Aspek Hukum Perjanjian Jual-Beli Kios Pasar Tradisional Meranti Baru (Studi Antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus)

(1)

ASPEK HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI KIOS

PASAR TRADISIONAL MERANTI BARU (STUDI ANTARA TIURMA

TAMPUBOLON DAN BERNIKA SITORUS)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum

Oleh :

NIM:110200530 NIMAH D.I TAMPUBOLON

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ASPEK HUKUM PERJANJIAN JUAL-BELI KIOS

PASAR TRADISIONAL MERANTI BARU (STUDI ANTARA TIURMA

TAMPUBOLON DAN BERNIKA SITORUS)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum

Oleh :

NIM:110200530 NIMAH D.I TAMPUBOLON

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN PERDATA BW

Disetujui oleh :

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

NIP.196603031985081001 Dr.H.Hasim Purba,SH.M.Hum

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Dr.Megarita,SH.,CN.,M.Hum

NIP : 196110111988132001 NIP: 196402161989111001

Syamsul Rizal,SH.M.Hum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

ABSTRAK

NIMAH D.I TAMPUBOLON*) Dr. MEGARITA, SH. CN., M. Hum**)

SYAMSUL RIZAL, SH.M.Hum***)

Perjanjian adalah suatu peristiwa ketika seseorang berjanji kepada orang lain atau ketika orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa itu maka timbul hubungan antara dua orang atau lebih. Perjanjian harus ada kata sepakat antara kedua belah pihak karena perjanjian merupakan perbuatan hukum bersegi dua atau jamak. Untuk membuktikan kata sepakat dibuat dengan akta otentik dan bisa juga tanpa dengan akta otentik. Perjanjian jual beli merupakan perjanjian timbal balik dimana penjual berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedangkan pihak pembeli berjanji membayar harga.

Permasalahan dalam skripsi ini adalah apakah pelaksanaan dan bentuk perjanjian jual beli antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan kesusilaan, bagaimana kekuatan hukum pembuktian akta perjanjian jual beli yang dibuat dibawah tangan serta bagaimana perlindungan hukum terhadap pembeli dalam perjanjian jual beli kios pada Pasar Tradisional Meranti Baru.

Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian normatif dengan pengumpulan data melalui pustaka atau data sekunder serta dilakukan wawancara kepada pihak yang berkompeten yaitu Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus yang dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini.

Hasil penelitian adalah pelaksanaan dan bentuk perjanjian jual beli kios pada dasarnya sudah sesuai dengan undang-undang yang berlaku dan tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum, tetapi masih ada yang tidak sesuai dengan undang-undang yang berlaku dalam hal pembayaran dimana pihak pembeli melakukan wanprestasi. Akta di bawah tangan mempunyai kekuatan pembuktian sama walaupun tidak sesempurna pembuktian seperti akta otentik sepanjang tanda tangan dan isi yang terdapat di dalam akta tersebut diakui oleh para pihak yang membuat akta tersebut, akan tetapi akta di bawah tangan akan dianggap sebagai bukti permulaan tertulis. Perlindungan hukum terhadap pembeli kios dalam hal ini dilindungi dengan itikad baik.

Kata Kunci : - Perjanjian

- Perjanjian jual beli

*) MAHASISWA.

**) DOSEN PEMBIMBING I. ***)DOSEN PEMBIMBING II.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini salah satu syarat untuk menempuh ujian tingkat Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara .Skripsi ini berjudul “Aspek Hukum Perjanjian Jual-Beli Kios Pasar Tradisional Meranti Baru (Studi Antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus)”.

Di dalam menyelesaikan skripsi ini telah banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Runtung, SH., M. Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Dr. Hasim Purba, SH.M.Hum sebagai Ketua Departemen Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. Megarita, SH., CN, M. Hum selaku Dosen pembimbing 1. 4. Bapak Syamsul Rizal, SH., M. Hum selaku Dosen Pembimbing 2. 5. Bapak Ramli Siregar SH,M.Hum selaku Dosen Pembimbing Akademik.

6. Bapak dan Ibu dosen serta semua staf administrasi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

7. Kepada Mendiang Ayahanda Poltak Tampubolon SH dan Ibunda Martalena Sitorus yang telah memberikan dukungan dan semangat yang tidak ada habisnya, biarlah skripsi ini sebagai tanda balas jasa saya kepada orang tua yang saya cintai dan kasihi.


(5)

8. Kepada adik-adik saya Natalia dan Sarah yang saya cintai terima kasih sudah memberikan semangat yang tiada habis nya.

9. Kepada sahabat-sahabat Happy Mentari, Eni Dhora Sipayung, Desi Natalia yang telah memberikan dukungan kepada penulis.

10. Kepada kakak senior Kakak Lusiana Theresia Pangaribuan SH., M.H yang telah memberikan informasi dan juga dukungan kepada penulis.

11. Rekan rekan sealmamater yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

12. Saudara Tante Roma,Tante Ondang, Tante Ika, Tulang, Nantulang dan Olin yang saya kasihi yaang telah mendukung saya mengerjakan skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi yang sederhana ini dapat memberikan manfaat bagi para pihak yang membutuhkan informasi seputar pelaksanaan perjanjian jual-beli sesuai dengan asas dan syarat sahnya sua perjanjian yang tidak bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban umum, dan sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan, kekurangan, dan ketidaksempurnaan dalam penulisan skripsi ini karena hal ini bukanlah kesengajaan, melainkan semata-mata karena kehilafan penulis. Seperti kata pepatah “Tak ada gading yang tak retak”.

Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk lebih sempurnanya skripsi tersebut.

Medan, Maret 2015 Penulis

NIM : 110200530


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ...i

KATA PENGANTAR ...ii

DAFTAR ISI ...iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...,...1

B. Perumusan Masalah ...8

C. Tujuan Penelitian...8

D. Manfaat Penelitian ...9

E. Keaslian Penelitian ...10

F. Metode Penelitian ...10

G. Sistematika Penulisan ...12

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian dan akibat hukum dari suatu perjanjian pada umumnya...15

B. Asas-asas hukum perjanjian...23

C. Syarat-syarat sahnya perjanjian dan pelaksanaan perjanjian...33

D. Lahirnya dan berakhirnya suatu perjanjian ...41

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI KIOS PASAR TRADISIONAL MERANTI BARU A. Sejarah Pasar Tradisional Meranti Baru...51


(7)

Halaman B. Pengertian dan dasar hukum perjanjian jual-beli kios pasar Tradisional

Meranti Baru...52 C. Subjek dan objek perjanjian jual beli kios Pasar

Tradisional Meranti Baru...56 D. Hak dan kewajiban dalam perjanjian jual beli

kios Pasar Tradisional Meranti Baru...60 E. Asas-asas hukum dalam perjanjian jual beli

kios Pasar Tradisional Meranti Baru...65 F. Risiko dalam perjanjian jual beli kios Pasar

Tradisional Meranti Baru ...68

BAB IV ASPEK HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI KIOS PASAR TRADISIONAL MERANTI (STUDI ANTARA TIURMA TAMPUBOLON DAN BERNIKA SITORUS)

A. Pelaksanaan dan bentuk perjanjian jual-beli kios antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus

pada Pasar Tradisional Meranti Baru...73 B. Kekuatan Hukum dan Pembuktian akta dibawah

tangan pada perjanjian jual-beli kios antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus pada Pasar

Tradisional Meranti Baru...79 C. Perlindungan hukum terhadap pembeli kios


(8)

Halaman

Pasar Tradisional Meranti Baru...81

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ...86 B. Saran ...88 DAFTAR PUSTAKA


(9)

ABSTRAK

NIMAH D.I TAMPUBOLON*) Dr. MEGARITA, SH. CN., M. Hum**)

SYAMSUL RIZAL, SH.M.Hum***)

Perjanjian adalah suatu peristiwa ketika seseorang berjanji kepada orang lain atau ketika orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa itu maka timbul hubungan antara dua orang atau lebih. Perjanjian harus ada kata sepakat antara kedua belah pihak karena perjanjian merupakan perbuatan hukum bersegi dua atau jamak. Untuk membuktikan kata sepakat dibuat dengan akta otentik dan bisa juga tanpa dengan akta otentik. Perjanjian jual beli merupakan perjanjian timbal balik dimana penjual berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedangkan pihak pembeli berjanji membayar harga.

Permasalahan dalam skripsi ini adalah apakah pelaksanaan dan bentuk perjanjian jual beli antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan kesusilaan, bagaimana kekuatan hukum pembuktian akta perjanjian jual beli yang dibuat dibawah tangan serta bagaimana perlindungan hukum terhadap pembeli dalam perjanjian jual beli kios pada Pasar Tradisional Meranti Baru.

Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian normatif dengan pengumpulan data melalui pustaka atau data sekunder serta dilakukan wawancara kepada pihak yang berkompeten yaitu Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus yang dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini.

Hasil penelitian adalah pelaksanaan dan bentuk perjanjian jual beli kios pada dasarnya sudah sesuai dengan undang-undang yang berlaku dan tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum, tetapi masih ada yang tidak sesuai dengan undang-undang yang berlaku dalam hal pembayaran dimana pihak pembeli melakukan wanprestasi. Akta di bawah tangan mempunyai kekuatan pembuktian sama walaupun tidak sesempurna pembuktian seperti akta otentik sepanjang tanda tangan dan isi yang terdapat di dalam akta tersebut diakui oleh para pihak yang membuat akta tersebut, akan tetapi akta di bawah tangan akan dianggap sebagai bukti permulaan tertulis. Perlindungan hukum terhadap pembeli kios dalam hal ini dilindungi dengan itikad baik.

Kata Kunci : - Perjanjian

- Perjanjian jual beli

*) MAHASISWA.

**) DOSEN PEMBIMBING I. ***)DOSEN PEMBIMBING II.


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A . Latar Belakang

Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut merupakan syarat agar manusia bisa bertahan hidup di dunia ini. Dalam rangka memenuhi kebutuhannya, manusia harus saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Hal ini dikarenakan manusia adalah makhluk sosial dan tidak dapat memenuhi kehidupannya sendiri.

