Teori Proses Process Theory.

untuk kekuatan kemenangan need of power dan kebutuhan kebersamaan need of afiliation: a. Kebutuhan untuk keberhasilan need of achievment: Dorongan untuk menjadi yang terbaik, mencapai keberhasilan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, berjuang untuk kesuksesan. Mereka menyukai adanya tantangan dalam pekerjaan dan menerima tanggung jawab pribadi atas kesuksesannya atau kegagalannya. Mereka tidak suka membiarkan masalahnya terselesaikan secara kebetulan atau diselesaikan oleh orang lain. Mereka juga tidak menyukai pekerjaan dengan derajat kesukaran yang rendah karena tidak ada tantangannya. b.Kebutuhan untuk kekuatan kemenangan need of power: Kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dengan cara cara yang kita kehendaki. Mereka lebih menyukai ditempatkan pada posisi yang kompetitif dan berorientasi pada prestise. c. Kebutuhan untuk kebersamaan need of afiliation: Keinginan untuk memiliki hubungan hubungan persahabatan atau hubungan antara manusia secara dekat. Mereka berkeinginan untuk disukai dan diterima oleh orang lain, selalu berjuang untuk persahabatan sehingga lebih menyukai situasi yang kooperatif. Mereka berkeinginan untuk memiliki hubungan yang penuh pengertian dan saling menguntungkan.

b. Teori Proses Process Theory.

Teori proses berupaya untuk menjelaskan bagaimana menguatkan, mengarahkan dan memelihara serta menghentikan perilaku individu yang bekerja sesuai keinginan. Teori ini merupakan proses sebab akibat dari bekerjanya seseorang, terdiri dari: 1. Teori Harapan Vroom 45 Teori harapan expectancy theory menyatakan bahwa motivasi seseorang ditentukan oleh interaksi perkalian komponen Valance, Instrumentally dan Expectancy M = V x I x E . Seseorang bekerja memiliki nilai valance yang berbeda beda dimana nilai tersebut diwujudkan pada sasaran menggunakan alat instrumentally sehingga menghasilkan prestasi kerja sesuai dengan yang diharapkan expectancy. 2 . Teori Keadilan Adams Teori keadilan equity theory memandang bahwa kepuasan seseorang tergantung pada adanya rasa keadilan yang didapat. Seseorang akan membandingkan dirinya dengan orang lain sehingga bila dirasakan tidak adil akan menumbuhkan motivasi. Elemen teori ini terdiri dari : a. Masukan, yaitu sesuatu yang berharga sebagai sumbangan terhadap pekerjaannya seperti pendidikan, pengetahuan, pengalaman, masa kerja dan pengakuan. b. Hasil , yaitu sesuatu yang berharga sebagai hasil dari pekerjaan yang dilakukannya seperti gaji, status, penghargaan, kesempatan untuk berprestasi. c. Individu pembanding, yaitu dengan siapa dibandingkan rasio masukan dan hasil tersebut. Bila perbandingan menunjukkan tidak adil, maka akan menimbulkan rasa tidak puas dan akan memotivasi semangat kerja seseorang.

2. Tujuan memberikan motivasi antara lain:

a. Merubah perilaku bawahan staf. b. Meningkatkan kegairahan kerja bawahan staf. c. Meningkatkan disiplin kerja bawahan staf. d. Meningkatkan kesejahteraan bawahan staf. e. Meningkatkan prestasi kerja bawahan staf. 46 f. Meningkatkan moral bawahan staf. g. Meningkatkan rasa tanggung jawab bawahan staf. h. Meningkatkan kesetiaan bawahan staf terhadap institusi.

3. Alat untuk meningkatkan motivasi kerja.

Adapun alat untuk meningkatkan motivasi kerja staf antara lain: a. Bersifat material, misalnya insentif berupa gaji, fasilitas dan tunjangan yang memadai. b. Bersifat non material, misalnya penempatan yang tepat, kesempatan mengembangkan diri, promosi yang objektif, pekerjaan yang merangsang, memberi penghargaan, bimbingan dan perlakukan yang wajar.

4. Teknik memotivasi.

Teknik memotivasi bawahan yang dikemukakan oleh Wahjosumidjo 1994 menggunakan beberapa pendekatan yaitu: a. Bersikap baik the be good approach dengan cara menciptakan kondisi kerja yang baik seperti tunjangan, gaji dan bonus yang tinggi. b. Menggunakan kekerasan the strong approach yaitu pemimpin menggunakan wewenangnya untuk menekan bawahan. c. Perundingan implisit implicit bargaining melalui perundingan antara bawahan dan atasan terhadap hasil kerja yang dicapai sesuai dengan imbalan yang akan diberikan. d. Kompetisi competition diberikan kesempatan pada seseorang untuk melakukan pekerjaannya sebaik mungkin sesuai dengan kemampuannya. e. Internalisasi internalized motivation, yaitu pertimbangan terhadap ketrampilan, kebebasan, perhatian dan percaya diri yang dimiliki. 47 Selain itu, Swansburg dan Swansburg 1999 mengungkapkan tentang solusi dan tehnik memotivasi yang digunakan oleh manajer keperawatan sebagai berikut: a. Harga diri self esteem, yaitu pengakuan terhadap keberhasilan pekerjaan yang telah dilakukan staf perawatan sehingga meningkatkan harga diri dan diharapkan dapat memotivasi. b. Pengkayaan pekerjaan job enrichment, yaitu pengembangan tugas staf perawatan sehingga pekerjaan itu sendiri membuat staf termotivasi. c. Pemberdayaan empowerment, melalui pendelegasian tanggung jawab dan kewenangan sehingga timbul rasa percaya dan mempercayai serta saling mendukung. d. Promosi kesamping lateral promotions, yaitu promosi karir dengan memberikan kesempatan kepada setiap staf perawatan untuk maju dan mendapat tugas yang lebih serta sesuai. e. Pertumbuhan growth, yaitu tumbuh dan berkembang guna meningkatkan kemampuan dengan cara memberikan kesempatan kepada setiap staf perawatan untuk meneruskan pendidikan dan mengikuti pelatihan. f. Komunikasi communication, bertujuan untuk memberikan motivasi dengan berbagi informasi dan berkonsultasi. g. Penghargaan rewards, baik finansial maupun non finansial. Teknik­teknik lain dapat juga dilakukan oleh seorang manajer keperawatan dalam memotivasi kerja staf, yaitu: a. Jelaskan tujuan organisasi. b. Jelaskan kebijaksanaan yang ditempuh dalam mencapai tujuan. c. Usahakan agar staf memahami struktur organisasi. d. Jelaskan peran apa yang diharapkan dari staf. e. Tekankan pentingnya kerja sama dalam institusi. f. Perlakukan bawahan staf seperti manusia biasa dan adil. 48 g. Beri penghargaan pada staf yang berprestasi dan bimbimgan kepada yang belum berprestasi. h. Yakinkan staf bahwa dengan kerja yang baik akan mencapai tujuan institusi dan tujuan pribadi.

5. Pengukuran Motivasi kerja.

Pengukuran motivasi kerja yang merupakan pengukuran aspek psikologis, memerlukan metode yang harus memadai. Pengukuran motivasi kerja yang dikemukakan oleh para ahli mempunyai dasar pemahaman terhadap pemenuhan kebutuhan staf yang berbeda, diantaranya yaitu: a. Pengukuran motivasi kerja yang dikembangkan oleh Hellriegel dan Slocum dalam Sujak, 1990. Pengukurannya menggunakan kuesioner yang dirancang berdasarkan pemenuhan kebutuhan dasar, yaitu kebutuhan fisik dan kenikmatan, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial atau afiliasi, kebutuhan pemenuhan harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri. b. Pengukuran motivasi kerja berdasarkan teori pemenuhan kebutuhan prestasi yang dikemukakan oleh Mc. Clelland dalam Agarwal, 1986 yang meliputi kebutuhan berprestasi need of achievment yang mempuyai indikator seperti keinginan lebih unggul, ulet dan menyukai tantangan. Kemudian kebutuhan kekuasaankemenangan need of power yang memiliki ciri hasrat untuk menang, berkompetisi dan prestise. Sedangkan kebutuhan berafiliasi need of affiliation mempunyai ciri atau indikator seperti bersahabat, kooperatif dan hubungan timbal balik. Pengukuran motivasi kerja berdasarkan teori kebutuhan Mc Clelland tersebut telah dikembangkan oleh Steers dan Braunstein dalam Robins, 1996. Kuesioner dirancang dalam 49 konteks umum berdasarkan pada kebutuhan prestasi, kekuasaan dan afiliasi. MENJAGA MUTU Adanya globalisasi merupakan fenomena yang terjadi pada akhir abad ke XX yang ditandai dengan terjadinya interpenetrasi dan interdepedensi dari semua sektor yang menyebabkan trasformasi masyarakat negara menjadi masyarakat global. Kompetisi akibat dari liberalisasi perdagangan yang menjadi ciri utama globalisasi, dan kebijakan General Agreement on Trade in Service GATS serta diberlakukannya Undang­Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen akan sangat berpengaruh terhadap berbagai aspek penyelenggaraan pelayanan kesehatan di Indonesia, salah satunya adalah aspek mutu dan profesionalisme pelayanan kesehatan yang diterima oleh masyarakat sebagai pengguna jasa harus sesuai dengan tuntutan dan standar global. Rumah sakit sebagai salah satu unit tempat pelayanan kesehatan, bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Demikian juga dengan upaya pemberian pelayanan keperawatan dirumah sakit yang merupakan bagian integral dari upaya pelayanan kesehatan, dan secara langsung akan memberi konstribusi dalam peningkatan kualitas hospital care. 50 Untuk memberikan pelayanan keperawatan yang optimal, banyak syarat yang harus dipenuhi, syarat yang dimaksud mencakup delapan hal pokok yakni: tersedia available, wajar appropriate, berkesinambungan continue, dapat diterima acceptable, dapat dicapai accesible, dapat dijangkau affordable, efisien efficient serta bermutu quality. Kedelapan syarat pelayanan keperawatan ini sama pentingnya, namun pada akhir­akhir ini dengan semakin majunya ilmu dan teknologi keperawatan serta semakin baiknya tingkat pendidikan serta keadaan sosial ekonomi masyarakat, tampak syarat mutu makin bertambah penting. Mudah dipahami karena apabila pelayanan keperawatan yang bermutu dapat diselenggarakan, bukan saja akan dapat memperkecil timbulnya berbagai risiko karena penggunaan berbagai kemajuan ilmu dan teknologi tetapi sekaligus juga akan dapat memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat yang semakin hari tampak semakin meningkat. Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan keperawatan yang bermutu banyak upaya yang dapat dilakukan, jika upaya tersebut dilaksanakan secara terarah dan terencana dikenal dengan nama program menjaga mutu Quality Assurance Program. MUTU. Mutu adalah gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa pelayanan yang berhubungan dengan kemampuan untuk memberikan kebutuhan kepuasan pelanggan ASQC dalam Wijoyo, 1999. Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri dari suatu barang atau jasa yang dihasilkan, didalamnya terkandung sekaligus pengertian akan adanya rasa aman dan terpenuhinya kebutuhan para pengguna barang atau jasa yang dihasilkan tersebut Din ISO 8402, 1986. 51 Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan Crosby, 1984. Dari beberapa pengertian diatas, segeralah mudah dipahami bahwa mutu pelayanan hanya dapat diketahui apabila sebelumnya telah terlebih dahulu dilakukan penilaian, baik terhadap tingkat kesempurnaan, sifat, totalitas dari wujud serta ciri dan kepatuhan para penyelenggara pelayanan terhadap standar yang telah ditetapkan. Dalam kenyataan sehari­hari melakukan penilaian ini tidaklah mudah, penyebab utamanya ialah karena mutu pelayanan tersebut bersifat multi­dimensional. Tiap orang, tergantung dari latar belakang dan kepentingan masing­masing dapat saja melakukan penilaian dari dimensi yang berbeda. Misalnya penilaian dari pemakai jasa pelayanan keperawatan, dimensi mutu yang dianut ternyata sangat berbeda dengan penyelenggara pelayanan keperawatan ataupun dengan penyandang dana pelayanan keperawatan. Menurut Roberts dan Prevost 1987 perbedaan dimensi tersebut adalah:

1. Bagi pemakai jasa pelayanan keperawatan.

Mutu pelayanan keperawatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas dalam memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi antara petugas dengan pasien, keprihatinan serta keramah­tamahan petugas dalam melayani pasien, atau kesembuhan penyakit yang sedang diderita oleh pasien.

