Syarat - Syarat Sahnya dan Pelaksanaan Perjanjian

bahwa isi perjanjian itu harus sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku, ketertiban umum, dan kesusilaan. Asas ini tertuang dalam Pasal 1339 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. g. Asas Kebiasaan Asas ini dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara tegas diatur, akan tetapi juga hal-hal menurut kebiasaan lazim diikuti. h. Asas Perlindungan Asas perlindungan mengandung pengertian bahwa antara debitur dan kreditur harus dilindungi oleh hukum. 47

C. Syarat - Syarat Sahnya dan Pelaksanaan Perjanjian

Namun, yang perlu mendapat perlindungan itu adalah pihak debitur karena pihak ini berada pada posisi yang lemah. Asas-asas inilah yang menjadi dasar pijakan dari para pihak dalam menentukan dan membuat kontrakperjanjian dalam kegiatan hukum sehari-hari. Dengan demikian dapat dipahami bahwa keseluruhan asas diatas merupakan hal penting dan mutlak harus diperhatikan bagi pembuat kontrakperjanjian sehingga tujuan akhir dari kesepakatan dapat tercapai dan terlaksana sebagaimana diinginkan oleh para pihak. Sebelum mengetahui syarat-syarat sahnya suatu perjanjian agar perjanjian tersebut dianggap sah maka terlebih dahulu kita melihat unsur-unsur dalam suatu perjanjian. Ada beberapa unsur perjanjian: 1. Ada pihak-pihak subjek sedikitnya dua pihak. 2. Ada persetujuan antara pihak-pihak yang bersifat tetap. 47 Ibid., hal. 13-14. Universitas Sumatera Utara 3. Ada tujuan yang akan dicapai yaitu memenuhi kebutuhan pihak-pihak. 4. Ada prestasi yang akan dilaksanakan. 5. Ada bentuk tertentu, lisan atau tulisan. 6. Ada syarat-syarat tertentu bagi isi perjanjian. Selain unsur-unsur perjanjian, agar suatu perjanjian dianggap sah, harus memenuhi persyaratan. Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan untuk sahnya perjanjian-perjanjian diperlukan empat syarat yaitu: 1. Kesepakatan mereka mengikatkan dirinya. 2. Kecakapan. 3. Suatu hal yang tertentu. 4. Suatu sebab yang halal. Keempat syarat ini merupakan syarat pokok bagi setiap perjanjian, artinya setiap perjanjian harus memenuhi keempat syarat ini bila ingin suatu perjanjian sah dan keempat syarat umum suatu perjanjian ini juga diterapkan dalam perjanjian khusus yaitu perjanjian jual beli. 48 1. Syarat Subjektif Syarat sahnya suatu perjanjian meliputi dua hal, yaitu syarat subjektif dan syarat objektif antara lain: Syarat subjektif adalah syarat yang berkaitan dengan subjek perjanjian meliputi antara lain: a. Adanya kesepakatan atau ijin kedua belah pihak Dalam suatu perjanjian harus ada kesepakatan antara para pihak yaitu persesuaian kehendak antara kedua belah pihak, tidak ada paksaan. Dengan 48 Hardijan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993, hal. 44. Universitas Sumatera Utara diberlakukannya kata sepakat mengadakan perjanjian, maka berarti bahwa kedua pihak haruslah mempunyai kebebasan kehendak. Syarat kesepakatan sangat penting karena syarat ini bagi sebagian besar perjanjian menetukan ada atau tidak adanya unsur penawaran offer oleh salah satu pihak diikuti oleh penerimaan acceptence dari pihak lainnya, sehingga pada akhirnya terjadilah suatu kontrak. 49 Unsur kesepakatan adalah penting untuk menjadikan suatu perjanjian sah secara hukum. Suatu perjanjian tanpa adanya kesepakatan adalah perjanjian yang tidak sah secara hukum . 50 Menurut Pasal 1321 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, kata sepakat harus diberikan secara bebas, dalam arti tidak ada paksaan, penipuan, dan kekhilafan. Masalah lain yang dikenal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yakni yang disebut cacat kehendak atau kehendak yang timbul tidak murni dari yang bersangkutan. 