Hukum sangat terkait dengan kehidupan sosial masyarakat. Dalam konteks hubungan sosial masyarakat, dimensi hukum dapat dipahami sebagai kaidah atau norma yang merupakan petunjuk hidup dan pedoman perilaku yang pantas atau diharapkan. Dalam hal ini hukum bermaksud mengatur tata tertib masyarakat. Oleh karena itu, ketika petunjuk hidup tersebut berisi perintah dan larangan ini dilanggar, maka dapat menimbulkan tindakan dalam bentuk pemberian sanksi dari pemerintah atau penguasa masyarakat.1

Hubungan antara dua individu yang timbal balik dapat dikatakan sebagai bentuk kerjasama atau dalam hukum Indonesia dikenal dengan istilah perikatan. Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua individu atau dua pihak, dimana pihak yang satu menuntut sesuatu hal atau prestasi dari pihak yang lain, dan pihak lain

1


(11)

berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut.2 Perikatan timbul dari adanya suatu perjanjian. Perjanjian adalah suatu peristiwa ketika seseorang berjanji kepada orang lain atau ketika mereka saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu. Perjanjian merupakan bagian dari hukum perdata yang berlaku di indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang sangat penting dalam hukum perdata oleh karena hukum perdata banyak mengandung peraturan-peraturan hukum yang berdasarkan janji seseorang.3

Hukum perjanjian bersifat terbuka atau mempunyai suatu asas kebebasan berkontrak, artinya kebebasan yang diberikan seluas-luasnya kepada siapa pun untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Para pembuat perjanjian boleh membuat ketentuan-ketentuan sendiri selama tidak menyimpang dari pasal-pasal dari hukum perjanjian. Sedangkan pasal-pasal tersebut dapat dikesampingkan manakala dikehendaki oleh pihak-pihak yang membuat suatu perjanjian. Kalau mereka tidak mengatur sendiri sesuatu hal, berarti mengenai hal tersebut akan tunduk pada undang-undang yang berlaku.

Setiap orang yang melakukan perjanjian harus berdasarkan asas-asas dan syarat sahnya suatu perjanjian.

4

Sistem terbuka ini di dapat kita lihat dari Pasal 1338 (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Itu dimaksudkan untuk menyatakan tentang kekuatan perjanjian, yaitu kekuatan yang sama dengan suatu undang-undang. Kekuatan seperti itu diberikan kepada semua perjanjian yang dibuat secara sah. Perjanjian yang dibuat secara sah, terdapat dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

2

R. Subekti(1), Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 2002), hal. 1. 3

Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Perjanjian, (Bandung: PT Bale Bandung, 1989), hal. 7. 4


(12)

yang menyebutkan satu persatu syarat-syarat untuk perjanjian yang sah itu. Syarat-syarat itu adalah sepakat, kecakapan, hal-hal tertentu, dan sebab suatu yang halal. Dengan hanya disebutkannya sepakat saja tanpa dituntutnya suatu bentuk cara formalitas apapun, seperti tulisan, pemberian tanda atau panjar dan lain sebagainya, dapat kita simpulkan bahwa bilamana sudah tercapai kata sepakat itu, maka sahlah sudah perjanjian itu atau mengikatlah perjanjian itu atau berlakulah ia sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Aspek kebebasan berkontrak dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ada tiga asas dalam perjanjian:5

1. Mengenai terjadinya perjanjian

Asas yang disebut konsensualisme artinya menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata perjanjian hanya terjadi apabila telah adanya persetujuan kehendak antara para pihak.

2. Tentang akibat perjanjian

Perjanjian mempunyai kekuatan yang mengikat antara para pihak-pihak itu sendiri. Asas ini ditegaskan dalam Pasal 1338 (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menegaskan bahwa perjanjian dibuat secara sah diantara para pihak. Ini berlaku sebagai undang-undang bagi pihak yang melakukan perjanjian tersebut.

3. Tentang isi perjanjian

Isi perjanjian sepenuhnya diserahkan kepada para pihak yang bersangkutan. Dengan kata lain, selama perjanjian itu tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku, kesusilaan, mengikat kepentingan dan ketertiban maka perjanjian itu diperbolehkan.

Dengan asas kebebasan berkontrak dimana seseorang dapat membuat perjanjian dengan bebas sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum,

5


(13)

dan kesusilaan. Terlepas dari kontraversi yang ada dalam perjanjian, ada baiknya dalam membuat perjanjian kita mendapatkan rasa aman dan mengusahakan masing-masing pihak mendapat keuntungan yang adil.

Perjanjian biasanya juga dibuat antara kedua belah pihak membuat akta perjanjian, batasan akta sendiri merupakan pernyataan tertulis yang ditandatangani, dibuat oleh seseorang atau oleh pihak-pihak dengan maksud dapat dipergunakan sebagai alat bukti dalam proses hukum. Sehubungan dengan ini, undang-undang menyatakan bahwa pembuktian dengan tulisan dilakukan baik dengan tulisan-tulisan otentik maupun dengan tulisan-tulisan dibawah tangan seperti yang terdapat dalam Pasal 1867 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Dari banyaknya perjanjian yang timbul dalam masyarakat, perjanjian jual beli makin lama semakin penting untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam masyarakat. Jual beli merupakan bentuk transaksi umum yang sering dilakukan masyarakat. Perjanjian jual beli biasanya dibuat secara lisan maupun tertulis atas dasar kesepakatan para pihak antara penjual dan pembeli. Asas konsensualisme itu menonjol sekali dari perumusannya dalam Pasal 1458 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi: “Jual beli itu dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelahnya orang-orang ini mencapai sepakat tentang barang tersebut dan harganya, meskipun barang itu belum diserahkan, maupun harganya belum dibayar”.6

Perjanjian jual beli kios Pasar Tradisional Meranti Baru antara Tiurma Tampubolon sebagai penjual dan Bernika Sitorus sebagai pembeli telah mencapai kata sepakat dan dituangkan kedalam surat perjanjian yang dibuat dibawah tangan. Pihak penjual bermaksud menjual dan menyerahkan sebuah kios tersebut kepada pihak pembeli

6


(14)

yang dengan ini menyetujui untuk membeli dan menerima penyerahan atas sebuah kios tersebut sesuai syarat-syarat dan ketentuan dalam perjanjian.

Jual beli dalam hal ini merupakan suatu perjanjian timbal balik dalam mana pihak yang satu yaitu si penjual berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedangkan pihak yang lainnya yaitu si pembeli berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dalam perolehan hak milik tersebut.7 Berdasarkan peristiwa jual beli yang terjadi, pihak pembeli mendapatkan hak milik atas benda yang menjadi objek perjanjian. Sebagai pemegang hak milik, pemilik mempunyai kewenangan untuk menguasai objek yang bersangkutan secara tentram dan mempertahankannya terhadap siapa pun yang mengganggu ketentramannya dalam menguasai, memanfaatkan serta menggunakan objek tersebut.8

Apabila terjadi kesepakatan mengenai harga dan barang namun ada hal lain yang tidak disepakati yang terkait dengan perjanjian jual beli. Akan tetapi, jika para pihak telah menyepakati unsur essensial dari perjanjian jual beli tersebut, dan para pihak tidak mempersoalkan hal lainnya, klausul-klausul yang dianggap berlaku dalam perjanjian tersebut merupakan ketentuan-ketentuan tentang jual beli yang ada dalam perundang-undangan atau biasa disebut unsur naturilia.9

Jadi, sebelum ada persetujuan biasanya pihak-pihak mengadakan perundingan (negotiation), pihak yang satu memberitahukan kepada pihak yang lain mengenai objek perjanjian dan syarat-syaratnya. Pihak yang lain menyatakan pula kehendaknya, sehingga

7

Djoko Prakoso & Bambang Riyadi Lany, Dasar Hukum Persetujuan Tertentu di Indonesia, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), hal.1.

8

Kartini Muljadi & Widjaja, Kedudukan Berkuasa dan Hak milik, (Jakarta: Kencana, 2004), hal. 131-132.

9


(15)

tercapai persetujuan yang mantap.10

Akibat wanprestasi pada umumnya, dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya atau tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana mestinya dan tidak dipenuhinya kewajiban itu karena ada unsur salah padanya, maka seperti telah dikatakan ada akibat-akibat hukum yang atas tuntutan dari kreditur yang bisa menimpa dirinya.

Ada kemungkinan bahwa persoalan wanprestasi terjadi dalam suatu perjanjian antara kreditur dan debitur. Pengertian wanprestasi adalah apabila si berhutang (debitur) tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan, misalnya ia lalai atau ingkar janji. Ataupun melanggar isi perjanjian, apabila ia melakukan atau berbuat sesuatu yang tidak boleh dilakukannya.

11

1. Memahami syarat-syarat pokok sahnya sebuah perjanjian.

Sebuah perjanjian yang baik seharusnya memberikan rasa aman dan menguntungkan masing-masing pihak. Agar sebuah perjanjian aman dan menguntungkan bagi kedua belah pihak, ada beberapa yang wajib diperhatikan sebelum menandatangani sebuah perjanjian yaitu:

2. Substansi pasal-pasal yang diatur di dalamnya jelas dan konkrit. 3. Mengikuti prosedur atau tahapan dalam menyusun kontrak.

Selain itu hal penting juga adalah buatlah perjanjian dengan pihak yang punya itikad baik serta dibuat dengan materai yang cukup atau kertas segel. Untuk lebih memperkuat pembuktian perjanjian, perlu disahkan oleh pejabat yang berwenang.12

Didalam penjelasan-penjelasan diatas, telah dipaparkan bagaimana seharusnya perjanjian yang baik. Meskipun telah terdapat pengaturan-pengaturan mengenai

10

Abdulkadir Muhamad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 229. 11

J.Satrio, Hukum Perikatan Pada Umumnya ,(Bandung: PT.Alumni, 1999), hal. 144. 12


(16)

perjanjian, masih banyak terdapat permasalahan dan penerapannya. Sebab suatu perjanjian yang telah sah secara formal belum tentu baik dan masih terdapat permasalahan di dalamnya. Berdasarkan hal diatas penulis, membuat skripsi ini dengan judul sebagai berikut “ASPEK HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI KIOS PASAR TRADISIONAL MERANTI BARU (STUDI ANTARA TIURMA TAMPUBOLON DAN BERNIKA SITORUS)”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi permasalahan dalam tulisan ini adalah:

1. Apakah proses pelaksanaan dan bentuk perjanjian jual beli kios antara Tiurma Tampubolon dengan Bernika Sitorus di Pasar Tradisional Meranti Baru sudah sesuai dengan dengan ketentuan undang-undang yang berlaku dan tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum?

2. Bagaimana kekuatan hukum pembuktian perjanjian jual beli kios antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus yang dibuat di bawah tangan?

3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pembeli atas pembelian kios di Pasar Tradisional Meranti Baru ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penulisan dalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut :


(17)

Tampubolon dan Bernika Sitorus di Pasar Tradisional Meranti sudah sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku dan tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.

2. Untuk mengetahui bagaimana kekuatan hukum pembuktian akta dibawah tangan dalam perjanjian jual beli kios antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus.

3. Untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap pembeli kios di Pasar Tradisional Meranti Baru.

D. Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dalam penyusunan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

Secara Teoritis

1. Memberikan wawasan serta ilmu pengetahuan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan perjanjian jual beli khususnya dalam ruangan kios di pusat perbelanjaan atau pun tempat lainnya yang memiliki kesamaan dalam perjanjian kontraknya.

2. Memberikan masukan dan manfaat dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan yang mana dalam penulisan skripsi ini diberikan analisa-analisa yang bersifat objektif.

Secara Praktis

1. Setelah membaca skripsi ini, masyarakat luas maupun kaum intelektual mendapatkan masukan dalam hal melakukan perjanjian jual beli serta ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan jual beli dimana dalam hal ini, para pihak mengetahui apa yang


(18)

menjadi hak dan kewajiban masing masing pihak serta memperoleh perlindungan hukum dan kepastian hukum dalam melaksanakan suatu perjanjian jual beli.

2. Bahwa setelah membaca skripsi ini masyarakat luas maupun kaum intelektual mendapatkan perbandingan mengenai apa yang seharusnya dilakukan dalam melakukan sebuah perjanjian jual beli, juga memperoleh pandangan lebih baik sebelum melakukan perjanjian sehingga lebih meminimalisirkan hal-hal yang tidak diinginkan bagi para pihak.

E. Keaslian Penulisan

Skripsi ini berjudul “Aspek Hukum Perjanjian Jual Beli Kios Pasar Tradisional Meranti Baru (Studi Antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus). Skripsi ini merupakan skripsi yang belum pernah dibahas oleh pihak mana pun dan belum pernah di publikasikan ke media mana pun. Penulisan skripsi ini dimulai dengan mengumpulkan bahan-bahan pustaka yang berkaitan dengan perjanjian yaitu perjanjian khusus yang berkaitan dengan jual beli dan perjanjian secara umum.

Berdasarkan hasil penelusuran Perpustakaan Fakultas Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, belum pernah dilakukan pembahasan skripsi sesuai judul diatas dan ini adalah murni hasil penelitian dan pemikiran dalam rangka melengkapi tugas memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara.

F. Metode penelitian

Penelitian merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu research, yaitu yang berasal dari kata re yang artinya kembali dan to search yang artinya mencari. Pada


(19)

dasarnya yang dicari itu adalah “pengetahuan yang benar“. Untuk menjawab pertanyaan atau ketidaktauhan tertentu dengan menggunakan logika berfikir yang ditempuh melalui penalaran deduktif dan sistemetis serta penguraiannya.13

1. Spesifikasi Penelitian a. Jenis Penelitian

Jenis metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian normatif yaitu pengelolahan dan analisis data yang hanya mengenal data sekunder saja, yang terdiri: bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier .14

b. Sifat Penelitian

Sifat dari penelitian ini adalah bersifat deskriptif yaitu menguraikan dan menggambarkan permasalahan-permasalahan yang ada disertai dengan pembahasan mengenai permasalahan-permasalahan tersebut.

2. Pendekatan Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini dilakukan pendekatan secara yuridis yaitu melakukan tinjauan aspek-aspek hukum yang berkaitan dengan perjanjian jual beli untuk membantu menganalisa dan menjawab permasalahan-permasalahan dalam skripsi ini. 3. Sumber Data

Dalam mengerjakan skripsi ini, terdapat beberapa bahan untuk melengkapi penulisan penelitian ini antara lain:

a. Bahan Hukum Primer

Dalam penulisan skripsi ini yang menjadi bahan hukum primer adalah Kitab

13

Bambang Sugono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Indonesia, 2005), hal. 5. 14

Amirudin, H.Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2004), hal. 163.


(20)

Undang-Undang Hukum Perdata perjanjian kontrak jual beli kios di Pasar Tradisional Meranti Baru Medan.

B. Bahan Hukum Sekunder

Dalam penulisan skripsi ini yang menjadi bahan hukum sekunder adalah penelitian pustaka seperti: buku-buku, majalah-majalah hukum, dan lain-lain. c. Bahan Hukum Tersier

Dalam penulisan skripsi ini yang menjadi bahan hukum tersier adalah kamus, ensiklopedia, dan lain lain.

4. Analisis Data

Selanjutnya data-data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan diolah dan dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif yaitu data yang disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis kualitatif untuk mencapai kejelasan karya ilmiah yang akan dibahas sehingga skripsi ini dimengerti dengan mudah oleh kalangan masyarakat luas baik untuk kalangan awam maupun kalangan terpelajar.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika atau gambaran isi tersebut dibagi dalam beberapa bab dan antara bab-bab tersebut berisi pula atas sub-sub. Adapun sistematika dari skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisikan mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penulisan, keaslian penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.


(21)

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP HUKUM PERJANJIAN

Bab ini berisikan tentang penguraian secara teoritis yang bersifat umum mengenai perjanjian, sehingga bab dua ini diuraikan: pengertian dan akibat hukum dari suatu perjanjian pada umumnya, asas-asas hukum perjanjian, syarat-syarat sahnya dan pelaksanaan perjanjian, lahirnya dan berakhirnya suatu perjanjian.

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI

KIOS PASAR TRADISIONAL MERANTI BARU

Bab ini berisikan mengenai penguraian secara teoritis yang bersifat khusus mengenai perjanjian mana yang akan dibahas dalam skripsi ini, oleh karena yang dibahas adalah perjanjian jual beli maka bab tiga ini menguraikan: sejarah Pasar Tradisional Meranti, pengertian dan dasar hukum perjanjian jual beli kios Pasar Tradisional Meranti Baru, subjek dan objek perjanjian jual beli kios Pasar Tradisional Meranti Baru, hak dan kewajiban dalam perjanjian jual beli kios Pasar Tradisional Meranti Baru, asas-asas hukum dalam perjanjian jual beli kios Pasar Tradisional Meranti Baru, risiko dalam perjanjian jual beli kios Pasar Tradisional Meranti Baru.

BAB IV ASPEK HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI KIOS PASAR

TRADISIONAL MERANTI BARU (STUDI ANTARA TIURMA TAMPUBOLON DAN BERNIKA SITORUS)

Bab ini berisikan mengenai jawaban dari permasalahan-permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini dan juga bab ini merupakan ini dari pembahasan-pembahasan yang akan dijelaskan dalam skripsi ini, sehingga


(22)

bab 4 ini berisikan: proses pelaksanaan perjanjian jual beli antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus pada Pasar Tradisional Meranti Baru, kekuatan hukum pembuktian akta dibawah tangan pada perjanjian jual beli kios antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus pada Pasar Tradisional Meranti Baru, serta perlindungan hukum terhadap pembeli kios pada Pasar Tradisional Meranti Baru.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan kesimpulan dan saran dalam pembahasan skripsi ini, sehingga dalam bab ini menguraikan mengenai: kesimpulan dan saran.

BAB II


(23)

bab 4 ini berisikan: proses pelaksanaan perjanjian jual beli antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus pada Pasar Tradisional Meranti Baru, kekuatan hukum pembuktian akta dibawah tangan pada perjanjian jual beli kios antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus pada Pasar Tradisional Meranti Baru, serta perlindungan hukum terhadap pembeli kios pada Pasar Tradisional Meranti Baru.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan kesimpulan dan saran dalam pembahasan skripsi ini, sehingga dalam bab ini menguraikan mengenai: kesimpulan dan saran.

BAB II


(24)

A. Pengertian dan Akibat Hukum Dari Suatu Perjanjian Pada Umumnya

Kehidupan manusia tidak dapat terlepas dari hubungan kausal dengan manusia lain dalam memenuhi kebutuhan hidup. Hubungan ini tentunya tidak selamanya dengan baik. Salah satu pihak kadangkala berusaha mengungguli pihak yang lain berbuat curang. Sedangkan dipihak lain selalu kalah atau bahkan dengan sengaja dikalahkan. Oleh karena itu dibutuhkan peranan hukum yang disepakati sebagai tata norma dan tata kehidupan sehingga dapat memberikan jalan tengah yang diharapkan adil, tidak berat sebelah dan konsisten.

Dalam mengadakan perjanjian tiap-tiap pihak mempunyai hak dan kewajiban secara timbal balik. Pihak yang satu mempunyai hak untuk menuntut sesuatu dari pihak yang lain, sedangkan pihak lain mempunyai kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut begitu juga sebaliknya .

Sebelum membahas tentang perjanjian jual-beli maka terlebih dahulu kita mengetahui pengertian dari suatu perjanjian. Istilah “perjanjian” dalam “hukum Perjanjian” merupakan kesepadanan dari istilah overeenkomst dalam bahasa Belanda atau istilah agreement dalam bahasa Inggris.15

Perjanjian adalah suatu peristiwa ketika seseorang berjanji kepada orang lain atau ketika orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Perjanjian ini sifatnya konkret.16

Perjanjian dalam arti luas adalah setiap perjanjian yang menimbulkan akibat hukum sebagaimana yang telah dikehendaki oleh para pihak, misalnya pejanjian tidak Dari peristiwa itu maka timbul hubungan antara dua orang atau lebih.

15

16


(25)

bernama atau perjanjian jenis baru.17

Perjanjian dalam arti sempit adalah hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan misalnya perjanjian bernama.18

Pengertian lain dari suatu perjanjian yaitu perjanjian mengandung pengertian suatu hubungan hukum kekayaan/ harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain melakukan prestasi. Dari pengertian tersebut kita jumpai beberapa unsur yang memberi wujud pengertian perjanjian hubungan hukum (rechtsbetrekking) yang menyangkut hukum kekayaan antara dua orang atau lebih, yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain tentang suatu prestasi.19 Prestasi ini adalah “objek” (voorwep) dari perjanjian (verbintenis). Tanpa prestasi, hubungan hukum yang dilakukan berdasarkan tindakan hukum sama sekali tidak mempunyai arti apa-apa bagi hukum perjanjian. Pihak yang berhak atas prestasi mempunyai kedudukan sebagai “kreditur”. Pihak yang wajib menunaikan prestasi berkedudukan sebagai “debitur”.20

Perjanjian mempunyai sifat yang dapat dipaksakan. Dalam perjanjian, kreditur berhak atas prestasi yang telah diperjanjikan. Hak mendapatkan prestasi dilindungi oleh hukum berupa sanksi. Ini berarti kreditur diberi kemampuan oleh hukum untuk memaksa debitur menyelesaikan pelaksanaan kewajiban atau prestasi yang mereka perjanjikan. Apabila debitur tidak secara suka rela memenuhi prestasi, kreditur dapat meminta kepada pengadilan untuk melaksanakan sanksi hukum, baik berupa eksekusi, ganti rugi atau uang paksa. Akan tetapi tidak seluruhnya perjanjian mempunyai sifat yang dipaksakan seperti

17

Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2009), hal. 42. 18

Ibid.

