k. Ada pengaruh reaksi kusta terhadap kepatuhan minum obat penderita kusta di Kabupaten Asahan tahun 2007.
l. Ada pengaruh cacat kusta terhadap kepatuhan minum obat penderita kusta di Kabupaten Asahan tahun 2007.
m. Ada pengaruh efek samping obat terhadap kepatuhan minum obat penderita kusta di Kabupaten Asahan tahun 2007.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Sebagai masukan bagi Pengambil Keputusan dan Pembuat Kebijaksanaan Pemda Kabupaten Asahan dalam merencanakan program kesehatan .
2. Sebagai masukan dan informasi untuk Petugas Pelaksanan P2 Kusta di Kabupaten Asahan.
3. Manfaat bagi akademis dan peneliti lainnya yaitu memberikan sumbangan pemikiran untuk mencari alternatif upaya pemberantasan penyakit kusta yang
lebih efektif sehingga mencapai tujuan yang diharapkan.
Basaria Hutabarat : Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal Terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita..., 2008 USU e-Repository © 2008
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Penyakit Kusta
Amiruddin dalam Harahap 2002 menjelaskan penyakit kusta adalah penyakit kronik disebabkan kuman Mycobacterium leprae yang pertama kali menyerang
susunan saraf tepi, selanjutnya menyerang kulit, mukosa mulut, saluran pernapasan bagian atas, sistem retikulo endotelial, mata, otot, tulang dan testis.
Menurut Depkes RI 1996 penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta Mycobacterium leprae yang menyerang
syaraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya. Menurut Depkes RI 2006 penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat
kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi, dan psikologis.
2.2. Sejarah Pemberantasan Penyakit Kusta
Penyakit kusta telah dikenal hampir 2000 tahun sebelum Masehi. Hal ini dapat diketahui dari peninggalan sejarah seperti di Mesir, di India 1400 Sebelum Masehi, di
Tiongkok 600 Sebelum Masehi dan di Mesopotamia 400 Sebelum Masehi Depkes RI, 2005a. Pada zaman tersebut pemberantasan penyakit kusta dilakukan dengan
mengasingkan penderita kusta secara spontan karena penderita merasa rendah diri, malu disamping itu masyarakat menjauhi karena merasa jijik dan takut. Menurut
Basaria Hutabarat : Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal Terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita..., 2008 USU e-Repository © 2008
FosterAnderson 1986 sejak zaman masehi hingga masa modern penyakit kusta masih selalu dianggap penyakit yang dikutuk, harus hidup sendiri di suatu tempat
jauh dari masyarakat yang tidak menderita kusta. Pada pertengahan abad ke 13 penderita kusta masih tetap diasingkan serta dipaksakan tinggal di perkampungan
khusus penderita kusta seumur hidup. Dengan ditemukan Gerhard Ameur Hansen tahun 1873 kuman kusta, maka
dimulai era perkembangan baru untuk mencari obat anti kusta dan usaha penanggulangannya Depkes RI, 2006. Di Indonesia, Sitanala telah mempelopori
perubahan sistem pengobatan tadinya dilakukan secara isolasi dan kemudian secara bertahap dilakukan dengan pengobatan rawat jalan.
Perkembangan pengobatan penyakit kusta di Indonesia dilakukan pemerintah untuk mengurangi angka kesakitan penyakit kusta adalah sebagai berikut: tahun 1951
hanya menggunakan Diamino Diphenyl Sulfone DDS untuk pengobatan kusta, tahun 1969 pemberantasan penyakit kusta mulai diintegrasikan di Puskesmas, tahun
1982 Indonesia mulai menggunakan obat kombinasi Multi Drug Therapy MDT sesuai rekomendasi World Health Organation WHO untuk tipe Multi Baciler MB
24 dosis dan Pauci Baciler PB 6 dosis, tahun 1988 pengobatan Multi Drug Therapy MDT dilaksanakan seluruh Indonesia dan tahun 1997 pengobatan Multi Drug
Therapy MDT diberikan 12 dosis untuk tipe Multi Baciler MB dan 6 dosis untuk tipe Pauci Baciler PB Depkes RI, 2006.
Basaria Hutabarat : Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal Terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita..., 2008 USU e-Repository © 2008
2.3. Epidemiologi Penyakit Kusta