2. Bagi penyelenggara pelayanan keperawatan.

Mutu pelayanan keperawatan lebih terkait pada dimensi kesesuaian pelayanan yang diselenggarakan dengan ilmu dan teknologi keperawatan, standar dan etika profesi, dan adanya otonomi profesi pada waktu menyelenggarakan pelayanan keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien. 52

3. Bagi penyandang dana pelayanan keperawatan.

Mutu pelayanan keperawatan lebih terkait pada dimensi efesiensi pemakaian sumber dana, kewajaran pembiayaan, atau kemampuan dari pelayanan keperawatan mengurangi kerugian dari penyandang dana. PROGRAM MENJAGA MUTU. 1. Pengertian. Pengertian program menjaga mutu banyak macamnya, beberapa diantaranya yang dipandang cukup penting adalah: a. Program menjaga mutu adalah suatu upaya yang berkesinambungan, sistematis dan objektif dalam memantau dan menilai pelayanan yang diselenggarakan dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan, serta menyelesaikan masalah yang ditemukan untuk memperbaiki mutu pelayanan Maltos Keller, 1989. b. Program menjaga mutu adalah suatu proses untuk memperkecil kesenjangan antara penampilan yang ditemukan dengan keluaran yang diinginkan dari suatu sistem, sesuai dengan batas­batas teknologi yang dimiliki oleh sistem tersebut Ruels Frank, 1988. c. Program menjaga mutu adalah suatu upaya terpadu yang mencakup identifikasi dan penyelesaian masalah pelayanan yang diselenggarakan, serta mencari dan memanfaatkan berbagai peluang yang ada untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan The American Hospital Association, 1988. d. Program menjaga mutu adalah suatu program berlanjut yang disusun secara objektif dan sistematis dalam memantau dan menilai mutu 53 dan kewajaran pelayanan, menggunakan berbagai peluang yang tersedia untuk meningkatkan pelayanan yang diselenggarakan serta menyelesaikan berbagai masalah yang ditemukan Joint Commission on Acreditation of Hospitals, 1988. Keempat pengertian program menjaga mutu ini meskipun rumusannya tidak sama namun pengertian pokok yang terkandung didalamnya tidaklah berbeda. Pengertian pokok yang dimaksud paling tidak mencakup tiga rumusan utama, yakni rumusan kegiatan yang akan dilakukan, karakteristik kegiatan yang akan dilakukan, serta tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan kegiatan tersebut. Jika ketiga rumusan tersebut disarikan dari keempat pengertian program menjaga mutu diatas, dapatlah dirumuskan pengertian program menjaga mutu yang lebih terpadu. Program menjaga mutu adalah suatu upaya yang dilaksanakan secara berkesinambungan, sistematis, objektif dan terpadu dalam menetapkan masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan berdasarkan standar yang telah ditetapkan, menetapkan dan melaksanakan cara penyelesaian masalah sesuai dengan kemampuan yang tersedia, serta menilai hasil yang dicapai dan menyusun saran tindak lanjut untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan.

2. Tujuan.

Tujuan program menjaga mutu mencakup dua hal yang bersifat pokok, yang jika disederhanakan dapat diuraikan sebagai berikut: a. Tujuan antara. Tujuan antara yang ingin dicapai oleh program menjaga mutu ialah diketahuinya mutu pelayanan. Jika dikaitkan dengan kegiatan program menjaga mutu, tujuan ini dapat dicapai apabila masalah serta prioritas masalah mutu berhasil ditetapkan. b. Tujuan akhir. 54 Tujuan akhir yang ingin dicapai oleh program menjaga mutu ialah makin meningkatnya mutu pelayanan. Jika dikaitkan dengan kegiatan program menjaga mutu, tujuan ini dapat dicapai apabila masalah dan penyebab masalah mutu berhasil diatasi.

3. Manfaat.

Apabila program menjaga mutu dapat dilaksanakan, banyak manfaat yang akan diperoleh. Secara umum beberapa manfaat yang dimaksudkan adalah: a. Dapat lebih meningkatkan efektifitas pelayanan keperawatan. Peningkatan efektifitas yang dimaksud di sini erat hubungannya dengan dapat diselesaikannya masalah yang tepat dengan cara penyelesaian masalah yang benar. Karena dengan diselenggarakannya program menjaga mutu dapat diharapkan pemilihan masalah telah dilakukan secara tepat serta pemilihan dan pelaksanaan cara penyelesaian masalah telah dilakukan secara benar. b. Dapat lebih meningkatkan efesiensi pelayanan keperawatan. Peningkatan efesiensi yang dimaksudkan disini erat hubungannya dengan dapat dicegahnya penyelenggaraan pelayanan yang berlebihan atau yang dibawah standar. Biaya tambahan karena pelayanan yang berlebihan atau karena harus mengatasi berbagai efek samping karena pelayanan yang dibawah standar akan dapat dicegah. c. Dapat lebih meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan keperawatan. Peningkatan penerimaan ini erat hubungannya dengan telah sesuainya pelayanan keperawatan yang diselenggarakan dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan. Apabila peningkatan penerimaan ini dapat diwujudkan, 55 pada gilirannya pasti akan berperan besar dalam turut meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara keseluruhan. d. Dapat melindungi pelaksana pelayanan keperawatan dari kemungkinan munculnya gugatan hukum. Pada saat ini sebagai akibat makin baiknya tingkat pendidikan dan keadaan sosial ekonomi masyarakat serta diberlakukannya berbagai kebijakan perlindungan publik, tampak kesadaran hukum masyarakat makin meningkat pula. Untuk melindungi kemungkinan munculnya gugatan hukum dari masyarakat yang tidak puas terhadap pelayanan keperawatan, tidak ada pilihan lain yang dapat dilakukan kecuali berupaya menyelenggarakan pelayanan keperawatan yang terjamin mutunya. Dalam kaitan itu peranan program menjaga mutu jelas amat penting, karena apabila program menjaga mutu dapat dilaksanakan dapatlah diharapkan terselenggaranya pelayanan keperawatan yang bermutu, yang akan berdampak pada peningkatan kepuasan para pemakai jasa pelayanan keperawatan.

4. Syarat.

Syarat program menjaga mutu banyak macamnya, beberapa dari persyaratan yang dimaksud dan dipandang penting ialah: a. Bersifat khas. Syarat pertama yang harus dipenuhi adalah harus bersifat khas, dalam arti jelas sasaran, tujuan dan tata cara pelaksanaannya serta diarahkan hanya untuk hal­hal yang bersifat pokok saja. Dengan adanya syarat seperti ini, maka jelaslah untuk dapat melakukan program menjaga mutu yang baik perlu disusun dahulu rencana kerja program menjaga mutu. b. Mampu melaporkan setiap penyimpangan. Syarat kedua yang harus dipenuhi ialah kemampuan untuk melaporkan setiap penyimpangan secara tepat, cepat dan benar. 56 Untuk ini disebut bahwa suatu program menjaga mutu yang baik seyogianya mempunyai mekanisme umpan balik yang baik. c. Fleksibel dan berorientasi pada masa depan. Syarat ketiga yang harus dipenuhi ialah sifatnya yang fleksibel dan berorientasi pada masa depan. Program menjaga mutu yang terlau kaku dalam arti tidak tanggap terhadap setiap perubahan, bukanlah program menjaga mutu yang baik. d. Mencerminkan dan sesuai dengan keadaan organisasi. Syarat keempat yang harus dipenuhi ialah harus mencerminkan dan sesuai dengan keadaan organisasi. Program menjaga mutu yang berlebihan, terlalu dipaksakan sehingga tidak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, tidak akan ekonomis dan karena itu bukanlah suatu program yang baik. e. Mudah dilaksanakan. Syarat kelima adalah tentang kemudahan pelaksanaannya, inilah sebabnya sering dikembangkan program menjaga mutu mandiri Self assesment. Ada baiknya program tersebut dilakukan secara langsung, dalam arti dilaksanakan oleh pihak­pihak yang melaksanakan pelayanan keperawatan. f. Mudah dimengerti. Syarat keenam yang harus dipenuhi ialah tentang kemudahan pengertiannya. Program menjaga mutu yang berbelit­belit atau yang hasilnya sulit dimengerti, bukanlah suatu program yang baik. PELAYANAN KEPERAWATAN YANG BERMUTU. Pelayanan keperawatan yang bermutu adalah pelayanan keperawatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan keperawatan sesuai dengan tingkat kepuasan rata­rata penduduk, serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan. Menyelenggarakan pelayanan keperawatan yang sesuai dengan standar dan kode etik profesi meskipun diakui tidak mudah namun masih dapat 57 diupayakan, karena untuk ini memang telah ada tolok ukurnya, yakni rumusan­rumusan standar serta kode etik profesi yang pada umunya telah dimiliki dan wajib sifatnya untuk dipakai sebagai pedoman dalam menyelenggarakan setiap kegiatan profesi, termasuk pelayanan keperawatan. Tetapi akan bagaimakah halnya untuk penyelenggaraan pelayanan keperawatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan keperawatan?. Sekalipun aspek kepuasan tersebut telah dibatasi hanya yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata­rata penduduk yang menjadi sasaran utama pelayanan keperawatan, namun karena ruang lingkup kepuasan memang bersifat sangat luas, menyebabkan upaya untuk menyelenggarakan pelayanan keperawatan yang bermutu tidaklah semudah yang diperkirakan. Sesungguhnyalah seperti juga mutu pelayanan, dimensi kepuasan pasien sangat bervariasi sekali. Secara umum dimensi kepuasan tersebut dapat dibedakan atas dua macam:

1. Kepuasan yang mengacu pada penerapan standar dan kode etik

profesi. Dalam hal ini ukuran kepuasan pemakai jasa pelayanan keperawatan terbatas hanya pada kesesuaian dengan standar dan kode etik profesi saja. Suatu pelayanan keperawatan disebut sebagai pelayanan keperawatan yang bermutu apabila penerapan standar dan kode etik profesi dapat memuaskan pasien. Dengan pendapat ini maka ukuran­ ukuran pelayanan keperawatan yang bermutu hanya mengacu pada penerapan standar serta kode etik profesi yang baik saja. Ukuran­ ukuran yang dimaksud pada dasarnya mencakup penilaian terhadap kepuasan pasien mengenai: a. Hubungan perawat­pasien Nurse­patient relationship. 58 b. Kenyamanan pelayanan Amenitis. c. Kebebasan melakukan pilihan Choice. d. Pengetahuan dan kompetensi teknis Scientifik knowledge and technical skill. e. Efektifitas pelayanan Effectives. f. Keamanan tindakan Safety.

2. Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan

pelayanan keperawatan. Dalam hal ini ukuran kepuasan pemakai jasa pelayanan keperawatan dikaitkan dengan penerapan semua persyaratan pelayanan keperawatan. Suatu pelayanan keperawatan disebut sebagai pelayanan keperawatan yang bermutu apabila penerapan semua persyaratan pelayanan dapat memuaskan pasien. Dengan pendapat ini mudahlah dipahami bahwa ukuran­ukuran pelayanan keperawatan yang bermutu lebih bersifat luas, karena didalamnya tercakup penilaian kepuasan pasien mengenai: a. Ketersediaan pelayanan keperawatan Available. b. Kewajaran pelayanan keperawatan Appropriate. c. Kesinambungan pelayanan keperawatan Continue. d. Penerimaan pelayanan keperawatan Acceptable. e. Ketercapaian pelayanan keperawatan Accesible. f. Keterjangkauan pelayanan keperawatan Affordable. g. Efesiensi pelayanan keperawatan Efficient. h. Mutu pelayanan keperawatan Quality. 59 PERUBAHAN BERENCANA PENDAHULUAN Heraclitus, seorang ahli filsafat kuno pernah berkata bahwa didunia ini tidak ada yang permanen, kecuali perubahan. Pernyataan yang dibuat berabad­abad yang lalu itu ternyata masih mengandung kebenaran hingga sekarang dan diperkirakan tetap mengandung kebenaran sampai diakhir zaman. Dikatakan demikian karena memang adalah kenyataan hidup bahwa di dunia ini selalu terjadi perubahan yang mencakup seluruh segi kehidupan, baik pada tingkat individual, kelompok maupun pada tingkat organisasional Manchester Open Learning, 1996. Pada era kesejagatan seperti sekarang ini, berbagai tekanan baik yang bersifat internal maupun eksternal telah memaksa kita untuk beranjak ke 60 suatu kondisi yang lebih baik dan sesuai dengan tuntutan. Demikian juga perubahan pada organisasi kesehatan yang pada akhir­akhir ini cenderung progresif sejalan dengan pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi. Sehubungan dengan hal tersebut para pengelola rumah sakit dan keperawatan dituntut untuk mampu mengelola dan mengendalikan perubahan sehingga progesifitas­nya sesuai dengan arah dan tujuan. Suatu perubahan harus direncanakan oleh change agent, dan perubahan terencana adalah sebuah pemikiran untuk mencari jalan keluar dengan usaha­usaha yang disengaja agar sesuatu yang lebih baik diharapkan dapat terjadi Marquis Huston, 2000. Sejalan dengan situasi tersebut, profesi keperawatan harus mampu merespons terhadap perkembangan dan tuntutan zaman dengan meningkatkan diri baik dari aspek intelektual, kompetensi dan perilaku sehingga mampu mengelola suatu perubahan baik ditatanan pelayanan maupun dibidang pendidikan keperawatan dengan penerapan ilmu dan teknologi keperawatan yang lebih rasional dan ilmiah serta sesuai dengan standar. PENGERTIAN Berubah adalah:  Beranjak dari status quo atau beralih dari suatu keadaan ke keadaan lain yang lebih baik Lancaster Lancaster, 1982.  Membuat sesuatu menjadi lain Robbins, 1996. Perubahan berencana adalah:  Beranjak dari suatu keadaan ke keadaan lain yang lebih baik yang dirumuskan sebagai tujuan perubahan Lancaster Lancaster, 1982. 61  Kegiatan perubahan yang disengaja dan berorientasi pada tujuan Robbins, 1996. Mengelola perubahan adalah menjamin tercapainya tujuan berubah dan perubahan yang mantap dengan mekanisme pengendalian berubah, baik dalam bentuk perubahan jangka pendek maupun jangka panjang yang berkelanjutan Marquis Huston, 2000. Change Agent adalah orang yang bertindak sebagai katalis dan memikul tanggung jawab untuk mengelola kegiatan perubahan Robbins, 1996. TEORI BERUBAH Banyak ahli telah mengemukakan tentang teori berubah, diantaranya yang sangat terkenal adalah teori berubah dari Kurt Lewin 1951, teori berubah dari Everett Roger 1962 dan teori berubah dari Gordon Lippitt 1973. Perbandingan tahap­tahap dari ketiga teori berubah tersebut, dapat dilihat seperti pada tabel dibawah ini: ROGER LEWIN LIPPITT  Menyadari adanya peru­ bahan.  Timbulnya minat.  Melakukan penilaian.  Pencairan.  Mendiagnosis masalah.  Asesmen motivasi dan kemampuan untuk berubah.  Asesmen motivasi “change agent” dan berbagai sumber.  Melakukan uji coba.  Bergerak.  Menetapkan tujuan berubah.  Menetapkan peran “change agent”.  Menerima  Pembekuan.  Mempertahankan perubahan.  Mengakhiri bantuan. 62 perubahan. Sumber: Swanburg,R.C., Swanburg,R.J.,1999,Introductory management and leadership for nurses, Jones and Bartlet Publishers. Dari tiga teori berubah diatas, makalah ini hanya memfokuskan pembahasan pada teori berubah dari lippitt 1973, karena pada dasarnya tahap­tahap dalam teori berubah Lippitt lebih mudah dipahami, sistematis dan secara logis mempunyai kesamaan dengan Nursing Proses. Teori berubah Lippitt merupakan pengembangan dari teori berubah Lewin, yang dikenal dengan model lingkaran Loop, yang didasarkan pada suatu konsep sistem. Lippitt percaya bahwa pertumbuhan dan perkembangan adalah hasil dari suatu sikap terhadap situasi yang dihadapi oleh para pengelola, manajer dan staf dalam sebuah organisasi. Menurut pandangan Lippitt, perubahan dalam organisasional terjadi dengan cara evolusioner, artinya pimpinan dan para manajer berupaya mangatasi tekanan dari luar, ketidakefektifan dari dalam, dan krisis yang tidak diduga. Untuk dapat menyelesaikan masalah dan tetap efektif serta efisien, sebuah organisasi harus cukup fleksibel untuk berubah. Lippitt juga mengembangkan suatu pemikiran yang berbeda, menurutnya karyawan dalam suatu organisasi pada dasarnya tidak resistence terhadap suatu perubahan, bahkan ketika penolakan karyawan terhadap perubahan tidak dapat dihindari, maka dapat diawali dengan memulai proses perubahan pada para pimpinan tertinggi organisasi tersebut, menekankan aspek perubahan yang baru dan menyenangkan, memberi informasi sebelumnya kepada mereka yang menjadi sasaran perubahan, merancang perubahan untuk memelihara kebiasaan dan adat istiadat yang bermanfaat, melibatkan karyawan dalam perencanaan dan penerapan perubahan, membantu sasaran perubahan, menyesuaikan diri kepada keadaan yang berubah, membangun lingkaran masukan agar manajer 63 dapat mempertahankan perubahan tersebut dan melindungi karyawan dari hilangnya autonomi Gillies, 1994. Berdasarkan hal tersebut, Menurut Lippitt ada tujuh tahapan dalam menerapkan suatu perubahan Swanburg Swanburg, 1999, antara lain: Tahap 1: Mendiagnosis masalah. Pada tahap ini change agent harus melihat keseluruhan rangkaian dan meliputi hal­hal yang dipengaruhinya. Mendiagnosis masalah dapat dilakukan dengan pertemuan kelompok dengan mempertahankan keutuhan dari komitmen dan untuk menjamin keberhasilan, pemegang peran kunci dalam manajemen dan pengambil keputusan harus dilibatkan. Tahap 2: Mengkaji motivasi dan kemampuan untuk berubah. Pada tahap ini change agent mengkaji motivasi dan kemampuan untuk berubah dari sasaran yang akan diubah dengan berbagai strategi, yang bertujuan untuk membuat solusi yang mungkin dapat ditetapkan dari setiap kemungkinan pertimbangan metode implementasi. Hal­hal yang perlu diketahui pada tahap ini adalah faktor motivasi, kekuatan, hambatan, fasilitas pendukung, mempertimbangkan aspek­aspek keuangan, aspek organisasi, aspek struktur, kekuatan pengendalian, ukuran­ukuran, regulasi, personality dan kewenangan. Selama fase ini change agent mengkoordinasikan aktivitas diantara kelompok kecil. Tahap 3: Mengkaji motivasi change agent dan sumber. Pada tahap ini change agent dapat berada diluar eksternal atau didalam internal organisasidivisi. Pada bagian eksternal dapat berupa akredential, sedangkan pada bagian internal adalah kemauan untuk memahami situasi, pengetahuan interpersonal dan pendekatan organisasi, pendidikan, pengalaman, dedikasi. 64 Change agent diharapkan objektif, fleksibel, dan dapat diterima oleh semua. Tahap 4: Menetapkan tujuan berubah. Pada tahap ini proses berubah didefenisikan, rencana dibuat secara detail, dijadwalkan, ada target dan dapat dipertanggungjawabkan. Perubahan diimplementasikan sebagai masa percobaan dan dilakukan evaluasi. Tahap 5: Menetapkan peran change agent. Pada tahap ini change agent menetapkan perannya dan aktif dalam proses berubah, terutama sebagai model peran, katalisator, memfasilitasi perubahan, pendidik, pemimpin, dan mempunyai kemampuan dalam antisipasi konflikkonfrontasi. Tahap 6: Mempertahankan perubahan. Pada tahap ini perhatian terfokus pada komunikasi, pengawasan dan evaluasi, feedback, penguatan pada perkembangankemajuan yang positif, tetap konsisten dengan tujuan. Tahap 7: Mengakhiri bantuan yang diberikan. Pada tahap ini change agent melakukan penyapihan atau mengakhiri bantuan pada saat yang telah ditetapkan setelah membuat prosedur secara tertulis atau kebijakan mempertahankan dan melanjutkan perubahan, namun secara kontinyu tetap bertindak sebagai konsultan atau mediator. ASPEK­ASPEK YANG DAPAT DIUBAH OLEH CHANGE AGENT Pada hakikatnya ada empat kategori yang dapat diubah oleh change agent Robbins, 1996 antara lain: 1 Mengubah struktur. Mengubah struktur mencakup pembuatan perubahan dalam hubungan wewenang, mekanisme koordinasi, rancang ulang pekerjaan, atau variabel struktural serupa. 65 2 Mengubah teknologi. Mengubah teknologi meliputi modifikasi atau perubahan dalam cara kerja, metode dan peralatan yang dipergunakan. 3 Mengubah setting fisik. Mengubah setting fisik meliputi perubahan ruang dan pengaturan tata letak dalam lingkungantempat kerja. 4 Mengubah orang. Mengubah orang mengacu kepada perubahan dalam sikap, keterampilan, pengharapan, persepsi dan atau perilaku karyawan. TIPE STRATEGI UNTUK BERUBAH Menurut Bennis, Benne dan Chinn, 1996 dalam Marquis Huston, 2000 ada tiga tipe strategi untuk berubah yang penerapannya disesuaikan dengan situasi, antara lain: 1 Strategi rasional­empirik Empirical­rational strategies. Strategi ini mempunyai asumsi dasar bahwa manusia adalah rasional. Berdasarkan riset dasar, diseminasi ilmu pengetahuan dan pendidikan perubahan dapat dilakukan. 2 Strategi reedukatif­normatif Normative­reeducative strategies. Pola kegiatan didukung oleh norma sosio­kultural dan oleh komitmen individual terhadap norma atau oleh sistem nilai individual. Pada strategi ini “change agent” dapat melakukan intervensi langsung pada perubahan. 3 Strategi paksaan­kekuatan Power­ coercive strategies. Perubahan dilakukan dengan penggunaan kekuatanpaksaan dan pada umumnya didasarkan pada sanksi­sanksi. 66 TEKANAN YANG MENDUKUNG DAN MENGHAMBAT PERUBAHAN Menurut Manchester Open Learning, 1996, tekanan yang mendukung dan menolak dilakukannya perubahan, meliputi: 1 Tekanan yang mendukung.  Tekanan internal. Tekanan internal yang mendukung perubahan dapat berupa ketidakpuasan terhadap cara kerja yang berlaku, untuk mengatasi masalah, dan keinginan untuk membuat pekerjaan lebih efektif dan efisien.  Tekanan eksternal. Tekanan eksternal berasal dari berbagai bidang dan sering sekali menjadi faktor yang paling signifikan dalam mendorong diberlakukannya perubahan. Semua tekanan ini berpengaruh kuat, namun demikian tidak semua tekanan tersebut berpengaruh dengan arah yang sama dan sesungguhnya semua tekanan itu sering berlawanan arah satu sama lain. Tujuh sumber tekanan eksternal meliputi:  Tekanan hukum. Organisasi pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh berbagai pembatasan hukum baik secara lokal, nasional maupun internasional. Perubahan­perubahan dalam hukum dan peraturan­peraturan dapat terjadi sewaktu­waktu dan akan mempengaruhi cara kerja dalam organisasi.  Tekanan ilmu dan teknologi. Ilmu dan teknologi berubah dalam kecepatan yang luar biasa. Ilmu dan teknologi menyajikan banyak peluang, hal itu menyebabkan daur hidup suatu produk ilmu dan teknologi semakin singkat dan pada akhirnya memaksa kita untuk semakin 67 sering beradaptasi dan menerima suatu ilmu dan teknologi baru yang lebih baik dari yang sebelumnya.  Tekanan ekonomi. Berbagai perubahan perekonomian yang terjadi dan dialami oleh organisasi maupun pihak lain akan berpengaruhi luar biasa terhadap kelangsungan organisasi manapun. Perubahan­ perubahan dalam perekonomian seperti naik turunnya harga barang bahan baku, perubahan dalam pola perdagangan internasional, berfluktuasinya nilai mata uang, perubahan kebijakan ekonomi, munculnya pasar­pasar baru yang sangat kompetitif, semuanya akan berdampak pada setiap organisasi sehingga perlu dilakukan perubahan­perubahan.  