51 1 Kekhilafan atau kekeliruan atau kesesatan atau dwaling Pasal 1322 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Tiga unsur cacat kehendak menurut Pasal 1321 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata antara lain: Sesat dianggap ada apabila pernyataan sesuai dengan kemauan tetapi kemauan itu didasarkan atas gambaran yang keliru baik mengenai orangnya atau objeknya. Menurut R. Subekti kehilafan terjadi jika salah satu pihak khilaf tentang 49 Munir Fudy, Op.Cit., hal. 36. 50 Hardijan Rusli, Op.Cit., hal. 66. 51 Handri Rahardjo, Op.Cit., hal.49. Universitas Sumatera Utara hal-hal pokok apa yang diperjanjikan atau tentang dengan orang-orang siapa perjanjian itu diadakan. 52 Kekeliruan dapat terjadi dalam kemungkinan yaitu : 53 a Kekeliruan terhadap orang atau subjek hukum Misalnya: perjanjian pertunjukan penyanyi yang terkenal yang disangka Agnes Monica ternyata kemudian bukanlah Agnes Monica. b Kekeliruan terhadap barang atau objek hukum Misalnya: jual beli lukisan yang disangka lukisan ciptaan Affandi ternyata lukisan tersebut bukan lukisan Affandi. 2 Paksaan atau dwang Pasal 1323-1327 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Paksaan bukan karena kehendaknya sendiri, namun dipengaruhi oleh orang lain. Paksaan telah terjadi bila perbuatan itu sedemikian rupa sehingga dapat menakutkan seseorang yang berpikiran sehat dan apabila perbuatan itu dapat menimbulkan ketakutan pada orang tersebut bahwa dirinya atau kekayaannya terancam dengan suatu kerugian yang terang dan nyata. 54 Menurut R. Subekti yang dimaksud dengan paksaan adalah paksaan rohani atau paksaan jiwa yang diancamkan itu adalah tindakan yang dilarang 52 R.Subekti 1, Op.Cit., hal. 23. 53 C. S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Modul Hukum Perdata Termasuk Asas-Asas Hukum Perdata, cetakan keempat, Jakarta: PT.Pradnya Paramitha, 2004, hal. 224-225. 54 Handri Rahardjo, Op.Cit., hal.50. Universitas Sumatera Utara oleh undang-undang. 55 3 Penipuan atau bedrog Pasal 1328 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Menurut Subekti penipuan terjadi apabila satu pihak dengan sengaja memberikan keterangan-keterangan yang tidak benar disertai tipu musliat untuk membujuk pihak lawannya memberikan perijinan. 56 Penipuan dapat dibagi dalam dua macam yaitu: Pihak yang menipu dengan daya akalnya menanamkan suatu gambaran yang keliru tentang orangnya atau objeknya sehingga pihak lain bergerak untuk menyepakatinya. 57 4 Penyalahgunaan keadaan atau undue Influence Tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata a Penipuan yang material Penipuan ini terjadi apabila suatu pernyataan yang tidak benar itu menyebabkan orang berpikiran waras atau orang-orang tertentu memberikan kesepakatannya untuk suatu transaksi. bPenipuan yang fraudulent Penipuan ini terjadi bila pernyataan tidak benar itu disertai maksud dari pembuat pernyataan untuk mempengaruhi pihak lawannya agar percaya. Perjanjian itu dapat dibatalkan, apabila terjadi kegiatan hal tersebut. Pada Hakikatnya ajaran penyalahgunaan keadaan bertumpu pada 55 R. Subekti, Op.Cit., hal. 23. 56 Ibid., hal. 24. 57 Hardijan Rusli, Op.Cit., hal. 72. Universitas Sumatera Utara kedua hal berikut, yaitu: a Penyalahgunaan keunggulan ekonomi b Penyalahgunaan keunggulan kejiwaan termasuk tentang psikologi, penegtahuan, dan pengalaman. Konsekuensi bila ada penyalahgunaan keadaan maka perjanjian itu dapat dibatalkan. 58 Didalam dunia hukum perkataan orang persoon berarti pendukung hak dan kewajiban yang juga disebut subjek hukum. Meskipun setiap subjek hukum mempunyai kewajiban untuk melakukan perbuatan hukum namun perbuatan tersebut harus didukung oleh kecakapan dan kewenangan hukum. b. Kedua belah pihak harus cakap bertindak Cakap bertindak, yaitu kecakapan atau kemampuan kedua belah pihak untuk melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan menimbulkan akibat hukum. Orang yang cakap adalah orang yang sudah dewasa. Ukuran kedewasaan adalah telah berumur 21 tahun dan atau sudah kawin. Sedangkan orang yang tidak berwenang melakukan perbuatan hukum menurut Pasal 1330 KUH Perdata meliputi anak dibawah umur, orang-orang yang dalam pengampuan. 