Sistem Alih Tulisan Dalam Katalogisasi Berbahasa Arab

d. Nama tanpa nasab, nisbah, dan laqab. Pola nama seperti ini banyak berkembang pada nama Arab modern. Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pada umumnya pola nama Arab itu adakalanya terdiri dari banyak unsur dan adakalanya disederhanakan. Walaupun demikian agar mudah dalam mengkatalogisasi buku-buku berbahasa arab, unsur-unsur nama arab tersebut dapat diurut sebagai berikut: unsur na’at, khitab dan kunyah biasanya terdapat sebelum unsur nama ism. Sedangkan unsur nama nasab, nisbah dan laqab biasanya terletak setelah unsur nama ism.

D. Sistem Alih Tulisan Dalam Katalogisasi Berbahasa Arab

Buku berbahasa Arab menggunakan tulisan Arab yang sangat berbeda bentuk dan sifatnya dengan tulisan Latin. Sekalipun buku-buku tersebut dapat dikasifikasikan dengan satu sistem dan diatur di rak bersama-sama dengan buku- buku bertulisan Latin, tetapi perpustakaan akan menghadapi problema dalam pembuatan katalog serta penyusunannya. Apabila katalog dibuat dalam tulisan Arab, harus pula disediakan sarana yang berbeda dan terpisah dari sarana yang digunakan untuk pembuatan katalog buku bertulisan latin, karena perbedaan karakter yang tidak memungkinkan penyusunan katalog dalam satu susunan. Dapat juga digunakan sistem alih tulisan dari Arab ke Latin, sehingga susunan katalog menjadi lebih sederhana, karena hal tersebut sangat bermanfaat bagi para pengguna informasi dalam menemukan informasi yang diperlukan. 47 47 Eryono, Katalogisasi Buku Berbahasa Arab, h. 4. 1. Pengertian Transliterasi Praktek alih tulisan dari huruf Arab kepada huruf latin telah dilakukan sejak lama. Tetapi usaha pertama lebih melatinkan nama-nama Arab Wellisch, 1978b : 5. Nama-nama Arab seperti ibnu Rusyd, Ibnu Sina, dan al- Farabi dilatinkan menjadi Averroes, Avicenna, dan al-Farabius. Alih tulisan dapat berupa transliterasi atau traskripsi. 48 International Organization for Standardization ISO menyatakan: “Transliteration is the operation of representing characters or sign of any alphabet by those of any other but this note refers only to transliteration of non Latin alphabet into the latin alphabet also termed ‘Roman alphabet’ “ ISO, 1967: 195 49 Pusat Pembinaan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan membedakan pengertian transliterasi dan transkripsi sebagai berikut: “ Transliterasi adalah penggantian huruf demi huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lain, lepas dari pada lafal bunyi kata yang sebenarnya. Hal ini misalnya diterapkan pada huruf Arab .... yang hendak dialihkan ke huruf latin .... Pengubahan teks dari satu ejaan ke ejaan yang lain, dengan tujuan menyarankan lafal bunyi unsur bahasa yang bersangkutan, disebut Transkripsi” Pusat Pembinaan Bahasa, 1975; 25. Spalding mengartikan ‘romanization’ sebagai istilah umum bagi cara apa saja yang bertujuan memindahkan suatu nama atau teks tertulis menurut sistem penulisan non roman kepada huruf-huruf yang ada pada alfabet Romawi. Transliterasi adalah salah satu metode yang untuk romanisasi, adalah mengganti huruf-huruf yang ditulis dalam alfabet non roman, huruf demi huruf, dengan alfabet romawi sesuai dengan tabel yang ada, dengan satu huruf atau lebih, atau satu huruf ditambah tanda diakritik. Metode lain dalam romanisasi adalah transkripsi, yaitu mengganti suatu sistem penulisan dari bahasa tertentu ke sistem lain sesuai dengan bunyi yang dilafalkan menurut ejaan tertentu. Spalding, 1977: 5 50 2. Pedoman Transliterasi Pedoman transliterasi ialah sebuah tabel yang menunjukkan penggantian huruf demi huruf dengan huruf yang lainnya, sehingga memungkinkan penggantian itu dilakukan secara taat asas. Maka transliterasi yang mengunakan pedoman itu sering disebut “systematic transliteration” 48 Rizal Saiful Haq, “Kesulitan Transliterasi dalam Pengkatalogan buku-buku Beraksara Arab,” Skripsi S1 Fakultas Sastra, Universitas Indonesia, 1984, h.21 49 Saiful Haq, Kesulitan Transliterasi dalam Pengkatalogan.h.10 50 Saiful Haq, Kesulitan Transliterasi dalam Pengkatalogan. h.11 transliterasi sistematis dan pedoman-pedomannya sering juga disebut: bagan transliterasi, tabel transliterasi, dan skema transliterasi. 51 Keanekaragaman pedoman transliterasi contoh lihat lampiran yang ada di Indonesia yang belum dibakukan membuat transliterasi yang ada belum seragam, jadi masing-masing pustakawan yang melakukan transliterasi masih bingung, pedoman mana yang akan digunakan, kebanyakan daripada pengkatalog menggunakan sistem alih tulisan yang sudah ada pada perpustakan tersebut, selain itu pengkatalog juga dihadapkan pada dua pilihan dalam melakukan alih tulisan : transliterasi atau transkripsi. 52 Alih tulisan Arab-Latin di Indonesia menjadi lebih penting sejak diresmikannya pemakaian tulisan Latin. Sebelumnya tulisan Arab banyak dipakai untuk menuliskan bahasa-bahasa yang ada di nusantara, terutama bahasa Melayu yang daerah pemakaiannya cukup luas, Pedoman Penulisan Bahasa Arab dengan Huruf Latin, 1980 : 4. Ditambah pula dengan kenyataaan bahwa banyak kata Arab yang telah menjadi kata Indonesia dan ditulis dengan sistem ucapan Indonesia. Sedangkan kata-kata Arab yang digunakan sehari-hari dalam berkomunikasi dengan menggunakan istilah- istilah agama Islam, diinginkan agar di ‘naturalisasi’kan kedalam bahasa Indonesia. Pedoman Penulisan Bahasa Arab dengan Huruf Latin, 1980 : 35 53 Setiap pedoman transliterasi memiliki sistem alih tulisan yang berbeda- beda, baik dari penulisan vokal maupun konsonan, jika sebuah perpustakaan tidak mempunyai pedoman transliterasi yang jelas, maka akan mengakibatkan hasil dari alih tulisan menjadi ngawur, hal ini juga dapat mengakibatkan para pengguna perpustakaan khususnya dalam mencari buku-buku berbahasa Arab, dalam menelusuri informasi menjadi tidak jelas. Seperti yang sudah dibahas diatas, pentingnya penguasaan dan pemahaman tentang bahasa Arab menjadi faktor penunjang utama dalam mengolah buku-buku berbahasa Arab. 51 Saiful Haq, Kesulitan Transliterasi dalam Pengkatalogan. h. 16. 52 Eryono, Katalogisasi Buku Berbahasa Arab, h. 55. 53 Saiful Haq, Kesulitan Transliterasi dalam Pengkatalogan. h. 27. Pengguna perpustakaan mengharapkan katalog dapat membantu mereka untuk pencarian bahan pustaka yang diperlukan dengan cepat dan mudah. Sekurang-kurangnya katalog diharapkan dapat memberikan informasi mengenai ada tidaknya karya tertentu, karya pengarang tertentu atau karya dalam subyek tertentu dalam koleksi sebuah perpustakaan.