Tekanan sosial. Berbagai perubahan sosial mempunyai pengaruh penting terhadap organisasi yang menyediakan produk jasa, hal ini karena dua alasan utama: pertama, harapan konsumen terhadap pelayanan berubah dan hampir selalu mengarah keatas. Standar yang semakin tinggi akan kualitas, pilihan, dan tersedianya produk yang bermutu selalu dituntut seiring dengan meningkatnya kepedulian konsumen terhadap hak­haknya. Kedua, harapan karyawan juga berubah. Kebanyakan karyawan mengharapkan bahwa atasannya mau berhubungan dengan cara yang agak santai tidak formal atau tidak sekedar hubungan atasan­bawahan hirarkis.  Tekanan politik. Perubahan politik yang diinterpretasikan secara luas baik dalam terminologi internasional maupun domestik, dapat berdampak terhadap bisnis atau pemberi jasa pelayanan dalam segala macam cara. 68  Tekanan lingkungan. Muncul kesadaran yang tumbuh secara cepat akan isu­isu lingkungan, salah satunya adalah perubahan dalam proses produksi dan pembuangan limbah yang bertujuan untuk mengurangi kerusakan lingkungan. Isu­isu ini telah memicu berbagai organisasi produksi untuk peduli terhadap lingkungan.  Tekanan aktivitas yang kompetitif. Dalam pasar yang bersaing ketat, perlu memastikan bahwa konsumen memandang produk dan pelayanan jasa yang diberikan sebagai yang terbaik. Secara umum, aktivitas yang kompetitif harus dilihat sebagai hal yang positif, karena kegiatan ini biasanya akan mendorong untuk melakukan perubahan­ perubahan sehingga menghasilkan penawaran jasa produksi dan pelayanan yang lebih baik bagi konsumen. 2 Tekanan yang menghambat. Sebagaimana terdapat kekuatan yang mendorong terjadinya perubahan, terdapat pula berbagai kekuatan yang menghambat perubahan. Kekuatan penghambat terjadinya perubahan dapat barasal dari struktur organisasi itu sendiri maupun dari individu­individu dalam organisasi tersebut.  Penghambat yang bersifat organisasional.  Struktur yang tidak memadai. Sementara sejumlah organisasi memiliki struktur yang mampu dengan cepat beradaptasi dengan situasi baru, organisasi­ organisasi lainnya sangat sulit menerima perubahan. Beberapa masalah struktural ini adalah: struktur manajemen yang jangkung dengan amat banyak tingkat kontrol, organisasi yang sangat besar, tidak banyak pendelegasian otoritas, aturan yang sangat banyak dan kaku serta komunikasi yang buruk. Otoritas, 69 aturan dan praktek yang menghargai waktu lebih merupakan sekedar norma­norma ketimbang inisiatif, inovasi, dan respon­ respon yang fleksibel.  Sasaran korporit yang tidak jelas. Bila sasaran atau tujuan korporit tidak jelas, para manajer akan bekerja dengan arah yang bertolak belakang, dan masing­masing menganggap bahwa yang mereka kerjakan nerupakan yang terbaik dalam mencapai tujuan organisasi. Bila tujuan organisasi dimengerti secara jelas, segala upaya seharusnya bersifat konstruktif dan tepat sasarannya.  Komunikasi yang buruk. Komunikasi yang buruk akan membuat perubahan sangat sulit dilakukan. Dalam mengelola perubahan, harus dipastikan bahwa informasi yang tepat sampai kepada orang yang tepat dan pada saat yang tepat.  Penghambat yang bersifat individual.  Kebiasaan.  Kecemasan akan ketidakjelasan.  Tidak adanya gambaran tentang keuntungan yang akan diperoleh.  Kekacauan aktivitas rutin.  Tidak adanya suasana saling mempercayai.  Kepentingan pribadi yang sempit. STRATEGI UNTUK MENGATASI HAMBATAN DALAM PERUBAHAN Robbins, 1996 dan Manchester Open Learning, 1996 : 1 Pendidikan dan komunikasi. Change agent dapat mengurangi hambatan dengan pendidikan dan komunikasi, pada dasarnya strategi ini diterapkan dengan asumsi 70 hambatan terletak pada diskomunikasi komunikasi yang buruk atau rendahnya tingkat pengetahuan dan kompetensi sasaran yang akan diubah. Strategi pendidikan dan komunikasi dapat dicapai dengan cara pembahasan interpersonal, diskusi kelompok, memo, presentasi oleh change agent atau kelompok, pelatihan­pelatihan dengan tujuan untuk membantu mereka melihat logika suatu perubahan, menerima suatu fakta dan setiap salah paham dapat dijernihkan. 2 Partisipasi dan keterlibatan. Sebelum melakukan suatu perubahan, mereka yang menentang dapat diajak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Dengan asumsi dasar mereka mempunyai keahlian untuk memberikan sumbangan pikiran yang berarti, pelibatan mereka dapat mengurangi penolakan, memperoleh komitimen dan meningkatkan kualitas keputusan perubahan. Kekurangan strategi ini karena banyak memakan waktu. 3 Fasilitasi dan dukungan. Change agent dapat menawarkan suatu deretan upaya untuk mengurangi hambatan. Bila rasa takut dan kecemasan tinggi, penyuluhan, pelatihan keterampilan baru atau cuti pendek yang dibayar dapat memudahkan penyesuaian. Kekurangan strategi ini disamping banyak memakan waktu, mahal dan pelaksanaannya tidak menjamin sukses. 4 Perundingan dan persetujuan. Strategi ini dipakai bila keengganan terhadap perubahan datang dari beberapa individu yang berkuasa. Suatu paket imbalan dapat dirundingkan yang akan memenuhi kebutuhan individual mereka. Kekurangan strategi ini adalah biaya yang tinggi dan kemungkinan untuk terjadi pemerasan dari individu­individu lain yang berada dalam lingkaran kekuasaan. 5 Manipulasi dan kooptasi. 71 Strategi manipulasi mengacu pada upaya mempengaruhi secara tersembunyi, memutarbalikkan fakta untuk membuat fakta tersebut tampak lebih menarik, menahan informasi yang tidak diinginkan dan menciptakan desas­desus palsu agar sasaran menerima baik suatu perubahan. Kooptasi merupakan bentuk manipulasi dan partisipasi dengan memberi peran utama kepada ketua kelompok penolak yang bertujuan bukan untuk mencari keputusan yang lebih baik dari pemimpin dan anggota kelompok tersebut, melainkan untuk memperoleh dukungan mereka terhadap perubahan yang dilakukan. Kekurangan strategi ini dapat meruntuhkan kredibilitas change agent bila mereka menyadari telah diperangkap atau dimanfaatkan. 6 Pemaksaan. Strategi ini menggunakan ancaman atau kekuatan langsung terhadap para penolak dengan ancaman mutasi, hilangnya promosi, evaluasi kerja yang negatif dan terhambatnya kenaikan pangkat. Kekurangan dari strategi ini dimana pemaksaan dengan ancaman dan kekuatan, secara diam­diam dapat menimbulkan kelompok radikal yang sangat anti terhadap perubahan. Secara ringkas strategi­strategi tersebut, disajikan dalam tabel dibawah ini: NO. STRATEGI DEFINISI 1. Pendidikan dan komunikasi Berbicara, mengajar 2. Partisipasi dan keterlibatan Bekerja bersama 3. Fasilitasi dan dukungan Membantu 4. Perundingan dan persetujuan Tukar menukar 5. Manipulasi dan kooptasi Mempengaruhi 6. Pemaksaan Menggunakan kekuatan Sumber: Manchester Open Learning, 1996, Planning and Managing Change, Kogan Page Limited 72 PENUTUP Mengelola perubahan sebagai suatu kegiatan episodik. Artinya, perubahan itu bermula pada suatu titik, maju lewat sederetan langkah, dan berpuncak pada suatu hasil yang diharapkan oleh mereka yang terlibat sebagai suatu perbaikan terhadap titik awal. Apapun model teori yang digunakan dalam mengelola perubahan, pada dasarnya akan mengganggu status quo. Oleh sebab itu sebelum melakukan perubahan change agent harus benar­benar memahami suatu teori berubah sebelum diaplikasikan dan mengelola perubahan dengan menggunakan teori berubah dari Lippitt sangat memungkinkan di keperawatan, karena pada dasarnya tahap­tahap dalam teori berubah Lippitt lebih mudah dipahami, sistematis dan secara logis mempunyai kesamaan dengan Nursing Proses. Penetapan masalah yang akurat, perencanaan yang matang, tujuan yang konsisten akan sangat membantu dalam mengelola perubahan berencana, karena pada dasarnya suatu subsistem yang berubah maka secara keseluruhan akan berimbas terhadap subsistem yang lain dalam suatu organisasi. 73 MANAJEMEN PEMBERIAN ASUHAN KEPERAWATAN DI INDONESIA PENDAHULUAN. Proses profesionalisme keperawatan di Indonesia sudah dimulai sejak adanya lokakarya nasional PPNI 1983. Proses profesionalisme ini semakin dipacu oleh berbagai perubahana­perubahan yang sangat cepat sebagai akibat dari globalisasi. Pemberlakuan berbagai kebijakan seperti Undang­ Undang Republik Indonesia No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, Undang­ Undang Republik Indonesia No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dan adanya rencana pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat tahun 2010 merupakan beberapa pemicu untuk semakin memantapkan profesionalisme dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan. Profesionalisme pada hakekatnya menekankan pada peningkatan mutu pelayanan sebagai suatu kewajiban moral profesi untuk melindungi masyarakat terhadap pelayanan asuhan keperawatan yang tidak bertanggung jawab. Saat ini berbagai upaya telah dilakukan di berbagai rumah sakit untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui kegiatan pendidikan keperawatan pelatihan­pelatihan berkelanjutan, pembentukan komite keperawatan, pembentukan tim pengendali mutu keperawatan dan sebagainya. Namun upaya­upaya ini masih terus membutuhkan pemikiran­ pemikiran yang lebih serius dari para perawat untuk melakukan kegiatan­ kegiatan yang lebih sistematis. Di beberapa negara peningkatan mutu asuhan keperawatan ini salah satunya dilakukan melalui pengembangan manajemen asuhan keperawatan berupa model praktek keperawatan profesional MPKP. 74 Model Penugasan Praktek Keperawatan Profesional. 1. Model penugasan keperawatan fungsional. Model penugasan keperawatan fungsional adalah pengorganisasian tugas pelayanan keperawatan di ruang rawat yang didasarkan kepada pembagian tugas menurut jenis pekerjaan yang dilakukan. Seorang perawat dapat melakukan satu, dua jenis pekerjaan atau lebih untuk semua pasien yang ada di unit tersebut. Kepala ruangan bertanggung jawab dalam pembagian tugas dan menerima laporan tentang keadaan dan perkembangan semua pasien Keuntungan model penugasan keperawatan fungsional: a. Perawat terampil untuk pekerjaan tugas tertentu. b. Mudah memperoleh kepuasan kerja, setelah tugas selesai. c. Kekurangan tenaga yang ahli dapat diganti dengan tenaga yang kurang berpengalaman. d. Memudahkan kepala ruangan untuk mengawasi staf atau peserta didik keperawatan yang melakukan praktek untuk keterampilan tertentu. Kerugian model penugasan keperawatan fungsional: a. Asuhan keperawatan terpilah­ pilah atau tidak total sehingga proses keperawatan sulit diaplikasikan. 75 b. Apabila pekerjaan tertentu selesai, perawat cenderung meninggalkan klien dan melakukan tugas non keperawatan. c. Kepuasan kerja keseluruhan sulit dicapai dan sulit diidentifikasi kontribusinya terhadap pelayanan pasien. d. Perawat hanya melihat asuhan keperawatan sebagai keterampilan saja, bukan sebagai asuhan yang komprehensif dan ilmiah. 2. Model penugasan keperawatan tim. Model penugasan keperawatan tim merupakan model pelayanan keperawatan oleh sekelompok perawat kepada sekelompok pasien. Tim dipimpin oleh seorang perawat berijazah dan berpengalaman serta memiliki pengetahuan dalam bidangnya Registered Nurse, anggota tim bias juga terdiri dari Registered Nurse S­1 Keperawatan, Licenced Practical Nurse D­III Keperawatan dan Asistance Nurse SPK. Pembagian tugas dan pendelegasian dalam tim dilakukan oleh ketua tim, sesuai dengan tingkat kemampuan dan ketrampilan anggotanya. Selain itu ketua tim bertanggung jawab dalam mengarahkan anggotanya sebelum melakukan tugas, ketua tim menerima laporan kemajuan pelayanan keperawatan pasien yang menjadi tanggung jawab masing­ masing anggotanya serta membantu anggota tim dalam menyelesaikan tugas apabila mengalami kesulitan. Selanjutnya ketua tim yang akan melaporkan pada kepala ruangan tentang kemajuan dan segala perkembangan pelayanan asuhan keperawatan pasien yang menjadi tanggung jawab tim. Kunci kesuksesan model penugasan tim adalah komunikasi diantara anggota tim, pasien dan keluarganya. Untuk 76 terjadinya komunikasi yang efektif dapat difasilitasi dengan Conference. Dalam proses conference terjadi koordinasi pelayanan dan dapat memberikan masukan diantara anggota tim. Keuntungan model penugasan keperawatan tim: a. Memfasilitasi model pelayanan keperawatan secara komprehensif. b. Memungkinkan penerapan pencapaian proses keperawatan secara berkesinambungan. c. Konflik atau perbedaan pendapat antar anggota tim dapat diminimalkan melalui rapat tim conference dan cara ini sangat efektif untuk proses pembelajaran. d. Adanya kejelasan peran, fungsi dan tanggung jawab. e. Memberi kepuasan anggota tim dalam hubungan interpersonal. f. Memungkinkan penyatuan kemampuan anggota tim yang berbeda­ beda dengan efektif. Kerugian model penugasan keperawatan tim: a. Rapat tim conference memerlukan waktu, sehingga pada situasi sibuk akan ditiadakan atau pelaksanaannya yang terburu­buru, yang dapat mengakibatkan komunikasi dan koordinasi antar anggota tim terganggu. b. Perawat yang belum terampil dan belum berpengalaman akan tergantung atau berlindung pada anggota tim yang lebih mampu atau ketua tim. c. Akontabilitas dalam tim kabur. 