19

M.Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, (Bandung: Alumni, 1986), hal. 6. 20


(26)

pada perjanjian tanpa mempunyai kekuatan memaksa atau natuurlijke verbintenis.21

Menurut R. Setiawan, perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.

Hukum perjanjian diatur dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pengertian perjanjian berdasarkan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan hukum ketika seseorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap seorang atau lebih. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terdapat aturan umum yang berlaku untuk semua perjanjian dan aturan khusus yang berlaku hanya untuk perjanjian tertentu saja (perjanjian khusus) yang namanya sudah diberikan undang-undang. Contoh perjanjian yaitu jual beli, sewa menyewa, tukar menukar, pinjam meminjam, pemborongan, pemberian kuasa, dan perburuhan. Pengertian yang berdasarkan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut menegaskan bahwa perjanjian mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya kepada orang lain. Ini berarti dari suatu perjanjian lahirlah kewajiban atau prestasi dari satu atau lebih orang kepada satu atau lebih orang lainnya yang harus dipenuhi oleh orang atau subjek hukum tersebut. Dengan demikian, rumusan tersebut memberikan konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, dimana satu pihak merupakan pihak yang wajib berprestasi (debitur) dan pihak lain merupakan pihak yang berhak atas prestasi tersebut (kreditur) .

22

Menurut R. Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa bahwa seseorang berjanji

21

Ibid., hal. 9. 22


(27)

kepada orang lain atau kedua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.23 Sedangkan menurut R.Wirjono, perjanjian adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua belah pihak, dalam mana suatu pihak suatu pihak berjanji untuk melakukan suatu hal atau tidak melakukan sesuatu hal, dan sedangkan pihak lain berhak untuk menuntut pelaksanaan perjanjian.24

Perjanjian menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Perjanjian merupakan sumber terpenting melahirkan perikatan, karena perikatan paling banyak diterbitkan oleh suatu perjanjian. Perikatan adalah suatu pengertian abstrak, sedangkan perjanjian adalah suatu hak yang konkrit atau suatu pristiwa.

Dari beberapa definisi perjanjian tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa perjanjian merupakan suatu perbuatan hukum antara dua orang atau lebih yang saling mengikatkan dirinya kepada dua orang atau lebih lainnya untuk melakukan sesuatu hal tertentu yang memiliki akibat hukum dan dapat diketahui bahwa suatu perjanjian menimbulkan dan berisi ketentuan-ketentuan hak dan kewajiban antara dua pihak dengan kata lain perjanjian itu melahirkan perikatan.

25

Terdapat beberapa rumusan pengertian perikatan oleh beberapa ahli hukum, seperti dibawah ini:26

1. Mariam, mengatakan bahwa “Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi diantara dua orang atau lebih yang terletak di dalam lapangan harta kekayaan, dimana pihak yang satu berhak atas prestasi dari pihak lainnya wajib memenuhi prestasi”.

23

R. Subekti (1), Op.Cit., hal. 1. 24

Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit., hal. 7. 25

Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, (Jakarta: Alfabet,2004), hal. 74. 26


(28)

2. Setiawan, mengatakan bahwa “Perikatan adalah suatu hubungan hukum harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak yang lain berkewajiban (debitur) atas suatu prestasi”.

3. Subekti, mengatakan bahwa “Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak lain, dan pihak lain berkewajiban memenuhi tuntutan itu”.

Perjanjian dan perikatan adalah dua hal yang berbeda, meskipun keduanya memiliki ciri yang hampir sama. Perbedaan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

PERJANJIAN PERIKATAN

Perjanjian menimbulkan atau melahirkan perikatan

Perikatan adalah isi dari perjanjian

Perjanjian lebih konkrit daripada perikatan, artinya perjanjian itu dapat dilihat dan di dengar.

Perikatan merupakan pengertian yang abstrak (hanya dalam alam pikiran)

Pada umumnya perjanjian merupakan hubungan hukum bersegi dua, artinya akibat hukum dikehendaki kedua belah pihak. Hal ini bermakna bahwa hak dan kewajiban dapat dipaksakan. Pihak pihak berjumlah lebih dari atau sama dengan 2 sehingga bukan pernyataan sepihak, dan

Bersegi satu, hal ini berarti belum tentu menimbulkan akibat hukum, sebagai contoh, perikatan alami tidak dapat dituntut di muka pengadilan (hutang karena judi) pemenuhannya tidak dapat dipaksakan. Pihaknya hanya berjumlah satu maka merupakan pernyataan sepihak dan


(29)

merupakan perbuatan hukum. merupakan perbuatan biasa (bukan perbuatan hukum).27

Dari penjelasan-penjelasan diatas maka ada akibat dari suatu perjanjian. Akibat dari suatu perjanjian menurut Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu:28 1. Perjanjian mengikat para pihak

Pihak-pihak yang mengikat antara lain:

a. Para pihak yang membuatnya (Pasal 1340 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).

b. Ahli waris berdasarkan alas hak umum karena mereka itu memperoleh segala hak dari seseorang secara tidak terperinci.

c. Pihak ketiga yang diuntungkan dari perjanjian yang dibuat berdasarkan alas hak khusus karena mereka itu memperoleh segala hak dari seseorang secara terperinci atau khusus.

2. Perjanjian yang tidak dapat ditarik kembali secara sepihak karena (Pasal 1338 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) merupakan kesepakatan antara kedua belah pihak dan alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.

3. Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik (Pasal 1338 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).

Dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dapat disimpulkan adanya asas kebebasan berkontrak, akan tetapi asas ini dibatasi oleh hukum yang sifatnya memaksa, sehingga para pihak yang menaati perjanjian harus menaati hukum yang sifatnya memaksa. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat

27

Handri Rahardjo, Op.Cit., hal.43

28


(30)

kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang. Suatu perjanjian tidak boleh membawa kerugian bagi pihak ketiga.

Melaksanakan apa yang menjadi hak di satu pihak dan kewajiban di satu pihak yang lain dari yang membuat perjanjian. Hakim berkuasa menyimpangi isi perjanjian bila bertentangan dengan rasa keadilan sehingga agar suatu perjanjian dapat dilaksanakan harus dilandasi dengan itikad baik, prinsip kepatutan, kebiasaan, dan sesuai dengan undang-undang.29

Prestasi atau yang dalam bahasa Inggris disebut juga dengan istilah

performence, dalam hukum kontrak atau perjanjian dimaksudkan sebagai suatu

pelaksanaan hal-hal yang tertulis dalam suatu perjanjian oleh pihak yang telah mengikatkan diri untuk itu, pelaksanaan mana sesuai dengan term dan condition sebagaimana disebutkan dalam perjanjian yang bersangkutan.

Hukum perjanjian atau perikatan disebut juga sebagai hukum tuntut menuntut karena di dalamnya terdapat pengertian satu pihak yaitu pihak penjual atau pembeli menuntut sesuatu kepada pihak penjual atau yang dituntut dari pihak pembeli yaitu prestasi.

30

1. Prestasi untuk memberikan sesuatu

Menurut Pasal 1234 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, prestasi dibagi dalam 3 jenis:

29

Ibid., hal. 59. 30

Munir Fuadi, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Bisnis ), (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2007), hal. 87.


(31)

Prestasi ini terdapat pada Pasal 1237 Kitab Undang-Undang Hukum perdata, contoh: prestasi pembeli menyerahkan uang kepada penjual, prestasi penjual menyerahkan barang kepada pembeli.

2. Prestasi untuk melakukan sesuatu atau berbuat sesuatu

Prestasi ini terdapat dalam Pasal 1239 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, contoh: prestasi pengangkatan untuk membawa barang angkutan ke tempat tujuan. 3. Prestasi untuk tidak berbuat atau tidak melakukan sesuatu

Prestasi ini terdapat dalam Pasal 1239 kitab Undang-Undang Hukum Perdata, contoh: A dan B membuat perjanjian untuk tidak akan membuat barang yang sama seperti yang dibuat A.

Apabila seseorang telah ditetapkan prestasinya sesuai dengan perjanjian itu, maka kewajiban pihak tersebut melaksanakan atau menaatinya. Apabila seseorang tidak melaksanakan atau tidak memenuhi prestasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka disebut wanprestasi.

Tindakan wanprestasi membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk menutut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi, sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi.

B. Asas-Asas Hukum Perjanjian

Asas-asas hukum merupakan sumber bagi sistem hukum yang memberikan inspirasi mengenai nilai-nilai etis, moral, dan sosial masyarakat. Asas hukum sebagai landasan norma menjadi alat uji bagi norma hukum yang ada, dalam arti norma hukum


(32)

pada akhirnya harus dapat dikembalikan pada asas hukum yang menjiwainya. Asas-asas hukum dapat timbul dari pandangan kepantasan dalam pergaulan sosial yang kemudian diambil oleh pembuat undang-undang sehingga menjadi aturan hukum.31

Asas-asas hukum dalam perjanjian menurut Sudikno Mertokusumo adalah pikiran dasar yang umum sifatnya dan merupakan latar belakang dari peraturan hukum yang konkrit, yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat ditemukan dengan mencari sifat-sifat dalam peraturan konkrit tersebut.

32

Kebebasan berkontrak adalah salah satu asas yang sangat penting di dalam hukum perjanjian. Kebebasan ini adalah perwujudan dari kehendak bebas, pancaran hak asasi manusia yang perkembangannya dilandasi semangat liberialisme. Menurut paham individualisme setiap orang bebas untuk memperoleh apa yang dikehendaki, sementara itu ada di dalam hukum perjanjian dalam asas kebebasan berkontrak.

Didalam hukum perjanjian dikenal lima asas perjanjian yaitu asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas pacta sun servanda, asas itikad baik, asas kepribadian (personalitas) antara lain:

1. Asas kebebasan berkontrak

33

Menurut Salim H. S bahwa asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk membuat atau tidak membuat perjanjian, mengadakan perjanjian dengan siapa pun, menentukan isi perjanjian

31

Agus Yuda Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, (Jakarta: Kencana, 2010), hal. 103.

32

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, (Yogyakarta: Liberty, 1991), hal. 97. 33


(33)

pelaksanaan, persyaratannya, dan menentukan bentuk perjanjian yaitu tertulis dan lisan. Di dalam hukum perjanjian nasional, asas kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab, yang mampu memelihara keseimbangan tetap perlu dipertahankan, yaitu pengembangan kepribadian untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan hidup lahir batin yang serasi, selaras dan seimbang dengan kepentingan masyarakat.34

Asas kebebasan berkontrak ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menentukan “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Asas Kebebasan berkontrak ini dibatasi oleh hukum yang sifatnya memaksa, sehingga para pihak membuat persetujuan harus mentaati hukum yang sifatnya memaksa tersebut.35

34

Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta: Kencana, 2008), hal. 229.

