Hubungan antara jumlah pohon dalam tegakan dengan jumlah pencurian pohon adalah hubungan yang negatif. Semakin tinggi jumlah pohon yang dicuri
akan mengakibatkan penurunan jumlah pohon dalam tegakan yang cukup besar. Pencurian hampir terjadi di setiap kelas umur, sehingga pencurian ini akan
mengakibatkan penurunan potensi di setiap kelas umurnya. Hubungan antara jumlah pohon pencurian dengan jumlah pohon dalam tegakan seperti pada
Gambar 4.
Gambar 4 Diagram Causal Loop antara jumlah pencurian dengan jumlah pohon dalam tegakan.
Hubungan antara jumlah pohon penjarangan dengan jumlah pohon dalam tegakan seperti halnya dengan jumlah pohon pencurian merupakan hubungan
yang negatif. Pada penjarangan pengelola dimungkinkan untuk memperoleh hasil dari kegiatan penjarangan sedangkan pencurian, pengelola mengalami penurunan
hasil. Penjarangan dilakukan dalam rangka untuk mengurangi kerapatan tegakan, agar memperoleh pertumbuhan yang maksimal. Semakin tinggi intensitas
penjarangan maka jumlah pohon dalam tegakan semakin berkurang. Hubungan jumlah pohon penjarangan dengan jumlah pohon dalam tegakan adalah hubungan
yang negatif. Hubungan antara jumlah pohon penjarangan dengan jumlah pohon dalam tegakan seperti pada Gambar 5.
Gambar 5 Diagram Causal Loop antara jumlah pohon penjarangan dengan jumlah pohon dalan tegakan.
e. Mempresentasikan Model Konseptual
e.1. Sub Model Jumlah Pohon
Jumlah pohon ialah banyaknya jumlah pohon yang terdapat dalam luasan lahan tertentu. Jumlah pohon diperoleh dari hasil perhitungan
berdasarkan luas pohon per hektar pada tabel tegakan hasil risalah KPH yang dikonversikan dalam satuan jumlah pohon dengan bantuan tabel
tegakan sepuluh jenis kayu industri lembaga penelitian hutan 1975. Sub model jumlah pohon menjelaskan perubahan yang terjadi dalam suatu
tegakan dengan melihat pertumbuhan tegakan dari jumlah pohon yang mengalami perubahan dalam tiap-tiap kelas umur. Jumlah pohon tiap
kelas umur yang mengalami pertambahan karena adanya riap dan jumlah penanaman yang dilakukan pada KU awal.
Pada KU I aliran materi di mulai dari kegiatan penanaman, yang terdiri dari tanaman rutin pada areal bekas tebangan serta tanaman
pembangunan pada areal tanah kosong. Aliran materi yang keluar berupa upgrowth, out KU serta mortality. Pada KU II dan KU III yang menjadi
aliran masuk berupa upgrowth dari dari KU sebebelumnya, sedangkan yang menjadi aliran keluar berupa upgrowth, out KU serta mortality.
Aliran masuk pada KU IV , KU V, KU VI, dan KU VII dipengaruhi oleh upgrowth dari KU sebelumnya. Aliran keluar terdir dari upgrowth, out
KU, mortality, serta jumlah pohon tebang. Pada KU VIII, IX, dan KU MT Masak Tebang aliran masuk berupa upgrowth dari KU sebelumnya,
sedangkan aliran keluar berupa jumlah pohon curi, mortality, dan jumlah pohon tebang. Untuk KU MR Miskin Riap aliran keluar berupa jumlah
pohon curi, mortality, dan jumlah pohon tebang. Sub model jumlah pohon disajikan pada Lampiran 1.
e.2. Sub Model Luas Areal Berhutan.
Sub model luas areal berhutan memberikan gambaran besarnya perubahan luas dari masing-masing KU. Luas KU I diawali dengan aliran
masuk berupa luas penanaman yang diperoleh dari jumlah luas tanaman pembangunan dan etat luas. Aliran keluar berupa persen pindah dan luas
pencurian. Pada KU II dan KU III aliran masuk berupa persen pindah dari KU sebelumnya dan luas pencurian sebagai aliran keluar. Aliran
masuk pada KU IV sampai KU MT dipengaruhi persen pindah dari KU sebelumnya. Sedangkan aliran keluar berupa luas pencurian dan luas
tebangan. Pada KU MR aliran yang keluar berupa luas pencurian dan luas tebangan.
Pada sub model luas areal berhutan terdapat state variable tanah kosong. Aliran masuk berupa luas pencurian yang merupakan akumulasi
dari luas pencurian di masing-masing KU. Sedangkan aliran keluar berupa luas tanaman pembangunan. Sub model luas areal berhutan
disajikan pada lampiran 2.
e.3. Sub Model Pengaturan Hasil