku/etnik dan juga marga. Kampanye adalah cara yang paling efektif diigunakan oleh para calon legislatif dalam menarik simpati rakyat dan mengucapkan janji-janji yang akan dipenuhi calon legislatif disaat dia terpilih dan menang nantinya. Para calon legislatif juga menggunakan strategi memilih Tim Sukses (TS) dari setiap daerah yang dianggapnya berpengaruh dan dituakan oleh masyarakat setempat. Para calon legislatif akan menggunakan pendekatan kepada tokoh adat, ketua organisasi dan orang berpengaruh lainnya, dengan tujuan agar orang yang dituakan ini bisa mengajak masyarakat untuk memilih calon legislatif tersebut.

Menjual marga saat kampanye adalah cara yang efektif digunakan calon legislatif yang berasal dari keluarga bersuku batak toba karena suku Batak Toba terkenal dengan ciri khasnya yaitu memiliki marga.Dalam kehidupan bermasyarakat, dasar fundamental yang mengatur hubungan sosial orang Batak Toba ialah marga. Sistem hubungan ditentukan oleh kedudukan dalam struktur sosial dalihan na tolu (tungku berkaki tiga) yang terdiri dari tiga unsur pendukung yaitu saudara dari pihak istri (hula-hula), saudara semarga (dongan tubu), dan penerima istri (boru). Hubungan diperlihatkan dengan memperlihatkan


(23)

silsilah dan analogy marga yang didasarkan pada relasi kerabat dekat yang lain, baik dalam hubungan internal maupun eksternal.

Ada istilah dalam orang Batak Toba mengatakan ”Molo adong do na dihita boasa pola ingkon tu halak?” (Kalau ada punya kita kenapa kita harus memilih orang lain?). Dari pernyataan ini bisa jelas kita lihat bahwa faktor kesamaan suku/marga menjadi faktor utama bagi orang Batak Toba dalam memilih pemimpin. Masyarakat Batak Toba juga memiliki prinsip dalam memilih berdasarkan etnik ataupun marga. Dalam pemilihan legislatif ditingkat kabupaten masyarakat Batak Toba lebih mengutamakan memilih calon berdasarkan marga. .

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan, maka peneliti tertarik melihat fenomena pengaruh marga dalam memenangkan calon legislatif pada pemilihan umum di Kabupaten Humbang Hasundutan, dengan melakukan penelitian di Punguan Marga Simamora di Desa Saitnihuta.Dan melihat bagaimana pengaruh tersebut bisa membentuk sebuah politik margaisme (identitas) dalam masyarakat.

1.2Rumusan Masalah

Sebuah penelitian harus memiliki batasan-batasan permasalahan yang harus diamati atau diteliti agar penelitian tersebut dapat terfokus dalam suatu permasalahan yang dapat diselesaikan dan penelitian tidak lari dari jalur yang telah ditetapkan. Oleh karena itu berdasarkan uraian permasalahan yang telah dijelaskan dalam latar belakang maslah diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Kontribusi apa yang diberikan oleh kelompok marga simamora dalam memenangkan calon legisalatif yang berasal dari Punguan Marga Simamora Boru Bere dohot Ibebere


(24)

di Desa Saitnihuta yang ikut berkompetisi pada pemilihan umum legislatif tahun 2014 di Desa Saitnihuta.

2. Bagaimana strategi yang dipergunakan oleh calon anggotan legislatif dalam memanfaatkan jaringan marga Simamora dalam mendukung kemenangannya di pemilu Legislatif 2014 di Desa Saitnihuta?

1.3Tujuan Penelitian

Setelah merumuskan masalah yang akan diteliti dalam sebuah penelitian, maka langkah selanjutnya adalah menetapkan tujuan penelitian. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Kontribusi apa yang diberikan oleh kelompok marga simamora dalam memenangkan calon legisalatif yang berasal dari kelompok marga Simamora yang ikut berkompetisi pada pemilihan umum legislatif tahun 2014 di Desa Saitnihuta.

2. Bagaimana strategi yang dipergunakan oleh calon anggotan legislatif dalam memanfaatkan jaringan marga Simamora dalam mendukung kemenangannya di pemilu Legislatif 2014 di Desa Saitnihuta?

1.4Manfaat Penelitian

Setiap penelitian diharapkan memiliki manfaat maupun sumbangsihnya bagi diri sendiri khususnya maupun bagi masyarakat pada umumnya.Terutama bagi perkembangan ilmu pengetahuan sosial.Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini.

A. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, pemahaman, serta sumbangan bagi mahasiswa khususnya mahasiswa sosiologi maupun masyrakat luas dalam meningkatkan wawasan. Yang nantinya diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dibidang sosiologi politik khususnya


(25)

dalam mengetahui politik-politik lokal (politik identitas) yang sedang berkembang sekarang dalam Negara kita

B. Manfaat praktis Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi pemerintah setempat dan juga ilmu sosiologi khususnya dalam sosiologi poitik. Untuk sosiologi sebagai tambahan refrensi hasil penelitian mengenia politik Identitas.

1.5Defenis Konsep

Konsep adalah suatu hasil pemaknaan didalam intelektual manusia yang merujuk pada kenyataan nyata ke dalam empiris, dan bukan merupakan refleksi sempurna. Dalam sosiologi, konsep menegasakan dan menetapkan apa yang akan diobservasi (Suyanto, 2005:49). Defenisi konsep yang digunakan sebagai konteks penelitian ini antara lain sebagai berikut:

1.5.1 Marga

Marga menjadi ciri khas dari suku batak, baik itu batak toba, batak simalungun maupun batak karo.Asal usul keluarga dari masyarakat batak dapat ditelusuri dari marga yang dimiliki masyarakat semenjak lahir.Marga dalam masyarakat batak merupakan sekelompok masyarakat yang yang keturunan dari kakek bersama dimana keturunan tersebut diturunkan dari marga bapak atau yang biasa disebut dengan patrilineal. Oleh karena itulah maka semua orang Batak membubuhkan nama marga dari ayahnya dibelakang nama kecilnya.

Kepemilkan marga dibelakang nama menjadi sesuatu hal yang penting ketika sesame masyarakat Batak bertemu dan mereka saling menanyakan marga terlebih dahulu dengan tujuan untuk mengetahui system tutur (panggilan/sebutan). Melalaui tutur tadi setiap orang secara langsung mengetahui hubungan dan silsilah seseorang dengan lainnya, tanpa harus


(26)

bertanya atau menelusuri secara sengaja tentang hubungan keturunan dan kekerabatannya.Dalam sebuah pemilu ditingkat daerah biasanya marga merupakan alat atau senjata yang digunakan oleh para calon pemimpin daerah maupun calon legislatif dalam menarik suara darimasyarakat untuk memilih calon tersebut.Marga yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Punguan Marga Simamora Boru Bere dohot Ibebere yang ada di desa Saitnihuta, kecamatan Dolok Sanggul.

1.5.2 Legislatif

Badan legislatif (parlemen) yaitu lembaga yang membuat undang-undang yang anggota-anggotanya merupakan representasi dari rakyat Indonesia dimana dia berada ( termasuk yang berdomisili diluar negeri) yang dipilih melalui pemilihan umum.Legislatif merupakan satu badan yang terdiri wakil yang mewakili kepentingan rakyat yang diwakilinya.Legislatif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah calon legislatif marga Simamora yang berasal dari kelompok marga Simamora dan menang pada pemilihan umum legislatif 2014.

1.5.3 Politik Identitas

Politik identitas adalah politik yang fokus utama kajian dan permasalahannya menyangkut perbedaan-perbedaan yang didasarkan atas asumsi-asumsi fisik tubuh seperti persoalan politik yang dimunculkan akibat problematika jender, feminisme dan maskulinisme, persoalan politik etnis yang secara dasariah berbeda fisik dan karakter fisiologis, dan pertentangan-pertentangan yang dimunculkannya, atau persoalan-persoalan politik karena perbedaan agama dan kepercayaan dan Bahasa. Politik identitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah politik yang didasarkan pada etnis khususnya etnis batak dengan marga Simamora yang ada di desa saitnihuta.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Peran Organisasi Masyarakat Batak Toba Terhadap Pembentukan Perilaku Pemilih Pada Pemilihan Umum Legislatif 2009

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Brando Sinurat dengan melakukan studi kasus di dalam pungan simanjuntak sitolu sada ina dohot boruna ( PSSSI&B) yang ada di kota pematang siantar. Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif. Kesimpulan yang dapat saya ambil dari hasil penelitian ini adalah pertama, organisasi masyarakat Punguan Simanjuntak Sitolu Sada Ina dohot Boruna hanya berperan sebagai fasilitator saja, dan pilihan semua berpaling pada anggota tersebut dalam menjatuhkan pilihannya.