35

Komariah, Hukum Perdata, cetakan ketiga, (Malang: Penerbitan Universitas Muhamadiyah, 2004), hal. 173-174.

Namun yang penting diperhatikan bahwa asas kebebasan berkontrak di dalam Pasal 1338 ayat (1) tidaklah berdiri sendiri. Asas tersebut berada dalam satu sistem utuh dan padu. Sebagai suatu kesatuan yang bulat dan utuh dalam satu sistem, maka penerapan asas kebebasan berkontrak yang terdapat dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata harus juga dikaitkan dengan kerangka pemahaman pasal-pasal lain. Apabila Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dihubungkan dengan pasal-pasal lain dalam satu kerangka sistem hukum perjanjian (Pasal 1320, 1335, 1337, 1338 (3) serta 1339 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) maka penerapan asas kebebasan berkontrak perlu dihubungkan dengan rambu-rambu hukum lainnya.


(34)

Hal ini berarti kebebasan para pihak dalam membuat kontrak perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Mempunyai syarat sahnya suatu kontrak.

b.Untuk mencapai tujuan para pihak, kontrak harus mempunyai kausa. c.Tidak mengandung kausa palsu atau dilarang oleh undang-undang.

d.Tidak bertentangan dengan kepatutan, kebiasaan, kesusilaan dan ketertiban umum.

e.Harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Asas kebebasan berkontrak didasarkan pada para pihak dalam kontrak memiliki posisi yang seimbang, tetapi pada kenyataannya para pihak tidak selalu memiliki posisi yang seimbang. Apabila terjadi dalam suatu perjanjian terdapat ketidakseimbangan, ketidakadilan, ketimpangan, posisi berat sebelah, maka justru merupakan pengingakaran terhadap asas kebebasan berkontrak.36

2.Asas Konsensualisme

Asas konsensualisme mempunyai hubungan erat dengan asas kebebasan berkontrak dan asas kekuatan mengikat yang terdapat dalam Pasal 1338 (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Hal ini sedasar dengan pendapat Subekti yang menyatakan bahwa asas konsensualisme terdapat dalam Pasal 1320 jo 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pelanggaran terhadap ketentuan ini akan mengakibatkan perjanjian itu tidak sah.37

Asas konsensualitas menentukan bahwa suatu perjanjian yang dibuat antara dua atau lebih orang telah mengikat sehingga telah melahirkan kewajiban bagi salah satu

36

Agus Yuda Hernoko, Op.Cit., hal. 111-120. 37


(35)

atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut mencapai kesepakatan atau konsensus meskipun kesepakatan tersebut telah dicapai secara lisan semata-mata. Ini berarti pada prinsipnya perjanjian yang mengikat dan berlaku sebagai perikatan bagi para pihak yang berjanji tidak memerlukan formalitas. Walaupun demikian, untuk menjaga kepentingan pihak debitur atau pihak yang berkewajiban memenuhi prestasi maka diadakanlah bentuk-bentuk formalitas atau dipersyaratkan adanya suatu tindakan nyata tertentu. Ketentuan yang mengatur mengenai konsensualitas dapat kita temui dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu untuk sahnya suatu perjanjian, diperlukan empat syarat:38

a. Kesepakatan mereka mengikat dirinya. b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. c. Suatu hal tertentu.

d. Suatu sebab yang tidak dilarang.

Asas konsensualisme sebagaimana terdapat dalam Pasal 1320 ayat (1) perjanjian itu terjadi sejak saat tercapainnya kata sepakat antara para pihak. Kesepakatan tersebut dapat dibuat secara lisan maupun dituangkan dalam bentuk tulisan berupa akta, jika dikehendaki sebagai alat bukti. Perjanjian yang dibuat secara lisan didasarkan pada asas bahwa manusia itu dapat dipegang perkataannya artinya dapat dipercaya dengan kata-kata yang diucapkannya. Tetapi ada beberapa perjanjian harus dibuat secara tertulis, misalnya perjanjian perdamaian, perjanjian

penghibaan, perjanjian pertanggungan, tujuannya ialah sebagai alat bukti lengkap dari

38

Gunawan Widjaja, Memahami Prinsip Keterbukaan (AANVULLEND RECHT ) dalam Hukum Perdata, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 263-264.


(36)

yang diperjanjikan.39

Dengan demikian, maka jelaslah bahwa kecuali ditentukan secara khusus untuk tiap-tiap perjanjian yang mengakibatkan tidak sahnya suatu perjanjian, suatu kesepakatan lisan saja sudah tercapai antara para pihak yang membuat atau mengadakan perjanjian telah membuat perjanjian tersebut sah dan mengikat bagi para pihak. Ini berarti asas konsensualisme merupakan ketentuan umum yang melahirkan perjanjian konsensuil.40

Dalam perspektif Kitab Undang-Undang Hukum Perdata asas ini dapat disimpulkan dari pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Pengertian berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya menunjukan bahwa undang-undang sendiri mengakui dan menempatkan posisi para pihak dalam kontrak sejajar dengan pembuat undang-undang.

3. Asas Asas Daya Mengikat Kontrak (Pacta Sun Servanda)

41

Mengikat artinya masing-masing pihak dalam perjanjian harus menghormati dan melaksanakan isi perjanjian, serta tidak boleh melakukan perbuatan yang bertentangan dengan isi perjanjian. Isi perjanjian yang mengikat tersebut berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.42

Perkembangan asas pacta sun servanda dapat ditelusuri dari sumber hukum kanonik. Dalam hukum kanonik dikenal asas nudus consensus obligat, pacta sun

servanda. Asas pacta sun servanda mempunyai pengertian bahwa persesuaian

39

Komariah, Op.Cit., hal. 228. 40

Gunawan Widjaja Op.Cit., hal. 265. 41

Agus Yuda Hernoko, Op.Cit., hal. 127. 42


(37)

kehendak tidak perlu dilakukan dibawah sumpah, atau dibuat dengan tindakan formalitas tertentu. Artinya menurut hukum persesuaian kehendak itu mengikat. Demikian halnya nudum pactum yaitu suatu persesuaian kehendak saja, sudah memenuhi syarat. Dengan mengikuti alur tersebut. Maka mengikatnya suatu perjanjian itu karena adanya penyesuaian kehendak. Mengingat consensus itu telah diwujudkan di dalam suatu pactum, sehingga kemudian dipandang sebagai mempunyai kekuatan mengikat. Oleh karena itulah, dapat dipahami kalau pada saat ini yang lebih menionjol adalah asas pacta nuda sun servanda yang kemudian berkembang menjadi pacta sun servanda yang berkaitan dengan kekuatan yang mengikatnya suatu perjanjian.43

4.Asas Itikad Baik

Sebagaimana diketahui bahwa dalam Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersimpul asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas daya mengikat perjanjian atau pacta sun servanda. Pemahaman terhadap pasal tersebut tidak berdiri sendiri, asas-asas yang terdapat dalam pasal tersebut berada dalam satu sistem padu dan integratif dengan ketentuan-ketentuan lainnya. Terkait dengan daya mengikatnya suatu perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya (pacta sun servanda), pada situasi tertentu daya berlakunya dibatasi antara lain dengan itikad baik.

Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa “perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Maksudnya perjanjian itu dilaksanakan menurut kepatutan dan keadilan. Pengertian itikad baik dalam dunia hukum mempunyai arti yang lebih luas dari pada pengertian sehari hari. Pengertian itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang

43


(38)

berarti melaksanakan perjanjian dengan itikad baik dengan bersifat dinamis. Artinya dalam melaksanakan perbuatan ini kejujuran harus berjalan dalam hati nurani seseorang.44

5. Asas Kepribadian (Personalitas)

Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan 1340 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pasal 1315 berbunyi “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri”. Inti ketentuan ini bahwa seseorang mengadakan perjanjian hanya untuk kepentingannya sendiri. Pasal 1340 berbunyi “Perjanjian hanya berlaku antara para pihak yang membuatnya“. Ini berarti bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya.45

Disamping kelima asas itu, di dalam lokakarya hukum perikatan yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dari tanggal 17- 19 Desember 1985 telah berhasil dirumuskan delapan asas hukum perikatan nasional antara lain:46

44

Ibid., hal.134-139. 45

Salim H.S, Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), hal.12.

46

Ibid., hal. 13-14

a. Asas Kepercayaan

Asas kepercayaan mengandung pengertian bahwa setiap orang yang akan mengadakan perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang diadakan diantara, mereka di belakang hari.


(39)

b. Asas Persamaan Hukum

Bahwa subjek hukum yang mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama dalam hukum. Mereka tidak dibeda-bedakan antara satu sama lain, walaupun subjek hukum itu berbeda warna kulit, agama, ras .

c. Asas Keseimbangan

Asas ini adalah asas yang menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun debitur memikul pula kewajiban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik. d. Asas Kepastian Hukum

Perjanjian sebagai figur hukum harus mengandung kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikatnya perjanjian, yaitu sebagai undang-undang bagi yang membuatnya.

e. Asas Moral

Asas moral ini terkait dalam perikatan wajar yaitu suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak dapat menuntut hak-hak baginya untuk menggugat prestasi dari pihak debitur. Hal ini terlihat dalam zaakwarneming, yaitu seseorang melakukan perbuatan dengan sukarela (moral). Dalam hal ini yang bersangkutan mempunyai kewajiban hukum untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya. Salah satu faktor yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan melakukan perbuatan hukum itu adalah didasarkan pada kesusilaan (moral) sebagai panggilan hati nuraninya.

f. Asas Kepatutan


(40)

bahwa isi perjanjian itu harus sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku, ketertiban umum, dan kesusilaan. Asas ini tertuang dalam Pasal 1339 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

g. Asas Kebiasaan

Asas ini dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara tegas diatur, akan tetapi juga hal-hal menurut kebiasaan lazim diikuti.

h. Asas Perlindungan

Asas perlindungan mengandung pengertian bahwa antara debitur dan kreditur harus dilindungi oleh hukum.47

C. Syarat - Syarat Sahnya dan Pelaksanaan Perjanjian

Namun, yang perlu mendapat perlindungan itu adalah pihak debitur karena pihak ini berada pada posisi yang lemah.

Asas-asas inilah yang menjadi dasar pijakan dari para pihak dalam menentukan dan membuat kontrak/perjanjian dalam kegiatan hukum sehari-hari. Dengan demikian dapat dipahami bahwa keseluruhan asas diatas merupakan hal penting dan mutlak harus diperhatikan bagi pembuat kontrak/perjanjian sehingga tujuan akhir dari kesepakatan dapat tercapai dan terlaksana sebagaimana diinginkan oleh para pihak.

