Asas-Asas Hukum Perjanjian KESIMPULAN DAN SARAN

Prestasi ini terdapat pada Pasal 1237 Kitab Undang-Undang Hukum perdata, contoh: prestasi pembeli menyerahkan uang kepada penjual, prestasi penjual menyerahkan barang kepada pembeli. 2. Prestasi untuk melakukan sesuatu atau berbuat sesuatu Prestasi ini terdapat dalam Pasal 1239 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, contoh: prestasi pengangkatan untuk membawa barang angkutan ke tempat tujuan. 3. Prestasi untuk tidak berbuat atau tidak melakukan sesuatu Prestasi ini terdapat dalam Pasal 1239 kitab Undang-Undang Hukum Perdata, contoh: A dan B membuat perjanjian untuk tidak akan membuat barang yang sama seperti yang dibuat A. Apabila seseorang telah ditetapkan prestasinya sesuai dengan perjanjian itu, maka kewajiban pihak tersebut melaksanakan atau menaatinya. Apabila seseorang tidak melaksanakan atau tidak memenuhi prestasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka disebut wanprestasi. Tindakan wanprestasi membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk menutut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi, sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi.

B. Asas-Asas Hukum Perjanjian

Asas-asas hukum merupakan sumber bagi sistem hukum yang memberikan inspirasi mengenai nilai-nilai etis, moral, dan sosial masyarakat. Asas hukum sebagai landasan norma menjadi alat uji bagi norma hukum yang ada, dalam arti norma hukum Universitas Sumatera Utara pada akhirnya harus dapat dikembalikan pada asas hukum yang menjiwainya. Asas-asas hukum dapat timbul dari pandangan kepantasan dalam pergaulan sosial yang kemudian diambil oleh pembuat undang-undang sehingga menjadi aturan hukum. 31 Asas-asas hukum dalam perjanjian menurut Sudikno Mertokusumo adalah pikiran dasar yang umum sifatnya dan merupakan latar belakang dari peraturan hukum yang konkrit, yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat ditemukan dengan mencari sifat-sifat dalam peraturan konkrit tersebut. 32 Kebebasan berkontrak adalah salah satu asas yang sangat penting di dalam hukum perjanjian. Kebebasan ini adalah perwujudan dari kehendak bebas, pancaran hak asasi manusia yang perkembangannya dilandasi semangat liberialisme. Menurut paham individualisme setiap orang bebas untuk memperoleh apa yang dikehendaki, sementara itu ada di dalam hukum perjanjian dalam asas kebebasan berkontrak. Didalam hukum perjanjian dikenal lima asas perjanjian yaitu asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas pacta sun servanda, asas itikad baik, asas kepribadian personalitas antara lain: 1. Asas kebebasan berkontrak 33 Menurut Salim H. S bahwa asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk membuat atau tidak membuat perjanjian, mengadakan perjanjian dengan siapa pun, menentukan isi perjanjian 31 Agus Yuda Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Jakarta: Kencana, 2010, hal. 103. 32 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Yogyakarta: Liberty, 1991, hal. 97. 33 Agus Yuda Hernoko, Op.Cit., hal. 109. Universitas Sumatera Utara pelaksanaan, persyaratannya, dan menentukan bentuk perjanjian yaitu tertulis dan lisan. Di dalam hukum perjanjian nasional, asas kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab, yang mampu memelihara keseimbangan tetap perlu dipertahankan, yaitu pengembangan kepribadian untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan hidup lahir batin yang serasi, selaras dan seimbang dengan kepentingan masyarakat. 34 Asas kebebasan berkontrak ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menentukan “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Asas Kebebasan berkontrak ini dibatasi oleh hukum yang sifatnya memaksa, sehingga para pihak membuat persetujuan harus mentaati hukum yang sifatnya memaksa tersebut. 35 34 Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta: Kencana, 2008, hal. 229. 35 Komariah, Hukum Perdata, cetakan ketiga, Malang: Penerbitan Universitas Muhamadiyah, 2004, hal. 173-174. Namun yang penting diperhatikan bahwa asas kebebasan berkontrak di dalam Pasal 1338 ayat 1 tidaklah berdiri sendiri. Asas tersebut berada dalam satu sistem utuh dan padu. Sebagai suatu kesatuan yang bulat dan utuh dalam satu sistem, maka penerapan asas kebebasan berkontrak yang terdapat dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata harus juga dikaitkan dengan kerangka pemahaman pasal-pasal lain. Apabila Pasal 1338 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dihubungkan dengan pasal-pasal lain dalam satu kerangka sistem hukum perjanjian Pasal 1320, 1335, 1337, 1338 3 serta 1339 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maka penerapan asas kebebasan berkontrak perlu dihubungkan dengan rambu-rambu hukum lainnya. Universitas Sumatera Utara Hal ini berarti kebebasan