Kedua, anggota PSSSI&B dalam memilih calon legislative pada pemilihan umum 2009 yang lalu masih dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu agama, tradisi kesukuan dan factor kesamaan etnis. Angggota PSSSI&B lebih cenderung memilih berdasarkan yang satu etnis dengan merekaa, karena menurut mereka hal seperti ini akan lebih mewakili mereka dan ada kebanggaan tersendiri jika calon yang terpilih berasal dari kalangan mereka. Dengan demikian kesimpulan dari penelitian Brando Sinurat ini mengatakan bahwa istilah atau tradisi orang Batak Toba yang menyatakan “dang tumagonan tu halak bolo adong do nadihita” (buat apa memilih orang lain kalau masih ada dari kita sendiri) masih mempengaruhi mereka dalam menentukan pilihan.


(28)

Ketiga, anggota PSSSI&B yang berumur 50 tahun keatas atau yang sudah menjadi anggota PSSSI&B selama 30 tahun masih cenderung dipengaruhi oleh adat-istiadat atau tradisi-tradisi lama budaya Batak Toba dalam menjatuhkan pilihannya dalam pemilihan legislative 2009. Keempat, etnisitas mempunyai kaitan yang erat denga preferensi politik masyarakat, karena masyarakat menjatuhkan pilihannya masih berdasarkan etnis yang berkaitan dengan dirinya,

Kelima, selain faktor suku dan etnisitas ternyata anggota PSSSI&B memiliki kecenderungan memilih calon yang berasal dari organisasi itu sendiri. Bisa dikatakan, faktor organisasi perkumpulan satu marga inilah yang sebenarnya paling dominan mempengaruhi mereka dalam menjatuhkan pilihan dalam pemilihan umum legislative 2009 yang lalu. Hal ini dibuktikan ketika ada calon dari luar PSSSI&B yang satu etnis maupun satu suku dengan mereka yang memiliki dukungan pencalonan, mereka tetap memilih anggota dari organisasinya sendiri dalam pemilihan umum legislatif 2009 yang lalu.

2.2Revivalisme dan Kekuatan Familisme dalam Demokrasi

Dalam sebuah jurnal hasil karya Wasisto Raharjo Djati tahun 2013 dengan judul Revivalisme Familisme dalam Demokrasi: Dinasti Politik di Aras Lokal penelitian dilakukan di dalam keluarga besar Gubernur Banten yaitu Ratu Atut Chosiyah, dengan metode penelitian yaitu analisis kepustakaan. Yang bisa saya ambil kesimpulannya adalah sebagai berikut. Secara garis besar, gejala yang timbul dalam proses demokratisasi lokal adalah proses reorganisasi kekuatan tradisional untuk berkuasa di daerah dalam arena demokrasi. Revitalisasi kekuatan politik tradisional tersebut tumbuh seiring dengan proses otonomi daerah sehingga kelompok elit mendapat kesempatan untuk mengukuhkan pengaruhnya kembali. Selain adanya revitalisasi kelompok politik tradisional, gejala


(29)

lainyang timbul adalah demokratisasi lokal adalah fungsi partai politik yang melemah dalam melakukan kaderisasi sehingga menimbulkan adanya pragmatism politik dengan mengangkat para kelompok elit tersebut. Hal itu juga diikuti proses demokrasi yang mahal dimana masyarakat memilih pasif dalam proses demokrasi dan cenderung menghendaki status quo pemerintah sekarang. Sementara itu, kepala daerah memiliki tren untuk mewariskan kekuasaannya kepada kerabat demi menjaga kekuasaan dan menutupi aib politik. Semua itu mengkondisikan terbentuknya dinasti politik diranah lokal.Dinasti politik yang mengandalkan kekuatan personal, klientelisme, dan relasi patrimordial yang menempatkan elit diatas masyarakat.Pada level ini, familisme kemudian mengorganisasikan diri menjadi dinasti politik untuk menjaga kelanggengan kuasa dan mengontrol sepenuhnya suara masyarakat.

Perspektif budaya politik familisme yang dikembangkan dalam tulisan ini memberikan konteks kebaruan dalam memahami fenomena dinasti politik, terutama menyangkut pembentukan preferensi politik yang kemudian mendorong pemerintahan dinasti.Pertama, analisis dinasti politik tidak boleh terpaku pada hubungan petronasi keluarga secara umum, tetapi lebih terspesialisasikan menurut preferensi politik keluarga yang terbagi dalam tiga hal, yakni familisme, quasi familisme, dan ego familisme. Kedua, pembentukan dinasti politik dipahami dalam dua nalar besar yakni by design yang mengarah achieved status atau by design yang mengarah pada by accident.Kedua nalar itu penting untuk membantu kita agar tidak terjebak pada pemikiran elit.Ketiga, sumber dinasti politik tidak hanya relasi keluarga inti atau demokrasi pasutri yang selama ini menjadi diskursus dominan, namun terdapat empat aspek, seperti tribalisme, feodalisme, jaringan maupun populisme. Perspektif budaya politik familisme secara garis besar juga telah memetakan bahwa preferensi budaya politik familisme yang kemudian mendorong terjadinya dinasti ternyata tidak hanya terjadi dalam internal keluarga kepala daerah, tetapi


(30)

juga masyarakat dan elemen masyarakat yang juga memiliki preferensi kuat dorongan publik atas dinasti. Studi tentang budaya politik familisme sendiri layak dikembangkan kedalam penelitian sosial dan politik yang membahas dinasti politik dalam studi kasus di tingkat kabupaten dan kota.

2.3Modal Sosial

Konsep modal sosial (social capital) diperkenalkan Putnam (1993) sewaktu meneliti Italia pada tahun 1985.Masyarakat, terutama di Italia Utara, memiliki kesadaran politik yang sangat tinggi, karena tiap individu punya minat besar untuk terlibat dalam masalah politik.Hubungan antara masyarakat lebih bersifat horizontal, karena semua masyarakat mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Sementara itu, Putnam prihatin atas kecenderungan runtuhnya jalinan sosial masyarakat Amerika. Adanya televisi memberikan kontribusi bagi terciptanya “cuch potato syndrome” atau disebut juga cerminan hidup yang individual. Jadi kebiasaan orang Amerika “nongkrong” didepan layar televisi berjam-jam sebagai cerminan hidup yang sangat individualistic.

Konsep modal sosial juga muncul dari pemikiran bahwa anggota masyarakat tidak mungkin dapat secara individu mengatasi berbagai masalah yang dihadapi. Diperlukan adanya kebersamaan dan kerja sama yang baik dari segenap anggota masyarakat yang berkepentingan untuk mengatasi masalah tersebut. Pemikiran seperti ini lah yang pada awal abd ke 20 mengilhami seorang pendidik Amerika Serikat bernama Lyda Judson Hanifan untuk memperkenalkan konsep modal sosial (social capital) pertama kalinya.