BAB III GAMBARAN UMUM

PERPUSTAKAAN MASJID ISTIQLAL JAKARTA A. Sejarah Perkembangan Perpustakaan Masjid Istiqlal Jakarta Perpustakaan Masjid Istiqlal Jakarta telah dirintis pendirinya sejak tahun 1973 oleh Pusat Dakwah Islam Indonesia PDII, dengan pembiayaan berupa sumbangan dari Presiden RI saat itu, Soeharto melalui program bantuan dana khusus untuk mendirikan perpustakaan, sebanyak Rp. 50.000.000.- Lima Puluh Juta Rupiah. Dengan dana sebesar itulah tim mulai melakukan pengadaan buku- buku dan sarana-sarana yang diperlukan dan memadai untuk sebuah Pusat Perpustakaan Islam yang bertaraf nasional. Setahun kemudian 1974, pemerintah memberikan dukungan melalui Sekretariat Negara berupa biaya terutama bagi pengadaan tambahan buku dan beberapa sarana yang diperlukan bagi kegiatan rutin. Sejak semula kegiatan PPII telah direncanakan untuk ditempatkan di Masjid Istiqlal Jakarta. Namun sementara pembangunan fisik Masjid Istiqlal belum selesai seluruhnya, maka kegiatan Perpustakaan Masjid Istiqlal Jakarta mengambil tempat di Kompleks Museum Fatahillah, Jakarta Kota. Kemudian pada tahun 1975 Perpustakaan Masjid Istiqlal Jakarta pindah ke Wisma Badan Kesejahteraan Masjid BKM atau di kenal dengan nama Wisma Sejahtera yang berlokasi di kompleks IAIN sekarang UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, karena didorong oleh keinginan buku-buku tersebut segera dimanfaatkan.