para pihak dalam membuat kontrak perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Mempunyai syarat sahnya suatu kontrak. b.Untuk mencapai tujuan para pihak, kontrak harus mempunyai kausa. c.Tidak mengandung kausa palsu atau dilarang oleh undang-undang. d.Tidak bertentangan dengan kepatutan, kebiasaan, kesusilaan dan ketertiban umum. e.Harus dilaksanakan dengan itikad baik. Asas kebebasan berkontrak didasarkan pada para pihak dalam kontrak memiliki posisi yang seimbang, tetapi pada kenyataannya para pihak tidak selalu memiliki posisi yang seimbang. Apabila terjadi dalam suatu perjanjian terdapat ketidakseimbangan, ketidakadilan, ketimpangan, posisi berat sebelah, maka justru merupakan pengingakaran terhadap asas kebebasan berkontrak. 36 2. Asas Konsensualisme Asas konsensualisme mempunyai hubungan erat dengan asas kebebasan berkontrak dan asas kekuatan mengikat yang terdapat dalam Pasal 1338 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Hal ini sedasar dengan pendapat Subekti yang menyatakan bahwa asas konsensualisme terdapat dalam Pasal 1320 jo 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pelanggaran terhadap ketentuan ini akan mengakibatkan perjanjian itu tidak sah. 37 Asas konsensualitas menentukan bahwa suatu perjanjian yang dibuat antara dua atau lebih orang telah mengikat sehingga telah melahirkan kewajiban bagi salah satu 36 Agus Yuda Hernoko, Op.Cit., hal. 111-120. 37 Ibid., hal. 121. Universitas Sumatera Utara atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut mencapai kesepakatan atau konsensus meskipun kesepakatan tersebut telah dicapai secara lisan semata-mata. Ini berarti pada prinsipnya perjanjian yang mengikat dan berlaku sebagai perikatan bagi para pihak yang berjanji tidak memerlukan formalitas. Walaupun demikian, untuk menjaga kepentingan pihak debitur atau pihak yang berkewajiban memenuhi prestasi maka diadakanlah bentuk-bentuk formalitas atau dipersyaratkan adanya suatu tindakan nyata tertentu. Ketentuan yang mengatur mengenai konsensualitas dapat kita temui dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu untuk sahnya suatu perjanjian, diperlukan empat syarat: 38 a. Kesepakatan mereka mengikat dirinya. b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. c. Suatu hal tertentu. d. Suatu sebab yang tidak dilarang. Asas konsensualisme sebagaimana terdapat dalam Pasal 1320 ayat 1 perjanjian itu terjadi sejak saat tercapainnya kata sepakat antara para pihak. Kesepakatan tersebut dapat dibuat secara lisan maupun dituangkan dalam bentuk tulisan berupa akta, jika dikehendaki sebagai alat bukti. Perjanjian yang dibuat secara lisan didasarkan pada asas bahwa manusia itu dapat dipegang perkataannya artinya dapat dipercaya dengan kata-kata yang diucapkannya. Tetapi ada beberapa perjanjian harus dibuat secara tertulis, misalnya perjanjian perdamaian, perjanjian penghibaan, perjanjian pertanggungan, tujuannya ialah sebagai alat bukti lengkap dari 38 Gunawan Widjaja, Memahami Prinsip Keterbukaan AANVULLEND RECHT dalam Hukum Perdata, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006, hal. 263-264. Universitas Sumatera Utara yang diperjanjikan. 39 Dengan demikian, maka jelaslah bahwa kecuali ditentukan secara khusus untuk tiap-tiap perjanjian yang mengakibatkan tidak sahnya suatu perjanjian, suatu kesepakatan lisan saja sudah tercapai antara para pihak yang membuat atau mengadakan perjanjian telah membuat perjanjian tersebut sah dan mengikat bagi para pihak. Ini berarti asas konsensualisme merupakan ketentuan umum yang melahirkan perjanjian konsensuil. 40 Dalam perspektif Kitab Undang-Undang Hukum Perdata asas ini dapat disimpulkan dari pasal 1338 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Pengertian berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya menunjukan bahwa undang-undang sendiri mengakui dan menempatkan posisi para pihak dalam kontrak sejajar dengan pembuat undang-undang. 3. Asas Asas Daya Mengikat Kontrak Pacta Sun Servanda 41 Mengikat artinya masing-masing pihak dalam perjanjian harus menghormati dan melaksanakan isi perjanjian, serta tidak boleh melakukan perbuatan yang bertentangan dengan isi perjanjian. Isi perjanjian yang mengikat tersebut berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. 42 Perkembangan asas pacta sun servanda dapat ditelusuri dari sumber hukum kanonik. Dalam hukum kanonik dikenal asas nudus consensus obligat, pacta sun servanda. Asas pacta sun servanda mempunyai pengertian bahwa persesuaian 39 Komariah, Op.Cit., hal. 228. 40 Gunawan Widjaja Op.Cit., hal. 265. 41 Agus Yuda Hernoko, Op.Cit., hal. 127. 