Robert Putnam mendefenisikan modal sosial sebagai suatu nilai mutual trust (kepercayaan) antara anggota masyarakat dan masyarakat terhadap pemimpinnya. Modal sosial merupakan institusi sosial yang melibatkan jaringan (network), norma-norma (norms) dan kepercayaan sosial (social trust) yang mendorong kolaborasi sosial untuk


(31)

kepentingan bersama.Lebih jauh Putnam memaknai asosiasi horizontal tidak hanya yang member hasil pendapatan yang diharapkan melaikan juga hasil tambahan. des 14 18:09

Pierre Bourdieu, seorang sosiolog Perancis dalam sebuah tulisannya berjudul “The Forms of Capital” tahun 1986 mengemukakan bahwa untuk dapat memahami dan cara berfungsinya dunia sosial, perlu dibahas modal dalam segala bentuknya, tidak cukup hanya membahas modal seperti yang dikenal dalam teori ekonomi. Perlu juga diketahui bentuk transaksi yang dalam teori ekonomi diangggap sebagai non-ekonimi, karena tidak dapat secara langsung memaksimalkan keuntungan material. Padahal sebenarnya dalam setiap transaksi modal ekonomi selalu disertai oleh modal inmaterial berbentuk modal budaya dan modal sosial. Bordieu menjelaskan perbedaan antara modal ekonomi, modal sosial dan modal budaya, dan menggambarkan bagaimana ketiganya dapat dibedakan antara satu sama lain dilihat dari tingkat kemudahannya untuk dikonveksikan. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa modal sosial (social capital) merupakan fasilitator penting dalam pembangunan ekonomi. Modal sosial yang dibentuk berdasarkan kegiatan ekonomi dan sosial dimasa lalu dipandang sebagai faktor yang dapat meningkatkan dan jika digunakan secara tepat mampu memperkuat efektivitas

pembangunan.

tanggal 5 Desember 2014 pukul 18:09

Fukuyama (1997) menjelaskan bahwa modal sosial adalah serangkaian nilai-nilai atau norma-norma informal yang dimiliki bersama diantara para anggota suatu kelompok masyarakat yang memungkinkan terjalinnya kerja sama diantara mereka.


(32)

a. Hubungan sosial, merupakan bentuk komunikasi bersama melalui hidup berdampingan sebagai interaksi antar individu.

b. Adat dan nilai budaya lokal yang menjunjung tinggi kebersamaan, kerja sama, dan hubungan sosial dalam masyarakat

c. Toleransi merupakan salah satu kewajiban moral yang harus dilakukan setiap orang ketika berada/ hidup bersama orang lain.

d. Kesediaan untuk mendengar berupa sikap menghormati pendapat orang lain.

e. Kejujuran menjadi salah satu hal pokok dari keterbukaan/transparansi untuk kehidupan yang lebih demokraris.

f. Kearifan lokal dan pengetahuan lokal sebagai pendukung nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.

g. Jaringan sosial dan kepemimpinan sosial yang terbentuk berdasar kepentingan/ketertarikan individu secara prinsip/pemikiran dimana kepemimpinan sosial terbentuk dari kesamaan visi, hubungan personal atau keagamaan.

h. Kepercayaan merupakan hubungan sosial yang dibangun atas dasar rasa percaya dan rasa memiliki bersama.

i. Kebersamaan dan kesetiaan berupa perasaan ikut memiliki dan perasaan menjadi bagian dari sebuah komunitas.

j. Tanggung jawab sosial merupakan rasa empati masyarakat terhadap upaya perkembangan lingkungan masyarakat.

k. Partisipasi masyarakat berupa kesadaran diri seseorang untuk ikut terlibat dalam berbagai hal berkaitan dengan diri dan lingkungan.


(33)

l. Kemandiriaan berupa keikut sertaan masyarakat dalam pengambilan keputusan. 2.3.1 Kepercayaan (trust) sebagai Modal Sosial

Dalam terminologi sosiologi, konsep kepercayaan dikenal dengan trust. Fukuyama berpendapat bahwa trust (kepercayaan) merupakan dasar dalam sebuah tatanan sosial “komunitas-komunitas” tergantung kepada kepercayaan timbal balik akan muncul secara spontan. Trust (kepercayaan) merupakan salah satu unsur dari modal sosial. Trust (kepercayaan) menjadi unsure yang penting dalam modal sosial yang merupakan perekat bagi langgengnya hubungan dalam kelompok masyarakat. Dengan menjadi suatu kepercayaan orang-orang bisa bekerjasama secara efektif.

Kepercayaan merupakan hubungan antara dua belah pihak atau lebih yang mengandung harapan yang menguntungkan salah satu belah pihak melalui interaksi sosial. Lawang menyimpulkan inti konsep kepercayaan sebagai berikut:

a. Hubungan sosial antara dua orang atau lebih, termasuk dalam hubungan ini ada institusi, yang dalam pengertian ini diwakili orang.

b. Harapan yang ada akan tergantung dalam hubungan ini, yang kalau direalisasikan tidak akan merugikan salah satu atau kedua belah pihak.

c. Interaksi yang memungkinkan hubungan dan harapan itu berwujud (Damsar, 2009:186)

2.3.2 Jaringan Sosial (social network) sebagai Modal Sosial (social capital)

Jaringan adalah ikatan antara simpul ((orang atau kelompok) yang dihubungkan dengan media (hubungan sosial). Hubungan sosial ini diikat dengan kepercayaan. Kepercayaan itu dipertahankan oleh norma yang mengikat kedua belah pihak. Ada kerja


(34)

antar simpul (orang atau kelompok) yang melalui media hubungan sisal menjadi satu kerjasama, bukan kerja bersama-sama. Seperti halnya sebuah jaringan (yang tidak putus) kerja yang terjalin antar simpul itu pasti kuat menahan beban bersama. Dalam kerja jaringan itu tada ikatan yang tidak dapat berdiri sendiri. Sosial adalah sebagai sesuatu yang dikaitkan atau dihubungkan dengan orang lain atau menunjuk pada makna subyektif yang mempertimbangkan perilaku atau tindakan orang lain yang berkaitan dengan pemaknaan tersebut. ( Damsar 2013: 157-158)

Jaringan sosial merupakan hubungan-hubungan yang tercipta antara banyak dalam suatu kelompok ataupun antara suatu kelompok dengan kelompok lain. Suatu cirri khas dari teori jaringan adalah pemusatan perhatian pada struktur mikro hingga makro. Artinya, bagi teori jaringan, actor (pelaku) mungkin saja individu tetapi mungkin juga kelompok, perusahaan dan masyarakat. Hubungan dapat terjadi dalam struktur sosial skala luas maupun tingkat yang lebih mikrospik (Ritzer, Douglas. 2010: 383)

Kedhusin (Rudito, Famiola 2008: 147) menjadikan bahwa ada tiga jaringan sosial yaitu:

a. Jaringan individu (ego centris) adalah sebuah jaringan yang berhubungan dengan modal tunggal atau individu, contohnya teman baik saya. Dalam hal ini ada satu titik yang menjadi sentral pengamatan.

b. Sedangkan jaringan sosial (social-centric) digambarkan dalam model dan batasan analisisnya, seperti jaringan antara mahasiswa dalam sebuah kelas, jaringan pekerja dan manajemen dalam sebuah pabrik atau tempat kerja.

c. Jaringan terbuka (open system) batasan tidak dianggap penting. Sebagai contoh jaringan politik, jaringan antar perusahaan dan jaringan antara mahasiswa.


(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini pendekatan yang dilakukan adalah melalui pendekatan kualitatif.Artinya data yang dikumpulkan bukan merupakan angka-angka, tetapi data berupa hasil wawancara dilapangan dengan responden yang bersangkutan, catatan yang ditemukan dilapangan, dokumen pribadi, dan juga catatan resmi lainnya.Sehingga tujuan dari penelitian kualitatif adalah menggambarkan fenomena atau realita empirik yang ditemukan dan digali dilapangan secara mendalam.

Menurut keirl dan Miller dalam (Moleong, 2006) yang dimaksud dengan penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam penelitian ilmu social yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia pada kawasannya sendiri, dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasannya dan peristilahannya.

Penelitian kualitatif lebih menekankan analisisnya pada proses penyimpulan deduktif dan induktif serta pada analisis terhadap dinamika hubungan antar fenomena yang diamati, dengan menggunakan logika ilmiah. Hal ini bukan berarti bahwa pendekatan kualitatif sama sekali tidak menggunakan dukungan data kuantitatif. Akan tetapi, penekanannya tidak pada pengujian hipotesis, melainkan pada usaha menjawab pertanyaan penelitian melalui cara-cara berpikir formal.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Desa Saitnihuta, Kecamatan Dolok Sanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan dimana terdapat perkumpulan marga Simamora yang


(36)

mendukung penuh terhadap pemenangan calon legeslatif yang bermarga Simamora yang berasal dari desa Saitnihuta.

3.3 Unit Analisis dan Informan 3.3.1 Unit Analisis

Sasaran penelitian tergantung pada topic penelitian yang terdapat pada rumusan masalah penelitian. Yang menjadi unit analis data adalah semua pengurus kelompok marga Simamora yang ada di desa Saitnihuta, legislatif yang bersangkutan beserta bebarapa informan tambahan.