Sebelum mengetahui syarat-syarat sahnya suatu perjanjian agar perjanjian tersebut dianggap sah maka terlebih dahulu kita melihat unsur-unsur dalam suatu perjanjian. Ada beberapa unsur perjanjian:

1. Ada pihak-pihak (subjek) sedikitnya dua pihak. 2. Ada persetujuan antara pihak-pihak yang bersifat tetap.

47


(41)

3. Ada tujuan yang akan dicapai yaitu memenuhi kebutuhan pihak-pihak. 4. Ada prestasi yang akan dilaksanakan.

5. Ada bentuk tertentu, lisan atau tulisan.

6. Ada syarat-syarat tertentu bagi isi perjanjian.

Selain unsur-unsur perjanjian, agar suatu perjanjian dianggap sah, harus memenuhi persyaratan. Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan untuk sahnya perjanjian-perjanjian diperlukan empat syarat yaitu:

1. Kesepakatan mereka mengikatkan dirinya. 2. Kecakapan.

3. Suatu hal yang tertentu. 4. Suatu sebab yang halal.

Keempat syarat ini merupakan syarat pokok bagi setiap perjanjian, artinya setiap perjanjian harus memenuhi keempat syarat ini bila ingin suatu perjanjian sah dan keempat syarat umum suatu perjanjian ini juga diterapkan dalam perjanjian khusus yaitu perjanjian jual beli.48

1. Syarat Subjektif

Syarat sahnya suatu perjanjian meliputi dua hal, yaitu syarat subjektif dan syarat objektif antara lain:

Syarat subjektif adalah syarat yang berkaitan dengan subjek perjanjian meliputi antara lain:

a. Adanya kesepakatan atau ijin kedua belah pihak

Dalam suatu perjanjian harus ada kesepakatan antara para pihak yaitu persesuaian kehendak antara kedua belah pihak, tidak ada paksaan. Dengan

48

Hardijan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993), hal. 44.


(42)

diberlakukannya kata sepakat mengadakan perjanjian, maka berarti bahwa kedua pihak haruslah mempunyai kebebasan kehendak. Syarat kesepakatan sangat penting karena syarat ini bagi sebagian besar perjanjian menetukan ada atau tidak adanya unsur penawaran (offer) oleh salah satu pihak diikuti oleh penerimaan

(acceptence) dari pihak lainnya, sehingga pada akhirnya terjadilah suatu

kontrak.49

Unsur kesepakatan adalah penting untuk menjadikan suatu perjanjian sah secara hukum. Suatu perjanjian tanpa adanya kesepakatan adalah perjanjian yang tidak sah secara hukum .

50

Menurut Pasal 1321 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, kata sepakat harus diberikan secara bebas, dalam arti tidak ada paksaan, penipuan, dan kekhilafan. Masalah lain yang dikenal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yakni yang disebut cacat kehendak atau kehendak yang timbul tidak murni dari yang bersangkutan.51

1) Kekhilafan atau kekeliruan atau kesesatan atau dwaling (Pasal 1322 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata )

Tiga unsur cacat kehendak menurut Pasal 1321 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata antara lain:

Sesat dianggap ada apabila pernyataan sesuai dengan kemauan tetapi kemauan itu didasarkan atas gambaran yang keliru baik mengenai orangnya atau objeknya.

Menurut R. Subekti kehilafan terjadi jika salah satu pihak khilaf tentang

49

Munir Fudy, Op.Cit., hal. 36. 50

Hardijan Rusli, Op.Cit., hal. 66. 51


(43)

hal-hal pokok apa yang diperjanjikan atau tentang dengan orang-orang siapa perjanjian itu diadakan.52

Kekeliruan dapat terjadi dalam kemungkinan yaitu :53 a) Kekeliruan terhadap orang atau subjek hukum

Misalnya: perjanjian pertunjukan penyanyi yang terkenal yang disangka Agnes Monica ternyata kemudian bukanlah Agnes Monica.

b) Kekeliruan terhadap barang atau objek hukum

Misalnya: jual beli lukisan yang disangka lukisan ciptaan Affandi ternyata lukisan tersebut bukan lukisan Affandi.

2) Paksaan atau dwang (Pasal 1323-1327 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata)

Paksaan bukan karena kehendaknya sendiri, namun dipengaruhi oleh orang lain. Paksaan telah terjadi bila perbuatan itu sedemikian rupa sehingga dapat menakutkan seseorang yang berpikiran sehat dan

apabila perbuatan itu dapat menimbulkan ketakutan pada orang tersebut bahwa dirinya atau kekayaannya terancam dengan suatu kerugian yang terang dan nyata.54

Menurut R. Subekti yang dimaksud dengan paksaan adalah paksaan rohani atau paksaan jiwa yang diancamkan itu adalah tindakan yang dilarang

52

R.Subekti (1), Op.Cit., hal. 23. 53

C. S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Modul Hukum Perdata Termasuk Asas-Asas Hukum Perdata, cetakan keempat, (Jakarta: PT.Pradnya Paramitha, 2004), hal. 224-225.

54


(44)

oleh undang-undang.55

3) Penipuan atau bedrog (Pasal 1328 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata )

Menurut Subekti penipuan terjadi apabila satu pihak dengan sengaja memberikan keterangan-keterangan yang tidak benar disertai tipu musliat untuk membujuk pihak lawannya memberikan perijinan.56

Penipuan dapat dibagi dalam dua macam yaitu:

Pihak yang menipu dengan daya akalnya menanamkan suatu gambaran yang keliru tentang orangnya atau objeknya sehingga pihak lain bergerak untuk menyepakatinya.

57

4) Penyalahgunaan keadaan atau undue Influence (Tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata )

a) Penipuan yang material

Penipuan ini terjadi apabila suatu pernyataan yang tidak benar itu menyebabkan orang berpikiran waras atau orang-orang tertentu memberikan kesepakatannya untuk suatu transaksi.

b)Penipuan yang fraudulent

Penipuan ini terjadi bila pernyataan tidak benar itu disertai maksud dari pembuat pernyataan untuk mempengaruhi pihak lawannya agar percaya. Perjanjian itu dapat dibatalkan, apabila terjadi kegiatan hal tersebut.

Pada Hakikatnya ajaran penyalahgunaan keadaan bertumpu pada

55

R. Subekti, Op.Cit., hal. 23. 56

Ibid., hal. 24. 57


(45)

kedua hal berikut, yaitu:

a) Penyalahgunaan keunggulan ekonomi

b) Penyalahgunaan keunggulan kejiwaan termasuk tentang psikologi, penegtahuan, dan pengalaman.

Konsekuensi bila ada penyalahgunaan keadaan maka perjanjian itu dapat dibatalkan.58

Didalam dunia hukum perkataan orang (persoon) berarti pendukung hak dan kewajiban yang juga disebut subjek hukum. Meskipun setiap subjek hukum mempunyai kewajiban untuk melakukan perbuatan hukum namun perbuatan tersebut harus didukung oleh kecakapan dan kewenangan hukum.

b. Kedua belah pihak harus cakap bertindak

Cakap bertindak, yaitu kecakapan atau kemampuan kedua belah pihak untuk melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan menimbulkan akibat hukum. Orang yang cakap adalah orang yang sudah dewasa. Ukuran kedewasaan adalah telah berumur 21 tahun dan atau sudah kawin. Sedangkan orang yang tidak berwenang melakukan perbuatan hukum menurut Pasal 1330 KUH Perdata meliputi anak dibawah umur, orang-orang yang dalam pengampuan.

59

Objek dalam perjanjian adalah prestasi. Prestasi adalah memberikan sesuatu, 2. Syarat Objektif

Syarat objektif adalah syarat yang berkaitan dengan objek perjanjian antara lain: a. Suatu Hal tertentu

58

Handri Rahardjo, Op.Cit., hal. 51. 59


(46)

berbuat sesuatu, tidak berbuat sesuatu. Suatu perjanjian haruslah mempunyai objek tertentu berupa benda yang sekarang dan benda yang akan ada misalnya: jumlah, jenis, bentuknya.

Berkaitan dengan hal tersebut benda yang dijadikan objek perjanjian harus memenuhi beberapa ketentuan yaitu:

1) Barang itu adalah barang yang dapat diperdagangkan

Barang-barang yang digunakan untuk kepentingan umum antara lain jalan umum, pelabuhan umum, gedung-gedung umum dan sebagainya.

2) Dapat ditentukan jenisnya 3) Barang yang akan datang. b. Adanya sebab yang halal

Dalam suatu perjanjian diperlukan adanya sebab yang halal artinya ada sebab-sebab hukum yang menjadi dasar perjanjian yang tidak dilarang oleh peraturan, keamanan dan ketertiban umum dan sebagainya.60 Sebab yang dimaksud adalah isi perjanjian itu sendiri atau tujuan dari para pihak mengadakan perjanjian. Halal adalah tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.61

Apabila syarat kesepakatan dan kecakapan tidak terpenuhi maka perjanjian itu dapat dibatalkan. Artinya, bahwa salah satu pihak dapat mengajukan kepada Pengadilan untuk membatalkan perjanjian yang disepakatinya. Tetapi apabila para pihak tidak ada keberatan maka perjanjian itu dianggap sah. Jika syarat suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal tidak terpenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum. Artinya, bahwa dari

60

Titik Triwulan Tutik, Op.Cit., hal. 222-226. 61


(47)

semula perjanjian itu dianggap tidak ada.62

Selain syarat dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sering ditentukan syarat atau formalitas yang ditentukan oleh undang-undang. Terhadap perjanjian formil bila tidak dipenuhi formalitasnya yang telah ditetapkan oleh undang-undang maka perjanjian itu batal demi hukum. Contoh perjanjian formil adalah perjanjian penghibaan benda tidak bergerak harus menggunakan akta notaris perjanjian perdamaian harus tertulis.

Mengenai pelaksanaan perjanjian dapat dilihat dari syarat-syarat sahnya suatu perjanjian bahwa dalam melaksanakan suatu perjanjian haruslah berdasarkan asas itikad baik yang terdapat dalam Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli.

Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya. Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja. Pelaksanaan perjanjian dalam hal ini adalah realisasi atau pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya. Pelaksanaan perjanjian jual beli pada dasarnya menyangkut soal pembayaran dan penyerahan barang yang menjadi objek utama perjanjian. Pembayaran dan penyerahan barang dapat terjadi secara serentak.

