5. Sub Model Gangguan Hutan 7. Sub Model Keuangan Perusahaan

menghasilkan kayu yang dapat digunakan untuk tujuan tertentu. Sub model pengaturan hasil disajikan pada lampiran 3.

e.4. Sub Model Dinamika Penduduk

Laju perubahan jumlah penduduk merupakan salah satu peubah sosial masyarakat sekitar hutan. Peningkatan jumlah penduduk dipengaruhi oleh persen kelahiran dan persen masuk Sedangkan faktor yang mempengaruhi penurunan jumlah penduduk ialah persen kematian dan persen penduduk keluar. Besarnya persen kelahiran dan kematian diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Blora. Untuk ketiga wilayah KPH yang masuk dalam wilayah administratif Kabupaten Blora, besarnya faktor yang mempengaruhi jumlah penduduk pada ketiga KPH didasarkan pada data BPS Kabupaten Blora. Gambar 6 Sub model dinamika penduduk.

e.5. Sub Model Gangguan Hutan

Luas areal yang terganggu dan banyaknya jumlah pohon yang hilang dijelaskan dalam sub model gangguan hutan. Jumlah pohon yang mengalami gangguan dipengaruhi oleh faktor pengangguran, pendapatan, konsumsi kayu bakar dan konsumsi kayu pertukangan. Berdasarkan penelitian Budi Kuncahyo 2006, hasil analisis hubungan faktor-faktor diatas terhadap besarnya gangguan hutan, diperoleh pesamaan regresi sebagai berikut ƒ Gangguan = 6.217 – 0,00457 Pendapatan + 496 tingkat Pengangguran + 3.732 Konsumsi Kayu Pertukangan + 61,8 konsumsi kayu bakar. Gambar 7 Sub model gangguan hutan. e.6. Sub Model Pengangguran Besarnya tingkat pengangguran dijelaskan melalui sub model pengangguran. Jumlah pengangguran diperoleh dari jumlah pencari kerja dikurangi total tenaga kerja. Pencari kerja merupakan besarnya angkatan kerja dikurangi pekerja non kehutanan dan pensiunan. Total tenaga kerja merupakan akumulasi dari tenaga kerja penebangan, penanaman, penjarangan, serta pesanggem. Besarnya angkatan kerja di peroleh dari perkalian persen angkatan kerja dengan jumlah penduduk di setiap KPH. Persentase angkatan kerja diperoleh dari buku Kabupaten Blora Dalam Angka, Badan Pusat Statistik Kabupaten Blora 2002. Gambar 8 Sub model pengangguran.

e.7. Sub Model Keuangan Perusahaan

Pendapatan KPH dijelaskan dengan menggunakan model keuangan perusahaan. Pendapatan KPH merupakan selisih antara penerimaan KPH dengan biaya KPH. Penerimaan KPH diperoleh dari penerimaan kayu pertukangan dan kayu bakar. Kayu pertukangan diperoleh dari penjualan kayu hasil tebangan habis A2. Kayu bakar diperoleh dari tebangan penjarangan E. Tebangan A2 menghasilkan kayu dengan kualitas yang beragam, yaitu kualitas AI dengan diameter 4–19 cm, AII dengan diameter 20-29 cm, dan AIII dengan diameter 30 cm. Pembagian kayu pada tebang habis A2 dilakukan berdasarkan pengalaman pihak Perhutani. Untuk kualitas kayu jenis A I dihasilkan sebanyak 2, kayu A II 6 dan kayu A III 92 serta menghasilkan kayu bakar 6,60 dari total volume tebang habis. Tebangan penjarangan menghasilkan kayu A I sebesar 66, A II sebesar 16, dan A III sebesar 18, sedangkan untuk kayu bakar diperoleh 25 dari total penjarangan. Pegeluaran KPH merupakan besarnya biaya usaha yang dikeluarkan di tambah dengan iuran hasil hutan IHH sebesar 3 dari total pendapat KPH. Biaya usaha ialah total biaya yang dikeluarkan KPH untuk semua kegiatan pengelolaan hutan. Besarnya biaya yang dikeluarkan perhutani untuk kegiatan pengelolaan untuk setiap tahunnya dipengaruhi kegiatan pengelolaan yang dilakukan KPH. Biaya usaha meliputi biaya pembinaan, biaya eksploitasi, biaya pemasaran biaya penyusutan, biaya tata hutan dan perencanaan, biaya sarana dan prasarana, biaya pendidikan dan latihan, dan biaya umum. Gambar 9 Sub model keuangan perusahaan.

e.8. Sub Model Kayu Konsumsi