3.3.2 Informan

Informan merupakan subyek yang memahami permasalahan penelitian sebagai perilaku maupun orang yang memahami permasalahan penelitian (Bungin, 2007:78). Dalam penelitian ini yang menjadi informan adalah:

1. Pengurus kelompok marga Simamora di desa Saitnihuta yang mengetahui persis sejarah berdirinya kelompok marga Simamora yaitu ketua kelompok marga Simamora.

2. Tokoh adat di desa Saitnihuta yaitu tokoh adat yang bisa disebut dengan informan kunci dan cukup satu orang saja

3. Anggota kelompok marga Simamora yang dimaksud adalah anggota yang ikut berpartisipasi sebagai TS (Tim Sukses) dalam pemenangan calon legislative yang bermarga Simamora Tersebut

4. Anggota legislatif marga Simamora yang menang dan memanfaatkan jaringan marga.


(37)

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yang masing-masing memiliki fungsi yang berbeda. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut:

3.4.1 Data Primer. A. Observasi

Observasi adalah teknik pengumpulan data yang disengaja dan sistematis tentang fenomena sosial dan gejala-gejala alam dengan jalan pengamatan dan pencatatan.Tujuan observasi atau pengamatan adalah memahami cirri-ciri dan luasnya signifikansi dari interelasi elemen-elemen tingkah laku manusia pada fenmena sosial yang serba kompleks dalam pola-pola tertentu (Ir. I Made Wiratha, M.Si, 2008: 248) Dengan observasi akan sangat membantu peneliti untuk mendapatkan data yang akurat, holistic serta mendapatkan data yang sulit diungkapkan melalui teknik lain, mendapatkan data yang kontemporer serta memungkinkan untuk mendapatkan penemuan baru (discovery).

Observasi yang peneliti lakukan adalah dengan tinggal di lokasi penelitian itu dilakukan. Yang akan diobservasi adalah apakah calon legislative yang terpilih menepati janjinya jika menang akan mengankat satu atau dua orang anak dari kelompok marga Simamora untuk bekerja di kantor DPRD dan juga melakukan perbaikan jalan yang sudah rusak di desa Saitnihuta. Rencana observasi dilakukan setelah selesai seminar proposal dan peneliti langsung turun kelapangan dan tinggal di lokasi penelitian selama kurun waktu sebulan dan tinggal disana tiap hari. Peneliti melakukan observasi dengan cara pengamatan dan juga pakai alat bantu kamera untuk mem foto dan juga alat rekam untuk merekam.Data yang saya harapkan akan diperoleh melalui teknik observasi ini adalah


(38)

mendokumentasikan gambar jalan atau bangunan yang sedang dibangun sebagaimana janji dari anggota legislatif marga Simamora yang terpilih tersebut.

B. Wawancara Mendalam

Wawancara (interview) adalah merupakan proses interaksi dan komunikasi tatap muka antara peneliti dan responden. Dalam proses ini, hasil wawancara ditentukana oleh beberapa factor yang berinteraksi dan memengaruhi arus informasi. Faktor-faktor tersebut adalah pewawancara, responden, topik 38ocusitian yang tertuang dalam daftar pertanyaan, dan situasi wawancara. (Sofian Efendy, 2012:207).

Dengan melakukan wawancara, maka peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi, dimana hal itu tidak bisa ditemukan dengann teknik observasi. Dengan demikian wawancara mendalam adalah suatu proses mendapatkan informasi untuk kepentingan penelitian dengancara berdialog. Dalam wawancara ini peneliti akan mewawancarai Pengurus kelompok marga Simamora di desa Saitnihuta yang mengetahui persis sejarah berdirinya kelompok marga Simamora yaitu ketua kelompok marga Simamora. Tokoh adat di desa Saitnihuta yaitu tokoh adat yang bisa disebut dengan informan kunci dan cukup satu orang saja. Anggota kelompok marga Simamora yang dimaksud adalah anggota yang ikut berpartisipasi sebagai TS (Tim Sukses) dalam pemenangan calon legislatif yang bermarga Simamora Tersebut.Anggota legislatif marga Simamora yang menang dan memanfaatkan jaringan marga.

Wawancara dilakukan setelah selesai seminar proposal dan peneliti langsung turun kelapangan dan tinggal di lokasi penelitian, dengan perkiraan waktu wawancara satu informan sekitar 1-1,5 jam, dengan terlebih dahulu menghubungi dan membuat janji wawancara dengan informan dan bertemu langsung dengan informan. Dalam proses


(39)

wawancara ini peneliti menggunakan alat bantu kamera dan juga alat rekam. Dengan melakukan wawancara informasi atau data yang peneliti harapkan terkumpul adalah data atau informasi yang berkaitan dengan rumusan masalah penelitiaan. Adapun hal-hal yang bisa mengganggu proses wawancara adalah susahnya informan untuk dijumpai untuk melakukan wawancara. Tetapi jika informan tidak bisa dijumpai untuk melakukan wawancara alternatif lain adalah melakukan wawancara dengan media telephone.

C. Studi Dokumen

Studi dokumen dalam penelitian kualitatif merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara.Studi dokumentasi yaitu mengumpulkan dokumen dan data-data yang diperlukan dalam permasalahan penelitian lalu ditelaah secara intens sehingga dapat mendukung dan menambah kepercayaan dan pembuktian suatu kejadian. Hasil observasi atau wawancara akan lebih kredibel atau dipercaya kalau didukung oleh dokumen yang terkait dengan fokus penelitian. Dokummen yang dimaksud peneliti dalam penelitian ini adalah berupa data dari kelompok marga Simamora yang bisa didapat dari pengurus kelompok marga Simamora dan juga dokumen mengenai atribut maupun spanduk kampanye yang digunakan anggota legislatif bermarga simamora yang sudah menang dan dokumen ini bisa diminta kepada anggota legislatif yang menang dan bermarga Simamora tersebut

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder digunakan untuk menopang data primer melalui berbagai referensi antara lain: buku, jurnal ilmiah. Data sekunder merupakan data yang tidak didapat secara langsung dari bojek penelitian.Data sekunder yang dicari yaitu data yang terkait dengan penelitian ini.


(40)

3.5 Interpretasi Data

Analisis data dimulai dengan menelaah data yang telah terkumpul dalam prows penelitian, kemudian membaca dan mempelajarinya untuk dilakukan reduksi data yang dilakukan dengan membuat rangkuman atau inti dari permasalahan sehingga tetap berada dalam focus penelitian. Interpretasi data dilakukan melalui upaya mengolah data, memadukan atau menggabungkannya, membuat rangkuman, menemukan apa yang penting untuk dipelajari atau ditafsirkan, dan memutuskan untuk menceritakannya kepada orang lain yang dikomunikasikan melalui penulisan laporan penelitian.

Data-data yang telah diperoleh dari lapangan dalam rangkaian atau proses penelitian, selanjutnya diurutkan, dikelompokkan kedalam kategori-kategori, diatur, dan dipelajari untuk kemudian ditulis dalam bentuk laporan secara seksama untuk mendapatkan kesimpulan dan juga hasil penelitian yang baik.

3.6 Jadwal Kegiatan N

o

Kegiatan Bulan Ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Pra Observasi √

2 Acc Judul Penelitian √

3 Penyusunan Proposal Penelitian √ √ √ 4 Seminar Proposal Penelitian √ 5 Revisi Proposal Penelitian √ 6 Penelitian Lapangan dan

Interpretasi data

√ √ √ √


(41)

8 Bimbingan √ √ √

9 Sidang Meja Hijau √

3.7 Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menyadari adanya keterbatasan dalam penelitian ini mencakup kemampuan dan pengalaman yang dimiliki oleh peneliti dalam melakukan penelitian ilmiah. Terutama dalam melakukan wawancara mendalam terhadap informan. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengalaman dan keterbatasan waktu yang dimiliki informan dalam proses wawancara yang dikarenakan oleh kesibukan informan sehari-hari.

Terlepas dari permasalahan teknis penulisan dan penelitian, peneliti menyadari keterbatasan mengenai metode menyebabkan lambatnya proses penelitian yang dilakukan, dan masih adanya keterbatasan bahan pendukung penelitian, walaupun demikian peneliti berusaha untuk melaksanakan kegiatan penelitian ini semaksimal mungkin agar data bersifat valid dan tujuan yang ingin dicapai dapat.


