Pelembagaan Akuntabilitas Pengarusutamaan Gender

pelaporan di tingkat sektoral dan lokal masih lemah atau belum berjalan, sangat menyulitkan saat melakukan evaluasi. Jadi susah juga untuk memberikan “umpan balik” yang bisa mengoreksi atau memperbaiki pelaksanaan strategi PUG. Kelemahan ini mengakibatkan keberhasilan yang telah dicapai tidak terekan dan terawatt dengan baik, sehingga PUG nampaknya tidak seberhasil yang diharapkan. Perlu upaya-upaya inovatif untuk mengintegrasikan akuntabilitas pelaksanaan strategi PUG melalui Sistem Akuntabilitas Instansi Pemerintah SAKIP dan Laporan Akuntabilitas Instansi Pemerintah LAKIP yang ada dan yang telah berjalan dengan baik. Persoalan lain yang tidak kalah rumitnya menyangkut para pelaksananya, masih banyak dari mereka yang salah mengerti konsep gender dan pemberdayaan perempuan. Mereka jadi bingung dan kebingungan ini mengurangi komitmen mereka. Tingginya turnover atau turnover atau pergantian para pelaksana, dan kurangnya dokumentasi jabatan, menyebabkan pelaksanaan strategi PUG seolah-olah berkutat pada proses pengenalan konsep saja, karena selalu mandeg pada para pelaksana yang belum paham isu-isu kesenjangan gender. Proses pemberdayaan pelaksana dilapangan harus menjadi proses berkelanjutan dan perlu diintegrasikan ke dalam proses pendidikan dan pelatihan pegawai negeri.

5. Pelembagaan Akuntabilitas Pengarusutamaan Gender

Salah satu tentang kajian PUG di Indonesia menunjukkan tantangan terbesar yang dihadapi PUG adalah dalam pelaksanaan dan pelembagaan sistem akuntabilitasnya. Ilustrasi seperti ini : tantangan pelembagaan sistem akuntabilitas PUG di organisasi dan sistem pemerintahan itu seperti perjuangan membalik, memecah, dan mencairkan sebuah gunung es. Banyak persoalan yang telah membantu, dan tidak semuanya tampak, bahkan anteng bersemunyi di bawah permukaan tenangnya birokrasi. Maka dari itu gunung es itu harus dibalikkan dulu agar bisa dilihat variable-variabel permasalahan gender. Melembagakan akuntabilitas PUG berarti sama saja dengan mecoba memetakan gunung es yang berlapis-lapis. Persoalan yang rumit. Salah satu upaya pengembangan akuntabilitas PUG yang terbukti mengubah hidup perempuan, laki-laki, dan masyarakat niskin adalah “operasionalisasi PUG yang memadai di tingkat proyek dan kegiatan”. Beberapa manfaatnya adalah : • Mengubah pemahaman pengambil keputusan yang semula memfokuskan diri pada konsep dan pendekatan PUG yang cenderung teoritik, metodologik, retorik, menjadi sesuatu yang berdampak nyata bagi si miskin dan perempuan, • Mengklarifikasi pemahaman mayoritas pengambil keputusan dan sebagian Organisasi Non Pemerintah NGO bahwa PUG adalah strategi yang tidak berhenti pada dokumen kebijakan, strategi, program, proyek, kegiatan dan alokasi dana, tetapi pada perubahan nilai yang dipraktekkan individu dan lembaga, • Mencegah terjadinya policy evaporation dan invisibility pada berbagai kebijakan, • Membangun keyakinan bahwa PUG dapat diterapkan, bahkan ketika prasyarat PUG belum terpenuhi, • Memperkenalkan intervensi yang tak terbatas pada program konvensional yang diimplementasikan unit Pemberdayaan Masyarakat Daerah PMD, Peningkatan Peranan Wanita menuju Keluarga Sehat Sejahtera P2WKSS, dan Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga PKK, • Membangun sistem kognitif organisasi dengan membuktikan bahwa PUG pada persoalan yang relevan dengan kebutuhan stakeholders pembuat kebijakan akan membawa dampak nyata, • Memanfaatkan data terpilih berdasarkan jenis kelamin dan indikator gender pada monitoring dan evaluasi program dan kegiatan, tidak hanya bergantung lagi pada data Badan Pusat Statistik BPS. Sebagus apapun kerangka kelembagaan dan kebijakan, tanpa leadership hasilnya tak akan optimal. Penurunan mutu leadership akan menurunkan pula efektivitas kerja PUG. Leadership perlu pula didukung secara konkrit oleh berbagai pihak, misalnya dalam bentuk : - Dukungan politik pimpinan pada penyususnan undang-undang, aturan, serta prosedur kerja; - Dukungan pada implementasi kebijakanprogramkegiatan berikut alokasi dananya; - Dukungan dan komitmen untuk mensukseskan agenda koordinasi; - Keterbukaan pada ide baru, inovasi, peluang, terobosan, beserta resikonya; - Apresiasi terhadap keberhasilan operasionalisasi PUG; dan - Pengembangan sistem insentif yang efektif untuk melaksanakan mandate Akuntabilitas terkuat pada akhirnya tergantung pada masyarakat sipil yang memilih wakilnya menjadi anggota DPRDPRD, yang bisa menanggung gugat mengawasi kinerja wakilnya di DPRDPRD. Oleh karena itu, pemberdayaan masyarakat miskin dan perempuan untuk memahami hak, kewajiban, dan tanggung jawabnya, mekanisme partisipasi dalam proses pemabangunan, dan mekanisme tanggung-gugat perlu sekali diperhatikan dalam pengembangan akuntabilitas PUG.

6. Anekdot Perjuangan Gender