59 Objek dalam perjanjian adalah prestasi. Prestasi adalah memberikan sesuatu, 2. Syarat Objektif Syarat objektif adalah syarat yang berkaitan dengan objek perjanjian antara lain: a. Suatu Hal tertentu 58 Handri Rahardjo, Op.Cit., hal. 51. 59 Handri Rahardjo, Op.Cit., hal.51-52. Universitas Sumatera Utara berbuat sesuatu, tidak berbuat sesuatu. Suatu perjanjian haruslah mempunyai objek tertentu berupa benda yang sekarang dan benda yang akan ada misalnya: jumlah, jenis, bentuknya. Berkaitan dengan hal tersebut benda yang dijadikan objek perjanjian harus memenuhi beberapa ketentuan yaitu: 1 Barang itu adalah barang yang dapat diperdagangkan Barang-barang yang digunakan untuk kepentingan umum antara lain jalan umum, pelabuhan umum, gedung-gedung umum dan sebagainya. 2 Dapat ditentukan jenisnya 3 Barang yang akan datang. b. Adanya sebab yang halal Dalam suatu perjanjian diperlukan adanya sebab yang halal artinya ada sebab-sebab hukum yang menjadi dasar perjanjian yang tidak dilarang oleh peraturan, keamanan dan ketertiban umum dan sebagainya. 60 Sebab yang dimaksud adalah isi perjanjian itu sendiri atau tujuan dari para pihak mengadakan perjanjian. Halal adalah tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. 61 Apabila syarat kesepakatan dan kecakapan tidak terpenuhi maka perjanjian itu dapat dibatalkan. Artinya, bahwa salah satu pihak dapat mengajukan kepada Pengadilan untuk membatalkan perjanjian yang disepakatinya. Tetapi apabila para pihak tidak ada keberatan maka perjanjian itu dianggap sah. Jika syarat suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal tidak terpenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum. Artinya, bahwa dari 60 Titik Triwulan Tutik, Op.Cit., hal. 222-226. 61 Handri Raharjo, Op.Cit., hal. 57. Universitas Sumatera Utara semula perjanjian itu dianggap tidak ada. 62 Selain syarat dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sering ditentukan syarat atau formalitas yang ditentukan oleh undang-undang. Terhadap perjanjian formil bila tidak dipenuhi formalitasnya yang telah ditetapkan oleh undang-undang maka perjanjian itu batal demi hukum. Contoh perjanjian formil adalah perjanjian penghibaan benda tidak bergerak harus menggunakan akta notaris perjanjian perdamaian harus tertulis. Mengenai pelaksanaan perjanjian dapat dilihat dari syarat-syarat sahnya suatu perjanjian bahwa dalam melaksanakan suatu perjanjian haruslah berdasarkan asas itikad baik yang terdapat dalam Pasal 1338 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli. Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya. Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja. Pelaksanaan perjanjian dalam hal ini adalah realisasi atau pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya. Pelaksanaan perjanjian jual beli pada dasarnya menyangkut soal pembayaran dan penyerahan barang yang menjadi objek utama perjanjian. Pembayaran dan penyerahan barang dapat terjadi secara serentak. 62 Salim H.S, Op.Cit., hal. 35 Universitas Sumatera Utara Dalam pelaksanaan perjanjian jual beli dilakukan dengan cara penyerahan. Syarat-syarat penyerahan barang atau levering adalah sebagai berikut: 1. Harus ada perjanjian yang bersifat kebendaan. 2. Harus ada alas hak titel, dalam hal ini ada 2 teori yang sering digunakan yaitu teori kausal dan teori abstrak. 3. Dilakukan orang yang berwenang menguasai benda. 4. Penyerahan harus nyata feitelijk. Dalam suatu perjanjian, pihak-pihak telah menetapkan apa yang telah disepakati. Apabila yang telah disepakati itu sudah jelas menurut kata-katanya, sehingga tidak mungkin menimbulkan keraguan-keraguan lagi, tidak diperkenankan memberikan pengertian lain. Dengan kata lain tidak boleh ditafsirkan lain Pasal 1342 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

D. Lahirnya dan Berakhirnya Perjanjian