(42)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN DAN INTERPRETASI DATA

4.1 Deskripsi Lokasi

4.1.1 Gambaran Umum Desa Saitnihuta

Desa Saitnihuta adalah desa yang mayoritas penduduknya adalah suku batak toba, dan mayoritas masyarakatnya beragama Kristen Protestan. Kehidupan penduduk di desa ini terjalin dengan rukun dan rasa gotong royong yang dimiliki oleh masyarakat masih tinggi. Desa Saitnihuta terdiri dari empat dusun yang dimana jumlah penduduknya secara keseluruhan mencapai 2337 jiwa hingga akhir bulan Januari 2011. Sebagian besar masyarakat desa Saitnihuta ini hidup sebagai petani, tetapi ada juga sebagian masyarakat yang bekerja sebagai PNS, wiraswasta dan buruh.Penduduk desa Saitnihuta bisa dibilang penduduk yang Homogen karena di desa Saitnihuta hanya terdapat satu suku yaitu suku batak yaitu batak toba dengan bahasa pengantar sehari-hari adalah bahasa batak toba, dan agama yang depeluk oleh masyarakat di desa Saitnihuta hanya agama Protestan dan Khatolik.

4.1.2 Letak Geografis dan Batas Wilayah

Desa Saitnihuta adalah salah satu dari desa yang berada di Kecamatan Dolok Sanggul yang wilayah desa ini mempunyai luas ± 840,64 Ha dan terdapat 4 Dusun didalamnya dengan perincian luas dusun sebagai berikut:

1. Dusun I : 288,11 Ha 2. Dusun II : 233,12 Ha 3. Dusun III : 182,18 Ha


(43)

4. Dusun IV : 137,23 Ha

Desa Saitnihuta masuk dalam wilayah kerja Kecamatan Dolok Sanggul Kabupaten Humbang Hasundutan. Berjarak ± 8 km arah selatan dari kantor camat Dolok Sanggul, dengan batas-batas sebagai berikut:

 Sebelah Utara berbatasan dengan desa Pakkat, desa Aeklung, Desa Lumban Purba  Sebelah Selatan berbatasan dengan desa Simarigung

 Sebelah Timur berbatasan dengan gunung Sipalakki, desa Hutasoit 1, dan Desa Dolok Saribu

 Sebelah Barat berbatasan dengan desa Lumban Purba, desa Batu Najagar dan Desa Sigulok.

Desa Saitnihuta berada pada ketinggian antara ± 1.500 m diatas permukaan laut. Untuk setiap wilayah/dusun di desa Saitnihuta hamper semuanya dilalui oleh sungai besar. Hal tersebut dikarenakan karena desa Saitnihuta dikelilingi oleh pegunungan dan juga hutan.Seperti bukit Sipalakki, hutan Telkom. (Data desa Saitnihuta)

4.1.3. Komposisi Penduduk

Jumlah penduduk di Desa Saitnihuta adalah 2.337 Jiwa.Dari data tahun 2010-2011, tercatat jumlah penduduk desa saitnihuta sebanyak 505 KK.Untuk desa Saitnihuta, jenis kelamin perempuan lebih besar dibandingkan dengan perempuan dimana laki-laki berjumlah 1.177 Jiwa dan perempuan berjumlah 1.161 Jiwa.Dari jumlah tersebut ada sekitar 16 selisih perempuan dan laki-laki. Komposisi penduduk desa Saitnihuta berdasarkan jenis kelamin dan umur dapat dilihat pada tabel berikut:


(44)

Tabel 4.1

Komposisi penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

No Nama Dusun Jumlah Penduduk

Lk Pr Total

1 Dusun I 437 477 914

2 Dusun II 354 311 664

3 Dusun III 232 235 467

4 Dusun IV 138 154 292

JUMLAH 1161 1177 2337

Sumber dari: Kantor Kepala Desa Saitnihuta, Februari 2015

Dari tabel diatas dapat diketahui baha penduduk desa Saitnihuta memiliki jumlah penduduk sebanyak 2337 jiwa, berdasarkan jenis kelamin penduduk berjenis kelamin laki-laki lebih sedikit dari pada penduduk yang berjenis kelamin perempuan. Jumlah penduduk yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 1161 jiwa dengan persentase 49,7% sedangkan penduduk yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 1177 jiwa dengan persentase 50.3%.

4.1.3.2 Komposisi Penduduk Beradasarkan Usia Tabel 4.2

Komposisi Penduduk berdasarkan Usia No Umur Dusun I Dusun II Dususn

III

Dusun IV Total

1 0-10 Tahun 244 200 132 87 663

2 11-20 Tahun 205 156 116 71 548


(45)

4 31-40 Tahun 104 94 43 33 274

5 41-50 Tahun 96 58 55 38 247

6 51-60 Tahun 61 36 28 18 143

7 Diatas 61 Tahun

68 48 30 22 168

TOTAL 914 665 467 292 2338

Sumber dari : Kantor Kepala Desa Saitnihuta, Februari 2015

Dari data Tabel 4.2 diatas dapat diketahui bahwa komosisi penduduk berdasarkan usia di Desa Saitnihuta Kecamatan Dolok Sanggul berjumlah 2338 jiwa. Dengan jumlah terbanyak yaitu penduduk dengan usia 0-10 tahun sebesar 663 jiwa dengan persentase 28,3 % kemudian disusul oleh penduduk yang berusia 11-20 tahun dengan jumlah 548 jiwa dengan persentase 23,4 % selanjutnya disusul oleh jumlah penduduk yang berusia 21-30 tahun sebnayak 295 jiwa dengan persentase 12,7 % selanjutnya jumlah penduduk yang berusia 31-40 tahun sebanyak 274 jiwa dengan persentase 11,8% selanjutnya disusul oleh jumlah penduduk yang berusia 41-50 tahun sebanyak 247 jiwa dengan persentase10,6 % dan selanjutnya disusul oleh jumlah penduduk yang berusia diatas 61 tahun sebanyak 168 jiwa dengan persentase7,1 % dan yang terakhir jumlah pendduk yang paling kecil yaitu pendudu usia 51-60 tahun yaitu 143 jiwa dengan persentase 6,1 %.

Usia tidak dapat dipungkiri merupakan salah satu faktor pendukung dalam pemilihan umum terutama pemilihan legislatif dimana yang bisa menggunakan hak pilihnya adalah penduduk yang berusia tujuh belas tahun keatas, dan yang berusia nol sampai dengan enam belas tahun belum diperbolehkan untuk ikut serta dalam pemilihan umum.

4.1.3.3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tabel 4.3


(46)

Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan No Pendidikan

Terakhir

Dusun I Dusun II Dusun III

Dusun IV

Total 1 Tidak/belum

sekolah

23 101 80 48 368

2 Tidak Tamat 38 15 7 3 63

3 SD 238 204 135 90 667

4 SLTP 205 152 117 67 541

5 SLTA 246 165 117 73 601

6 PT 48 28 11 11 98

TOTAL 914 665 467 292 2338

Sumber dari : Kantor Kepala Desa Saitnihuta, Februari 2015

Dari Tabel 4.3 diatas dapat diketahui bahwa komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Saitnihuta Kecamatan Dolok Sanggul Kabupaten Humbang Hasundutan berjumlah 2338 jiwa. Dengan jumlah terbanyak yaitu tingkat SD sebesar 667 jiwa dengan persentase 28,5% kemudiaan disusul oleh tingkat SLTA dengan jumlah 601 jiwa dengan persentase 25,8 % kemudiaan disusul oleh tingkat SLTP dengan jumlah 541 jiwa dengan persentase 23,13 % selanjutnya disusul oleh belum sekolah dengan jumlah 368 jiwa dengan persentase 15,8 % dan selanjutnya disusul ooleh tingkat perguruan tinggi sebanyak 98 jiwa dengan persentase 4,1 % dan yang paling terakhir yang merupakan jumlah yang paling kecil yaitu pada tingkat tidak tamat sekolah sebanyak 63 jiwa dengan persentase 2,7 %.