42 Komariah, Op.Cit., hal. 174. Universitas Sumatera Utara kehendak tidak perlu dilakukan dibawah sumpah, atau dibuat dengan tindakan formalitas tertentu. Artinya menurut hukum persesuaian kehendak itu mengikat. Demikian halnya nudum pactum yaitu suatu persesuaian kehendak saja, sudah memenuhi syarat. Dengan mengikuti alur tersebut. Maka mengikatnya suatu perjanjian itu karena adanya penyesuaian kehendak. Mengingat consensus itu telah diwujudkan di dalam suatu pactum, sehingga kemudian dipandang sebagai mempunyai kekuatan mengikat. Oleh karena itulah, dapat dipahami kalau pada saat ini yang lebih menionjol adalah asas pacta nuda sun servanda yang kemudian berkembang menjadi pacta sun servanda yang berkaitan dengan kekuatan yang mengikatnya suatu perjanjian. 43 4. Asas Itikad Baik Sebagaimana diketahui bahwa dalam Pasal 1338 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersimpul asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas daya mengikat perjanjian atau pacta sun servanda. Pemahaman terhadap pasal tersebut tidak berdiri sendiri, asas-asas yang terdapat dalam pasal tersebut berada dalam satu sistem padu dan integratif dengan ketentuan-ketentuan lainnya. Terkait dengan daya mengikatnya suatu perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya pacta sun servanda, pada situasi tertentu daya berlakunya dibatasi antara lain dengan itikad baik. Pasal 1338 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa “perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Maksudnya perjanjian itu dilaksanakan menurut kepatutan dan keadilan. Pengertian itikad baik dalam dunia hukum mempunyai arti yang lebih luas dari pada pengertian sehari hari. Pengertian itikad baik dalam Pasal 1338 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang 43 Agus Yuda Hernoko, Op. Cit., hal. 131-132. Universitas Sumatera Utara berarti melaksanakan perjanjian dengan itikad baik dengan bersifat dinamis. Artinya dalam melaksanakan perbuatan ini kejujuran harus berjalan dalam hati nurani seseorang. 44 5. Asas Kepribadian Personalitas Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan 1340 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pasal 1315 berbunyi “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri”. Inti ketentuan ini bahwa seseorang mengadakan perjanjian hanya untuk kepentingannya sendiri. Pasal 1340 berbunyi “Perjanjian hanya berlaku antara para pihak yang membuatnya“. Ini berarti bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. 45 Disamping kelima asas itu, di dalam lokakarya hukum perikatan yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dari tanggal 17- 19 Desember 1985 telah berhasil dirumuskan delapan asas hukum perikatan nasional antara lain: 46 44 Ibid., hal.134-139. 45 Salim H.S, Hukum Kontrak Teori Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta: Sinar Grafika, 2003, hal.12. 46 Ibid., hal. 13-14 a. Asas Kepercayaan Asas kepercayaan mengandung pengertian bahwa setiap orang yang akan mengadakan perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang diadakan diantara, mereka di belakang hari. Universitas Sumatera Utara b. Asas Persamaan Hukum Bahwa subjek hukum yang mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama dalam hukum. Mereka tidak dibeda-bedakan antara satu sama lain, walaupun subjek hukum itu berbeda warna kulit, agama, ras . c. Asas Keseimbangan Asas ini adalah asas yang menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun debitur memikul pula kewajiban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik. d. Asas Kepastian Hukum Perjanjian sebagai figur hukum harus mengandung kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikatnya perjanjian, yaitu sebagai undang-undang bagi yang membuatnya. e. Asas Moral Asas moral ini terkait dalam perikatan wajar yaitu suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak dapat menuntut hak-hak baginya untuk menggugat prestasi dari pihak debitur. Hal ini terlihat dalam zaakwarneming, yaitu seseorang melakukan perbuatan dengan sukarela moral. Dalam hal ini yang bersangkutan mempunyai kewajiban hukum untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya. Salah satu faktor yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan melakukan perbuatan hukum itu adalah didasarkan pada kesusilaan moral sebagai panggilan hati nuraninya. f. Asas Kepatutan Asas kepatutan berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian. Artinya Universitas Sumatera Utara bahwa isi perjanjian itu harus sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku, ketertiban umum, dan kesusilaan. Asas ini tertuang dalam Pasal 1339 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. g. Asas Kebiasaan Asas ini dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara tegas diatur, akan tetapi juga hal-hal menurut kebiasaan lazim diikuti. h. Asas Perlindungan Asas perlindungan mengandung pengertian bahwa antara debitur dan kreditur harus dilindungi oleh hukum. 47

C. Syarat - Syarat Sahnya dan Pelaksanaan Perjanjian