3. Model penugasan keperawatan primer. Merupakan model pemberian asuhan keperawatan yang komprehensif dan mengembangkan praktek keperawatan professional, dimana setiap perawat professional bertanggung jawab terhadap asuhan keperawatan pasien yang menjadi tanggung jawabnya. Perawat primer bertanggung 77 jawab memberikan perawatan yang menyeluruh, membina hubungan yang terapeutik, menulis rencana keperawatan selama 24 jam sejak pasien dirawat sampai pulang atau akhir keperawatan. Diluar jam kerja perawat primer implementasi rencana tindakan keperawatan dilakukan oleh perawat asosiate. Perawat asosiate dapat juga menjadi perawat primer bagi pasien yang lain. Keuntungan model keperawatan primer: a. Meningkatkan kepuasan perawat dan pasien, karena meningkatnya otonomi, motivasi, tanggung jawab dan akontabilitas perawat. b. Asuhan keperawatan yang diberikan bermutu tinggi. c. Tercapainya pelayanan yang efektif terhadap pengobatan, dukungan, proteksi, informasi dan advokasi. d. Bagi rumah sakit tidak harus memperkerjakan terlalu banyak tenaga keperawatan, tetapi hanya memperkerjakan perawat yang profesional. Kerugian model keperawatan primer: a. Memerlukan tenaga dengan kualifikasi S­1 keperawatan dengan jumlah sesuai kualifikasi pasien. b. Membutuhkan dana yang cukup untuk fasilitas dan sumber daya manusia yang memadai. 4. Model penugasan keperawatan alokasi klien. Yaitu pengorganisasian pelayanan asuhan keperawatan untuk satu atau beberapa klien oleh satu orang perawat pada saat bertugas selama periode waktu tertentu atau sampai klien pulang. Kepala ruangan bertanggung jawab dalam pembagian tugas dan menerima semua laporan tentang pelayanan keperawatan yang diberikan kepada klien. 78 Keuntungan model keperawatan alokasi klien: a. Fokus keperawata sesuai dengan kebutuhan klien. b. Memberikan kesempatan untuk melakukan pelayanan keperawatan yang komprehensif. c. Memotivasi perawat untuk selalu bersama klien selama bertugas, sedangkan tugas non keperawatan dapat dilakukan oleh tenaga yang non keperawatan. d. Mendukung penerapan proses keperawatan. e. Kepuasan dalam bekerja secara keseluruhan dapat tercapai. Kerugian model keperawatan alokasi klien: a. Beban kerja tinggi terutama jika jumlah klien banyak, sehingga tugas rutin yang sederhana terlewatkan. b. Peserta didik sulit untuk melatih keterampilan dalam keperawatan dasar. c. Pendelegasian tugas terbatas. d. Kelanjutan keperawatan klien hanya sebagian selama perawat yang bertanggung jawab bertugas. 5. Model penugasan keperawatan Modular. Yaitu pengorganisasian pelayanan asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat profesional dan non profesional terampil untuk sekelompok klien dari mulai klien masuk rumah sakit sampai pulang, dan perawat mempunyai tanggung jawab total atau keseluruhan terhadap klien tersebut. Untuk model penugasan ini diperlukan perawat yang berpengetahuan, terampil dan memiliki kemampuan kepemimpinan. Idealnya 2­3 perawat untuk 8­10 orang klien. Keuntungan dan 79 kerugian model keperawatan ini sama dengan gabungan antara model penugasan keperawatan tim dan primer. Semua model penugasan keperawatan diatas dapat digunakan sesuai dengan kondisi dan situasi ruangan, tingkat ketergantungan klien dan jumlah serta klasifikasi tingkat pendidikan staf harus berimbang. Standar Praktek Keperawatan Profesional 1. Pengertian Standar praktek keperawatan profesional adalah pernyataan deskriptif dari kualitas yang diinginkan terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien Gillies, 1994. Sedangkan Donabedian 1980; dalam Azwar, 1996 menyatakan bahwa standar adalah rumusan tentang penampilan atau nilai diinginkan yang mampu dicapai, berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan. Dalam aktivitas pelayanan keperawatan selain penerapan kode etik profesi, standar merupakan suatu parameter dari bermutu tidaknya pelayanan keperawatan yang diberikan kepada masyarakat sebagai pengguna jasa. Suatu standar merupakan model pelaksanaan dari kriteria yang berhubungan dengan norma dan yang dipakai untuk menilai kualitas sasaran pelayanan keperawatan dengan menggunakan metode tertentu. Metode untuk menilai sesuai­tidaknya pelaksanaan pelayanan keperawatan yang dilakukan perawat disebut dengan audit keperawatan, yang dengannya hasil asuhan keperawatan pasien dapat diukur dan dibandingkan dengan kriteria dari standar yang telah ditetapkan. 2. Tujuan. Penerapan suatu standar dalam praktek keperawatan profesional sangat penting dan merupakan alat pengendalian mutu, yang bertujuan untuk: a. Memperbaiki dan Meningkatkan kualitas asuhan keperawatan. 80 Dengan adanya standar, perawat mempunyai suatu panduan atau patron sebagai pedoman yang dapat menjaga kualitas dari suatu asuhan keperawatan yang diberikan. b. Mengurangi biaya perawatan. Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan akan berpedoman kepada standar yang telah ditetapkan, sehingga kegiatan keperawatan yang berlebihan dan tidak perlu, atau kegiatan keperawatan yang dibawah standar akan dapat dihindari. c. Melindungi perawat dari kelalaian dalam melakukan tugas dan melindungi pasien dari tindakan yang tidak seharusnya. 3. Manfaat Manfaat dari suatu standar pelayanan keperawatan sangat tergantung dari sudut pandang orang­orang yang terlibat dalam tatanan pelayanan keperawatan itu sendiri. Secara garis besar manfaat suatu standar dapat dilihat dari sudut pandang perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan dan dari sudut pandang pasien sebagai penerima asuhan keperawatan. Manfaat standar dari sudut pandang perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan adalah: a. Memberi suatu panduan untuk tanggung jawab profesional. b. Memberi suatu “ Frame Work” bagi pendekatan yang sistematis untuk pengambilan keputusan dalam praktek keperawatan. c. Memberikan kriteria hasil sehingga asuhan keperawatan yang diberikan dapat dievaluasi atau diaudit. d. Meningkatkan kepuasan kerja perawat dengan adanya suatu panduan atau protokol untuk praktek keperawatan. e. Dapat mengklarifikasi konstribusi perawat dalam pelayanan kesehatan. 81 Sedangkan manfaat standar dari sudut pandang pasien konsumen sebagai penerima pengguna jasa asuhan keperawatan adalah: a. Memberi tahu pasien konsumen tentang tanggung jawab kualitas asuhan keperawatan yang merupakan suatu bagian penting dari praktek keperawatan profesional. b. Merefleksikan hak­hak pasien konsumen. c. Memberi batasan kepada pasien konsumen tentang suatu model asuhan keperawatan yang dapat diharapkan dari profesi keperawatan. d. Meningkatkan kepuasan pasien konsumen. e. Memberikan justifikasi kebutuhan pelayanan keperawatan dan keuntungannya bagi pasien konsumen. 4. Jenis Standar. Berbagai jenis standar telah dipakai untuk mengarahkan dan mengawasi tindakan dalam praktek keperawatan profesional. Bila ditinjau dari sifatnya, standar praktek keperawatan profesional dapat bersifat normatif dan empiris, standar yang bersifat normatif adalah pernyataan tentang hal­ hal yang baik dan ideal tentang pedoman atau panduan dalam memberikan asuhan keperawatan yang dibuat oleh sekelompok ahli dan disahkan oleh badan yang berwenang. Sedangkan standar yang bersifat empiris menggambarkan praktek yang dapat diobservasi dengan nyata dalam sejumlah pengaturan praktek keperawatan profesional. Oleh karenanya standar normatif menggambarkan kualitas penampilan praktek keperawatan profesional yang lebih tinggi dari pada standar empiris. Sedangkan bila ditinjau dari jenisnya, standar praktek keperawatan profesional dapat dibedakan berdasarkan acuan pada struktur, proses, dan hasil. Standar struktur berorientasi pada lembaga, standar proses berorientasi pada perawat, dan standar hasil berorientasi pada pasien. 82 a. Standar Struktur. Adalah rekomendasi mengenai hubungan antar bagian atau bidang dalam tatanan organisai kesehatan atau rumah sakit yang diperlukan untuk dapat menyelenggarakan praktek keperawatan profesional yang bermutu. Standar struktur dapat berupa garis–garis besar kebijakan, alur struktur organisasi serta sistem manajemen yang harus dipatuhi oleh setiap bagian atau bidang dalam menunjang praktek keperawatan profesional. Dalam pelayanan keperawatan standar struktur yang lebih spesifik berorientasi pada pengadaan, misalnya jumlah tenaga keperawatan, fasilitas dan logistik bangsal untuk kebutuhan asuhan keperawatan dan kenyamanan kerja perawat, perencanaan pengembangan sumber daya manusia keperawatan, sistem penghargaan, dan sebagainya yang pada pelaksanaannya sangat memerlukan suatu sistem koordinasi yang baik dan lancar antar bagian atau bidang yang terkait. b. Standar Proses. Adalah standar yang berorientasi pada tenaga keperawatan yang sifatnya menentukan mutu dari implementasi praktek keperawatan profesional. Standar proses berhubungan dengan aktivitas keperawatan profesional yang dilakukan oleh perawat melalui pendekatan proses keperawatan. Isi dari standar proses menentukan kesesuaian asuhan keperawatan yang dilakukan perawat terhadap pasien yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi. c. Standar Hasil. Adalah pernyataan mengenai hasil asuhan keperawatan yang diinginkan. Standar hasil berorientasi kepada pasien yang merupakan hasil dari tindakan keperawatan dalam menentukan 83 perubahan yang diharapkan pada status kesehatan dan lingkungannya. Standar hasil meliputi: 1 hasil yang diharapkan. 2 Kapan hasil akan tercapai. 3 Bagaimana hasil ini dapat diketahui. Keluaran dari standar hasil dapat bersifat positif dan negatif, keluaran yang bersifat positif bila: 1 Status kesehatan pasien meningkat. 2 Status kesehatan pasien terprlihara. 3 Rasa nyaman fisiologis, psikologis, sosial dan spritual meningkat dan terpelihara. Sedangkan keluaran yang bersifat negatif meliputi: 1 Status kesehatan pasien mengalami kemunduran. 2 Gagal dalam memelihara kesehatan pasien. 3 Ketidak mampuan pasien dan keluarga dalam menangani masalah kesehatan baik yang bersifat fisiologis, psikologis, sosial dan spritual. KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN ORGANISASI PENDAHULUAN Manajemen merupakan proses penatalaksanaan kegiatan organisasi melalui upaya orang lain untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi orang lain dalam mencapai tujuan suatu organisasi. Kepemimpinan merupakan inti dari manajemen organisasi, oleh karena itu setiap pemimpin organisasi berkewajiban mempengaruhi bawahannya untuk melaksanakan tugas dengan sebaik­baiknya sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Kepemimpinan diperlukan dalam setiap kegiatan organisasi sehingga efektif dalam mengelola suatu organisasi, melalui kepemimpinan yang efektif dari seorang pemimpin dan perangkatnya dalam suatu organisasi akan 84 memberikan kontribusi dalam kegiatan­kegiatan yang ada dalam organisasi tersebut untuk pencapaian tujuan. Agar mempunyai ketrampilan dalam kepemimpinan diperlukan pemahaman tentang teori kepemimpinan dan organisasi, gaya dan cara­cara bagaimana seorang dapat berperan sebagai pemimipin yan efektif dalam sebuah organisasi. PENGERTIAN KEPEMIMPINAN Menurut Sullivan dan Decker 1989, kepemimpinan merupakan penggunaan ketrampilan seseorang dalam mempengaruhi orang lain untuk melaksanakan sesuatu dengan sebaik­baiknya sesuai dengan kemampuannya. Claus dan Bailey dalam Lancaster Lancaster, 1982, mendefinisikan kepemimpinan sebagai suatu kelompok kegiatan yang mempengaruhi anggota kelompok, bergerak menuju pencapain tujuan yang ditentukan. Sedangkan Swansburg dan Swansburg 1998, mendefenisikan kepemimpinan sebagai suatu proses aktivitas untuk mempengaruhi dan mengorganisir orang lain atau kelompok dalam upaya kearah pencapaian tujuan dan prestasi yang telah ditetapkan. Berdasarkan ketiga pandangan ini dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi orang lain dalam mencapai tujuan dan prestasi suatu organisasi. TIPE KEPEMIMPINAN Dalam organisasi secara umum terdapat dua macam tipe kepemimpinan, antara lain:

1. Kepemimpinan Formal.

Kepemimpinan formal diangkat secara resmi berdasarkan surat keputusan, duduk dalam jabatan tertentu pada struktur organisasi dan memiliki hak serta kewajiban, dengan ciri­ciri sebagai berikut: 1 Ada legitimasi. 2 Kekuasaan dan kewenangan jelas. 3 Memenuhi persyaratan formal. 4 Didukung oleh organisasi formal. 5 Mendapat 85 imbalanpenghargaan. 6 Memperoleh promosi dan mutasi. 7 Dapat dikenai sanksi dan hukuman.

2. Kepemimpinan Informal.

Kepemimpinan informal tidak diangkat secara formal, tetapi memiliki beberapa keunggulan dan dapat diterima oleh berbagai pihak, dengan ciri­ciri sebagai berikut: 1 Tidak memiliki legitimasi. 2 Ditunjuk dan diakui oleh masyarakat. 3 Tidak mendapat dukungan organisasi formal. 4 Tidak mendapat imbalan jasa tetapi sukarela. 5 Tidak dapat dipromosikan atau dimutasikan. 6 Tidak perlu persyaratan formal. 7 Tidak dapat dihukum secara formal. Kepemimpinan informal pada dasarnya ditentukan oleh status sosial, meliputi: 1 Keturunan. 2 Kekayaan. 3 Pendidikan. 4 Pengalaman hidup. 5 Kharismatik dan karakteristik herediter dan jasa. GAYA KEPEMIMPINAN Gaya kepemimpinan dapat diidentifikasi berdasarkan sejumlah perilaku yang ditunjukkan. Penerapan suatu gaya kepemimpinan sangat dipengaruhi oleh persepsi pimpinan tentang perannya, nilai­nilai yang dianut, sikap dalam mengemudikan jalannya organisasi, perilaku kepemimpinan dan gaya kepemimpinan yang dominan. Tipologi kepemimpinan saat ini antara lain: 1. Otokratik. Pada gaya kepemimpinan otokratik, pemimpin melakukan kontrol yang maksimal terhadap bawahan, membuat keputusan sendiri dalam menentukan tujuan kelompok. Gaya kepemimpinan otokratik tidak meningkatkan partisipasi dan kerja sama antara bawahan dengan 86 pemimpin. Perilaku pemimpin yang otokratik sering menimbulkan kekecewaan dan ketidakpuasan dari bawahan. Gaya kepemimpinan otokratik efektif digunakan dalam keadaan darurat. Disamping itu juga bermanfaat bila pemimpin adalah satu­satunya orang yang menjadi sumber informasi dan keterampilan tertentu, dengan kemampuan bawahan yang terbatas. Adapun ciri­ciri dari gaya kepemimpinan otokratik adalah: 1 Menuntut ketaatan penuh dari bawahan. 2 Disiplin kerja tinggi dan kaku, ketaatan bawahan lebih hanya dikarenakan rasa takut. 3 Nada keras dalam memberikan instruksi, egois, tidak mau menerima saran dan pandangan bawahan serta menerapkan komunikasi satu arah. 4 Tujuan organisasi sama dengan tujuan pribadi. 5 Organisasi dipergunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan pribadi. 6 Menganggap dirinya sebagai sumber kehidupan organisasi. 7 Kekuasaan bersifat sentralisasi dan pengambilan keputusan tanpa melibatkan bawahan. 8 Pembenaran segala cara untuk mencapai tujuan. 9 Setiap hambatan dianggap sebagai penghalang, dan akan disingkirkan. 10 Memperlakukan bawahan sebagai alat. 11 Berorientasi pada tugas. 12 Perilaku kekuasaan formal.

2. Demokratik.

Pada gaya kepemimpinan demokratik, pemimpin menghargai karakteristik dan kemampuan bawahannya. Pemimpin menggunakan posisinya untuk mendapatkan pandangan bawahannya serta memotivasi mereka untuk mencapai tujuan dan membiasakan mereka untuk membuat keputusan tertentu bagi dirinya. Dengan gaya kepemimpinan demokratik, bawahan akan merasa puas dan merasa dibutuhkan dalam bekerja untuk mencapai tujuan organisasi. 87 Adapun ciri­ciri dari gaya kepemimpinan demokratik adalah: 1 Memandang perannya sebagai kordinator dan integrator. 2 Pendekatan holistik dan integratik. 3 Organisasi sebagai wahana untuk mencapai tujuan bersama. 4 Organisasi perlu disusun agar keragaman kegiatan dapat semuanya terakomodasi. 5 Berprinsip bahwa perbedaan perlu menjamin kebersaman. 6 Memperlakukan bawahan secara manusiawi dan menyadari berbagai kebutuhan bawahan fisik, psikologis, spiritual, sosial budaya, prestise dan pengembangan. 7 Pengambilan keputusan ditetapkan bersama yang bertujuan untuk meningkatkan tanggung jawab. 8 Dihormati oleh bawahan dan bukan ditakuti. 9 Menumbuhkan dan mengembangkan kreatifitas dan inovasi bawahan. 10 Bertanggung jawab terhadap kesalahan bawahan. 11 Memberikan penghargaan kepada bawahan yang berprestasi. 12 Mengutamakan kepentingan bersama. 13 Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang praktis dan realistis.

3. Paternalistik.

Gaya kepemimpinan paternalistik terdapat pada lingkungan tradisional karena adanya kekuatan ikatan primordial, sistem keluarga besar, komunalistik, peran adat istiadat, dan hubungan pribadi yang dekat antar anggota masyarakat. Ciri­ciri dari gaya kepemimpinan paternalistik adalah: 1 Rasa hormat pada orang yang lebih tua dan keteladanan. 2 Persepsi pemimpin dipengaruhi oleh harapan bawahan. 3 Harapan bawahan: pemimpin tidak mementingkan diri sendiri, tetapi memperhatikan kepentingan bawahan. 4 Harapan pemimpin: kepemimpinannya tidak dipertanyakan. 5 Legitimasi kepemimpinan: merupakan hal yang wajar dan biasa. 6 Mengutamakan kebersamaan, fokus pada keadilan dan pemerataan. 7 Pemimpin bersikap kebapakan, hubungan atasan dan bawahan bersifat informal. 8 Bawahan dianggap belum matang. 9 Bersikap 88 melindungi sehingga bawahan takut bertindak. 10 Pemimpin merupakan sumber informasi. 11 Pengambilan keputusan tanpa melibatkan bawahan.

4. Laissez ­ Faire.

Seorang pemimpin yang menggunakan gaya kepemimpinan bebas tindak, menyerahkan perannya sebagai pimpinan kepada bawahannya, dengan bimbingan yang minimal atau tidak ada sama sekali. Kepercayaan diberikan kepada bawahan untuk melaksanakan tugasnya dengan cara yang sesuai dengan pola kerja. Gaya kepemimpinan ini efektif bila bawahan mempunyai kemampuan dan tanggung jawab yang tinggi. Gaya kepemimpinan ini akan menimbulkan keresahan bawahan bila kurang mempunyai kemampuan dan tanggung jawab karena mereka tidak dapat menyelesaikan tugas dengan sebaik­baiknya. Ciri­ciri dari gaya kepemimpinan laissez­faire adalah: 1 Konsep: organisasi akan berjalan lancar dengan sendirinya karena anggotanya cukup mengetahui tujuan dan sasaran organisasi dan tugas yang akan dikerjakan. 2 Berperan pasif dan tidak mau campur tangan. 3 Falsafah: manusia memiliki solidaritas, kesetiaan, taat pada norma­norma dan peraturan yang telah ditetapkan serta bertanggung jawab terhadap tugas. 4 Mempunyai nilai saling mempercayai. 5 Bersikap permisif, menganggap bawahan sebagai rekan kerja. 6 Kepentingan dan tujuan organisasi tetap difokuskan. 7 Pendelegasian sangat ekstensif. 8 Pengambilan keputusan diserahkan pada pimpinan tingkat bawahoperasional. 9 Status quo organisasi tidak terganggu. 10 Pertumbuhan dan perkembangan diserahkan kepada bawahan. 11 Intervensi pimpinan sangat minim. Dari berbagai gaya kepemimpinan diatas dalam penerapannya oleh seorang pemimpin dalam organisasi sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain: 1 Kompleksitas tugas. 2 Ketersediaan waktu. 3 Besarnya kelompok 89 kerja. 4 Pola komunikasi. 5 Tingkat pendidikan bawahan. 6 Kebutuhan untuk prestasi dan kebersamaan. KEPEMIMPINAN YANG EFEKTIF Menurut Tappen 1995 ada enam komponen penting ciri dari pemimpin yang efektif untuk mengarahkan orang­orang dalam organisasi, antara lain: 1. Pengetahuan yang cukup. a. Pengetahuan kepemimpinan yang meliputi: 1 Teori kepemimpinan. 2 Pengertian kepemimpinan. 3 Gaya kepemimpinan. 4 Pemimpin yang efektif. 5 Pengetahuan tentang manajemen keorganisasian. 6 Dan lain­lain. b. Berpikir kritis: 1 Mengkaji asumsi gagasan dan kegiatan yang masuk akal. 2 Pemimpin berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. 3 Pekerjaan yang rutinitas akan menghambat inovasi. 4 Dan lain­lain.