Pendidikan merupakan aspek penting dalam menentukan keikutsertaan seseorang dalam pemilihan umum.Karena dengan pendidikan bisa membentuk seseorang untuk berpikir luas dan bijaksana dalam ikut membuat keputusan untuk memilih.Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin tinggi pengetahuan orang tersebut untuk ikut


(47)

berpartisipasi dalam pemilihan umum dan menjatuhkan pilihan pada seorang kandidat atau sebuah partai.

4.1.3.4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan Tabel 4.4

Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan No Pekerjaan Dusun

I

Dusun II

Dusun III

Dusun IV

TOTAL 1 Pegawai Negeri

Sipil

8 6 1 2 17

2 Petani 350 217 181 100 848

3 Wiraswasta 50 41 16 23 130

4 Karyawan Swasta

38 26 21 9 94

5 Honorer 10 5 3 3 21

6 Pendeta 8 - - - 8

7 TNI 1 - 1 - 2

8 Supir - 7 - - 7

Sumber dari : Kantor Kepala Desa Saitnihuta, Februari 2015

Penggolongan penduduk berdasarkan jenis pekerjaan/mata pencaharian di suatu wilayah merupakan data yang penting. Hal ini disebabkan data tersebut memberikan informasi mengenai jumlah penduduk yang menggantungkan hidupnya dari beraneka ragam pekerjaan, sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan pembangunan Desa Saitnihuta yang akan datang.

Dari Tabel 4.4 diatas dapat diambil kesimpulan bahwa jumlah penduduk Desa Saitnihuta yang bekerja adalah sebanyak 1.120 jiwa sekitar 48% dari jumlah penduduk


(48)

keseluruhan. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah pekerjaan terbanyak adalah petani yaitu dengan jumlah 848 jiwa dengan persentase 76%, dan disusul oleh wiraswasta sebanyak 130 jiwa dengan persentase 12%, dan disusul oleh karyawan swasta dengan jumlah 94 jiwa dengan persentase 8%, dan selanjutnya disusul oleh propesi honorer dengan jumlah 21 jiwa dengan persentase 2%, dan disusul oleh PNS dengan jumlah 17 jiwa dengan persentase 2%, dan disusul oleh pendeta dengan jumlah 8 jiwa dengan persentase 0.7%, dan disusul oleh supir dengan jumlah 7 jiwa dengan persentase 0,6%, dan disusul oleh propesi yang paling sedikit yaiti TNI dengan jumlah 2 jiwa dengan persentase 0,1%.

4.1.3.5 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama Tabel 4.5

Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama No Nama

Dusun

Islam Protestan Katolik Hindu Budha

1 Dusun I - 902 12 - -

2 Dusun II - 665 - - -

3 Dusun III - 467 - - -

4 Dusun IV - 292 - - -

JUMLAH - 2326 12 - -

Sumber dari : Kantor Kepala Desa Saitnihuta , Februari 2015

Dari data pada tabel diatas dapat diketahui bahwa komposisi penduduk berdasarkan agama di Desa Saitnihuta Kecamatan Dolok Sanggul Kabupaten Humbang Hasundutan berjumlah 2338 jiwa dengan mayoritas penduduk desa Saitnihuta beragama Kristen Protestan dengan jumlah 2326 jiwa dengan persentase 99,5% dan yang paling sedikit yaitu penganut agama Kristen Katolik dengan jumlah 12 jiwa dengan persentase 0,5%


(49)

4.1.4. Kondisi Sosial Ekonomi

Desa Saitnihuta adalah merupakan desa pertanian.Maka hasil ekonomi warga dan mata pencaharian warga sebagian besar adalah bertani.Dari jumlah KK (505 KK) dimana 95% pekerjaan masyarakat desa Saitnihuta adalah petani.Selebihny PNS 15 orang dan pensiunan 13 orang, pedagang/wiraswasta 28 orang.Dilihat dari tingkat penghasilan rata-rata masyarakat desa Saitnihuta tergolong kedalam kategori menengah ke bawah. Dari luas desa 840,64 Ha dimiliki oleh 505 KK. Sementara kemampuan produksi persawahan di desa Saitnihuta minimal 1 Ton/Ha/Thn. Kalau harga gabah dikisarkan Rp 2.500 maka per hektar bisa menghasilkan Rp 2.500.000.Tetapi masyarakat di desa Saitnihuta saat ini tidak hanya berpatokan pada hasil pertanian dari hasil panen padi, tetapi juga dari hasil tanaman kopi, cabe, tomat dan juga tanaman palawija lainnya.

Dari urain diatas jelas tergambar kondisi perekonomian warga desa Saitnihuta dan diperlukan terobosan-terobosan baru untuk meningkatkan pendapatan masyarakat baik dibidang pertanian itu sendiri ataupun pada sektor lain.

4.1.4.1.Kondisi Sosial Budaya

Kehidupan masyarakat desa Saitnihuta sangat kental dengan tradisi-tradisi peninggalan leluhur.Upacara-upacara adat yang berhubungan dengan siklus hidup manusia (lahir-dewasa/ berumahtangga-mati), seperti upacara kelahiran, perkawinan dan upacara-upacara yang berhubungan dengan kematian, hamper selalu dilakukan oleh warga masyarakat.

Kegotongroyongan masyarakat masih kuat.Kebiasaan menjenguk orang sakit (tetangga atau sanak famili) masih dilakukan oleh masyarakat.Biasanya ketika menjenguk orang sakit, bukan makanan yang dibawa, tetapi mereka mengumpul uang bersam-sama


(50)

warga untuk kemudiandisumbangkan kepada orang yang sakit untuk meringankan beban biaya.Kebiasaan saling membantu memperbaiki rumah rumah atau membantu tetangga yang mengadakan perhelatan juga masih dilakukan.Semua itu menggambarkan bahwa hubungan ketetanggan di desa ini masih kuat/erat.

Kesenian yang paling disukai warga desa ini adalah kesenian daerah seperti tor tor batak, gondang.Namun belakangan ini para pemuda cenderung lebih menyukai musik dangdut dan musik-musik modern lainnya.Kelompok-kelompok kesenan tradisional tidak ditemukan di desa ini.

Kondisi kesehatan masyarakat tergolong cukup baik, terutama setelah adanya puskesmas dan poskesdes.Namun demikian, pada musim-musim tertentu warga masyarakat sering mengalami gangguan kesehatan, terutama ISPA, diare, influenza.Keberadaan balita kurang gizi sudah mulai berkurang, selaras dengan semakin baiknya perekonomian masyarakat.Kegiatan pengamanan (siskamling) desa tidak ada, dimana secara kenyataannya bahwa di desa ini masih tergolong aman dan tenteram.

4.1.4.2. Saranadan Prasarana Desa Saitnihuta

Sarana dan prasarana merupakan hal yang sangat penting untuk mendukung suatu program atau kegiatan di desa.Suatu rencana yang disusun dengan baik tanpa didukung oleh sarana dan prasarana yang baik maka dapat mengakibatkan program yang telah disusun tersebut tidak berjalan dengan baik dan bahkan berhenti.


(51)

Pusat pemerintahan desa Saitnihuta terletak di Dusun III tepatnya kantor kepala desa berada tepat disamping rumah kepala desa yang menjadi tempat untuk rapat atau musyawarah desa, pembagian Raskin, pengurusan Kartu Keluarga, atau segala sesuatu yang berkaitan dengan urusan pemerintahan di desa semua dilakukan di kantor kepala desa.

Sarana dan Prasarana Jalan

Keadaan jalan di desa ini sudah banyak yang mengalami kerusakan seperti aspal yang sudah banyak berlobang sehingga transportasi kurang memadai yang dapat menghambat pengangkutan hasil-hasil pertanian.


(52)

Tabel 4.6

Prasarana perhubungan

No Jenis Prasarana Kuantitas/panjang Keterangan

1 Jalan Kabupaten - Tidak ada

2 Jalan desa 3 KM 2 KM sudah

diaspal/ mulai berlobang dan 1 KM sudah sangat parah

3 Jalan dusun 5.5 KM 2,5 KM

belum diaspal

4 Jembatan 4 Unit 3 Unit dalam

kondisi

masih baik, tetapi 1 unit sudah sangat parah

Sumber dari : Kantor Kepala Desa Saitnihuta , Februari 2015

Sarana transportasi yang paling banyak digunakan warga masyarakat adalah sepeda motor.Di desa ini belum ada transportasi umum seperti bus, mikrolet atau sejenisnya.


