menghasilkan kayu yang dapat digunakan untuk tujuan tertentu. Sub model pengaturan hasil disajikan pada lampiran 3.
e.4. Sub Model Dinamika Penduduk
Laju perubahan jumlah penduduk merupakan salah satu peubah sosial masyarakat sekitar hutan. Peningkatan jumlah penduduk
dipengaruhi oleh persen kelahiran dan persen masuk Sedangkan faktor yang mempengaruhi penurunan jumlah penduduk ialah persen kematian
dan persen penduduk keluar. Besarnya persen kelahiran dan kematian diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Blora. Untuk ketiga
wilayah KPH yang masuk dalam wilayah administratif Kabupaten Blora, besarnya faktor yang mempengaruhi jumlah penduduk pada ketiga KPH
didasarkan pada data BPS Kabupaten Blora.
Gambar 6 Sub model dinamika penduduk.
e.5. Sub Model Gangguan Hutan
Luas areal yang terganggu dan banyaknya jumlah pohon yang hilang dijelaskan dalam sub model gangguan hutan. Jumlah pohon yang
mengalami gangguan dipengaruhi oleh faktor pengangguran, pendapatan, konsumsi kayu bakar dan konsumsi kayu pertukangan. Berdasarkan
penelitian Budi Kuncahyo 2006, hasil analisis hubungan faktor-faktor
diatas terhadap besarnya gangguan hutan, diperoleh pesamaan regresi sebagai berikut
Gangguan = 6.217 – 0,00457 Pendapatan + 496 tingkat Pengangguran + 3.732 Konsumsi Kayu Pertukangan + 61,8
konsumsi kayu bakar.
Gambar 7 Sub model gangguan hutan. e.6. Sub Model Pengangguran
Besarnya tingkat pengangguran dijelaskan melalui sub model pengangguran. Jumlah pengangguran diperoleh dari jumlah pencari kerja
dikurangi total tenaga kerja. Pencari kerja merupakan besarnya angkatan kerja dikurangi pekerja non kehutanan dan pensiunan. Total tenaga kerja
merupakan akumulasi dari tenaga kerja penebangan, penanaman, penjarangan, serta pesanggem. Besarnya angkatan kerja di peroleh dari
perkalian persen angkatan kerja dengan jumlah penduduk di setiap KPH. Persentase angkatan kerja diperoleh dari buku Kabupaten Blora Dalam
Angka, Badan Pusat Statistik Kabupaten Blora 2002.
Gambar 8 Sub model pengangguran.
e.7. Sub Model Keuangan Perusahaan
Pendapatan KPH
dijelaskan dengan menggunakan model keuangan
perusahaan. Pendapatan KPH merupakan selisih antara penerimaan KPH dengan biaya KPH. Penerimaan KPH diperoleh dari penerimaan kayu
pertukangan dan kayu bakar. Kayu pertukangan diperoleh dari penjualan kayu hasil tebangan habis A2. Kayu bakar diperoleh dari tebangan
penjarangan E. Tebangan A2 menghasilkan kayu dengan kualitas yang beragam, yaitu kualitas AI dengan diameter 4–19 cm, AII dengan
diameter 20-29 cm, dan AIII dengan diameter 30 cm. Pembagian kayu pada tebang habis A2 dilakukan berdasarkan pengalaman pihak
Perhutani. Untuk kualitas kayu jenis A I dihasilkan sebanyak 2, kayu A II 6 dan kayu A III 92 serta menghasilkan kayu bakar 6,60 dari
total volume tebang habis. Tebangan penjarangan menghasilkan kayu A I sebesar 66, A II sebesar 16, dan A III sebesar 18, sedangkan untuk
kayu bakar diperoleh 25 dari total penjarangan. Pegeluaran
KPH merupakan
besarnya biaya usaha yang dikeluarkan di tambah dengan iuran hasil hutan IHH sebesar 3 dari
total pendapat KPH. Biaya usaha ialah total biaya yang dikeluarkan KPH untuk semua kegiatan pengelolaan hutan. Besarnya biaya yang
dikeluarkan perhutani untuk kegiatan pengelolaan untuk setiap tahunnya dipengaruhi kegiatan pengelolaan yang dilakukan KPH. Biaya usaha
meliputi biaya pembinaan, biaya eksploitasi, biaya pemasaran biaya penyusutan, biaya tata hutan dan perencanaan, biaya sarana dan
prasarana, biaya pendidikan dan latihan, dan biaya umum.
Gambar 9 Sub model keuangan perusahaan.
e.8. Sub Model Kayu Konsumsi