62


(48)

Dalam pelaksanaan perjanjian jual beli dilakukan dengan cara penyerahan. Syarat-syarat penyerahan barang atau levering adalah sebagai berikut:

1. Harus ada perjanjian yang bersifat kebendaan.

2. Harus ada alas hak (titel), dalam hal ini ada 2 teori yang sering digunakan yaitu teori kausal dan teori abstrak.

3. Dilakukan orang yang berwenang menguasai benda. 4. Penyerahan harus nyata (feitelijk).

Dalam suatu perjanjian, pihak-pihak telah menetapkan apa yang telah disepakati. Apabila yang telah disepakati itu sudah jelas menurut kata-katanya, sehingga tidak mungkin menimbulkan keraguan-keraguan lagi, tidak diperkenankan memberikan pengertian lain. Dengan kata lain tidak boleh ditafsirkan lain (Pasal 1342 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).

D. Lahirnya dan Berakhirnya Perjanjian

Untuk mengetahui apakah suatu perjanjian telah lahir dan bagaimana perjanjian tersebut lahir, apakah kesepakatan telah tercapai. Sesuai dengan ketentuan Pasal 1233 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, perjanjian timbul karena:63

1. Persetujuan

2. Dari Undang-Undang.

Perjanjian yang lahir dari persetujuan dapat kita lihat dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu suatu tindakan atau perbuatan seseorang atau lebih yang mengikatkan diri kepada seseorang lain atau lebih. Tindakan atau perbuatan yang

63


(49)

menciptakan persetujuan, berisi pernyataan kehendak antara para pihak. Tindakan yang dimaksud dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah tindakan atau perbuatan hukum. Sebab tidak semua tindakan atau perbuatan mempunyai akibat hukum. Hanya tindakan hukum sajalah yang dapat menimbulkan akibat hukum. Penyesuaian kehendak atau pernyataan kehendak dapat dinyatakan dalam lisan, tulisan atau surat dan lain lain. Namun tidak selamanya pernyataan kehendak seseorang itu berwujud persetujuan yang mengikat sebagaimana yang dikehendaki Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Hanya pernyataan kehendak yang menimbulkan kewajiban hukum saja yang melahirkan kontrak atau persetujuan.

Mengenai perjanjian yang lahir dari undang-undang diatur dalam Pasal 1352 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu semata mata dari undang-undang dan dari undang-undang sebagai akibat perbuatan manusia. Perjanjian yang lahir dari undang-undang sebagai akibat perbuatan manusia. Perjanjian yang lahir dari undang-undang sebagai akibat perbuatan manusia.

Sebagaimana diketahui, hukum perjanjian dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menganut asas konsensualisme. Artinya ialah hukum perjanjian dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata itu menganut suatu asas bahwa untuk melahirkan perjanjian cukup dengan sepakat saja dan bahwa perjanjian itu sudah dilahirkan pada saat atau detik tercapainya konsensus sebagaimana yang dimaksud diatas. Pada detik tersebut perjanjian sudah jadi dan mengikat, bukannya pada detik-detik lain yang terkemudian atau yang sebelumnya.64

Kesepakatan berarti persesuaian kehendak, namun kehendak atau keinginan yang disimpan di dalam hati, tidak mungkin diketahui pihak lain dan karenanya tidak

64


(50)

mungkin melahirkan sepakat yang diperlukan untuk melahirkan perjanjian. Menyatakan kehendak ini tidak terbatas pada mengucapkan perkataan-perkataan, ia dapat dicapai pula dengan memberikan tanda-tanda apa saja yang dapat mengartikan kehendak baik oleh pihak yang mengambil prakarsa yaitu pihak yang menawarkan maupun pihak yang menerima penawaran tersebut.65

Sama halnya dengan perjanjian jual beli. Jual beli dianggap sudah berlangsung antara pihak penjual dan pembeli, apabila mereka telah menyetujui dan bersepakat tentang keadaan benda dan harga barang tersebut, sekalipun barangnya belum diserahkan dan harganya belum dibayarkan, seperti yang ditegaskan dalam Pasal 1458 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi jual beli sudah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah mereka mencapai kata sepakat tentang barang dan harga meskipun barang belum diserahkan dan harga belum dibayar.66

Jual beli tiada lain dari persesuaian kehendak antara penjual dan pembeli mengenai barang dan harga.67

Dalam suatu perjanjian ada lahirnya suatu perjanjian dan perjanjian juga dapat Barang dan hargalah yang menjadi essensilia perjanjian jual beli. Sebaliknya, jika barang objek jual beli tidak dibayar dengan suatu harga jual beli dianggap tidak ada.

Dalam hal perjanjian jual beli biasanya kata sepakat pihak penjual maupun pihak pembeli. Dengan demikian yang akan menjadi alat pengukur tentang tercapainya persesuaian kehendak tersebut adalah persyaratan-persyaratan yang telah dilakukan oleh kedua belah pihak. Dan apabila timbul perselisihan tentang apakah terdapat konsensus atau tidak maka hakim atau pengadilanlah yang menetapkannya.

65

Ibid., hal. 6. 66

Ibid., hal. 2. 67


(51)

berakhir. Berakhirnya kontrak merupakan selesai atau hapusnya sebuah kontrak yang dibuat antara dua pihak, yaitu kreditur dengan debitur tentang suatu hal. Mengenai berakhirnya suatu perjanjian diatur dalam Bab XII Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Penagturan mengenai hal ini perlu bagi kedua belah pihak, baik untuk menentukan sikap selanjutnya maupun untuk memperjelas sampai dimana batas perjanjian tersebut. Ada pun cara-cara penghapusan perjanjian telah diatur dalam Pasal 1381 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Didalam Pasal 1381 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan beberapa cara hapusnya suatu perjanjian yaitu:

a. Pembayaran

Ditinjau dari segi yuridis bahwa pembayaran tidak selalu diartikan dalam bentuk penyerahan uang semata, tetapi terpenuhinya sejumlah prestasi yang diperjanjikan juga memenuhi unsur pembayaran.68 Bisa saja dengan pemenuhan jasa atau pembayaran dengan bentuk tidak berwujud atau yang immaterial. Pembayaran prestasi dapat dilakukan dengan melakukan sesuatu. 69 Pemenuhan prestasi dalam suatu perjanjian sepaturnya dilaksanakan sesuai dengan hal yang telah diperjanjikan termasuk waktu yang diperjanjikan. Penawaran dan penerimaan pemenuhan prestasi sebelum waktunya dapat menjadi sebab berakhirnya perjanjian.70

b. Penawaran tunai disertai dengan penitipan

Dalam Pasal 1517 menyatakan bahwa jika sipembeli tidak membayar harga pembelian sipenjual dapat menuntut pembatalan pembelian.

Pemenuhan prestasi dalam suatu perjanjian sepatutnya dilaksanakan sesuai hal yang

68

69

M.yahya Harahap, Op.Cit., hal.107. 70


(52)

diperjanjikan termasuk waktu pemenuhannya, namun tidak jarang prestasi tersebut dapat dipenuhi sebelum waktu yang diperjanjikan. Penawaran dan penerimaan pemenuhan prestasi sebelum waktunya dapat menjadi sebab berakhirnya suatu perjanjian.71

c. Perjumpaan hutang (kompensasi)

Perjumpaan utang diatur pada Pasal 1425 sampai 1435 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Yang diartikan dengan kompensasi adalah penghapusan masing-masing utang dengan jalan saling memperhitungkan utang yang sudah

dapat ditagih antar kreditur dan debitur.72 Perjumpaan hutang terjadi karena antara kreditur dan debitur saling mengutang terhadap yang lain, sehingga utang keduanya dianggap terbayar oleh piutang mereka masing-masing.73

d. Percampuran hutang (Konfusio)

Percampuran utang (konfusio) terjadi akibat keadaan bersatunya kedudukan debitur dan kreditur pada diri seseorang dengan bersatunya kedudukan debitur dan kreditur pada diri seseorang dengan sendirinya menurut hukum sudah terjadi percampuran hutang, dan dengan sendirinya pula semua tagihan menjadi terhapus seperti pada Pasal 1436 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Atau bisa terjadi akibat dari hibah wasiat maupun karena persetujuan jual beli antara seorang ahli waris dengan pewaris, dengan meninggalnya si pewaris, maka jual beli dengan sendirinya bersatu pada diri ahli waris.74

71 http:/

Berubahnya kedudukan para pihak atas suatu objek perjanjian juga dapat menyebabkan terjadinya percampuran utang yang mengakhiri perjanjian. Pada keadaan

72

Salim H. S,Op.Cit., hal. 170. 73

74


(53)

perjanjian dengan jaminan, hapusnya perjanjian karena percampuran hutang, menyebabkan gugurnya jaminan ini diatur dalam Pasal 1437 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi “Percampuran hutang (konfusio) yang terjadi pada pribadi debitur utama, berlaku juga terhadap para penjamin”.75

e. Pembebasan hutang

Pembebasan utang diatur dalam Pasal 1438 sampai 1443 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.76

f. Musnahnya benda yang terhutang

Sesuai dengan ketentuan Pasal 1438 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatakan pembebasan atau penghapusan hutang tidak boleh diduga-duga tapi harus dibuktikan. Pembebasan utang dapat terjadi karena adanya kerelaan pihak kreditur untuk membebaskan debitur dari kewajiban membayar utang, sehingga dengan terbebasnya debitur dari kewajiban pemenuhan utang, maka hal yang disepakati dalam perjanjian sebagai syarat sahnya perjanjian dan dengan demikan berakhirlah perjanjian.

Musnahnya barang yang diperjanjikan juga menyebabkan tidak terpenuhinya syarat perjanjian karena barang sebagai hal (objek) yang diperjanjikan tidak ada sehingga berimplikasi pada berakhirnya perjanjian yang mengaturnya. Apabila benda yang menjadi objek dari suatu perikatan musnah, tidak dapat lagi diperdagangkan atau hilang, maka berarti telah terjadi suatu keadaan memaksa, sehingga undang-undang perlu mengadakan pengaturan tentang akibat-akibat dari perikatan tersebut. Menurut Pasal 1444 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, maka untuk perikatan sepihak dalam keadaan yang demikian itu, hapuslah perikatannya asal barang itu

75

Ibid., hal. 159. 76


(54)

musnah atau hilang di luar salahnya debitur, dan sebelum ia lalai menyerahkannya.77

g. Kebatalan atau pembatalan

Kebatalan kontrak diatur dalam Pasal 1446 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sampai dengan Pasal 1456 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Ada tiga penyebab timbulnya pembatalan kontrak, yaitu:78

2) Tidak mengindahkan bentuk perjanjian yang disyaratkan dalam undang-undang.

1) Adanya perjanjian yang dibuat oleh orang-orang yang belum dewasa dan dibawah pengampuan.

3) Adanya cacat kehendak yang merupakan kekurangan dalam kehendak orang atau orang-orang yang melakukan perbuatan yang menghalangi terjadinya persesuaian kehendak dari pihak dalam perjanjian.

