peranan ideology slam dalam menggerakkan rakyat. Ternyata untuk masyarakat tradisional perbedaan yang diuat oleh Snouck urgronje
tidaklah sesuai.
Walaupun demikian, beberapa pejabat seperti Snouck urgronje, Rinkes, Gonggrijp menyarankan agar Sarekat slam diakui
pendiriannya karena mereka berpandangan bahwa keberadaan Sarekat slam merupakan kebangkitan suatu bangsa untuk menjadi
dewasa, baik dalam bidang politik maupun sosial.
Organisasi slam berikutnya yang muncul setelah Sarekat slam adalah Muhammadiyah. Organisasi ini bersifat reformis dan
nonpolitik. Kegiatan‐kegiatannya dipusatkan dalam bidang pengajaran, kesehatan rakyat, dan kegiatan sosial lainnya.
5. Kehidupan Pendidikan
Membicarakan kehidupan pendidikan pada zaman kolonial tidak akan bisa dipisahkan dari adanya politik etis. Politik ini bertujuan
memajukan dan menyejahterakan kehidupan rakyat ndonesia. Pencetus politik ini adalah Conrod Theodore van Deventer pada tahun
. Dia melontarkan kritik dengan menulis artikel di majalah, dalam artikelnya beliau menuliskan bahwa kemakmuran yang di
dapatkan Belanda merupakan hasil jerih payah penduduk pribumi, baik melalui tanam paksa, kerja rodi, pajak, dan pemaksaan lainya.
Oleh karena itu sudah sepantasnya apabila hutang budi kepada rakyat ndonesia tersebut dibayar kembali. Politik ini dilaksanakan melalui
tiga program, yaitu :
Edukasi, Edukasi pendidikan yaitu : peningkatan pendidikan
Irrigation, Irigasi pengairan yaitu : pembangunan sarana
pengairan
Emigration, Emigrasi kolonisasi yaitu : pemerataan
penduduk
6. Kedudukan dan peranan perempuan
Menjelang abad ke‐ terjadilah perubahan‐perubahan masyarakat di ndonesia, khususnya disebabkan oleh terbukanya
negeri ini bagi perekonomian uang. Gagasan tentang kemajuan itu juga muncul pada diri R.A. Kartini
‐ . Gagasannya tersebut
dituangkan dalam surat‐surat pribadinya yang diterbitkan pada tahun atas usaha J.. Abendanon dengan judul Door Duisternis tot
Licht abis Gelap Terbitlah Terang . Penerbitan buku itu menimbulkan rasa simpati mengenai gerakan emansipasi wanita di
Nusantara. Keadaan gadis‐gadis seperti yang dialami Kartini, juga terdapat di daerah Pasundan. Seorang guru Belanda yang berada di
ndonesia pada tahun
menulis tentang keadaan wanita Sunda. Dalam tulisannya tersebut ia mengemukakan bahwa kehidupan
wanita Sunda melalui tiga periode, yaitu sebagai berikut:
a. Masa kanak‐kanak yang penuh kegembiraan b. Masa kehidupan patuh sebagai istri dan ibu
c. Masa penuh pengaruh sebagai nenek