2. Memiliki kesadaran diri.

Kesadaran diri berkontribusi kepada pengembangan hubungan interpersonal yang efektif. Peningkatan kesadaran diri sendiri dapat terjadi dengan mempelajari perilaku manusia, mengobservasi reaksi orang lain terhadap perilaku kita dan umpan balik dari orang lain tentang perilaku yang kita tampilkan. Komponen kesadaran diri sangat membantu untuk menjadi seorang pemimpin yang efektif, karena: 1 Dapat mengenal diri sendiri. 2 Dapat mengenal gejala dari kecemasan. 3 Dapat mengungkapkan perasaan dengan kehangatan dan menghormati orang lain dengan positif. 4 Seseorang akan lebih fleksibel, lebih mandiri, kurang tergantung pada orang lain bila menyadari dan 90 menerima keunikan dirinya. 5 Bila kesadaran diri rendah, cenderung mempunyai respons yang berbeda dari yang diharapkan orang lain. 6 Kesadaran diri penting, karena kita akan menyukai diri sendiri, lebih menyenangkan, dan memikirkan diri kita sebagai seorang pemimpin.

3. Komunikasi yang efektif.

Agar komunikasi dapat berlangsung dengan baik dalam suatu kepemimpinan, seorang pemimpin yang efektif harus memperhatikan hal­hal sebagai berikut: 1 Pendengar aktif, sebagai pendengar yang baik membutuhkan kosentrasi dan berusaha untuk melakukan klarifikasi bila terjadi ketidak jelasan informasi, menebak atau mengira­ngira akan menimbulkan ketidak akuratan. 2 Mengikuti aliran informasi, hal ini dilakukan dengan cara sering bertemu yang bertujuan untuk mencegah salah pengertian. 3 Asertif, komunikasi yang diulang berkali­kali, jelas dan langsung adalah penting untuk kepemimpinan yang efektif. 4 Memberikan umpan balik, karena umpan balik sangat dibutuhkan oleh anggota. 5 Hubungan dan jaringan komunikasi. 6 Mengkomunikasikan visi.

4. Menggunakan energi secara bijaksana.

Menggunakan energi secara bijaksana meliputi: 1 Energi tidak dinilai hanya dari fisik tetapi juga dari situasi perasaan. 2 Energi yang tinggi dapat meningkatkan efektifitas dalam memimpin, karena saat berinteraksi tingkat energi seorang pemimpin akan mempengaruhi respons orang lain. 3 Semangat yang besar, antusias, dan kegairahan dari seorang pemimpin dapat ditularkan kepada bawahannya orang lain. 4 Seorang pemimpin dapat menjaga dan meningkatkan energi dengan cara menjaga kondisi kesehatan, relaksasi, rekreasi dan menggunakan teknik kepemimpinan yang efektif. 91

5. Mempunyai tujuan yang jelas.

Kepemimpinan yang efektif harus memperhatikan tujuan yang akan dicapai, meliputi: 1 Memperhatikan tujuan lingkungan organisasi dan tujuan kelompok. 2 Memperhatikan tujuan individual anggota dan pemimpin. 3 Sebuah tujuan, butuh kebersamaan dan pengertian untuk organisasi.. 4 Kewajiban pemimpin bagaimana memulai sesuatu dalam organisasi berdasarkan tujuan. 5 Untuk mencapai kebersamaan, pemimpin harus memberikan informasi yang tepat.

6. Melakukan tindakanaksi.

Melakukan tindakan atau aksi meliputi: 1 Pemimpin berorientasi pada keputusan yang telah diambil dan segera bertindak. 2 Pemimpin tidak dapat menunggu orang lain memberitahu apa yang harus dikerjakan. 3 Berfikir dahulu sebelum berbuat. 4 Bekerja dengan orang lain. 5 Inisiatif dalam pikiran dan kegiatan. Keenam komponen atau ciri kepemimpinan efektif tersebut menurut Tappen 1995 saling berhubungan membuat suatu rantai kehidupan dalam organisasi seperti yang tersaji dalam gambar berikut ini: 92 KEPEMIMPINA N EFEKTIF PENGETA HUAN KESADARA N DIRI TINDAKAN AKSI ORGANISASI Pengertian Organisasi adalah keseluruhan pengelompokan orang­orang, alat­alat, tugas­tugas, kewenangan dan tanggung jawab sedemikian rupa sehingga tercipta suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan Siagian, 1993. Sedangkan Szilagji 1984, mengemukakan bahwa fungsi pengorganisasian merupakan proses mencapai tujuan dengan koordinasi kegiatan dan usaha, melalui penataan pola struktur, tugas, otoritas, tenaga kerja dan komunikasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa oganisasi merupakan rangkaian aktifitas menyusun suatu kerangka kerja yang menjadi wadah bagi semua kegiatan usaha kerja sama dengan cara membagikan dan mengelompokkan pekerjaan yang harus dilakukan, menyusun jalinan hubungan kerja diantara bagian­bagian, menyusun hubungan antar anggota dan pimpinan melalui penugasan dan pendelegasian wewenang yang bermanfaat untuk: 1 Penjabaran terinci semua kegiatan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan. 2 Pembagian beban kerja sesuai dengan kemampuan perorangan atau kelompok. 3 Mengatur mekanisme kerja antar masing­masing anggota kelompok untuk hubungan dan koordinasi. 93 KOMUNIKASI ENERGI TUJUAN PRINSIP­PRINSIP MANAJEMEN ORGANISASI Agar suatu organisasi dapat mencapai tujuan secara optimal harus menganut beberapa prinsip penting antara lain:

1. Struktur Organisasi.

Dalam organisasi harus terdapat struktur yang menetapkan bagaimana tugas akan dibagi, siapa menerima perintah dari siapa, siapa akan melapor dan bertanggung jawab pada siapa, dan mekanisme koordinasi yang formal serta pola interaksi didalamnya yang harus diikuti.. Struktur organisasi pada dasarnya memiliki tiga unsur, yaitu: 1 Kompleksitas, menunjukkan derajat deferensiasi dalam organisasi. Diferensiasi dalam organisasi meliputi a diferensiasi horizontal, yaitu tingkat spesialisasi atau pembagian kerja dalam organisasi. b diferensiasi vertikal, yaitu banyaknya tingkatan hirarki dalam organisasi dan c diferensiasi spatial, yaitu tingkat penyebaran unit­unit dalam organisasi. 2 Formalisasi, menunjukkan derajad standarisasi dalam organisasi. Standarisasi menyangkut peraturan, prosedur, dan keseragaman perilaku dan cara kerja para anggota organisasi. Makin tinggi formalisasi pekerjaan makin kecil kebebasan anggotanya untuk menentukan apa, kapan, dan bagaimana mengerjakannya. Jenis tugas pekerjaan yang tidak terdidik, repetitif, dan rendah mengandung formalisasi tinggi, sedangkan tugas pekerjaan terdidik dan profesional mempunyai formalisasi yang relatif rendah. 3 Sentralisasi, sentralisasi menyangkut derajat kosentrasi kewenangan untuk mengambil keputusan. Makin banyak keputusan yang harus diambil oleh pimpinan tingkat atas, maka terjadi sentralisasi. Makin banyak keputusan yang diserahkan kepada bawahan sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawabnya, maka terjadi desentralisasi dan keadaan ini merupakan hal yang positif dalam suatu organisasi dengan suatu catatan bahwa 94 keputusan desentralisasi bertujuan untuk perkembangan kepentingan organisasi bukan kepentingan pribadi.

2. Pembagian Kerja Tugas.

Pembagian kerja timbul karena seseorang mempunyai kemampuan terbatas untuk melakukan segala macam pekerjaan, oleh karena itu pembagian kerja harus dikhususkan secara sempurna agar lebih efektif dalam mencapai tujuan organisasi. Hal­hal yang harus diperhatikan dalam pembagian tugas pekerjaan adalah setiap bidang, unit atau divisi memiliki perincian aktivitas kegiatan yang harus dilakukan secara jelas, setiap anggota organisasi mempunyai rincian tugas, tanggung jawab dan wewenang, beban tugas yang diberikan sesuai dengan kemampuan anggota, variasi tugas hendaknya sejenis atau erat hubungannya antara satu dengan yang lain, dan penempatan anggota harus tepat serta sesuai dengan peminatan.

3. Kesatuan komando.

Pengaturan kegiatan organisasi akan lebih mudah jika seorang anggota organisasi mempunyai satu atasan langsung sehingga setiap anggota mengetahui dari siapa menerima perintah dan kepada siapa harus bertanggung jawab. Jika kesatuan komando dalam suatu organisasi tidak jelas maka akan menimbulkan ketidakjelasan peran dan tanggung jawab anggota dalam kegiatan organisasi.

4. Rentang Kendali.

Rentang kendali adalah sejumlah bawahan atau anggota organisasi yang harus dikendalikan oleh seorang pemimpin organisasi dan perlu pembatasan secara rasional. Rentang kendali perlu dalam suatu organisasi karena keterbatasan manusia dalam hal waktu, pengetahuan, kemampuan dan perhatian dan dalam pengorganisasian rentang kendali 95 berhubungan erat dengan pembagian kerja, koordinasi dan kepemimpinan. Jumlah bawahan yang harus dikendalikan oleh seorang pemimpin sangat dipengaruhi oleh faktor keanekaragaman pekerjaan, kerumitan pekerjaan, kemampuan bawahan, kemampuan pimpinan, tingkat supervisi pimpinan dan ketersediaan waktu pimpinan.

5. Pendelegasian.

Pendelegasian adalah pemberian sejumlah wewenang dan tanggung jawab untuk mengambil tindakan yang diperlukan agar tugas dan tanggung jawabnya dapat dilaksanakan dengan baik dari atasan kepada bawahan anggotanya. Dalam pendelegasian mempunyai syarat­syarat antara lain: 1 Pemberi wewenang harus mempunyai wewenang yang lebih besar dari sipenerima wewenang. 2 Besarnya pendelegasian yang diberikan harus sesuai dengan kemampuan si penerima. 3 Penerima pendelegasian wewenang harus tahu dengan jelas batas­batas wewenang yang diterima. 4 Pemberi pendelegasian wewenang harus memperhatikan pendapat, membimbing, menggerakkan dan melakukan pengontrolan terhadap penerima pendelegasian. 5 Pendelegasian wewenang harus disertai dengan tanggung jawab. Pendelegasian wewenang dalam organisasi mempunyai manfaat, Yaitu: 1 Pimpinan organisasi dapat melaksanakan tugas pokok saja. 2 Meningkatkan kemampuan anggota. 3 Kegiatan organisasi tetap berjalan walaupun pimpinan tidak berada di tempat. 4 Pelatihan dan kaderisasi untuk meningkatkan jenjang karier anggota.