(53)

Jaringan listrik dari PLN sudah tersedia di desa ini, sehingga hamper semua rumah tangga menggunakan tenaga listrik untuk memenuhi keperluan penerangan dan kebutuhan rumah tangga lainnya.Bebrapa rumah tangga semakin banyak yang menggunakan pompa listrik untuk mengambil air sumur.

Sarana dan Prasarana Ibadah

Dalam hal keagamaan, sarana peribadatan yang ada di Desa Saitnihuta hanya ada gereja, dikarenakan semua penduduk di desa Saitnihuta beragama Kristen Protestan dan Kristen Khatolik. Jumlah gereja yang ada di desa Saitnihuta adalah sebanyak 6 buah, ada 4 buah gereja di dusun I yaitu Gereja Jemaat Alah Indonesia (GJAI), Gereja Pentakosta di Indonesia (GPdI), gereja Huria Kristen Indonesia (HKI) dan Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI). Sementara di dusun II ada 1 buah gereja yaitu gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) dan 1 buah gereja lagi di dusun IV yaitu Gereja Jemaat Alah Indonesia (GJAI).

Sarana dan Prasarana Pendidikan

Tabel 4.7

Sarana dan Prasarana Pendidikan

No Kategori Jumlah

1 Paud 3

2 SD 2

Sumber dari : Kantor Kepala Desa Saitnihuta , Februari 2015

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa di Desa Saitnihuta terdapat dua Sekolah Dasar yang berada di Dusun I dan Dusun II, dan ada tiga Pendidikan Anak Usia Dini yang ada dua di dusun I dan satu di dusun II.


(54)

Stuktur Lembaga Pemerintahan Desa Saitnihuta Kec. Dolok Sanggul Kab. Humbang Hasundutan adalah sebagai berikut:

Bagan 4.1

4.1.5. VISI DAN MISI DESA SAITNIHUTA

Visi desa saitnihuta .terwujudnya masyarakat desa saitnihuta yang beriman, sehat, aman, mandiri dan sejahtera “BERSAMA”

Beriman : mampu menjalankan kegiatan keagamaan/ ketuhanan Sehat : sehat fisik dan jasmani setiap individu

SEKRETARIS DESA Sandra Simamora Pelaksana teknis Urusan Pemerintahan Mustapa Simamora Pelaksana Teknis Urusan Pembangunan Tunas Simamora Pelaksana Teknis Urusan Kemasyarakatan Ester Situmorang KEPALA DESA Hantus Simamora Unsur Kewilayahan Kepala Dusun I

Desmon Simamora

Unsur Kewilayahan Kepala Dusun II

Sehat M Simamora

Unsur Kewilayahan Kepala Dusun III

Manonggor Simamora Unsur Kewilayahan Kepala Dusun IV Bisner Simamora


(55)

Aman : masyarakat dapat melakukan segala kegiatannya dengan baik tidak ada issue yang membuat masyarakat resah

Mandiri : mampu memenuhi kebutuhannya. Tidak selalu bergantung terhadap bantuan kepada pihak lain

SejahterA : kebuthan hidup masyarakat terpenuhi

Adapun visi masyarakat desa saitnihuta yaitu berkeinginan untuk lima tahun kedepan bahwa keadaan masyarakat akan lebih beriman, sehat, merasa aman, mandiri sehingga lebih sejahtera di hari yang akan datang. Untuk mencapai keadaan ini bukanlah sesuatu yang mudah sehingga sangat diharapkan adanya kerjasama/hubungan yang baik dan tulus iklas bagi setiap individu.Yang artinya meningkatkan komunikasi antara pelayanan pemerintah dan warganya sendiri.Dengan menggunakan sumber daya yang ada.

MISI DESA SAITNIHUTA Misi Beriman

- Melaksanakan ibadah dengan baik Misi Sehat

- Sehat lingkungannya

- Sehat aparat pemerintah dari korupsi, kolusi dan nepotisme - Sehat fisik dan mental

Misi Mandiri

- Melestarikan kegiatan gotong royong (Marsiadapari)

- Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam setiap pembangunan - Membiasakan masyarakat dalam menanggulangi kebutuhannya.


(56)

- Menggunakan dana dari pemerintah secara efektif dan efisien Misi Sejahtera

- Meningkatkan pendapatan masyarakat - Melancarkan roda perekonomian - Belajar keras

- Menciptakan lapangan kerja Misi Mandiri

- Melestarikan tradisi gotong royong

- Mendorong masyarakat berpartisipasi dalam setiap pembangunan

- Membiasakan masyarakat untuk menanggulangi segala keperluan dan kebutuhannya sendiri

- Menggunakan dana dari pemerintah secara efektif dan seefisien mungkin

BERSAMA artinya saling Bergandeng Tangan diharapkan desa

SAITNIHUTA bisa “ Saling bergandeng tangan dalam meningkatkan taraf kehidupan”

“DOS NI ROHA DO SIBAHEN NASAUT”

4.2 Punguan Marga Simamora Boru Bere dohot Ibebere di Desa Saitnihuta 4.2.1 Sejarah Singkat Berdirinya Punguan Marga Simamora

Punguan ini diberi nama Punguan Marga Simamora Boru Bere dohot Ibebere di Desa Saitnihuta. Simamora memiliki tiga anak yaitu Purba, Manalu dan Debataraja.Ketiga anaknya ini yang paling sering dipanggil dengan sebutan Simamora adalah anaknya yang


(57)

terakhir yaitu Debataraja sehingga di Desa Saitnihuta khususnya marga Debataraja itu lebih dikenal dengan Siamamora. Punguan Marga Simamora, Boru dohot Bere/Ibebere Desa Saitnihuta mulai terbentuk pada tahun 2009 tepatnya di Desa Saitnihuta dengan anggota awal hanya 50 KK dan kepengurusannya sampai sekarang masih bersifat sentralistik.

Punguan ini termasuk cepat berkembang seiring dengan bertambah banyaknya anggota yang bergabung dan pada tahun 2015 anggota yang tercatat sebanyak 100KK. Pada tahun 2014 lalu salah satu anak Punguan Marga Simamora, Boru dohot Bere/Ibebere mencalonkan diri menjadi salah satu anggota DPRD Humbang Hasundutan yang menambah semangat bagi anggota dan pengurus punguan ini untuk mendukung calon legislatif tersebut.

4.2.2 Deskripsi Punguan Marga Simamora Boru Bere dohot Ibebere di Desa Saitnihuta

Sekretariat punguan Marga Simamora beralamat di Dusun I Desa Saitnihuta.Punguan Toga Simamora sejauh ini masih memiliki anggota sebanyak 100 kepala keluarga yang terdiri dari anggota yang berasal dari DUSUN I, DUSUN II, DUSUN III, DUSUN IV.

Punguan Marga Simamora Desa Saitnihuta ini dalam kepengurusannya lebih tercermin dalam acara adat istiadat. Adapun bentuk kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Punguan Marga Simamora ini adalah kebaktian bulanan rutin secara bergilir dirumah setiap anggota, mengunjungi anggota yang kemalangan (manise), melaksanakan adat istiadat baik sukacita maupun dukacita, melakukan pesta partangiangan awal tahun, melakukan rapat anggota dan juga rapat pengurus, melakukan acara sosial kemasyarakatan dan seemua kegiatan tersebut akan diuraikan dalam anggaran rumah tangga.


(1)

kemenangan dalam pemilihan umum khusunya di daerah yang masih memiliki suku dan agama yang sama.

Berdasarkan temuan data dilapangan jaringan yang dibangun antara calon legislatif terpilih dengan masyarakat khususnya Punguan Marga Simamora Boru Bere dan Ibebere sebagai berikut:

a. Jaringan individu (ego centris) adalah sebuah jaringan yang berhubungan dengan modal tunggal atau individu, contohnya teman baik saya. Dalam hal ini ada satu titik yang menjadi sentral pengamatan.

b. Sedangkan jaringan sosial (social-centric) digambarkan dalam model dan batasan analisisnya, seperti jaringan antara mahasiswa dalam sebuah kelas, jaringan pekerja dan manajemen dalam sebuah pabrik atau tempat kerja.

c. Jaringan terbuka (open system) batasan tidak dianggap penting. Sebagai contoh jaringan politik, jaringan antar perusahaan dan jaringan antara mahasiswa.


