Bagaimana “Menerjunkan” Pengarusutamaan Gender PUG Pengarusutamaan Gender dan Transformasi Institusi Transformasi Institusi

Dari tiga prinsip di atas, jelas bahwa keadilan gender adalah nilai fundamental dalam pemenuhan promosi hak-hak asasi manusia. Mengarusutamakan gender ini berarti membawa laki-laki dan perempuan ke dalam proses pengambilan keputusan tentang alokasi sumber daya dan manfaat pembangunan. Keterlibatan mereka sangat penting untuk memastikan semua kebutuhan aspirasi mereka terpenuhi. Menurut Khofifah Indar Parawansa 1997: 182, artinya kesadaran gender dalam pembangunan adalah sebagai berikut : 1. Wanita adalah sebagai wakil dari setengah jumlah penduduk 2. Pembangunan melibatkan pria dan wanita sesuai potensinya 3. Tidak hanya kesehatan, gizi, dan kesehatan anak, tetapi juga meliputi kawasan pendidikan, industriproduksi, sosial budaya, dan lain-lain secara proporsional. 4. Peningkatan dan pengembangan pengalaman, kesadaran diri, serta kreatifitas wanita dan pria. 5. Wanita dan pria diikutsertakan sebagai peserta dan pengambil keputusan. 6. Peningkatan dan pengembangan pengalaman, kesadaran diri, serta kreatifitas wanita dan pria. 7. Wanita dan pria diikutsertakan sebagai peserta dan pengambil keputusan.

3. Bagaimana “Menerjunkan” Pengarusutamaan Gender PUG

Banyak “buku pintar” tentang PUG menekankan tentang pentingnya enabling tools dan technical tools ini diterjemahkan menjadi tujuh unsur : dukungan politik, kebijakan, sumber daya, sistem data dan informasi, kelembagaan, alat analisis gender, dan dukungan masyarakat sipil. Sayangnya, focus yang terlalu berat pada pemenuhan tujuan enablingtechnical tools ini membuat banyak pihak terlalu sibuk pada tujuh hal tersebut, yang sebenarnya hanya prasyarat, bukan inti dari implementasi PUG. Lebih perlu langkah-langkah nyata untuk turut campur, ikut terlibat atau melakukan intervensi proses penyusunan kebijakan dan program pembangunan, baik di tingkat nasional maupun daerah sejak dari perencanaan hingga monitoring dan evaluasi. Selama enam tahun terakhir, wilayah ini nyaris belum tergarap, sehingga masih ada jurang lebar tak terjembatani dalam perjalan mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender.

4. Pengarusutamaan Gender dan Transformasi Institusi

Definisi dari Razavi dan Miller berikut ini sangat tepat untuk menggambarkan apa itu sebenarnya PUG. “PUG adalah proses teknis dan politis yang membutuhkan perubahan pada kultur atau watak organisasi, tujuan, struktur dan pengalokasian sumber daya. Politis karena bertujuan untuk mengubah alokasi sumber daya, kuasa, kesempatan dan norma sosial.” Titik tekannya mengubah aturan main institusi. Institusi yang membakukan dan melembagakan aturan, norma dan perilaku tertentu secara sadar atau tidak telah berperan dalam mengurangi, memperkuat, atau mereproduksi kultur ketidaksetaraan gender dalam praktek dan aturannya. Empat ranah yang mewakili institusi tersebut adalah rumah tangga, komunitas di dalamnya termasuk kekerabatan, kesatuan adat, organisasi masyarakat, LSM, negara dan pasar.

5. Transformasi Institusi

Fokus transformasi institusi bukan hanya meningkatkan kondisi material perempuan tapi juga berubahnya praktek institusi. Artinya, system dan struktur sosial harus berubah. Skema yang dibuat oleh Aruna dan David Kelleher sangat membantu untuk memandu kita menjalankan perubahan di tingkat institusi. Menurut mereka, PUG beroperasi di tiga tingkat yaitu : makro, pembuatan kebijakan; tingkat organisasi; dan mikro, pada satu program tertentu. Transformasi institusi, berarti juga mengubah aturan main. Jika aturan-aturan ini meliputi yang tertulis, misalkan Undang-Undang dan tidak tertulis misalkan siapa yang biasanya bicara di perempuan desa, siapa yang dianggap layak menjadi politikus, maka menurut Rao dan Kelleher PUG harus terjadi di empat tingkat, yaitu individupersonal, pada tingkat kesadaran pengetahuan, ketrampilan, komitmen perempuan dan laki-laki, sosial, dimana kepentingan dan tujuan untuk meningkatkan kondisi perempuan dan laki- laki harus menjadi bagian dari agenda sosial, seperti meningkatkan akses pada layanan kesehatan dan keamanan dan akses pada sumber daya; nilai-nilai informal yang terbentuk dalam budaya dan praktik-praktik agama; dan aturan formal institusi, misalnya hukum dan kebijakan. Seringkali PUG dijalankan hanya melalui pengembangan kapasitas individu, jangan lupa bahwa perubahan pada aturan formal dan informal sebuah institusi sebenarnya lebih penting.

6. Kesamaan Kesempatan