6. Koordinasi.

Koordinasi merupakan suatu aktifitas kegiatan yang dapat menciptakan kerjasama antar anggota organisasi secara harmonis untuk mencapai tujuan organisasi 96

7. Evaluasi Pencapaian Tujuan.

Suatu organisasi mempunyai tujuan yang jelas karena organisasi dibentuk atas dasar adanya tujuan. Setiap kegiatan pada bagian organisasi merupakan upaya untuk pemenuhan kebutuhan pencapaian tujuan organisasi. Oleh sebab itu semua kegiatan yang telah dilakukan oleh organisasi perlu dievaluasi untuk menilai apakah pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana dan semua ini perlu dievaluasi secara terus­menerus guna dilakukan koreksi apabila ditemukan penyimpangan dari tujuan awal. PERAN PEMIMPIN DALAM MENJALANKAN ORGANISASI Pada dasarnya tugas pemimpin dalam proses manajemen organisasi adalah membenahi semua fungsi manajemen dengan baik supaya tujuan organisasi dapat dicapai secara optimal. Beberapa peran pemimpin dalam menjalankan roda organisasi meliputi: 1. Siklus manajemen organisasi adalah siklus pengambilan keputusan, perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, dan pelaporan. 2. Memotivasi anggota, artinya seorang pemimpin organisasi harus dapat mendorong bawahannya untuk giat bekerja dan membina bawahan dengan baik sehingga tercipta iklim kerja organisasi yang harmonis. 3. Seorang pemimpin organisasi harus selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan para anggotanya dalam konteks pencapaian tujuan organisasi, sehingga dapat mempertahankan loyalitas dan partisipasi yang optimal dari anggotanya. 4. Seorang pemimpin organisasi harus dapat menciptakan kondisi organisasi yang harmonis dan mampu menerapkan manajemen konflik dengan baik. 97 5. Seorang pemimpin organisasi harus menjadi advokator bagi anggota organisasi. 6. Seorang pemimpin organisasi harus berusaha agar para anggotanya bersedia memikul tanggung jawab dalam menyelesaikan tugasnya dengan baik. 7. Seorang pemimpin organisasi harus membenahi fungsi­fungsi fundamental dari manajemen organisasi. 8. Seorang pemimpin organisasi harus bertanggung jawab atas keselamatan dan kesehatan kerja anggotanya dalam melakukan kegiatan organisasi. 9. Seorang pemimpin organisasi harus mengadakan pembagian tugas dan mengkoordinasikan tugas­tugas tersebut supaya terintegrasi kepada pencapaian tujuan yang diinginkan. 10. Seorang pemimpin organisasi harus menjadi penanggung jawab terakhir terhadap hasil yang dicapai dari proses manajemen organisasi. PENUTUP Dalam rangka memelihara dan meningkatkan mutu kerja suatu organisasi dalam pencapaian tujuannya diperlukan manajemen kepemimpinan yang efektif. Untuk mampu melaksanakan kepemimpinan yang efektif dalam menjalankan suatu organisasi diperlukan berbagai ketrampilan dasar tentang kepemimpinan dan organisasi yang merupakan suatu kegiatan yang sinergis. Untuk menjadi pemimpin yang efektif seseorang perlu memiliki inteligensi dalam arti harus cerdas, mempunyai kepribadian yang mantap artinya percaya diri, kreatif dan tidak terlalu tergantung pada orang lain. Disamping itu juga mempunyai kemampuan bekerja sama dan hubungan antar manusia yang menyenangkan dengan anggotanya dan orang lain 98 sehingga pelaksanaan kegiatan organisasi dengan berpegang pada prinsip­ prinsip organisasi dalam upaya pencapaian tujuan akan mudah dilakukan. SUPERVISI DALAM KEPERAWATAN 99 PENDAHULUAN Kegiatan supervisi dalam pelayanan keperawatan ditujukan untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan, melalui upaya mengarahkan, membimbing, mengajar, memotivasi, memperbaiki asuhan keperawatan dan pendokumentasian menuju standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itu supervisi dalam keperawatan bukan untuk mencari kesalahan, kelemahan atau ditujukan untuk membuat kondite perawat yang banyak terjadi pada saat ini, sehingga sosok supervisor dalam melaksanakan aktivitasnya dipandang menakutkan dan mengganggu. Supervisi adalah salah satu fungsi pokok yang harus dilaksanakan oleh pengelola manajer keperawatan dari yang terendah, menengah dan atas. Pada situasi nyata, jenjang manajer keperawatan bervariasi baik macamnya ataupun pemegang posisi tertentu dalam keperawatan. Oleh karenanya kepala ruangan sebagai manajer keperawatan dalam perannya sebagai supervisor, selain harus dapat meningkatkan kemampuan dalam bidang pengetahuan dan keterampilan juga harus dapat meningkatkan penampilan kinerja perawat secara professional dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien, sehingga kualitas pelayanan asuhan keperawatan dapat ditingkatkan sesuai dengan standar dan tuntutan masyarakat sebagai pengguna jasa keperawatan. Dalam makalah ini akan dibahas tentang peranan supervisi dan cara pelaksanaannya untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan. PENGERTIAN. Supervisi adalah mengawasi, meneliti, dan memeriksa yang dipandang sebagai proses dinamis dengan memberikan dorongan dan berpartisipasi dalam pengembangan diri staf dan pelaksana keperawatan Yura dan Helen, 1981. 100 Supervisi adalah merencanakan, mengarahkan, membimbing, mengajar, megobservasi, memotivasi dan memperbaiki, mempercayai, mengevaluasi secara terus menerus pada setiap tenaga keperawatan dengan sabar, adil serta bijaksana sehingga setiap tenaga keperawatan dapat memberikan asuhan keperawatan dengan baik, terampil, aman, cepat dan tepat secara menyeluruh sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan yang mereka miliki Kron,1981. TUJUAN Tujuan dari supervisi keperawatan adalah: 1. Mengorientasi staf pelaksana keperawatan. 2. Melatih staf pelaksana keperawatan. 3. Memberikan arahan dalam pelaksanaan tugasnya, agar menyadari dan mengerti terhadap peran, fungsi dan tugas sebagai staf pelaksana asuhan keperawatan. 4. Memberikan layanan dan bantuan kepada staf pelaksana keperawatan apabila mereka menghadapi kendala dalam tugasnya. 5. Mengembangkan kemampuan staf pelaksana keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan. FUNGSI Dalam keperawatan fungsi supervisi adalah: 1. Untuk mengatur dan mengorgasisir proses pemberian asuhan keperawatan yang menyangkut pelaksanaan kebijakan pelayanan keperawatan tentang standar asuhan yang telah disepakati. 2. Menilai dan memperbaiki faktor­faktor yang mempengaruhi proses pemberian pelayanan keperawatan dan pendokuimentasiannya. 3. Untuk mengkoordinasikan, menstimuli, dan mendorong staf kearah peningkatan asuhan keperawatan. 4. Untuk membantu, memberi dukungan dan mengajak staf untuk diikutsertakan. 101 PRINSIP SUPERVISI Dalam melaksanakan supervisi keperawatan, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan antara lain: 1. Supervisi memerlukan pengetahuan dasar manajemen dan kepemimpinan, keterampilan hubungan antar manusia, dan kemampuan menerapkan prinsip manajemen dan kepemimpinan. 2. Supervisi dilakukan sesuai dengan hirarkhi struktur organisasi. 3. Supervisi merupakan proses kerjasama yang demokratis antara menerapkan misi, falsafah, tujuan dan rencana yang spesifik untuk mencapai tujuan. 4. Supervisi menciptakan lingkungan yang mendukung komunikasi yang efektif, merangsang kreatifitas dan motivasi. 5. Supervisi mempunyai tujuan utama atau akhir yang memberi keamanan, berhasil guna dan berdaya guna bagi pelayanan keperawatan yang dapat memberi kepuasan bagi klien, perawat dan manajer. PROSES SUPERVISI Pada dasarnya kepala ruangan dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai supervisor. Dengan demikian supervisor harus selalu berusaha untuk menjawab sejumlah pertanyaan yang berkaitan dengan tugasnya. Lima pertanyaan “What, When, Who, Why dan How” akan memberikan arahan kepada supervisor dalam menjalankan proses supervisi. Skema dibawah ini memberikan gambaran dan kejelasan bagaimana proses supervisi dilaksanakan: WHAT WHEN 102  Merencanakan  Membimbing  Mengobservasi  Mendorong.  Memperbaiki  Mengevaluasi  Mengarahkan PROSES SUPERVISI WHO WHY HOW Sumber: Kron,1991 KOMPETENSI SEORANG SUPERVISOR Seorang supervisor harus memiliki kemampuan dalam hal: 1. Memberikan pengarahan dan petunjuk yang jelas, serhingga dapat dimengerti oleh staf pelaksana keperawatan. 2. Memberikan saran, nasehat dan bantuan kepada staf pelaksana keperawatan. 3. Memberikan motivasi untuk meningkatkan semangat kerja staf pelaksana keperawatan. 4. Proses kelompok dinamika kelompok. 5. Memberikan latihan dan bimbingan yang diperlukan oleh staf pelaksana keperawatan. 6. Melakukan penilaian terhadap hasil kinerja perawat. 7. Mengadakan pengawasan agar asuhan keperawatan dan pendokumentasian lebih baik. 103  Penuh keterampilan  Rasa aman  Cepat dan tepat Sesuai dengan kemampuan dalam keterbatasan dari pekerjaan Perawat pelaksana dapat memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas berkualitas Dengan cara adil dan bijaksana Pada setiap personil perawat pelaksana Secara terus menerus SUPERVISOR KEPERAWATAN Yang termasuk dalam kategori supervisor dalam keperawatan adalah: 1. Kepala ruangan. Kepala ruangan bertanggungjawab dalam supervisi pelayanan keperawatan diunit kerjanya. Kepala ruangan merupakan ujung tombak penentu tercapai tidaknya tujuan pelayanan keserhatan dirumah sakit dan kepala ruangan mengawasi perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan dan pendokumentasian diunit kerjanya. 2. Pengawas keperawatan. Beberapa ruangan atau unit pelayanan berada dibawah satu instalasi, pengawas perawatan bertanggung jawab dalam melakukan supervisi pada areanya yaitu beberapa kepala ruangan yang berada dalam satu instalasi tertentu, misalnya: Instalasi rawat inap, instalasi rawat jalan, dan lain­lain. 3. Kepala Seksi. Bebarapa instalasi digabung dibawah satu pengawasan kepala seksi. Kepala seksi mengawasi pengawas keperawatan dalam melaksanakan tugas secara langsung dan seluruh perawat secara tidak langsung. 4. Kepala Bidang Keperawatan. Kepala bidang keperawatan bertanggung jawab untuk mengsupervisi kepala seksi secara langsung dan semua perawat secara tidak langsung. Dengan demikian supervisi berkaitan dengan struktur organisasi yang menggambarkan garis tanggung jawab, siapa yang menjadi supervisor dan siapa yang disupervisi. TEHNIK SUPERVISI KEPERAWATAN Tehknik supervisi keperawatan meliputi tiga elemen, antara lain: 104 1. Standar praktek keperawatan sebagai acuan. 2. Fakta pelaksanaan praktek keperawatan dan pendokumentasian sebagai pembanding. 3. Tindak lanjut, baik berupa upaya mempertahankan kualitas maupun upaya memperbaiki kualitas. AREA YANG DISUPERVISI. Secara umum yang menjadi area supervisi dari seorang supervisor adalah: 1. Pengetahuan dan pengertian tentang klien dan diri sendiri. 2. Keterampilan teknis keperawatan yang dilakukan sesuai dengan standar. 3. Sikap dan penghargaan terhadap pekerjaan, misalnya: kejujuran, empati, caring, dll. CARA SUPERVISI. Dalam melakukan supervisi, seorang supervisor dapat menggunakan berbagai cara antara lain: 1. Langsung. Supervisi dilakukan pada saat kegiatan sedang berlangsung, diharapkan supervisor terlibat dalam kegiatan agar pengarahan dan pemberian petunjuk tidak dirasakan sebagai perintah. Umpan balik dan perbaikan dapat dilakukan langsung pada saat supervisi. Prosesnya: a. Perawat pelaksana melakukan secara mandiri suatu tindakan asuhan keperawatan atau pendokumentasian yang didampingi oleh supervisor.

b. Selama proses berlangsung, supervisor dapat memberi dukungan,