(2)

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan oleh penulis, dimulai dari Bab I sampai dengan Bab IV, banyak hal yang ditemukan oleh penulis baik masalah teoritis ataupun masalah teknis yang berkaitan dengan judul yang telah diteliti oleh penulis maupun kesimpulan dari hasil pengolahan data dan wawancara terhadap pengurus dan anggota organisasi Punguan Marga Simamora Boru Bere dohot Ibebere di Desa Saitnihuta maka diperoleh kesimpulan yaitu: pertama, Organisasi masyarakat Punguan Marga Simamora Boru Bere dohot Ibebere di Desa Saitnihuta memberikan dukungan penuh terhadap calon legislatif yang merupakan anggota punguan tersebut. Adapun peran yang dilakukan oleh organisasi masyarakat ini adalah sebagai fasilitator dimana semua anggota mendukung penuh calon tersebut dengan memberikan suara pada pemilihan umum, membantu calon tersebut berupa bantuan tenaga maupun moral dengan mengajak keluarga dan kerabat untuk memilih calon legislatif tersebut, dan juga membuat acara adat berupa doa pemberangkatan bagi calon legislatif tersebut.

Kedua, anggota Punguan Marga Simamora Boru Bere dohot Ibebere di Desa Saitnihuta pada pemilihan legislatif pada tahun 2014 lalu dalam memilih calon legislative masih dipengaruhi oleh faktor marga atau kesukuan, faktor agama, dan juga faktor kesamaan daerah dan juga adat dan budaya yang masih dipegang kuat oleh anggota punguan. Anggota dari Punguan Marga Simamora Boru Bere dohot Ibebere di Desa Saitnihuta cenderung memilih yang satu marga dengan mereka, karena menurut mereka ada rasa bangga yang mereka rasakan jika satu marga mereka terpilih dan menang jadi anggota DPRD di daerah mereka. Selain itu menurut mereka jika anggota legislatif terpilih berasal dari daerah mereka maka mereka mengharapkan bahwa anggota legislatif terpilih


(3)

tersebut akan membangun daerah mereka, baik pembangunan berupa infrasutuktur jala, pengadaan lampu jalan, irigasi dan juga pembangunan lain yang dibutuhkan masyarakat tersenut.

Ketiga, masyarakat di Desa Siatnihuta khusunya anggota Punguan Marga Simamora Boru Bere dohot Ibebere di Desa Saitnihuta masih dikenal memegang kuat adat dan budaya mereka serta masih mengamalkan nilai-nilai adat yang berlaku dimasyarakat mereka seperti pengamalan terhadap istilah “Dalihan Na Tolu” ( Tungku Berkaki Tiga) dan mereka masih memegang kuat prinsip “bolo adong do na di hita boasa pola ingkon tu halak?” ( kalau ada punya kita kenapa harus orang lain?) yang masih mempengaruhi

mereka dalam menentukan pilihan.

Keempat, ketika mencalonkan diri jadi anggota legislatif di Kabupaten Humbang Hasundutan calon legislatif yang merupakan anggota dari Punguan Marga Simamora Boru Bere dohot Ibebere di Desa Saitnihuta juga memanfaatkan jaringan marga untuk mendukung kemenangannya dengan cara membuat catatan jumlah desa, kecamatan yang akan didulang suaranya pada saat pemilihan umum. Catatan ini penting untuk mempetakan jaringan marga disetiap desa atau kecamatan dan mencari orang yang berpengaruh di daerah tersebut misalnya tokoh adat untuk dijadikan tim suksesuntuk mengajak masyarakat dan membentuk tim yang kuat pada saat kampanye. Selain dengan cara memetakan dearah calon legislatif terpilih juga berkunjung kerumah-rumah yang bisa dijangkau untuk dikunjungi langsung. Anggota legislatif Kabupaten Humbang Hasundutan tersebut memanfaatkan jaringan marga karena sudah melihat kondisi masyarakat yang cenderung untuk memilih berdasarkan kesamaan marga, agama, suku, dan juga daerah.

Kelima, untuk mencapai sebuah kemenangan dalam mendapatkan suara dalam pemilihan umum tidak hanya membutuhkan modal ekonomi (uang), tapi harus seimbang antara modal ekonomi, pemanfaatan jaringan, dan juga modal budaya.Dan pemanfaatan


(4)

modal sosial tidak hanya bisa diaplikasikan dalam eknomi atau pasar tetapi juga bisa diaplikasikan dalam dunia perpolitikan untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal.

5.2 Saran

Adapun yang menjadi saran penulis dalam hal ini adalah dalam menjatuhkan pilihannya, masyarakat sudah seharusnya benar-benar memilih calon pemimpin yang berkualitas, tanpa memandang calon tersebut berasal dari manapun dalam arti tidak melihat agama, suku maupun marga dari calon tersebut dan tanpa ada tekanan atau paksaan dari pihak manapun. Masyarakat hendaknya memilih calon yang benar-benar dapat membawa perubahan bagi negara, dan rakyat kedepannya.Karena dengan menentukan pilihan berdasarkan kesamaan marga, suku, agama, dan juga daerah akan menimbulkan nepotisme nantinya.

Diharapkan bagi para anggota legislatif yang sudah terpilih dengan memanfaatkan jaringan marga dalam meemperoleh suara dari masyarakat agar dapat bersikap adil dan tegas dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab yang sudah di pikul dan tidak melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme nantinya pada saat sudah menjabat.


(5)

Daftar Pustaka

A. Rahman H.I. 2007. Sistem Politik Indonesia :Graha Ilmu

Agusyanto, Ruddy.2007. Jaringan Sosial dalam Organisasi, Jakarta; PT Raja Grafindo Persada

Buchari, Sri Astuti. 2014. Kebangkitan Etnis Menuju Politik Identitas, Jakarta; Yayasan Pustaka Obor Indonesia

Bungin, Burhan.2001. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada Damsar. 2011. Pengantar Sosiologi Ekonomi,Jakarta; Kencana Prenada Media Group Effendy, Sofian.2012. Metode Penelitian Survei, Jakarta; LP3ES

Field, Jhon. 2005. Modal Sosial.Medan;Bina Media Perintis

Jhonson, Doyle Paul, 1990. Teori Sosiologi Klasik dan Modern.Jakarta; PT Gramedia Pustaka Utama

Kuntowijoyo. 1997. Identitas Politik Umat Islam, Bandung; Penerbit Mizan

Marijan, Kacung. 2010.Sistem Politik Indonesia, Jakarta; Kencana Prenada Media Group Meleong, Lexy J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung; Remaja Karya

Mendoza, Democrito T.2004.Kampanye Isu dan Cara Melobi, Jakarta; Yayasan Obor Indonesia

Narwoko, J Dwi & Bagong suyanto.2004.Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, Jakarta;Prenada Media Group

Ritzer, George & Douglas J. Goodman. 2010. Teori Sosiologi Modern, Jakarta; Prenada Media Group

Samiana, I Made dkk. 2006. Etika, Politik dan Demokrasi Dinamika Politik Lokal di Indonesia, Salatiga; Pustaka Percik

Santoso, Amir. 1994. Dinamika Politik Indonesia, Jakarta; Bina Rena Pariwara

Sjaf, Sofyan. 2014. Politik Etnik Dinamika Politik Lokal di Kendari, Jakarta; Yayasan Pustaka Obor Indonesia

Suyanto, Bagong. 2013. Sosiologi Ekonomi, Jakarta; Khrisma Putra Utama

Sumber Jurnal:

Djati, Wasisto Raharjo. 2013. “Revivalisme Kekuatan Familisme Dalam Demokrasi : Dinasti Politik di Arah Lokal.” Jurnal Sosiologi MASYARAKAT. Vol.18, No. 2, Juli 2013:203-231


(6)

Muhtar Haboddin. Menguatnya Politik Identitas di Ranah Lokal. Universitas Brawijaya

Sumber Internet:

November Pukul 20:00 WIB

November 2014 Pukul 13:00 WIB

16 November 2014 pukul 14:00 WIB

5 des 14 18:09

Desember 2014 Pukul 10:20

2014 Pukul 13:20