Kebatalan atau pembatalan tidak terpenuhinya syarat sahnya suatu perjanjian dapat mengakibatkan perjanjian berakhir tata cara pembatalan yang disepakati dalam perjanjian tidak memenuhi syarat kecakapan hukum.

h. Berlakunya syarat batal

Berlaku suatu syarat batal diatur dalam Pasal 1265 Kitab Undang-Undang Hukum perdata. Syarat batal adalah suatu syarat yang bila dipenuhi akan menghapuskan

perjanjian dan membawa segala sesuatu pada keadaan semula, seolah-olah tidak ada suatu perjanjian (Pasal 1265 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Biasanya

77

Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001), hal. 145.

78


(55)

syarat batal berlaku pada perjanjian timbal balik, seperti perjanjian jual beli.79 Pasal 1266 dan pasal 1267 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata secara khusus

memberikan pengaturan tentang syarat yang membatalkan perjanjian timbal balik. Undang-Undang tersebut menentukan bahwa syarat yang membatalkan perjanjian timbal balik, adalah kalau salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya (ingkar janji).80

Setiap kontrak yang dibuat oleh para pihak, baik kontrak yang dibuat melalui akta dibawah tangan maupun yang dibuat oleh atau di muka pejabat yang berwenang telah ditentukan secara tegas jangka waktu dan tanggal berakhirnya kontrak tersebut. Penentuan jangka waktu dan tanggal berakhirnya kontrak yang dimaksudkan bahwa salah satu pihak tidak perlu memberitahukan tentang berakhirnya kontrak tersebut, namun para pihak telah mengetahuinya masing-masing. Penentu jangka waktu tanggal berakhirnya kontrak adalah didasarkan pada kemauan dan kesepakaatan.

Disamping itu, dalam praktik dikenal pula cara berakhirnya perjanjian (kontrak), yaitu:

1. Jangka waktu berakhir

81

Pada dasarnya objek perjanjian adalah sama dengan prestasi. Prestasi terdiri dari melakukan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu. Didalam perjanjian timbal balik seperti jual beli, sewa menyewa, tukar menukar, dan lain-lain telah ditentukan objek perjanjiannya dengan telah dilaksanakan objek perjanjian antara 2. Dilaksanakan objek perjanjian

79

Ibid., hal. 175. 80

Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit., hal. 43. 81


(56)

penjual dan pembeli telah berakhir, baik secara diam-diam maupun secara tegas.82

Pada dasarnya kontrak harus dilaksanakan oleh para pihak berdasarkan itikad baik namun dalam kenyataannya sering sekali salah satu pihak tidak melaksanakan substansi kontrak, walaupun mereka telah diberikan somasi sebanyak tiga kali berturut-turut. Karena salah satu pihak lalai melaksanakan prestasinya maka pihak yang lainnya dengan sangat terpaksa memutuskan kontrak itu secara sepihak.

3. Kesepakatan kedua belah pihak

Kesepakatan kedua belah pihak merupakan salah satu cara berakhirnya kontrak, dimana kedua belah pihak telah sepakat untuk menghentikan kontrak yang telah ditutup antara keduanya. Motivasi mereka untuk menyepakati berakhirnya suatu kontrak didasarkan pada nilai-nilai kemanusian dan ada juga yang menyepakatinya didasarkan bisnis.

4. Pemutusan kontrak secara sepihak oleh salah satu pihak

83

Apabila penyelesaian sengketa di luar pengadilan seperti negoisasi, mediasi, koalisasi dan penilaian para ahli belum juga jalan untuk menyelesaikan masalah diantara para pihak maka para pihak terutama pihak yang dirugikan dalam pelaksanaan kontrak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri di tempat kontrak atau objek berada.

5. Adanya pemutusan pengadilan

84

82

Ibid., hal. 176-177. 83

Ibid., hal. 178. 84


(57)

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI KIOS

PASAR TRADISIONAL MERANTI BARU

A. Sejarah Pasar Tradisional Meranti Baru

Pasar Tradisional Meranti Baru berada di Jalan Muhamad Idris Gang Kondak, Kelurahan Sei Putih II, Kecamatan Medan Petisah yang merupakan pindahan dari Pasar Tradisional Mranti Lama yang berada Jalan Meranti. Pada tanggal 06 Februari 2010 diresmikan oleh PJ Walikota Medan H. Rahudman Harahap. Peresmian dengan penandatanganan prasasti. Kepala Pasar Tradisional Meranti bernama Syamsul Bahri Matondang. Pemindahan Pasar Tradisional Meranti Lama ke Pasar Tradisional Baru dikarenakan pemerintah ingin memperlebar jalan yang ada di jalan Gatot Subroto. Sekitar 100 kios dan stand yang dibangun diatas tanah pasar tersebut dengan ukuran kios 6 M2 (enam meter persegi) dan stand berukuran 80 cm.

Sebanyak 276 pedagang Pasar Tradisional Meranti Lama di relokasikan ke Pasar Tradisional Meranti Baru pada akhir tahun 2009. Pasar Tradisional merupakan pasar yang memiliki banyak keunggulan yang tidak dapat terpisahkan dari kegiatan masyarakat. Dengan diresmikannya Pasar Tradisional Meranti Baru ini diharapkan bisa menjadi tulang punggung masyarakat dalam membantu meningkatkan pendapatan.85

B. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian Jual Beli Kios Pasar Tradisional Meranti Baru

85


(1)

tuntutan hukum untuk meminta kembali barangnya atau jika pembeli mempunyai alasan yang patut untuk khawatir bahwa ia akan diganggu dalam penguasaannya, maka ia dapat menangguhkan pembayaran harga pembelian, sehingga penjual telah menghentikan gangguan tersebut, kecuali jika penjual memilih memberi memberikan jaminan atau jika telah diperjanjikan, bahwa pembeli diwajibkan membayar walaupun dengan segala gangguan.

B. Saran

Setelah membahas permasalahan yang timbul dalam skripsi ini maka saya memiliki beberapa saran yang kiranya berguna bagi pembaca yang ingin melakukan perjanjian jual beli kios. Berikut saran-saran yang hendak diketahui sebelum melakukan perjanjian jual beli:

1. Pelaksanaan perjanjian jual beli kios yang dilakukan Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus dilakukan dengan panjar terlebih dahulu kemudian dilunasi setelah 2 tahun. Transaksi jual beli yang terjadi antara penjual dan pembeli kadang mengalami hambatan di dalam realisasi transaksinya. Walaupun penjual dan pembeli sudah sepakat dan setuju untuk melakukan penjualan dan pembelian, namun ada hal-hal yang masih belum lengkap dalam rangka memenuhi syarat-syarat penjualan tersebut. Maka dalam melaksanakan hal tersebut ada baiknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar terjadi keseimbangan antara para pihak.

2. Pada umumnya perjanjian ini sudah memenuhi ketentuan, namun masih ada kekurangan dimana perjanjian jual beli kios pada Pasar Tradisional Meranti Baru tidak dibuat dihadapan notaris. Agar Perjanjian ini lebih mengikat lagi dan memiliki


(2)

kekuatan hukum dan dapat dibuktikan di depan hakim maka ada baiknya para pihak membuat perjanjian jual beli kios tersebut dibuat dihadapan notaris dan dibuat dalam akta notaris. Berbicara tentang kekuatan hukum transaksi jual beli, tentu yang sesuai dengan prosedur dan mempunyai akta otentik lebih kuat daripada yang tidak sesuai prosedur apalagi jual beli di bawah tangan. Seharusnya yang dilakukan adalah melaksanakan transaksi jual beli sesuai dengan ketentuan yang berlaku, agar apabila terjadi masalah dikemudian hari, bisa dibuktikan dan dipertanggung jawabkan. 3. Pembeli sudah mengetahui keadaan yang sebenarnya maka pembeli harus lebih

berhati hati dalam dalam menjaga haknya dan meminta perlindungan haknya terhadap penjual.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku

Amirudin, Asikin H. Zainal, Pengantar Metode Penelitian Hukum,Jakarta: PT. Raja Grafindo,2004.

Badrulzaman Mariam Darus, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001.

Baros Wan Sadjaruddin, Beberapa Sendi Hukum Perikatan, cetakan pertama Medan: USU PERS, 1992.

Fuadi Munir, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Bisnis), Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2007.

Harahap M.Yahya, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Bandung: Alumni, 1996.

_______________, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan , Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008

Hernoko Agus Yuda, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontra Komersial, cetakan pertama, Jakarta: Kencana, 2010.

H. S Salim, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta: Sinar Grafika, 2003.

J. Satrio, Hukum Perikatan Pada Umumnya, Bandung: PT. Alumni, 1999.

Kansil C. S.T., Christine S.T. Kansil, Modul Hukum Perdata Termasuk Asas-Asas Hukum Perdata, cetakan keempat, Jakarta: PT. Pradnya Paramitha, 2004.

Komariah, Hukum Perdata, cetakan ketiga, Malang: Penerbitan Universitas Muhamadiyah, 2004.

Megarita, Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Saham Yang Digadaikan, Medan: USU Press, 2007.

Miru Ahmad, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007.

Mertokusumo Sudikno, Mengenal Hukum, Yogyakarta: Liberty, 1991.


(4)

2004.

Muhamad Abdukadir, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: PT. Citra aditya Bakti, 2000.

Prakoso Djoko & Lany Bambang Riyadi, Dasar Hukum Persetujuan Tertentu di Indonesia, Jakarta: Bina aksara, 1987.

Prodjodikoro Wiryono, Azas-Azas Hukum Perjanjian, Jakarta: Sumur Bandung, 1973. ___________________, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu,

Sumur Bandung, Jakarta, 1981.

Raharjo Handri, Hukum Perjanjian di Indonesia, cetakan pertama, Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2009.

Rusli Hardijan, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1993.

Santoso Lukman, Hukum perjanjian kontrak, Yogyakarta: Cakrawala, 2012.

Subekti R., Aneka Perjanjian. Cetakan Sepuluh, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1995.

_________, Hukum Perjanjian, Cetakan Kesembilanbelas, Jakarta: Intermassa, 2002. Sugono Bambang, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Indonesia,

Jakarta, 2005.

Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Jakarta: Alfabet, 2004. Soeroso R, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Tutik Titik Triwulan, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta: Kencana, 2008.

Widjaja Gunawan, Memahami Prinsip Keterbukaan (AANVULLEND RECHT ) dalam Hukum Perdata, Cetakan Pertama, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006. Winarta Frans Hendra, Bantuan Hukum,Jakarta: PT.Alexmediakomputindo, 2000.

2. Internet


(5)

http:

3.Undang-Undang

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Undang-Undang Dasar 1945

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 Tentang Bea Materai


(6)